TUGAS AKHIR
13 22 03 0099
2016
ii
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
13 22 03 0099
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui Oleh :
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI
Disahkan Oleh :
Tim Penguji
iii
RINGKASAN
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga penulisan tugas akhir dari hasil
Pengalaman Kerja Praktek Lapangan (PKPM) ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat waktu.
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua Tercinta ayahanda (Andi Fachri Lolo Haddade) Ibunda (Sriwana)
Saudara (Andi ikhwan,Andi Novi,Andi Fitrah) Serta Seluruh Keluraga Yang
selalu memberi semangat, motivasi, dan doa.
2. Bapak Dr.Ir.H.Darmawan,M.P. selaku direktur Politeknik Pertanian Negeri
Pangkajenne dan Kepulauan
3. Ibu Ir.Nurleli Fattah, M.Si selaku ketua jurusan Politeknik Pertanian Negeri
Pangkajenne dan Kepulauan
4. Terimah Kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan penulis
sampaikan kepada Bapak Ir. Imran Mukhtar, M.Si selaku Dosen pembimbing I
dan Ir.Nurleli Fattah, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberi
bimbingan dalam melaksanakan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM).
5. Terimah Kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan sampaikan
kepada Bapak Basmi Said SE, M.Si selaku pembimbing Lapangan memberi
bimbingan dan arahan dalam melaksanakan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa
(PKPM) di PT. Delta Fasific Indotuna Bitung sulawesi Utara.
6. Seluruh staf PT.Delta Fasific Indotuna Bitung Sulawesi Utara (Ibu Nur
Asyurah,Pak Darmaji S.Pi, Ibu yuli,Pak Nofri,Pak Aidwar,Pak Yakop,Ibu
Sulastri,Pak Suwono,Pak Budi,Pak Donal,Pak daniel,Mrs.Viraj,Kak Emes,Kak
Suri,Kak Iche,Kak Abdul Rahim,Andika,Kak yati.Kak Jamal,Kak Acok,Kak
Yusuf)
v
7. Kakanda Rendy dan Jefri yang selalu membimbing dan mengarahkan selama di
Bitung sulawesi utara.
8. Rekan-rekan sesama mahasiswa yang melaksanakan Pengalaman kerja praktek
mahasiswa (PKPM) di PT. Delta Fasifik Indotuna.
9. Teman-teman satu Kos (Saipul,Akmal,Khairul,Asrul,Prima,Lutfi,Herman) yang
sudah menjemput dan mambagi waktu selama di Bitung Sulawasi Utara.
a. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
sempurna,yang tak lain kita tak lepas dari bentuk kekurangan dan kesalahan
manusia, semoga laporan ini berguna bagi saya sendiri dan seluruh pembaca, maka
penulis mengharapkan atas kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN..................................................................................................... iii
I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Batasan Masalah...................................................................................... 3
1.3 Tujuan .................................................................................................... 3
vii
2.5 Persyaratan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan ........................................ 24
2.5.1 Persyaratan Fisik............................................................................. 24
2.5.2 Persyaratan Operasional ................................................................. 28
viii
4.2 Pengujian Mutu .......................................................................................... 57
4.2.1 Pengujian Organoleptik Dan Sensori ............................................... 57
4.2.2 Pengujian Mutu Mikrobiologi .......................................................... 60
4.2.3 Pengujian Kimia ............................................................................... 62
4.3 Persyaratan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan ........................................ 63
4.3.1 Persyaratan Fisik .............................................................................. 63
4.3.2 Persyaratan Operasional ................................................................... 66
LAMPIRAN ......................................................................................................... 75
ix
DAFTAR TABEL
No. Halaman
x
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
xii
I PENDAHULUAN
1
dan kalengan pada tahun 2010 mencapai 14 ribu ton dengan nilai 29 juta dollar
AS. Tahun 2011 turun sebesar 13 ribu ton dengan nilai 30 juta dollar AS yang
kemudian meningkat lagi pada periode agustus 2012 dengan volume mencapai 14
ribu ton dengan nilai sebesar 40 juta dollar AS (Anonymous, 2013).
Bitung selain letaknya yang strategis, kota ini juga memiliki sumberdaya
laut dan perikanan yang sangat potensial mencapai 587 ribu ton, sementara yang
dimanfaatkan baru 147 ribu ton atau sekitar 25,04%. Potensi ikan ini tersebar di
TelukTomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, Teluk Berau, Laut
Sulawesi, dan utara Pulau Halmahera. Sumberdaya laut yang terkandung di
perairan tersebut antara lain ikan Tuna, Cakalang, Tongkol, Paruh Panjang, ikan
Tenggiri, Cumi-cumi, ikan karang, dan lain-lain. Melihat potensi sumberdaya laut
dan perikanan yang besar ini, pemerintah pusat menetapkan Kota Bitung Sulawesi
Utara sebagai pusat perikanan Tuna atau ”World Tuna Center”, guna dijadikan
salah satu pemasukan devisa bagi negara. Ikan Tuna dari Bitung sudah menjadi
salah satu ekspor andalan ke beberapa negara di dunia yang ikut membantu
pertumbuhan ekonomi di daerah dan nasional (Anonymus, 2012). PT. Delta
Pasific Indotuna merupakan salah satu perusahaan perikanan yang bergerak dalam
bidang penanganan dan pengolahan produk ikan tuna, salah satunya adalah
pengalengan ikan tuna di kota Bitung, Sulawesi Utara.
Unit pengolahan sangat diperlukan tenaga kerja yang produktif artinya
tenaga kerja tersebut mampu menghasilkan suatu produk yang sesuai standar
dalam waktu yang singkat. Selain itu tenaga kerja yang digunakan harus cepat,
cekatan dan mempunyai ketelitian yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan
adalah produk dengan mutu baik, dalam waktu yang relatif singkat dan
menggunakan bahan dan biaya yang relatif rendah (Ravianto, 1999). Kendati
memberikan harapan yang baik dimasa mendatang, namun salah satu masalah
pokok yang perlu mendapatkan perhatian bagi industri pengalengan di Indonesia
adalah peningkatan standar mutu produk. Selain masalah tersebut yang perlu
mendapat perhatian adalah dalam efisiensi produk baik dalam efisiensi processing
maupun tenaga kerja. Apabila masalah-masalah tersebut dapat teratasi, maka
diharapkan ikan kaleng Indonesia akan lebih mampu bersaing dengan ikan kaleng
produksi negara lain (B2PMHP, 1995).
2
1.2 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis membatasi
permasalahan pada:
1. Mengamati proses pengalengan ikan Tuna mulai dari penerimaan bahan baku
sampai menjadi produk akhir
2. Mengamati mutu bahan baku yang meliputi mutu organoleptik bahan baku,
mutu mikrobiologi meliputi ALT dan mutu kimia meliputi histamin serta
mengamati mutu produk akhir ikan tuna kaleng yang meliputi mutu sensori
ikan tuna kaleng,mutu mikrobiologi meliputi ALT, mutu kimia meliputi
histamin
3. Pengamatan penerapan kelayakan dasar pada unit pengolahan di PT. Delta
Pasific Indotuna yang meliputi GMP dan SSOP.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui alur proses pengalengan ikan tuna di PT. Delta Pasific Indotuna
2. Mengetahui mutu bahan baku dan produk akhir
3. Mengetahui penerapan kelayakan dasar pada unit pengolahan
3
II TINJAUAN PUSTAKA
4
lintasan perbatasan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, sehingga
beberapa wilayah perairan pantai dan teritorial memiliki sumberdaya perikanan
tuna yang besar (Nugroho dan Budi, 2003 dalam Widarmasto, 2005).
Tuna terdapat di perairan mana saja, terutama yang mempunyai kadar
garam tinggi. Ikan tuna bergerak dalam rombongan dan dapat berpindah-pindah
dengan jarak yang sangat jauh. Di lautan Hindia penyebarannya meluas dari 300
lintang Selatan ke Utara dan Timur Afrika hingga Barat Australia. Di lautan
Pasifik mulai dari Utara Irian dan Timur Australia hingga pantai Amerika. Di
lautan Atlantik meluas dari pantai Amerika hingga benua Afrika. Di Nusantara
selain di kedua lautan yang mengelilingi negara kepulauan juga terdapat di laut
pedalaman seperti laut Bali, Laut Flores, Laut Sawu, Laut Arafuru, dan Laut
Banda (Simorangkir, 1978 dalam Widarmasto, 2005).
Tuna adalah ikan yang aktif mengejar makanan dan selalu bergerak.
Kebutuhan makanan ikan tuna diperkirakan sekitar 15 % dari berat badannya per
hari. Tuna akan memilih ruang hidup sesuai dengan keinginannya, namun dalam
keadaan darurat tuna akan bergerak ke arah lingkungan yang kurang sesuai
(Stequert dan Marsac, 1989 dalam Widarmasto, 2005).
5
Sistem klisifikasi, tuna termasuk dalam famili Scombroidae. Salah satu
ciri dari ikan anggota famili Scombroidae yaitu kandungan asam amino bebas
histidin yang tinggi (Junianto, 2003).
Klasifikasi Ikan Tuna menurut Nurjanah (2011) adalah :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Superclass : Gnathostomata
Class : Osteichthyes
Subclass : Actinopterygii
Order : Perciformes
Suborder : Scombroideic
Famili : Scombroidea
Subfamili : Thunnini
Genus : Thunnus
Species : Thunnus albacares
Thunnus obesus
Thunnus alalunga
Thunnus maccoyii
Thunnus tonggol
6
sebagai gudang lemak, bagian ini adalah termahal sebagai bahan sashimi dan
sushi(Murniyati dan Sunarman, 2000). Komposisi tuna dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Komposisi Kimia Ikan Tuna (dalam % berat)
Spesies Air Protein Lemak Karbohidrat Abu
Bluefin
Daging merah 68,70 28,30 1,40 0,10 1,50
Daging berlemak 52,60 21,40 24,60 0,10 1,30
Soulthern
Daging merah 65,60 23,60 9,30 0,10 1,40
Daging berlemak 63,90 23,10 11,60 0,10 1,30
Yellowfin
Daging merah (akami) 74,20 22,20 2,10 0,10 1,40
Marlin 72,10 25,40 3,00 0,10 1,40
Macerel 62,50 19,80 16,50 0,10 1,10
Skipjack 70,40 25,80 2,00 0,40 1,40
7
kebutuhan tubuh akan vitamin A setiap hari. Ikan tuna juga merupakan sumber
yang baik untuk vitamin B6 dan asam folat (Efendi, 2008).
8
busuk atau tektstur ikan yang mulai lembek tidak dapat dihilangkan sebab pada
pengukusan pendahuluan (precooking) yang seharusnya menyebabkan daging
ikan makin kompak, malahan membuat daging ikan yang mulai busuk menjadi
rapuh. Tempat, cara, dan lama penyimpanan bahan mentah juga mempengaruhi
mutu produk akhir (Moeljanto, 1992).
2. Penyiangan dan Pencucian
Isi perut dan bagian-bagian yang tidak dikalengkan seperti kepala, sirip-
sirip, ekor dan daging bagian perut dipisahkan dan tulang-tulangnya harus
dibuang, kemudian ikan dicuci sebersih-bersihnya. Air pencucian sebaiknya
mempunyai mutu seperti air minum karena bila mutunya diragukan akan menjadi
sumber pengotoran dan pembusukan. Penyiangan dan pencucian harus diawasi
baik-baik sesuai dengan syarat-syarat kesehatan karena ini langkah awal untuk
menentukan mutu dan besarnya kerugian akibat pembusukan dan kerusakan fisik
(Moeljanto, 1992).
3. Pengukusan Pendahuluan
Ikan tuna yang telah disiapkan dalam rak kemudian dimasukkan kedalam
alat pemasak yang menggunakan uap panas (steam). Waktu yang dibutuhkan
untuk pengukusan pendahuluan tergantung pada ukuran ikan, namun umumnya
berkisar antara 1-4 jam (mampu mereduksi 17,5 % kadar air dari ikan) dengan
suhu pemasakan 100º-105ºC. Menurut Moeljanto (1985), air yang keluar pada
ikan tuna kurang lebih 17,5 % . Hal ini bergantung pada kandungan lemaknya,
bila semua air yang keluar itu tertampung didalam kaleng maka saus yang
berminyak akan jadi encer tercampur air.
Lama pengukusan (steaming atau precooking) dan ketinggian suhu juga
tidak boleh berlebihan. Suhu yang terlalu tinggi akan mempengaruhi rupa dan
tekstur daging dan terlalu banyak air yang keluar. Hal ini akan menurunkan mutu.
