Anda di halaman 1dari 5

NPM : 51421055

Ringkasan/Resume dari Kelompok 6 Nama : Muhammad Ridho

Kelas : 1IA17

Pemeriksaan Permohonan Paten


Pemeriksaan Substantif. Permohonan pemeriksaan substantif diajukan secara tertulis kepada Direktorat
Jenderal dengan dikenai biaya, selambatnya 36 bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Apabila
permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan dalam batas waktu yang ditentukan atau biaya untuk itu
tidak dibayar, Permohonan dianggap ditarik kembali. Apabila permohonan pemeriksaan substantif diajukan
sebelum berakhirnya jangka waktu pengumuman, pemeriksaan itu dilakukan setelah berakhirnya jangka
waktu pengumuman.
Penggunaan bantuan ahli, fasilitas, atau Pemeriksa Paten dari kantor Paten negara lain tersebut tetap
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga kerahasiaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41.
Pasal 40
Selama masih terkait dinas aktif hingga selama satu tahun sesudah pensiun atau sesudah berhenti karena
alasan apapun dari Direktorat Jenderal, pegawai Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya bekerja
untuk dan atas nama Direktorat Jenderal, dilarang mengajukan Permohonan, memperoleh Paten, atau
dengan cara apapun memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan Paten, kecuali apabila
pemilikan Paten itu diperoleh karena pewarisan.
Pasal 41
Terhitung sejak Tanggal Penerimaan seluruh aparat Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya
terkait dengan tugas Direktorat Jenderal wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh dokumen
Permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.

Lisensi dan pembatalan paten


1. Lisensi Paten
Lisensi paten dibahas pada pasal 69¬ sampai pasal 87 UU No. 14 Tahun 2001. Disana dibahas segala hal
tentang lisensi paten. Secara garis besarnya lisensi paten dibagi menjadi 2;
2. Lisensi Sukarela (voluntary license)
Lisensi Sukarela terdapat dalam pasal 69 - 73. Dalam hal ini pemberian lisensi dilakukan oleh pihak - pihak
yang menjalin kesepakatan antara si pelisensi dan pemegang hak paten.
3. Lisensi Wajib
Lisensi wajib sendiri dalam penyerahannya dilakukan oleh pemerintah tanpa adanya persetujuan oleh
pemegang hak paten
Pembatalan atas suatu paten dibagi menjadi 3 yaitu;
1. Batal demi hukum
2. Batal atas Permohonan Pemegang paten
3. Batal berdasarkan Gugatan
-Batal demi Hukum (Pasal 88 UU paten tahun 2001) yang berisikan;
Pasal 88 Paten dinyatakan batal demi hukum apabila Pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban membayar
biaya tahunan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
-Batal atas Permohonan Pemegang Paten (pasal 90 UU paten tahun 2001) yang bersikan;
Pasal 90 Paten dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal untuk seluruh atau sebagian atas permohonan
Pemegang Paten yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
-Batal berdasarkan Gugatan (Pasal 91 UU paten tahun 2001) yang berisikan;
Pasal 91
(1) Gugatan pembatalan Paten dapat dilakukan apabila:
a. Paten tersebut menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 6, atau Pasal 7 seharusnya
tidak diberikan;
b. Paten tersebut sama dengan Paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk Invensi yang sama
berdasarkan Undang-undang ini;
c. pemberian lisensi-wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan Paten dalam bentuk
dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal
pemberian lisensi-wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal pemberian lisensi-wajib pertama dalam hal
diberikan beberapa lisensi-wajib.
(2) Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh pihak
ketiga
kepada Pemegang Paten melalui Pengadilan Niaga.
(3) Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diajukan oleh
Pemegang
Paten atau penerima Lisensi kepada Pengadilan Niaga agar Paten lain yang sama dengan Patennya dibatalkan.
(4) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat diajukan oleh jaksa terhadap
Pemegang
Paten atau penerima lisensi-wajib kepada Pengadilan Niaga
Pasal 91
(1) Gugatan pembatalan Paten dapat dilakukan apabila:
Paten tersebut menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 6, atau Pasal 7 seharusnya
tidak diberikan;

