Kelas : 1IA17
Dalam hal Pemerintah tidak dapat melaksanakan sendiri Paten, Pemerintah dapat menunjuk pihak ketiga
untuk melaksanakan Paten, dengan kewajiban memenuhi persyaratan:
a. Memiliki fasilitas dan mampu melaksanakan Paten;
b. Tidak mengalihkan pelaksanaan Paten dimaksud kepada pihak lain; dan
c. Memiliki cara produksi yang baik, peredaran, dan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sanksi Pidana
Selain penghapusan paten, aspek hukum dalam UU Paten ini tentu saja adalah larangan beserta sanksi
pidananya. Berdasarkan UU ini, “Setiap orang tanpa persetujuan pemegang paten produk dilarang untuk
membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, dan/atau menyediakan untuk
dijual, disewakan, atau diserahkan produk yang diberi paten.”
Sedangkan, bagi pemegang paten proses, “Setiap orang dilarang untuk menggunakan proses produksi yang
diberi paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya.”
UU Paten yang baru ini juga mengatur mengenai ketentuan pidana yang tidak ada dalam UU Paten
sebelumnya. Ketentuan pidana tersebut diatur dalam delik aduan, yakni dalam Pasal 161, Pasal 162, dan Pasal
164 UU Paten.
Menjelaskan bahwa UU ini mengatur bahwa, “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
pelanggaran terhadap paten, dipidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1
miliar. Sedangkan pelanggaran untuk paten sederhana dikenakan setengah dari ancaman hukuman
pelanggaran paten.
Penambahan pengaturan ketentuan pidana dalam UU Paten juga berlaku terhadap setiap orang yang
mengakibatkan gangguan kesehatan dan/atau lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar. Sedangkan bagi setiap orang yang mengakibatkan
kematian manusia, dipidana dengan pidana paling lama 10 tahun dan/atau Rp 3,5 miliar.