Keseimbangan antara lama pemasakan, tinggi suhu, mutu daging serta biaya
produksi hendaknya selalu dijaga (Moeljanto, 1992).
Daging ikan tuna yang telah di precook terdiri atas dua bagian yaitu
daging putih (white meat) dan daging merah (dark meat). Waktu pemotongan,
daging merah harus dipisahkan sebab mutunya dalam perdagangan lebih rendah.
Warna merah tersebut disebabkan oleh darah yang membeku karena pemanasan
(Murniyati dan Sunarman, 2000).
9
4. Penurunan Suhu dan Pembersihan Daging
Ikan yang telah dimasak dikeluarkan dari alat pemasak dan diturunkan
suhunya sampai ikan dapat ditangani lebih lanjut (30ºC) dalam waktu maksimum
6 jam. Sebaiknya dilakukan diruangan khusus yang selalu terjaga kebersihannya
dan masih berlangsung penguapan sehingga daging bertambah kompak, keras dan
mudah dipisah-pisahkan antara daging dan tulang. Lamanya waktu pendinginan
tergantung dari ukuran ikan (Ditjenkan, 1994).
Daging ikan dibersihkan dari sisik, kulit, tulang dan daging merah dengan
menggunakan pisau yang tajam. Kulit, tulang dan daging merah yang terbuang
ditampung dalam wadah yang terpisah. Loin masak kadang timbul perubahan
warna daging, yaitu munculnya warna hijau muda kekuningan. Makin tidak segar
bahan mentahnya, ternyata makin banyak terjadi perubahan warna ini bahkan
sampai masuk ke celah-celah daging (Moeljanto, 1985).
5. Pemotongan
Pemotongan ikan dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran ikan
yang sesuai dengan kalengnya. Hasil pemotongan dibagi menjadi dua, yakni :
potongan pokok, potongan sisa dan serpihan (waste /flake) (Murniyati dan
Sunarman, 2000).
Daging yang telah bersih dari kulit, tulang dan daging merah dipotong
dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran kaleng. Tahap ini sekaligus
dilakukan sortasi terhadap daging yang rusak. Daging yang telah dipotong
secepatnya harus dimasukkan/di isi kedalam kaleng. Panjang potongan ikan
diperkirakan tepat dengan isi kaleng sehingga jarak antara permukaan ikan setelah
ditambahakan saus dengan bibir kaleng (head space) kira-kira setinggi 3-4,5 mm :
(1/8-1/6 inchi). Hal ini untuk mendapat ruang hampa yang cukup (Moeljanto,
1985).
Pemotongan ikan dapat dilakukan dengan mesin atau dengan tangan.
Pemakaian mesin pemotong akan memperoleh kesulitan untuk memperoleh bahan
dengan ukuran yang sama dan banyak menghasilkan waste meskipun prosesnya
berjalan cepat. Pemotongan dengan tangan menghasilkan potongan-potongan
yang tidak sama ukurannya dan kecepatannya rendah (Murniyati dan Sunarman,
2000).
10
6. Pengisian dalam Kaleng
Ikan tuna yang dikalengkan memiliki empat cara pengepakan, yakni solid
pack, standard pack, belly meat pack dan flake pack. Solid pack berisi sepotong
daging dalam kaleng. Standard pack, disamping potongan daging yang besar,
untuk memenuhi standar ditambahkan serpihan daging. Flake pack hanya terisi
serpihan daging, sedangkan belly pack hanya daging bagian perut saja(Poernomo,
2002).
Pengisian wadah yang telah disiapkan sebaiknya dilakukan segera setelah
persiapan selesai. Pengisian hendaknya dilakukan dengan teratur dan seragam.
Produk diisikan sampai permukaan yang diinginkan dalam wadah dengan
memperhatikan adanya head space, kemudian medium pengalengan (canning
medium) diisikan menyusul. Head space adalah ruang kosong antara permukaan
produk dengan tutup. Fungsinya sebagai ruang cadangan untuk pengembangan
produk selama disterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan
gelas menjadi pecah atau kaleng menjadi gembung (Adawyah, 2007).
Menurut Moeljanto (1985), cara pengisian ikan yang sudah dipotong-
potong kedalam kaleng harus sepadat mungkin supaya tidak mudah rusak akibat
goncangan waktu pengemasan atau pengangkutan.
7. Penambahan Medium
Penambahan medium sesaat sebelum kaleng ditutup. Suhu medium tidak
boleh kurang dari 70ºC. Pengisian media hingga batas head space atau 6-10% dari
tinggi kaleng (Putra, 2005). Medium yang umum dipakai dalam tuna kaleng
adalah air garam (brine) atau minyak. Pengisian medium biasanya digunakan
mesin secara otomatis untuk menentukan jumlah yang dimasukkan atau diisikan.
8. Penghampaan Udara dan Penutupan Kaleng
Kaleng yang telah berisi ikan dihampakan kandungan udaranya sehingga
tekanan udara didalam kaleng setelah proses sterilisasi dan pendingian menjadi
lebih kecil dibanding tekanan udara luar. Penghampaan bermanfaat untuk
meniadakan oksigen untuk mengurangi kemungkinan oksidasi isi kaleng dan
korosi (perkaratan) pada bagian dalam kaleng, perkaratan dapat menyebabkan
kebocoran kaleng, mengurangi kaehidupan bakteri aerob (Murniyati dan
Sunarman, 2000).
11
Penutupan hermitis artinya penutupan kaleng sedemikian rupa sehingga
tidak ada gas, molekul uap air maupun udara yang dapat lolos atau masuk ke
dalam kaleng. Proses penutupan kaleng dilakukan dengan alat penutup kaleng
yang disebut double seamer, kaleng-kaleng dapat tertutup secara hermitis
(Winarno, 2007).
9. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan pemberian jumlah panas yang cukup, artinya panas
diberikan dalam gabungan suhu dan waktu, sehingga produknya steril tetapi baik
tekstur, citarasa masih cukup baik sesuai harapan konsumen. Jumlah panas dalam
kombinasi suhu dan waktu tersebut sangat tergantung pada jenis bahan pangan
khususnya sifat perambatan panasnya yaitu konduksi atau konveksi, serta pH dari
bahan pangan tersebut (Winarno, 2007).
10. Pendinginan (Cooling)
Kaleng-kaleng atau kemasan setelah proses sterilisasi harus didinginkan
secepatnya untuk mencegah terjadinya gejala lewat masak pada produk dan untuk
mencegah tumbuhnya spora mikroorganisme yang tahan panas. Pendinginan
dapat dilakukan dengan udara atau dengan air. Bila digunakan dengan air maka
umumnya digunakan air yang dikhlorinasi untuk mencegah terhisapnya air yang
mengandung mikroorganisme ke dalam kaleng melalui lubang-lubang kecil dalam
bahan kaleng, hal ini dapat terjadi karena dalam kemasan terdapat keadaan vakum
(Effendi, 2008). Menurut Winarno (2007). Pendinginan yang berlangsung lambat
akan memberikan waktu yang cukup bagi spora tumbuh dan berkembang biak.
11. Inkubasi
Kaleng yang telah dingin dimasukkan kedalam suatu ruangan dengan suhu
kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik dan kemudian dilakukan pengecekan
terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang dianggap rusak adalah kaleng yang
menggembung atau bocor. Pemeraman dilakukan minimal selama 7 (tujuh) hari.
12. Pelabelan (Labelling) dan Pengepakan
Kaleng yang sudah dingin kemudian diberi label sesuai dengan keinginan
produsen, pemberian label ditujukan untuk mengetahui bahan yang digunakan dan
untuk mengetahui bahan yang digunakan dan untuk mengetahui kapan waktu
produksi sehingga dapat menentukan masa kadaluarsanya, dan tentunya dengan
12
pemberian label produk akan dikenal masyarakat,kemudian dikemas dalam karton
atau kotak kayu dalam jumlah tertentu (Adawyah, 2007).
13. Penyimpanan
Suatu pabrik makanan kaleng seringkali diperlukan penyimpanan
sementara, misalnya karena besarnya jumlah produksi, selain itu penyimpanan
juga untuk menguji mutu produk sebelum dipasarkan, maka diperlukan ruang
penyimpanan yang baik (Adawyah, 2007).
Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng.
Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur,
dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya
reaksi kimia dan juga akan memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses
sterilisasi sporanya masih dapat bertahan. Mencegah timbulnya karat pada bagian
luar kaleng atau tumbuhnya jamur, kelembaban ruang penyimpanan hendaknya
diatur serendah mungkin (Adawyah, 2007).
13
Parameter uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik - Min 7 (skor 1-9)
b. Cemaran Mikroba*
5
- ALT Koloni/g 5,0
- Eschericia coli APM/g <3
- Salmonella - Negatif/25 g
- Vibrio cholera - Negatif/25 g
- Vibrio parahaemolyticus <3
c. Cemaran Logam*
- Arsen (As) mg/kg Maks. 1, 0
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
mg/kg Maks. 0,5**
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,5
mg/kg Maks. 1, 0**
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 40, 0
- Timbel (Pb) mg/kg Maks. 0,3
Maks. 0,4**
d. Kimia*
- Histamin*** mg/kg Maks. 100
e. Residu Kimia*
- Kloramfenikol - Tidak boleh ada
- Malachite green dan - Tidak boleh ada
Leuchomalachite green
- Nitrouran - Tidak boleh ada
f. Racun Hayati*
- Ciguatoksin - Tidak terdeteksi
g. Parasit - Tidak boleh ada
Catatan * bila diperlukan
** untuk ikan predator
*** untuk ikan scombridae (scombroid), clupeidae, pomatomidae,
coryphaenedae
Sumber : SNI 2729:2013
Setelah diolah menjadi ikan tuna kaleng maka produk akhir harus
memenuhi syarat sesuai SNI 2712:2013 adalah sebagai berikut :
14
Tabel 3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tuna Kaleng
Parameter uji Satuan Persyaratan
a. Sensori Min 7 (skor 1-9)
b. Kimia***
- Histamin Mg/kg Maks 100
c. Cemaran Mikroba*
- ALT anaerob koloni/g <1 101
- ALT aerob (themofilik) koloni/g <1 101
- Clostridium perfringens - <1 101
d. Cemaran logam*
- Arsen (As) mg/kg Maks. 1, 0
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
mg/kg Maks. 0,5**
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,5
mg/kg Maks. 1, 0**
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 40, 0
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3
Maks. 0,4**
e. Cemaran fisika*
- Filth 0
f. Fisika
- Bobot tuntas
- Pelagis kecil % Min. 50
- Pelagis besar % Min. 60
Catatan * bila diperlukan
** untuk ikan predator
*** untuk ikan scombridae (scombroid), clupeidae, pomatomidae,
coryphaenedae
Sumber : SNI 2712:2013
15
1. Air
Secara garis besar, menurut sumber atau letaknya, air dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu air tanah dan air permukaan. Air tanah adalah jenis air terletak di
bawah tanah, dan biasanya memerlukan cara tertentu untuk menaikkannya ke
permukaan misalnya dengan membuat sumur atau dengan menggunakan pompa.
Air permukaan tanah seperti air sungai, kolam, danau, ataupun air hujan.
Air tanah umumnya lebih bersih dari pada air permukaan, namun tidak
dapat dijamin bahwa semua jenis air tanah aman untuk dikonsumsi atau
digunakan dalam pengolahan makanan. Air permukaan, karena letaknya pada
tempat relatif terbuka, cenderung lebih mudah terkontaminasi/ tercemar, baik
secara fisik, kimiawi, mikrobiologis, maupun radiologis. Air permukaan
memerlukan tindakan sanitasi spesifik sebelum digunakan sebagai air minum
ataupun air untuk keperluan pengolahan makanan (Purnawijayanti, 2012).
Menurut pengamatan Putra (2005) air untuk penanganan dan pengolahan
harus cukup aman dan saniter, berasal dari sumber yang diizinkan dengan angka
Coliform (angka paling memungkinkan-APM) maksimal 2 (dua) untuk 100 ml air.
Air tersebut bertekanan minimal 145,26 gram/cm2 (20 pound per square inchi).
Air untuk pencucian tuna disalurkan terpisah dan tidak berhubungan silang
dengan sistem saluran air kotor. Air untuk tujuan pencucian dan pengolahan,
sebelum dipakai harus disaring atau dengan perlakuan lain sehingga air tersebut
bersih. Air hendaknya meenuhi persyaratan air minum dan diperiksa secara
kontinyu ke laboratorium yang telah terakreditasi.