Pelaksanaan Paten Oleh pemerintah


Pada 7 Juli 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 77 Tahun
2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah. Perpres ini ditandatangani dengan pertimbangan
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.
Menurut Pasal 2 Perpres tersebut, dapat melaksanakan sendiri Paten di Indonesia berdasarkan
pertimbangan :
A).Berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara; atau
b).Kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat.
Sedangkan bunyi Pasal 3 Perpres tersebut adalah
“Paten yang mengganggu atau bertentangan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan negara hanya
dapat dilaksanakan oleh Pemerintah” .
Pelaksanaan Paten yang dapat dilakukan sendiri oleh Pemerintah yaitu yang berkaitan dengan pertahanan
dan keamanan negara, meliputi:
a. Senjata api;
b. Amunisi;
c. Bahan peledak militer;
d. Intersepsi;
e. Penyadapan;
f. Pengintaian;
g. Perangkat penyandian dan perangkat analisis sandi; dan/atau
h. Proses dan/atau peralatan pertahanan dan keamanan negara lainnya.

Dalam hal Pemerintah tidak dapat melaksanakan sendiri Paten, Pemerintah dapat menunjuk pihak ketiga
untuk melaksanakan Paten, dengan kewajiban memenuhi persyaratan:
a. Memiliki fasilitas dan mampu melaksanakan Paten;
b. Tidak mengalihkan pelaksanaan Paten dimaksud kepada pihak lain; dan
c. Memiliki cara produksi yang baik, peredaran, dan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Sanksi Pidana
Selain penghapusan paten, aspek hukum dalam UU Paten ini tentu saja adalah larangan beserta sanksi
pidananya. Berdasarkan UU ini, “Setiap orang tanpa persetujuan pemegang paten produk dilarang untuk
membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, dan/atau menyediakan untuk
dijual, disewakan, atau diserahkan produk yang diberi paten.”
Sedangkan, bagi pemegang paten proses, “Setiap orang dilarang untuk menggunakan proses produksi yang
diberi paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya.”
UU Paten yang baru ini juga mengatur mengenai ketentuan pidana yang tidak ada dalam UU Paten
sebelumnya. Ketentuan pidana tersebut diatur dalam delik aduan, yakni dalam Pasal 161, Pasal 162, dan Pasal
164 UU Paten.
Menjelaskan bahwa UU ini mengatur bahwa, “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
pelanggaran terhadap paten, dipidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1
miliar. Sedangkan pelanggaran untuk paten sederhana dikenakan setengah dari ancaman hukuman
pelanggaran paten.
Penambahan pengaturan ketentuan pidana dalam UU Paten juga berlaku terhadap setiap orang yang
mengakibatkan gangguan kesehatan dan/atau lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar. Sedangkan bagi setiap orang yang mengakibatkan
kematian manusia, dipidana dengan pidana paling lama 10 tahun dan/atau Rp 3,5 miliar.

Pengalihan Hak Atas Paten


Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”) menyebutkan
hak atas paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
pewarisan,hibah,wasiat,wakaf,perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pengalihan hak atas paten tersebut harus disertai dokumen asli paten berikut hak lain yang berkaitan dengan
paten. Selain itu, segala bentuk pengalihan hak atas paten harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai
biaya. Pengalihan hak tidak menghapus hak inventor selaku pemegang paten untuk tetap dimuat nama dan
identitasnya dalam sertifikat paten.
Permohonan pencatatan pengalihan paten harus memenuhi syarat:
a).Membayar biaya permohonan pencatatan pengalihan paten;
b).Membayar biaya tahunan atas paten;
c).Melengkapi dokumen permohonan pencatatan pengalihan paten;
d).Melampirkan surat pernyataan bahwa dokumen yang diserahkan sesuai dengan aslinya.
Prosedur Permohonan Pencatatan Pengalihan Paten Pemohon mengajukan permohonan pencatatan
pengalihan paten secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mengisi formulir dan melampirkan
persyaratan di atas yang dilakukan secara elektronik dan/atau nonelektronik.
Formulir tersebut minimal memuat:
a).tanggal, bulan, dan tahun permohonan;
b).nama dan alamat lengkap pemohon;
c).nama dan alamat lengkap pemegang paten; nomor dan judul paten;
d).nama dan alamat lengkap kuasanya dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa.

Anda mungkin juga menyukai