2. Es
Es harus dibuat dari air yang bersih, yang memenuhi persyaratan air
minum. Penggunaan es harus ditangani dan disimpan ditempat yang bersih agar
terhindar dari penularan dan kontaminasi dari luar.
Menurut Imesh (2012), ikan yang dijual dalam keadaan segar selalu
membutuhkan suhu yang rendah sehingga mutu ikan yang dijual dapat
dipertahankan. Es merupakan cara yang paling umum digunakan, karena selain
murah, es juga mudah didapatkan. Es yang dipergunakan harus berasal dari air
yang bersih dan kualitasnya terjamin. Untuk hasil yang lebih baik, es yang
digunakan harus berasal dari air yang siap minum. Es merupakan bahan yang
16
berhubungan langsung dengan bahan makanan, sehingga apabila tidak
diperhatikan dengan baik, maka es kemamanan bahan makanan yang diproduksi.
Sebaiknya es yang digunakan untuk menjaga suu ikan sebelumnya telah
dihancurkan terlebih dahulu, sehingga proses perpindahan suhu terjadi secara
lebih efektif.
3. Garam/Saus
Garam/saus yaitu berfungsi sebagai bahan tambahan yang digunakan
sebagai media pada pengalengan ikan tuna. Garam/saus sebelum dimasukkan
dalam kaleng harus dimasak terlebih dahulu (Moeljanto, 1985).
Penggunaan saus atau medium dalam pengalengan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan. Sedangkan penambahan air garam, minyak, saus tomat
dan bumbu-bumbu lain tidak saja memberikan rasa tertentu pada produk yang
dikalengkan tetapi juga menonjolkan rasa sedap alami yang terdapa dalam daging
ikan (Moeljanto, 1992). Selain itu saus atau medium mempunyai fungsi :
1. Memperpendek waktu proses (sterilisasi) karena saus merupakan pengantar
panas
2. Merendahkan konsentrasi (kadar) ion zat air (hydrogen ion) atau pH (misalnya
pemakaian saus tomat pada pengalengan jenis kerang tertentu (Moeljanto,
1992).
17
mempengaruhi pendinginan dengan tekanan (pressure cooling), serta cara
penanganan pasca proses. Sedangkan kebutuhan terhadap daya simpan isi kaleng
ditentukan oleh daya korosif produk, lapisan timah putih (tin free steel), sifat-sifat
basic steel-nya, place surface treatment, dan jenis organic coating
(Winarno, 2004).
Pengolahan tuna kaleng memiliki beberapa ukuran jenis kaleng
diantaranya 307 112 dan 603 408. Kaleng 307 112 adalah jenis kaleng two
piece can bodies dimana kaleng hanya terdiri dari badan kaleng dan sebuah tutup
kaleng. Sedangkan kaleng ukuran 603 408 adalah jenis kaleng three piece can
bodies yang terdiri dari tiga bagian yaitu badan kaleng dan dua tutup kaleng
bagian bawah dan atas. Untuk tutup bagian bawah biasanya sudah ditutup oleh
perusahaan kaleng sedangkan bagian atasnya ditutup setelah proses pengisian.
Pada bagian atas terdapat kode yang menunjukkan jenis produk dan tanggal
kadaluarsa produk. Standar vacum untuk kaleng ukuran 603 408 adalah 27-28
cm Hg dan untuk ukuran kaleng 307 112 adalah 35 cm Hg. Kaleng yang telah
ditutup dinyatakan bagus dan baik apabila kevakuman kaleng sesuai dengan
standarnya (Putra, 2005).
Kemasan untuk pengalengan harus memenuhi persyaratan antara lain :
dapat ditutup secara hermitis, tahan dalam pemanasan suhu tinggi dan aman
terhadap produk serta mampu melewatkan panas kedalam produk secara efektif
(Winarno, 2004).
Menghindari kemungkinan terjadinya proses karat atau perubahan warna
(discoloration) produk, pada lapisan terluar dari lapisan kaleng bagian dalam
diberi lapisan “lacquer” atau “coating”. Dari berbagai jenis coating, khusus untuk
olahan ikan digunakan jenis SR (Sulphur resistant) atau juga disebut dengan
C-enamel yang khusus ditujukan untuk mencegah terjadinya black sulfide, yaitu
noda hitam hasil reaksi besi dengan sulfide menjadi FeS (Winarno, 2004). Hal ini
disebabkan, daging ikan pada umumnya banyak mengandung gugusan sulfhydril
(-SH) yang dapat bereaksi dengan unsure besi (Fe) dari tin plate dan membentuk
endapan hitam (FeS) yang menempel pada daging ikan pada waktu kaleng dibuka.
Metode penutupan kaleng yaitu penutupan sambungan ganda yang terdiri
dari dua langkah. Pertama, pinggir tutup kaleng dilipat sehingga membentuk kait
18
tutup (cover hook) disekeliling bibir badan. Kedua, kait tutup dan bibir atas badan
kaleng dilipat kebawah kearah dinding kaleng sehingga membentuk kait badan
(body hook) yang rapat (Suprayitno, 2011).
Makanan kaleng mungkin mengalami kerusakan atau kebusukan selama
transpor atau penyimpanan. Kerusakan makanan kaleng dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu kerusakan fisik, kerusakan kimia dan kerusakan mikrobiologi.
Jenis-jenis kerusakan makanan kaleng :
1. Kerusakan fisik
Umumnya tidak membahayakan konsumen. Misalnya penyok karena
benturan.
2. Kerusakan kimia
Dapat disebabkan penggunaan jenis kaleng yang tidak sesuai sehingga
terjadi reaksi kimia antara kaleng dan makanan yang dikalengkan. Kerusakan
kimia dapat juga berupa kerusakan zat gizi atau nutrien makanan. Kerusakan
kimia yang dapat terjadi yaitu kembung hydrogen, pembentukan warna hitam,
pemudaran warna, korosi.
Kembung hydrogen adalah suatu keadaan penggembungan kaleng yang
disebabkan terbentuknya gas hydrogen. Gas hydrogen terbentuk akibat reaksi
asam dari produk dan logam pada kaleng. Kembung hydrogen dapat terjadi jika
makanan bersifat asam dan kaleng tergores lapisan timahnya atau penggunaan
jenis kaleng yang tidak sesuai sifat produk.
Pembentukan warna hitam sering terjadi pada pengalengan jagung, udang,
kepiting, ikan dan daging. Terjadi karena waktu proses sterilisasi terjadi
pemecahan senyawa sulfide dari protein yang bereaksi dengan besi dari kaleng.
3. Kerusakan mikrobiologi
Pada kerusakan jenis ini kaleng terlihat normal (tidak menggembung) tapi
produk berubah asam. Penyebabnya Bacillus stearothermophilus pada makanan
berasam rendah dan Bacillus coagulans (Bacillus thermoacidurans) pada
makanan asam.
Pembentukan warna hitam yaitu tumbuhnya bakteri pembentuk spora yang
bersifat termofilik, misalnya Clostridium nigrificans (anaerobic), Bacilus
betanigrificans (anaerobic fakultatif), keduanya bersifat proteoilitik dan
19
memproduksi H2S sehingga makanan menjadi busuk dan berwarna hitam karena
reaksi sulfide dengan besi.
2. Kerusakan dengan pembentukan gas
Kerusakan ini mengakibatkan terjadinya penggembungan kaleng karena
terbentuk gas oleh mikroba (CO2 dan H2). Penampakan kaleng yang kembung ada
4 jenis :
1. Flipper : kaleng terlihat normal, tapi bila salah satu tutup ditekan dengan jari,
tutup lainnya akan menggembung.
2. Springer : salah satu tutup normal (tidak kembung), sedang tutup lainnya
kembung, jika bagian kembung ditekan maka bagian ini akan masuk ke dalam
dan tutup lainnya akan menjadi kembung.
3. Soft well (kembung lunak) : kedua tutup kembung tapi tidak keras dan masih
dapat ditekan dengan ibu jari.
4. Hard well (kembung keras) : kedua tutup kembung dan keras sehingga tidak
dapat ditekan dengan ibu jari.
Kerusakan makanan kaleng berasam tinggi dengan pH < 4 biasanya
diusebabkan mikroba jenis mikrokoki, bakteri batang tidak berspora, kapang dan
khamir. Mikroba tersebut biasanya tidak tahan panas, kontaminasi biasanya
disebabkan kebocoran kaleng (Anonymous, 2012).
2. Karton
Karton adalah suatu bahan pengepak untuk membungkus ikan yang telah
dikalengkan atau suatu barang hasil industri lainnya. Sesuai dengan fungsinya
maka karton yang digunakan untuk pengemas ikan kaleng harus memenuhi
persyaratan-persyaratan yaitu : ringan dan kuat, ringkas dan praktis indah dan
rapi, diberi motif tertentu untuk menghindari pemalsuan.
20
untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati (Junianto,
2003).
Sejak ikan diangkat dari air, serangkaian kemunduran mutu terjadi dan
membuat rupa, bau dan rasa ikan berubah menjadi semakin buruk sehingga
menurunkan nilai ekonomisnya. Perubahan ini terjadi sangat cepat, tergantung
jenis, ukuran dan bentuk ikan, suhu dan kondisi lingkungan ikan (Poernomo dan
Dharmayanti, 2004).
1. Penurunan Mutu Secara Autolisis
Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim-
enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan sendiri. Proses ini biasanya terjadi
setelah ikan mati melewati fase rigormortis (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Proses autolisis biasanya akan diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri,
sebab semua hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media
yang cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain. Penurunan
secara autolisis ini berlangsung sebagai aksi dari kegiatan enzim yang menguasai
senyawa kimiawi pada jaringan tubuh ikan. Enzim bertindak sebagai katalisator
yang menjadi pendorong dan motor segala perubahan senyawa biologis yang
terdapat pada ikan, baik perubahan yang sifatnya membangun sel dan jaringan
tubuh maupun yang merombaknya (Sumandiarsa, 2013).
2. Penurunan Mutu Secara Kimiawi
Reaksi kimiawi yang terjadi selama proses kemunduran kesegaran ikan
adalah penguraian lemak oleh aktivitas enzim jaringan tubuh dan enzim yang
dihasilkan oleh bakteri serta berlangsung oksidasi adanya oksigen manjadi asam
lemak. Akibat dari reaksi ini adalah terjadinya ketengikan, perubahan warna
daging menjadi pucat yang mengarah pada rasa, bau, dan perubahan lain yang
tidak dikehendaki (Irianto dan Giyatmi, 2009).
3. Penurunan Mutu Secara Bakteriologis
Mikroorganisme dominan yang berperan penting di dalam proses penurunan
kesegaran ikan adalah bakteri. Bakteri akan tumbuh pada suhu selang suhu yang
lebar yaitu, antara 0-45ºC. Di dalam air, kehidupannya meningkat antara 25-35ºC.
Enzim yang berperan pada proses autolisis akan bekerja dengan baik pada suhu
21
40-45ºC untuk ikan laut dan 23-27ºC. Pada suhu di bawah 10ºC pertumbuhan
bakteri secara nyata (Irianto dan Giyatmi, 2009).
Menurut Sumandiarsa (2013), fase pembusukan berikutnya yang terjadi
setelah ikan mati adalah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri merupakan anggota mikroorganisme
terbanyak pada tubuh ikan, dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan
temperatur hidupnya, yaitu:
1. Bakteri Termofilik
Bakteri ini merupakan golongan bakteri yang hidup dengan baik pada
temperatur tinggi (55 – 80oC), kemampuan hidup optimal pada temperatur
60oC.
2. Bakteri Mesofilik
Bakteri ini merupakan golongan bakteri yang dapat hidup dengan baik
pada temperatur 20 – 55 oC, kemampuan hidup optimal pada temperatur
37oC.
3. Bakteri Psikofilik
Bakteri ini dapat hidup dengan baik pada temperatur 7 – 20oC,
kemampuan hidup optimal pada temperatur 10oC. Adapun jenis bakteri
yang umum ditemukan pada tubuh ikan adalah Achromobacter,
Pseudomonas, Flavobacter, Micrococcus dan Bacillus.
4. Histamin
22
Senyawa histamin terbentuk karena dekarboksilase dari amino histidin
oleh bakteri atau mikroorganisme. Hal ini dapat terjadi pada produk ikan basah
COOH H
23
pengolahan dilakukan pada setiap tahap proses, dimana setiap tahapan proses
mampu menghambat pertumbuhan bakteri.
Pendinginan ikan pada dasarnya merupakan penghilangan panas dari ikan
seharusnya dilakukan seawal mungkin setelah ikan diangkat dari air tanpa
memperhatikan bagaimana ikan akan diolah. Prinsipnya pendinginan adalah
mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhu serendah mungkin, tetapi tidak
dalam keadaan beku (Irianto dan Giyatmi, 2009)
Adawyah (2007), menjelaskan bahwa kelebihan pengawetan ikan dengan
pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa,
dan bau. Efisiensi pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada tingkat
kesegaran ikan sebelum didinginkan. Pendinginan dilakukan sebelum rigormortis
berlalu merupakan cara yang paling efektif jika disertai dengan teknik yang
benar. Pendinginan setelah proses autolisis berlangsung tidak akan banyak
membantu. Pendinginan dapat dilakukan dengan teknik seperti di bawah ini atau
dengan pengkombinasian:
1. Pendinginan dengan es.
2. Pendinginan dengan es kering.
3. Pendinginan dengan udara dingin.
Tujuan pendinginan adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan
(kemunduran mutu) ikan yang disebabkan oleh aktivitas enzim dan pertumbuhan
bakteri. Sebagaimana diketahui < 4ºC aktivitas enzim dapat dihambat, demikian
juga pertumbuhan bakteri (Nurjanah dan Abdullah, 2010).
Metode dalam mendinginkan ikan dinamakan pendinginan (chilling), yang
suhunya hanya mendekati suhu es yang meleleh (0oC) dan mempertahankannya
sampai pada penanganan selanjutnya. Faktor suhu sangat menentukan, begitu ikan
tertangkap secepat mungkin didinginkan dengan es.Kondisi dingin ini tetap
dipertahankan hingga sampai pada unit pengolahan.Suhu medium es jangan
sampai melebihi 4oC.Penurunan suhu tubuh ikan dilakukan dengan media
pendingin yang berfungsi untuk menarik panas dari dalam tubuh ikan sehingga
suhu tubuh ikan menjadi lebih rendah, semakin besar panas ikan yang diserap
oleh media pendingin maka suhu ikan akan semakin rendah (Junianto, 2003).
24
2.5.1 Persyaratan Fisik
1. Lokasi dan Lingkungan
Berdasarkan KEP. 01/MEN/2007, unit pengolahan harus dibangun di
lokasi yang tidak tercemar dan yang menjamin tersedianya ikan yang bermutu
baik.
Perusahaan harus berlokasi di daerah yang bebas dari kotoran yang
bersifat bakteriologis, biologis, fisis dan kimia (seperti daerah rawa, pembuangan
sampah, perkampungan yang padat penduduk dan kotor, daerah kering dan
berdebu, dekat industri yang menyebabkan pencemaran udara dan air, dekat
gudang pelabuhan dan sumber pengotor lainnya), sehingga tidak menimbulkan
penularan dan kontaminasi produk dan bahaya bagi masyarakat (Winarno dan
Surono, 2004).
2. Bangunan
Berdasarkan KEP. 01/MEN/2007 bahwa bangunan dan peralatan harus
mampu menghindari kontaminasi terhadap produk dan terpisah antara bagian
bersih dan yang terkontaminasi. Bangunan unit pengolahan dan sekitarnya harus
dirancang dan ditata dengan konstruksi sedemikian rupa sehingga memenuhi
persyaratan sanitasi. Peralatan dan perlengkapan unit pengolahan harus ditata
sedemikian rupa sehingga terlihat jelas tahap-tahap proses yang menjamin
kelancaran pengolahan, mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan.
Permukaan dinding bagian dalam dari ruangan yang sifatnya untuk
pekerjaan basah harus kedap air, permukaannya halus dan rata serta berwarna
terang. Bagian dinding sampai ketinggian 2 meter dari lantai harus dapat dicuci
dan tahan terhadap bahan kimia, sampai batas ketinggian tersebut jangan
menempatkan sesuatu yang mengganggu operasi pembersihan. Sudut antar
dinding, antara dinding dan lantai dan antara dinding dengan langit-langit harus
tertutup rapat dan mudah dibersihkan. Ruang pengolahan harus mempunyai
langit-langit yang tidak retak, tidak bercelah, tidak terdapat tonjolan dan
sambungan yang terbuka, kedap air dan berwarna terang. Harus dirancang untuk
mencegah akumulasi kotoran dan menimbulkan kondensasi serta mudah
dibersihkan. Tidak ada pipa yang terlihat. Tinggi langit-langit minimal 3 meter
(Winarno dan Surono, 2004).
25
Ventilasi harus cukup untuk mencegah panas yang berlebih, kondensasi
uap dan debu serta untuk membuang udara terkontaminasi. Arah aliran udara
harus diatur dari daerah berudara bersih ke daerah berudara kotor, jangan terbalik.
Ventilasi harus dilengkapi dengan tabir atau alat pelindung lain yang korosif.
Tabir harus mudah diangkat dan dibersihkan.Penerangan yang baik berasal dari
cahaya matahari maupun dari lampu harus cukup menerangi semua ruangan
pabrik. Intensitas harus tidak kurang dari:
1. 540 lux (50-foot [15m] Candle) pada semua ruang inspeksi
2. 220 lux (20-foot [6m] Candle) pada ruang proses
3. 110 lux (10-foot [3m] Candle) pada ruang-ruang lainnya.
Berdasarkan KEP. 01/MEN/2007 bahwa pada setiap pintu masuk ruang
pengolahan dan tempat-tempat tertentu harus disediakan perlengkapan pencuci-
hama. Permukaan pintu harus tahan karat, halus dan rata serta tahan air dan
mudah dibersihkan. Jendela harus tahan air, halus dan rata, mudah dibersihkan
dan apabila dibuka harus dapat menahan debu, kotoran atau serangga (dilengkapi
dengan tabir yang mudah dibersihkan). Jendela harus sekecil mungkin dan
tingginya dari lantai 1,5 meter (Winarno dan Surono, 2004).
Berdasarkan KEP. 01/MEN/2007 bahwa pembuangan kotoran atau limbah
(padat, cair atau gas) dari lingkungan kerja harus dilakukan dengan sempurna dan
memenuhi ketentuan yang berlaku. Selokan harus berukuran cukup, dapat
mengalirkan air dan kotoran dengan lancar, harus kedap air dan tahan lama,
permukaannya halus dan rata. Bagian-bagian selokan yang keluar melalui dinding
ruangan pengolahan harus dilengkapi dengan alat pelindung, misalnya jeruji besi
yang dapat diangkat sehingga mempermudah pembersihan dan mencegah
masuknya tikus dan binatang lainnya masuk ke dalam ruangan. Tutup selokan
harus terbuat dari atau alat lain yang bukan kayu. Bila selokan ini dihubungkan
dengan saluran induk pembuangan air, harus dilengkapi dengan saringan penahan.
3. Fasilitas
Berdasarkan PER.011/DJ-P2HP/2007 bahwa Pest Control di UPI tersedia
dengan jumlah yang cukup fasilitas pencegah binatang pengerat. Tersedia peta
penempatan perangkap dan umpan.
26
Harus disediakan ruang istirahat yang dilengkapi dengan tempat cuci
tangan (dengan kapasitas air yang memadai) dan tempat ganti pakaian. Ruangan
ini harus terpisah letaknya dari ruang pengolahan serta cukup luas untuk pekerja,
yaitu minimal 2m2 per orang pekerja. Harus tersedia ruang makan yang bersih dan
cukup luas untuk semua karyawan, yaitu minimal 1 m2 per orang. Letak ruangan
ini harus terpisah dari ruang pengolahan (Winarno dan Surono, 2004).
Tersedia ruang ganti dengan jumlah yang cukup. Dinding dan lantai ruang
ganti halus, kedap air dan mudah dibersihkan. Tersedia tempat cuci tangan dengan
jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan sabun dan desinfektan dan pengering
sekali pakai. Tersedia toilet dengan jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan
sabun dan desinfektan dan pengering sekali pakai. Pintu toilet tidak berhubungan
langsung dengan ruang penanganan dan pengolahan ikan. Toilet dilengkapi
dengan sistem menyiram air (water flushing system) dan masih berfungsi. Kran
pada tempat cuci tangan tidak dioperasikan dengan tangan. Tersedia sarana bak
cuci tangan dan penyuci hama (Dirjen P2HP, 2007).
Pabrik harus dilengkapi dengan toilet yang cukup, jumlah toilet yang
diharuskan adalah:
Untuk 1 – 24 karyawan : 1 toilet dan 1 peturasan (urinoir)
Untuk 25 - 50 karyawan : 2 toilet dan 2 peturasan (urinoir)
Untuk 50 – 100 karyawan : 3 toilet dan 3 peturasan (urinoir)
Di atas 100 karyawan, harus disediakan tambahan satu toilet dan satu
peturasan untuk setiap tambahan 50 karyawan.
Area pembuangan limbah terpisah. Tempat limbah tahan karat dan
dilengkapi dengan tutup. Tempat limbah dibersihkan secara benar. Limbah di
pindahkan minimal sekali dalam sehari. Wadah dan tempat penyimpanan limbah
segera dibersihkan setelah digunakan (Dirjen P2HP, 2007).
Berdasarkan KEP. 01/MEN/2007 bahwa, peralatan dan perlengkapan yang
berhubungan langsung dengan ikan yang diolah harus terbuat dari bahan tahan
karat, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi
sesuatu apapun terhadap bahan baku yang sedang diolah maupun produk akhir
serta dirancang sesuai persyaratan sanitasi. Peralatan dan perlengkapan yang
dipakai untuk menangani bahan bukan makanan atau bahan yang dapat
27
menyebabkan kontaminasi baik secara langsung maupun tidak langsung, harus
diberi tanda dan dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan untuk
menangani ikan, bahan penolong, bahan tambahan makanan serta produk akhir.
Berdasarkan KEP. 01/MEN/2007 menyatakan bahwa setiap unit
pengolahan harus memiliki laboraturium yang dapat digunakan untuk menunjang
pengendalian mutu secara mandiri.
Laboraturium perusahaan seharusnya menerapkan Cara Berlaboraturium
yang Baik (Good Laboratory Practices) dan alat ukur yang dikalibrasi secara
reguler untuk menjamin ketelitiannya.
28
Penanganan dan pengolahan produk perikanan perlu diperhatikan berbagai
aspek yaitu waktu atau lamanya proses, suhu selama pelaksanaan proses,
teknologi yang digunakan (apakah segar, beku, kaleng, kering, dan lain-lain),
peralatan yang digunakan serta personil yang dipakai.
Penanganan bahan baku hasil perikanan seharusnya menggunakan wadah
yang bersih, dapat dijaga suhunya tetap dingin selama proses, perlakuan secara
cepat disetiap tahapan proses, menggunakan air bersih untuk mencuci bahan dan
menjauhkan bahan baku dari faktor-faktor yang dapat menaikkan suhunya. Ikan
yang tidak langsung diolah hendaknya disimpan dalam kamar dingin dan dijaga
suhunya sekitar 0oC. Bahan baku hendaknya tidak diterima jika diketahui terdapat
yang busuk, mengandung racun atau ditemukan benda-benda asing yang dapat
membahayakan produk.
3. Pengemasan
Pengemasan harus dilakukan pada kondisi yang higienis untuk
menghindari kontaminasi pada hasil perikanan. Bahan pengepak dan bahan lain
yang kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan
higienis dan khususnya.
1. Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan
2. Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan
manusia
3. Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan
Pengecualian terhadap wadah tertentu yang terbuat dari bahan yang kedap
air, halus dan tahan karat yang mudah dibersihkan dan disanitasi, yang mungkin
digunakan kembali setelah pencucian dan sanitasi, bahan pengepakan tidak boleh
digunakan kembali. Bahan pengepakan yang digunakan untuk produk segar yang
di es harus dilengkapi dengan saluran pembuangan untuk lelehan air. Bahan
pengepak yang tidak digunakan harus disimpan dalam bangunan yang jauh dari
tempat produksi dan terlindung dari debu dan kontaminasi. Penggunaan label
(untuk produk yang dikemas) atau dokumen yang menyertai (untuk produk yang
tidak dikemas) dapat digunakan untuk tujuan ketertelusuran.
4. Bahan pembantu dan bahan kimia
29
Penggunaan bahan pembantu perlu diperhatikan jenis dari bahan tersebut,
tujuan penggunaannya, kualitas bahan tersebut, metode dan cara penggunaanya
serta prosedur pengawasannya. Suatu bahan pembantu dalam proses pengolahan
hasil perikanan harus secara langsung ikut menjaga kualitas dari produk itu
sendiri, tidak menyebabkan kontaminasi dan bukan sebagai suatu kontaminan.
Penggunaan zat kimia yang cukup dosis yang dianggap dan sangat penting
untuk mengikuti petunjuk penggunaan dari pabrik pembuatnya. Efektifitas dari
desinfektan tergantung pada jenis dan konsentrasinya, lama kontak, suhu dan
pH.Desinfeksi terhadap suatu permukaan alat yang kotor dapat kurang efektif
karena desinfektannya akan bereaksi dengan kotoran, sehingga detergennya
sendiri menjadi tidak efektif. Desinfektan yang lazim digunakan adalah klorin, iod
dan ammonium quartener. Desinfektan tersebut biasanya dilarutkan dalam air.
Khlorin yang digunakan sebagai desinfektan akan membentuk asam
hipoklorat (HOCl) pada larutan. HOCl ini akan membasmi mikroba.
Pembentukan HOCl tergantung pada pH, yaitu pH antara 4-5 pembentukan HOCl
akan terjadi secara optimal, jika pH bervariasi maka efektivitas khlorin sebagai
desinfektan tidak mencapai optimum. Larutan khlorin dapat bersifat korosif pada
pH kurang dari 5. Pabrik biasanya akan selalu berusaha mempertahankan pH
larutan pada 6-7,5 sehingga larutan tidak bersifat korosif tetapi masih mempunyai
kadar HOCl yang cukup tinggi untuk membasmi kuman.
Sabun merupakan detergent-sanitizer sehingga pembersihan dan
pencucian dapat dilakukan sekaligus. Detergent-sanitizer merupakan campuran
dari deterjen dan desinfektan sehingga pembersihan/pencucian dan desinfeksi
dapat dilakukan sekaligus.
5. Penyimpanan
Penyimpanan bahan baku maupun produk akhir harus terpisah dengan
bahan lain dan tempat penyimpanan dijaga saniternya. Wadah dan atau bahan
pengemas harus disimpan ditempat yang bersih dan tidak bercampur dengan
bahan yang dapat menyebabkan kontaminasi. Menurut Ilyas (1983), produk beku
selama penyimpanan perlu diusahakan pemeliharaan suhu beku konstan sekitar
produk (antara -20ºC atau lebih rendah) dengan fluktuasi yang kecil.
6. Distribusi
30
Kendaraan pengangkut hasil perikanan digunakan dengan kontruksi dan
dilengkapi peralatan sedemikian rupa sehingga suhu dapat dijaga selama
pengangkutan. Pendinginan yang menggunakan es harus ada saluran pembuangan
untuk menjamin lelehan es tidak menggenangi produk. Permukaan bagian dalam
dari alat transportasi harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak merusak
produk, permukaannya harus rata, mudah dibersihkan dan disanitasi. Alat
pengangkut yang digunakan tidak boleh mengkontaminasi produk hasil perikanan.
Kendaraan atau wadah yang yang digunakan harus bersih dengan disanitasi
terlebih dahulu. Persyaratan pengangkutan hasil perikanan yang dipasarkan dalam
keadaan hidup harus tidak berpengaruh buruk terhadap hasil perikanan tersebut.
2. Sanitation Standard Operating Procedur (SSOP)
Proses sanitasi diperlukan, suatu prosedur standar yang dapat mencakup
seluruh area dalam memproduksi suatu produk pangan mulai dari kebijakan
perusahaan, tahapan kegiatan sanitasi, petugas yang bertanggung jawab
melakukan sanitasi, cara pemantauan, sampai cara pendokumentasiannya prosedur
standar yang digunakan adalahprosedur operasi standaruntuk sanitasi (Sanitation
Standard Operating Procedures / SSOP). Prosedur ini dibuat sesuai untuk
membantu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan prosedur
pengawasan sanitasi, melakukan monitoring sanitasi, serta memelihara kondisi
dan praktik sanitasi (Thaheer, 2005). Delapan fungsi kondisi sanitasi yang
ditetapkan adalah sebagai berikut:
1. Pasokan Air Dan Es
1. Air
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) untuk keamanan air
mencakup petugas dan prosedur standar yang digunakan untuk menjamin
keamanan air. Prosedur standar memuat tahapan-tahapan perlakuan untuk air agar
diperoleh air dengan kualitas standar air minum (potable) untuk air yang kontak
langsung dengan makanan dan untuk pembuatan es. Pemurnian air secara umum
meliputi penyaringan air, penghilangan padatan tersuspensi dengan filter,
desinfeksi air menggunakan bahan kimia (klorin) atau fisik (ozon, ultraviolet ),
dan pelunakan air menggunakan lime soda atau resin penukar ion (Thaheer,
2005).
31
2. Es
Es yang digunakan sebagai media dingin sebaiknya dibuat dari air bersih
sebagaimana persyaratan untuk air minum. Es yang tua (matang),yaitu yang
mempunyai suhu lebih rendah daripada es biasa yang baru saja diangkat dari
tempat pembuatnya dapat digunakan. Es yang matang mempunyai suhu antara-
120ºC sampai -180ºC.Es yang matang dapat diperoleh dengan cara es yang baru
diangkat dari tempat pembuatannya disimpan terlebih dahulu dengan kamar
dingin bersuhu rendah untuk beberapa waktu lamanya dan jangan langsung
digunakan (Junianto, 2003).
Menurut Junianto (2003), es yang matang mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut :
1. Butiran-butiran es lebih kecil dan bersih bila dihancurkan
2. Waktu peleburan lebih lama
3. Tidak mudah membentuk massa padat seperti es biasa
2. Peralatan Dan Pakaian Kerja
Peralatan dan perlengkapan unit pengolahan harus ditata sedemikian rupa
sehingga terlihat jelas tahap-tahap proses yang menjamin kelancaran pengolahan,
mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan. Peralatan dan perlengkapan
yang berhubungan langsung dengan ikan yang diolah harus terbuat dari bahan
tahan karat, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan
kontaminasi sesuatu apapun terhadap bahan baku yang sedang diolah maupun
produk akhir serta dirancang sesuai persyaratan sanitasi. Peralatan dan
perlengkapan yang dipakai untuk menangani bahan makanan atau bahan yang
dapat menyebabkan kontaminasi baik secara langsung maupun tidak langsung,
harus diberi tanda dan dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan untuk
menangani ikan, bahan penolong, bahan tambahan makanan serta produk akhir.
Permukaan peralatan yang berhubungan langsung dengan bahan dan
produk akhir harus bebas dari lubang-lubang dan celah-celah tidak dapat
menyerap air, tidak berkarat dan tidak beracun. Peralatan yang dipakai untuk
barang yang bukan makanan atau barang yang mungkin menulari harus ditandai
dan tidak boleh digunakan untuk menangani bahan dan produk akhir (Winarno
dan Surono, 2004).
32
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
Kontaminasi silang adalah bagian yang sering terjadi pada industri
makanan akibat kurang dipahaminya masalah ini. Beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara lain : tindakan
karyawan, pemisahan bahan dengan produk siap konsumsi, dan rancangan sarana
prasarana untuk mencegah kontaminasi silang (Winarno, 2011).
Prosedur-prosedur untuk menghindarkan produk dari kontaminasi silang
dari pekerja, bahan mentah, pengemas, dan permukaan yang kontak langsung
dengan makanan harus disusun sedemikian rupa. SSOP ini dapat mencakup
tindakan-tindakan yang menyangkut pembersihan bahan baku untuk mengurangi
kontaminasi silang, ketentuan mengenai boleh tidaknya pemindahan pekerja atau
mengunjungi bagian lain, atau melengkapi setiap ruangan pengolahan dengan
fasilitas pembersih dan sanitasi (Thaheer, 2005).
4. Toilet Dan Tempat Cuci Tangan
Pabrik harus dilengkapi dengan toilet yang cukup dimana jumlah toilet
yang diharuskan adalah:
1. Untuk 1 – 24 karyawan adalah satu toilet
2. Untuk 25 – 50 karyawan adalah dua toilet
3. Untuk 51 – 100 karyawan adalah tiga toilet
Penambahan 50 karyawan maka ditambah dengan satu toilet, selain itu
harus juga terdapat gayung, sabun dan ventilasi serta pintu yang tidak menyerap
air yang dijaga agar tetap selalu bersih yang tidak berhubungan langsung dengan
ruangan pengolahan. Konstruksi toilet harus bertipe leher angsa.
Ruangan pengolahan harus mempunyai sejumlah tempat cuci tangan yang
cukup sekurang-kurangnya satu tempat cuci tangan untuk karyawan yang
dilengkapi dengan air hangat 43ºC dan bahan sanitizer dan pengering yang
diletakkan ditempat strategis, mudah dijangkau, dekat toilet dan pintu masuk
cukup jumlah (Winarno dan Surono, 2004).
5. Bahan Kimia Dan Pembersih
Prosedur pembersihan dalam program hygiene tidak akan berhasil jika
desain, kontruksi, tata letak dan material dari bangunan dan peralatan, tidak
memenuhi persaratan dan ketentuan sanitasi dan hygiene. Permukaan lantai yang
33
retak-retak, pecah-pecah dan tidak kedap air mustahil dapat dibersihkan secara
saniter, demikian pula meja sortasi dan penyiangan ikan yang terbuat dari material
kayu. Program dan prosedur kebersihan akan sukses jika persyaratan dan
ketentuan sanitasi dan hygiene (Ilyas, 1983).
6. Syarat Label Dan Penyimpanan
Label makanan harus dibuat dengan ukuran, kombinasi warna danatau
bentuk yang berbeda untuk tiap jenis makanan, agar mudah dibeda-bedakan.
Bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta produk akhir harus
disimpan terpisah masing-masing ruangan yang bersih, bebas serangga binatang
pengerat dan binatang lain, cukup penerangan terjamin peredaran udara dan pada
suhu yang sesuai (Winarno dan Surono, 2004).
7. Kesehatan Karyawan
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) mencakup kesehatan
karyawan agar tidak tidak menjadi sumber kontaminasi bagi produk, bahan
pengemas, atau pemukaan yang kontak dengan makanan. Sanitation Standard
Operating Procedures (SSOP) mencakup ketentuan mengenai cara pelaporan
karyawan yang sakit atau mendapatkan perawatan karena sakit. Jadwal harus bagi
pemeriksaan rutin kesehatan karyawan, imunisasi, dan pengujian untuk penyakit-
penyakit tertentu.
Kebersihan personil yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu
membersihkan rambut, mandi, cuci tangan dan membersihkan kuku. Rambut
kotor dan berminyak sangat menarik bagi bakteri, ketombe dapat masuk ke dalam
makanan. Kebersihan badan dapat tercium dari bau. Penyelia perlu mengetahui
apakah karyawan tersebut mandi atau tidak (Thaheer, 2005).
8. Pengendalian pest
Pengendalian hama bukanlah masalah pengendaliannya saja melainkan
juga bagaimana cara pencegahan yang dilakukan agar tidak timbul hama di sekitar
industri pangan terutama di area produksi. Pencegahan hama ini dilakukan untuk
menjamin tidak ada hama di fasilitas pengolahan pangan, mencakup prosedur
pencegahan, pemusnahan, sampai dengan pengggunaan jenis bahan kimia untuk
mengendalikan hama (Thaheer, 2005).
34
Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan
keamanan pangan. Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti
dengan perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus. Perlakuan
dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari
pangan.
III METODOLOGI
35
dengan melakukan penilaian mutu tuna kaleng secara sensoris dengan pengisian
scoresheet, melakukan uji mutu mikrobiologi (ALT), mutu kimia (histamin),
dilabolatorium yang ada di perusahaan dan labolatorium yang diluar perusahaan
(LPPMHP).
36
3.5.2 Bahan
Bahan utama yang digunakan untuk proses pengalengan adalah tuna segar.
Bahan pembantu adalah es, air, brine dan oil untuk memberi cita rasa dan
memperbaiki tekstur daging. Bahan pengemas yang digunakan yaitu kaleng dan
karton.
C
Penerimaan Ikan Beku C Penerimaan Ikan Segar
P
1
Penimbangan I Penimbangan I
Penimbangan I Penimbangan I
Pencucian I
Pembekuan
Penyimpanan Dingin(Chilling)
Penyiangan(Buthering)
Penimbangan II
Pencucian II
Precooking
Pendinginan
37
C Pendeteksi Logam
C
P
Pencucian Uap Panas Penyortian kualitas
3 Tutup Kaleng
Penyortiran Kualitas Pengisian Daging
Kaleng Kosong Pencucian penutup
Penimbangan
Pengeceka
n kualitas &
Pemasakan Pengisian Medium
medium
(Brine,Oil,S Penutupan kaleng
aos)
Pencucian Kaleng
C Sterilisasi
C
P
Pendinginan Kaleng
4
Inkubasi Kaleng
Pengkodean
Pelabelan
Pengartonan
Penyimpanan
Stuffing
EKSPORT
38
Gambar 3. Flow Chart Pengolahan Ikan Tuna kaleng PT.DELPI
39
berdasarkan ukuran (size) dan tingkat kesegarannya. Adapun penyebab yang
ditimbulkan pada area receiving yang mengakibatkan produk akhir ditolak yaitu:
Pembongkaran ikan
40
Tabel 5. Tingkat Kesegaran Ikan di PT. Delta Pasific Indotuna
Tekstur (texture)
Kokoh dan elastik Kokoh dan agak
Kokoh dan agak
Lembek Sudah lembek sekali
lembek lembek dan seperti bubur
Mata (eyes) Bening, cerah dan Cekung seputih
Cekung, pudarMata bagian tengah
Tidak ditetapkan
menonjol awan atau atau merah sudah hancur
agak dan mencair
kemerahan
Kulit (skin) Mengkilap, warna Warna pudar Ciri-ciri warnaKulit sudah mulai
Perubahan nyata warna
normal, bening dan rusak kulit, kulit
dan cerah kecemerlan membusuk, rusak
gan sudah dengan tampak
tidak ada otot membusuk
Insang (gills) Cerah, merah darah Merah pucat keCoklat tua ke Kekuningan danWarna kuning
merah coklat memutih keputihan dan
coklat kekuningan nampak
berlumpur
Sumber : PT. Delta Pasific Indotuna, (2016)
41
Menurut Wahyuni (2006) bila tidak ditangani dengan baik selama proses
penangkapan dan penanganan ikan tuna khususnya bila suhu ikan melebihi 4,4ºC
maka asam amino histidin akan terkonversi menjadi senyawa beracun yaitu
histamin, oleh bakteri Proteus Morganii sehingga pengujian histamin sangat
dibutuhkan untuk mengantisipasi adanya senyawa beracun tersebut dalam tubuh
ikan yang dapat mengakibatkan keracunan pada konsumen.
Bahan baku yang datang sebagian langsung dimasukkan kedalam ruang
produksi untuk segera diolah/diproduksi dan sebagian lagi ditampung dalam bin
yang sudah diisi dengan es ataupun disimpan di ruang cold storage untuk proses
produksi berikutnya. Bahan mentah (ikan) sebaiknya disimpan dalam keadaan
beku sambil menunggu waktu proses untuk mempertahankan kualitasnya
(Moeljanto, 1992). Es yang digunakan dalam proses produksi adalah es balok
yang dibuat oleh perusahaan dan es yang digunakan adalah yang telah memenuhi
syarat es sebagai bahan pembantu. Hal ini pun sesuai dengan pendapat
Purwanigsih (1995) yang menyatakan bahwa es yang digunakan juga haruslah
berstandar air minum apabila menggunakan air yang tercemar atau air yang keruh
maka bakteri akan menyebar terhadap bahan baku yang akan diolah.
Ikan kemudian di cuci dengan air dingin guna menghilangkan kotoran –
kotoran yang terdapat pada ikan lalu diberi label size yang berisikan kode
supplier, tanggal penerimaan dan jenis ikan. Proses pencucian ikan yaitu dengan
menyemprotkan air dari kran menggunakan selang yang panjang. Menurut
Hariadi (1994), bahwa pencucian bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran
yang masih ada sekaligus mengurangi jumlah bakteri dan patogen.
42
4.1.3 Pelelehan (Thawing)
Ikan yang akan digunakan dalam proses produksi apabila dalam keadaan
frozen (beku) harus dilelehkan terlebih dahulu sebelum melakukan proses
selanjutnya. Ikan-ikan ini kemudian diangkut menuju ke ruang thawing lalu di
letakkan dalam bin yang berukuran masing–masing 120 cm x 120 cm x 60 cm
sesuai dengan supplier dan nomor kedatangan dan juga akan dicatat waktu proses
thawingnya. Thawing dilakukan dengan cara mengalirkan air kedalam bin secara
kontinyu menggunakan air bersih hingga suhu naik. Tiap bin mampu menampung
ikan sebanyak + 800 kg. Proses thawing untuk ikan ukuran sedang air dalam
keadaan diam sedangkan untuk ikan yang berukuran besar air dalam keadaan
mengalir.
Tabel 6.Waktu Selama Proses Thawing
43
diatas meja untuk kemudian dilakukan penyiangan. Ikan dengan ukuran diatas 1
kg akan di butchering dengan cara menyayat bagian perut dan membuang isi
perutnya kemudian dibelah sedangkan ikan dibawah 1 kg langsung dilakukan
pemasakan tanpa di butchering. Ini dilakukan karena pusat kosentrasi mikroba
terdapat pada insang dan isi perut.
Pada saat tuna sudah mati, enzim pencernaan yang ada dalam perut dan
usus masih aktif. Jika usus dan alat pencernaan yang banyak mengandung enzim
tidak dibuang maka enzim ini akan memecah jaringan saluran pencernaan dan
menghancurkan dinding perut (Junianto, 2003). Menurut Moeljanto (1992) yang
menyatakan bahwa isi perut dan bagian-bagian yang tidak dikalengkan pada jenis
ikan seperti tuna harus dipisahkan setelah atau sebelum pengukusan pendahuluan.
Isi dari perut ikan (visera) oleh perusahaan tidak akan langsung dibuang namun
akan diolah menjadi bahan baku pembuatan fish meal (makanan ternak). Loss
untuk visera sendiri yaitu 5-6 %.
44
Proses pemasakan ini dilakukan dengan waktu yang berbeda sesuai dengan jenis
dan ukuran ikan.
Tabel 7. Suhu dan Waktu Pemasakan Ikan
45
4.1.7 Pendinginan (Cooling)
Setelah ikan dimasak, ikan harus segera didinginkan untuk dapat
dilakukan proses selanjutnya. Tujuan pendinginan adalah untuk menurunkan suhu
ikan 340C. Selain itu pendinginan dapat mencegah kegosongan karena sisa
panas yang masih ada pada ikan yang sudah dimasak. Pada PT. Delta Pasific
Indotuna pendinginan dilakukan dengan cara membiarkan ikan terkena udara.
Waktu dari pendinginan sampai di loining tidak boleh lebih dari 6 jam. Untuk
mengetahui ikan sudah mencapai suhu petugas QC mengukur suhu dengan
menggunakanthermometer digital. Thermometer ini ditusukkan ujungnya pada
tubuh ikan sehingga akan muncul angka yang menunjukkan suhu ikan tersebut.
Loining adalah proses pemisahan tulang dan daging merah dari daging
putih dan merupakan merupakan critical control point (CCP II). Dengan model
ikan yang dibuat berbentuk (solid, chuck dan flakes). Resiko yang dapat terjadi
pada area loining dapat dilihat dari diagram berikut:
46
Bahan Baku Lingkungan
Benda logam
Produ
k
Ikan tidak disortir Tenaga kerja tidak terampil
rusak
47
Pengecekan logam dilakukan dengan cara melewatkan bagian ikan seperti
loin, chunk dan filler di metal detector yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya logam, batu, rambut atau benda-benda asing lainnya. Alat ini akan
berbunyi alarm jika terdapat benda asing pada produk. Alat kalibrasi metal
detector yaitu Sus 4,8, Sus 4,0, Fe 3,0 dan Fe 2,5. Pengecekan akan dilakukan
jika produk berhenti dan akan berbunyi alarm maka produk tersebut akan
dipisahkan. Pengecekan logam ini diawasi oleh staff dan QC yang bertugas untuk
hari itu.
48
3. Double seaming merupakan dua lipatan yang saling mengikat dengan sempurna
antara body flange dan end (penutup) kaleng yang dilakukan oleh mesin seamer.
Double seaming dilakukan dengan dua cara yaitu: . 1. First operation yaitu
pembentukan lipatan, 2. Second operation yaitu penyempurnaan lipatan. Apabila
kedapatan ada kelainan pada double seaming, pertama-tama mekanik dan QA
teknisi mengadakan pemeriksaan secara seksama terhadap kondisi baku yaitu:
1. Tutup kaleng (rusak atau tidak)
2. Badan kaleng (rusak atau tidak)
Apabila tidak ada kerusakan pada badan dan tutup kaleng tersebut diatas,
maka mekanik harus mengecek dan menyetel komponen yang ada pada mesin
seamer, Adapun resiko-resiko yang terjadi pada double seaming yaitu:
1. Cut Over contohnya terangka, yang mengakibatkan kembung sehingga bisa
saja pecah.
2. Chuck Wall yaitu goresan didalam dinding kaleng.
3. False Seam yaitu bagian luar body yang melebar atau tidak saling terkait
sehingga bocor.
4. Wrinkle yaitu bergelombang didalam bagian penutup kaleng.
5. Dead Head or Skidder yaitu tidak tertutup dengan baik dan terangkat sehingga
mengakibatkan bocor dan kelihatan tidak baik.
Mencegah terjadinya resiko diatas, Mekanik dan QA memeriksa mesin
seamer satu jam sebelum produksi Canning, dan mematuhi standar-standar yang
telah ditetapkan, dengan melihat double seaming inspector report untuk kaleng
dan 307 x 111 ( isi open ). Setelah keluar dari mesin seamer, kaleng langsung
dicuci. Ini bertujuan untuk menghilangkan minyak pada lapisan kaleng sebelum
masuk pada retorting.
Bahan pembuatan kaleng yang digunakan pada perusahaan ini didatangkan
dari luar dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Kaleng yang digunakan adalah
kaleng yang telah dilapisi dengan enamel sesuai dengan United can company
(1990), yang menyatakan bahwa untuk menghindari kemungkinan terjadinya
proses karat atau perubahan warna (discolorisation) produk, maka pada lapisan
luar dari permukaan kaleng bagian dalam diberi lacquer atau coating. Dari
berbagai jenis coating, khusus untuk olahan ikan digunakan jenis SR (Sulphur
Resistant) atau yang disebut C-enamel.
49
Spesifikasi kaleng yang digunakan pada PT. Delta Pasific Indotuna yaitu seperti
pada Tabel berikut :
Tabel 9. Spesifikasi Kaleng
Description Can body Top end
Type & Set 307 x 107 307
Plate Material TFS 0,2 mm -
Inside Enamel Aluminized Aluminized
Outside Enamel Gold / Aluminized Gold / Aluminized
Temper 2 -
50
pencucian otomatis melalui jalur yang dirancang khusus seperti jalur kereta
apihingga melewati terowongan yang dilengkapi dengan pipa-pipa yang
menyemprotkan air panas bertekanan secara horisontal. Kaleng dicuci dengan air
panas yang dicampur dengan sabun yang ditampung pada bak kecil yang terbuat
dari staless steel.Hal ini bertujuan untuk membersihkankaleng dari sisa-sisa
minyak setelah pengisian medium ataupun kotoran-kotoran lain yang menempel
pada bagian badan dan penutup kaleng.
51
Pressure gauge harus dipasang pada steam loop atau pigtail untuk mengurangi
shock dan vibrasi yang mungkin terjadi pada dinding retort.
6. Bleeders; merupakan lubang dalam retort yang berfungsi sebagai sarana
untuk mengamati adanya aliran uap air di dalam retort, dan menyebabkan
terjadinya sirkulasi uap di dalam retort, serta mengeluarkan sedikit air dan
udara dari retort.
7. Vent; berfungsi untuk mengeluarkan udara yang tedapat di dalam retort
sebelum processing dimulai.
Pengamatan dan pencatatan dilakukan terhadap waiting time yaitu waktu
menunggu sejak basket pertama sampai basket terakhir masuk kedalam retort
15 menit. Setelah basket-basket retort masuk dan retort telah ditutup rapat
kemudian kran uap dibuka. Kran pada pipa-pipa untuk pemasukan air tertutup
rapat sedangkan kran pipa untuk pembuangan air (draining valve) dan
pembuangan uap (venting valve) dalam keadaan terbuka hal ini dilakukan untuk
mengeluarkan sisa air dan udara yang masih terkurung dalam retort.
Setelah itu dilakukan penutupan draining valve yaitu saat sisa air yang ikut
terbawa uap air didalam retort telah keluar kemudian diikuti dengan penutupan
venting valve selama 5 menit sampai suhu mencapai 100˚C. Kemudian
dilanjutkan dengan proses come up time / CUT yaitu waktu yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu mencapai suhu sterilisasi yaitu 116˚C dan tekanan yang
diinginkan 0,7 kg/cm2. Setelah suhu sterilisasi dan tekanan tercapai maka waktu
proses sterilisasi dimulai, selama proses ini berlangsung usahakan keadaan suhu
dan tekanan dipertahankan konstan sesuai dengan waktu proses yang telah
ditentukan.
Waktu proses dihitung sejak suhu dan tekanan yang diinginkan dicapai.
Setelah waktu proses sterilisasi selesai, suhu dan tekanan retort diturunkan
perlahan-lahan agar kaleng tidak rusak, penyok atau kembung. Tujuan utama
proses sterilisasi adalah Untuk mensterilkan dan membunuh bakteri yang masih
hidup dalam kaleng dengan memanfaatkan suhu tinggi. Pemasakan ikan kaleng
tidak boleh terlalu lama karena akan terjadi over cooking yang disebabkan karena
lamanya pemasakan dan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, atau kurang masak
(under cooking) sehingga dapat menyebabkan pembusukan karena kurangnya
52
suhu sterilisasi yang dapat mematikan bakteri pembusuk. Tekstur daging harus
kokoh, padat, tidak hancur atau pecah-pecah (Moelyanto, 1992).
Kemudian dilakukan proses pendinginan dengan cara menutup kran
pemasukan uap dan membuka kran pemasukan air dan angin secara perlahan-
lahan. Air yang digunakan dalam pencucian ini adalah air yang sudah dicampur
klorin. Tingkatan dari residu air klorin harus 2 – 2,5 ppm sebelum digunakan
untuk mengantisipasi konsentrasi dari khlor yang cukup aktif untuk proses
chlorinating selama masa pendinginan kaleng agar pada proses akhir pendinginan
residu klor akan dapat terdeteksi (0,5 – 1 ppm). Suhu pendinginan berkisar antara
45 - 50˚C, untuk mempertahankan suhu tetap pada kisaran tersebut dilakukan
pembukaan kran secara maksimal. Tekanan pada saat cooling sendiri yaitu 0,5
kg/cm2. Standar sterilisasi yang diberlakukan pada PT. Delta Pasific Indotuna
dapat dilihat pada Tabel berikut
Tabel 10. Standar Sterilisasi Ikan kaleng
Venting / Come up
Pack style Can size Sterilisasi (116oC) Cooling time
time (CUT)
53
thermophiles mempunyai suhu optimum untuk hidup dan masing-masing suhu
kritis. Perbedaan suhu yang terjadi secara tiba-tiba tidak dapat diterima oleh
mikroba, sehingga apabila masih ada mkroba yang hidup setelah proses sterilisasi
tidak akan dapat bertahan(Winarno, 1994).
54
pada bagian bawah kaleng, pada bagian tersebut tercantum nama / kode
perusahaan yang memproduksi, jenis ikan, nama supplier, bulan, tanggal
kedatangan ikan, nomor kedatangan ikan, kondisi ikan, nomor retort dan urutan
pemasakan.
Kaleng kemudian diteruskan untuk pemberian label, proses ini juga
dilakukan secara otomatis oleh mesin. Prinsip kerja mesin labelling ini yaitu
lembaran-lembaran label diletakkan pada mesin sehingga pada saat kaleng
menggelinding melalui jalur aliran kaleng secara otomatis label akan ikut
tertempel. Kecepatan mesin pelabelan untuk kaleng ukuran kecil yaitu 252 kaleng
/ menit sedangkan untuk kaleng ukuran besar yaitu 189 kaleng / menit. Mesin ini
menggunakan damar, lilin dan lem fox untuk membantu labelnya agar tertempel
dengan kuat pada kaleng. PT. Delta Pasific Indotuna menggunakan bahan tersebut
sebanyak 8 kg damar, 4 pack lilin dan 1 fail lem fox dalam proses pelabelan untuk
pemuatan satu konteiner. Hal ini sesuai dengan pendapat Moeljanto (1992) yang
menyatakan bahwa dalam pemasangan label harus diperhatikan pula perekatnya,
lebih baik menggunakan lem yang lebih mahal tetapi hasilnya memuaskan dari
pada menggunakan lem yang harganya murah namun hasil rekatannya tidak
maksimal.
Ukuran label yang digunakan disesuaikan dengan ukuran kaleng produk,
spesifikasi ukuran kaleng dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 11. Spesifikasi Ukuran Label
Spesifikasi Kaleng 307 Kaleng 211
Tebal - -
55
produk ikan kaleng ini seperti “Al-Sayad, Al-Sayed, Food Island, Arabian Sea,
Aloha, Darin, Green Hill, Sailor, Classic, Fy Lake, Menara, Bona, Al-Amid, Al-
Gemah, Al-Mohet” dan masih banyak lagi. Label / kemasan harus dinyatakan
keterangan-keterangan seperti nama perusahaan, jenis ikan, jenis saus, dan berat
isinya. Keterangan yang tertera pada label harus sesuai dengan isi kaleng serta cap
dan gambar sebaiknya jangan terlalu panjang dan rumit, supaya pembeli mudah
mengingatnya (Moelyanto, 1982).
Proses selanjutnya pengartonan yaitu memasukkan ikan kaleng yang telah
dilabel serta telah memiliki kode kedalam karton yang dilakukan secara manual
oleh karyawan. Dalam karton diberi sekat berupa lapisan kardus atau layer antara
lapisan kaleng satu dengan lapisan kaleng lainnya. Layer merupakan lembaran
karton dengan bentuk bergelombang yang digunakan sebagai penahan getaran
selama proses pendistribusian sehingga produk terhindar dari kerusakan akibat
guncangan dan getaran. Tujuan dari pengartonan ini untuk mencegah terjadinya
kerusakan selama penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran serta memudahkan
dalam perhitungan dan pengambilan produk.
Tabel 12. Spesifikasi Ukuran Karton
Kaleng 307 Kaleng 307 Kaleng 211
Spesifikasi
(isi 48 kaleng) (isi 24 kaleng) (isi 48 kaleng)
Lebar 24 – 27 cm 42 cm 21 cm
Panjang keseluruhan 34 – 35 cm 35 cm 28 cm
Tinggi 8 – 18 cm 9,6 cm 16,8 cm
Berat dasar 230 – 315 gr 236 gr 195 gram
Sumber : PT. Delta Pasific Indotuna, (2016)
Kemasan karton yang telah berisi ikan kaleng dilewatkan melalui
conveyor berjalan untuk ditutup dengan mesin strapping band supaya lebih kuat,
setelah itu karton disusun dalam pallet untuk disimpan menunggu dipasarkan
atau didistribusikan. Penggunaan pallet sebagai alas untuk mencegah terjadinya
kontak langsung antara karton dengan lantai yang dapat menyebabkan
kelembapan dan kerusakan karton.
56
Produk yang telah dilabel dan disusun diatas pallet sementara menunggu
waktu pengiriman/ekspor disimpan digudang yang bersebelahan dengan ruang
pelabelan. Proses ini dilakukan apabila produk-produk tidak langsung dipasarkan
atau didistribusikan. Produk yang siap diekspor diangkut menggunakan forklift
menuju konteiner kemudian disusun secara rapi didalamnya sehingga tidak
bergoncang dalam perjalanan dan terhindar dari kerusakan fisik. Penyusunan
karton dalam satu konteiner sendiri untuk kaleng 307 berjumlah 1700 karton yang
apabila dijabarkan sesuai dengan panjang x lebar konteiner yaitu 1152 x 546 + 2.
Produk ikan kaleng PT. Delta Pasific Indotuna saat ini dipasarkan ke
negara-negara di bagian Timur Tengah antara lain ke Saudi Arabia, Yaman, Syria,
Yordania, Kuwait, Afrika Selatan dan Amerika. Dalam proses ini perusahaan
menerapkan sistem FIFO (First In First Out), setiap produk dicatat tanggal
masuknya per hari dan kemudian dikondisikan supaya pada saat ada permintaan
atau ketika produk akan didistribusi maka yang awal di produksi dikeluarkan
terlebih dahulu. Namun proses pengeluaran ini pun tidak selamanya dapat
diberlakukan dengan sistem FIFO karena disesuaikan dengan permintaan buyer,
akan tetapi tetap diusahakan supaya produk yang pertama datang atau di produksi
itupun yang pertama dikeluarkan/distribusikan.
57
Organoleptik ikan segar
Pengamatan
Kenampakan Daging Bau
I 7,7 7,9 7,9
58
Tabel 14. Penilaian Sensori Ikan Kaleng
Sensori ikan kaleng
Pengamatan
Kenampakan Bau Rasa Tekstur
I 8,1 7,6 7,8 7,5
59
Pengujian mikrobiologi pada bahan baku dan produk akhir tidak dilakukan
di labolatorium perusahaan melainkan di labolatorium LPPMHP Manado,
dikarenakan perusahaan ini beranggapan bahwa produk ikan kaleng telah
mengalami proses pemanasan suhu tinggi sehingga menyebabkan produk telah
aman dari adanya mikroorganisme. Pengujian sampel produk tidak dilakukan
secara kontinyu melainkan sewaktu-waktu bila dikehendaki pihak konsumen.
Pengujian mikrobiologi dari sampel yang dikirim perusahaan ke labolatorium
LPPMHP meliputi pengujian ALT, E.coli, Salmonella, Vibrio cholera dan
Staphilococus aureus pada bahan baku dan pengujian ALT aerob dan anaerob,
Coliform serta Staphilococus aureus pada produk akhir. Pengujian mikrobiologi
ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yang terkandung dalam produk
serta untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri patogen yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia apabila produk ini dikonsumsi.
Hasil pengujian mikrobiologi bahan baku dan produk akhir dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 15. Hasil Pengujian Mutu Mikrobiologi Bahan Baku Ikan Segar
E.coli Staphilococus
Pengamatan ALT (Koloni/gram) Salmonella Vibrio cholera
(APM/gram) aureus
60
yaitu < 3. Pengujian E.coli bahan baku memenuhi persyaratan mikrobiologi
karena perusahaan telah menstandarkan air yang digunakan untuk pencucian dan
pengolahan produk harus standar air minum. Menurut Harsojo (2008) kontaminasi
E.coli berasal dari kontaminasi air yang digunakan pada saat proses produksi yang
biasanya sering lupa diganti oleh karyawan.
Kontaminasi bakteri Salmonella sering terjadi di perusahaan melalui
peralatan yang digunakan maupun kontaminasi dari tangan manusia. Pengujian
Salmonella pada bahan baku adalah negatif. Pengujian Salmonella pada bahan
baku memenuhi persyaratan mikrobiologi karena perusahaan menggunakan
desinfektan untuk menginaktifkan bakteri dan menggunakan klorin yang bersifat
sanitizer. Menurut Hadiwiyoto (1993), perlakuan pencucian dengan air bersih dan
air yang telah mengalami klorinasi atau mengandung antibiotik tertentu dapat
menghilangkan kotoran dan mengurangi jumlah bakteri yang ada, banyak bakteri
yang mati bahkan bakteri-bakteri berbahaya seperti Salmonella ikut terbunuh.
Pengujian V.cholera pada bahan baku yaitu negatif hal ini dikarenakan air
yang digunakan pada saat pengolahan produk telah disterilkan/treatment oleh
perusahaan sehingga tidak tercemar dan tidak mengkontaminasi produk. Menurut
Oktaviani (2013), vibrio merupakan jenis bakteri yang hidup saprofit di air, air
laut, dan tanah. Terdapatnya bakteri patogen ini menandakan adanya kontak air
dengan limbah industri dan rumah tangga.
Tabel 16. Hasil Pengujian Mutu Mikrobiologi Produk Akhir Ikan Kaleng
I 0 0 <3 Negative
II 0 0 <3 Negative
III 0 0 <3 Negative
IV 0 0 <3 Negative
Sumber : PT. Delta Pasific Indotuna, (2016)
Hasil dari pengujian mikrobiologi pada produk akhir diatas menunjukkan
bahwa produk akhir memiliki nilai ALT 0 koloni/gram, sedangkan jumlah koloni
bakteri produk kaleng yang diperbolehkan memiliki batas maksimum 10
koloni/gram sesuai dengan syarat SNI 2712:2013 dengan begitu produk ikan
61
kaleng tersebut layak diekspor atau dikonsumsi. Hal ini dikarenakan adanya
proses sterilisasi dan pendinginan pada akhir proses. Menurut Muchtadi dan
Ayustaningwarno (2010) sterilisasi komersial berarti produk telah mengalami
proses sterilisasi dimana tidak ada lagi mikroorganisme hidup, akan tetapi
mungkin masih terdapat spora bakteri yang setelah proses sterilisasi bersifat
dorman. Setelah itu kaleng-kaleng didinginkan secara cepat. Bila pendinginan
berlangsung lambat akan memberikan waktu bagi spora bergeriminasi dan
kemudian tumbuh dan berkembang biak.
62
membahayakan kesehatan dan untuk level > 100 ppm bagi yang keracunan sudah
harus mendapat perawatan khusus.
63
pembagian ruang kantor, ruang penerimaan bahan baku, ruang proses, ruang
pengemasan, labolatorium, toilet, ruang istirahat serta sarana ibadah.
Lantai di ruang produksi terbuat dari keramik berwarna putih, permukaan
lantai rata dan halus. Pertemuan lantai dan dinding tidak membentuk sudut
sehingga tidak terjadi pengendapan kotoran dan mudah dibersihkan, lantai dibuat
agak miring dengan kemiringan 3–5oC kearah saluran pembuangan sehingga tidak
ada air yang tergenang. Menurut Ditjen P2HP (2009), lantai ditempat yang
sifatnya untuk pekerjaan basah, dimana bahan baku diterima, diolah atau dikemas
dijaga kemiringan, terbuat dari bahan kedap air, tahan lama dan mudah
dibersihkan.
Permukaan dinding rata dan berwarna putih. Tinggi dinding 4 meter dari
lantai, dan dilapisi keramik setinggi 1,5 m. Dinding dilapisi dengan bahan
keramik ini dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pembersihan dan mencegah
kontaminasi. Dinding terbuat dari bahan kedap air, pertemuan lantai dengan
dinding maupun sudut-sudut ruangan dibuat melengkung. Menurut Ditjen P2HP
(2009) permukaan dinding bagian dalam dari ruangan yang sifatnya untuk
pekerjaan basah harus kedap air, permukaan halus, rata, serta berwarna terang.
Sampai ketinggian dua meter dari lantai harus dapat dicuci dan tahan terhadap
bahan kimia dan tidak boleh ditempatkan sesuatu yang mengganggu operasi
pembersihan.
Kondisi langit-langit tidak berupa plafon melainkan langsung berupa
langit-langit putih polos yang dilapisi melamin dan terang tetapi tidak
menyilaukan, sehingga memudahkan dalam mengidentifikasi kotoran yang
menempel pada langit-langit, permukaan langit-langit rata dan tidak retak. Karena
tidak adanya langit-langit berupa plafon dan jaraknya yang sangat tinggi dari
lantai, hal ini cukup menyulitkan petugas dalam membersihkan atap atau langit-
langit.
Sirkulasi udara menggunakan kipas (blower) yang dilengkapi dengan
exhaust fan, ventilasi dirancang untuk mencegah masuknya debu dan
pengembunan karena uap air, menghilangkan bau yang tidak diinginkan serta
menghindari panas yang berlebihan, kontaminasi debu dan gas. (Dirjen P2HP,
64
2007). Kipas tersebut dilengkapi dengan penutup dari besi untuk mencegah
apabila kipas tersebut jatuh dan tidak mengenai langsung di ruang produksi.
Penerangan di dalam unit pengolahan menggunakan lampu neon panjang
yang dilengkapi dengan pelindung dari bahan mika yang tembus pandang serta
tidak menyilaukan dan tidak merubah warna produk. Jumlahnya pun sudah cukup
memadai yang dapat menerangi seluruh bagian ruangan produksi. Penggunaan
mika dimaksudkan untuk menampung apabila ada lampu rusak atau pecah
sehingga tidak langsung mengenai produk. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa penerangan di unit pengolahan PT. Delta Pasific Indotuna telah cukup baik
dan memenuhi syarat.
Pintu terbuat dari bahan yang tahan karat dengan permukaan yang halus
dan rata, tahan terhadap air serta mudah dibersihkan. (Dirjen P2HP, 2007).
Beberapa pintu masuk ruang produksi dilengkapi dengan plastic certain untuk
mencegah masuknya serangga dan debu dari luar ke dalam ruangan pengolahan.
Selain itu, di depan pintu masuk ruang penerimaan dan ruang produksi dilengkapi
dengan insert killer yang bertujuan untuk mencegah masuknya lalat dan serangga
di ruang pengolahan.
Pada proses produksinya menghasilkan hasil buangan (limbah) dari
produk yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair ini dihasilkan dari
kotoran-kotoran yang bersifat cair atau lunak seperti saluran pencernaan,
kemudian juga dari bahan-bahan pembantu lain yaitu bahan pencucian (klorin dan
air) dan bahan tambahan lain seperti garam, larutan-larutan yang digunakan
selama proses yang sudah tidak terpakai lagi. Sedangkan untuk limbah padat ini
dihasilkan dari kepala, tulang, kulit dan ekor ikan untuk kemudian diolah menjadi
tepung ikan.
Penanganan limbah cair dilakukan dengan mengalirkan limbah tersebut ke
pipa penyalur untuk dilakukan treatment atau penyaringan secara berulang-ulang
agar didapatkan air yang tidak berbau dan lebih jernih. Limbah cair tersebut
kemudian dibuang ke laut yang bersebelahan langsung dengan PT. Delta Pasific
Indotuna ini.
65
3. Fasilitas Unit Pengolahan
Ruang penanganan dan pengolahan dilengkapi dengan peralatan pencegah
masuknya binatang ke ruang proses sehingga tidak terjadi kontaminasi terhadap
produk.
Ruang istirahat dipergunakan juga sebagai ruang makan dimana ruang ini
terletak terpisah dari bangunan unit produksi. Ruangan ini dilengkapi dengan
kursi meja, wastafel dan dispenser air, Sebelum dan sesudah istirahat ruangan ini
selalu dibersihkan oleh karyawan piket. Membuang sampah pada tempat sampah,
tidak mengotori lantai, setiap karyawan harus sama-sama menjaga kebersihannya.
Ruang laboratorium terletak di bagian samping ruang produksi. Laboratorium ini
dilengkapi dengan peralatan-peralatan pengujian yang sudah cukup baik
diantaranya adalah lemari pendingin, incubator, timbangan analytic, pH meter,
meja pengujian, hot plate stearer, blender, rak-rak penyimpan arsip, vortex mixer
dan juga centrifuge. Laboratorium diperusahaan ini melakukan pengujian seperti
histamin.
Ruang ini dipergunakan sebagai mushola tempat ibadah umat muslim yang
letaknya bersebelahan dengan ruang istirahat. Setiap jam istirahat siang karyawan
muslim beribadah di moshola. Setiap karyawan muslim wajib menjaga kebersihan
tempat ibadah/musholla.
66
perikanan harus cepat, cermat dan selalu memperhatikan rantai dingin agar mutu
dapat dipertahankan.
2. Penanganan Dan Pengolahan
Penanganan dan pengolahan dilakukan dengan hati-hati dan cepat untuk
menghindari kemunduran mutu pada ikan. Peralatan yang dipakai dalam proses
pengolahan dibersihkan dan disanitasikan sebelum dan sesudah proses
pengolahan. Proses penanganan dan pengolahan dilakukan sangat cepat dan hati-
hati untuk menghindari kenaikan suhu yang akan mengakibatkan timbulnya
bakteri. Suhu penerimaan bahan baku ikan segar berkisar antara 2-4,40C, setelah
bahan baku diterima dilakukan penanganan dan pengolahan lebih lanjut dengan
tetap menjaga suhu rendah selama proses penanganan. Disiplin karyawan dalam
pemahaman dan penerapan GMP dan SSOP lebih ditingkatkan. Higiene dan
kesehatan karyawan sangat penting bagi semua kegiatan produksi. Karyawan
selain berhubungan langsung dengan produk sehingga menjadi sumber
kontaminasi yang utama terhadap produk. Apabila higiene dan kesehatan
karyawan tidak terjaga dengan benar. Beberapa aspek higiene dan kesehatan
karyawan adalah kesehatan pekerja, pelatihan dan praktek higienis serta peralatan
(Perdana, 2008).
Penanganan dan pengolahan merupakan suatu usaha untuk
mempertahankan mutu produk yang ada dan bukan merupakan suatu tindakan
atau usaha untuk meningkatkan mutu produk olahan. Mutu bahan baku sangat
menentukan hasil akhir pengolahan, jika mutu bahan baku rendah maka produk
yang dihasilkan dalam pengolahan juga mempunyai mutu yang kurang baik maka
produk yang dihasilkan akan bermutu rendah (Hadiwiyoto, 1993).
3. Persyaratan Bahan Pembantu Dan Bahan Kimia
Bahan pembantu yang digunakan di PT. Delta Pasific Indotuna adalah air
dan es. Air dan es digunakan pada saat proses pengolahan, selain itu air juga
digunakan untuk toilet dan kegiatan lainnya yang membutuhkan air. Air yang
dipakai mutunya sudah memenuhi standar air minum.
Bahan kimia yang dipakai di PT. Delta Pasific Indotuna adalah khlorin
yang terdiri yang digunakan untuk perendaman kaki, pencucian peralatan dan
perlengkapan kerja. Detergen digunakan untuk membersihkan alat yang kotor dan
67
yang susah dibersihkan dan juga kaleng yang akan digunakan. Sabun cuci tangan
menggunakan sabun yang berbentuk cairan.
4. Pengemasan
Bahan pengemas yang dipakai adalah kaleng dan master carton. Ikan
kaleng setelah dari ruang produksi dilakukan proses pengkodean dan pelabelan,
kemudian dikemas dalam master carton. Master carton kemudian di solasi
dengan isolasi secara otomatis menggunakan strapping band machine agar lebih
tahan lama dan kuat. Proses ini dilakukan di ruang pelabelan dalam keadaan
bersih dan saniter.
Menurut Purwaningsih (1995), pengemasan bertujuan untuk mengawetkan
produk yang dikemas, mempermudah transportasi, mempermudah distribusi, dan
juga untuk memperindah penampilan produk serta merupakan faktor penting
dalam persaingan produk di pasar.
5. Penyimpanan
Produk akhir yang telah mengalami proses pengemasan dalam master
carton kemudian disimpan dalam gudang apabila belum diekspor/didistribusikan
pada hari itu. Penyimpanan diletakkan diatas pallet kayu agar katon tidak rusak
ataupun lembab.
6. Distribusi
Produk yang akan diekspor didistribusikan dengan menggunakan
konteiner. Produk-produk yang akan diekspor sebelumnya dilakukan pencatatan
oleh petugas mengenai berapa jumlah karton kaleng yang akan didistribusikan.
68
persyaratan air tesebut adalah tidak berwarna dan tidak berbau tidak mengandung
zat besi (Fe) dan mangan (Mn), steril atau kandungan bakterinya rendah sehingga
tidak akan mengganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan pada ikan.
Es di unit pengolahan tersebut menggunakan es balok yang diolah sendiri
oleh perusahaan dengan menggunakan air berstandar air minum. Selain itu juga es
balok dibeli dari luar perusahaan sebagai tambahan. Menurut Ditjenkan (1997), es
yang digunakan harus dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum.
2. Peralatan Dan Pakaian Kerja
Peralatan yang kontak langsung dengan produk adalah bahan yang terbuat
dari plastik, stainless steel yang tahan karat, halus dan rata. Peralatan-peralatan ini
harus dicuci sebelum digunakan dalam proses pengolahan.
Setiap karyawan diwajibkan memakai perlengkapan seperti masker,
celemek, sepatu boat, topi atau penutup kepala yang sempurna. Beberapa hal yang
harus dimonitor terhadap kondisi kebersihan permukaan alat yang kontak
langsung dengan bahan yang meliputi: kondisi permukaan yang kontak dengan
pangan, kebersihan dan sanitasi, tipe dan konsentrasi bahan sanitasi.
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
Kegiatan proses dibatasi oleh ruangan-ruangan yang memisahkan antar
alur proses dari mulai penerimaan hingga penyimpanan produk, sedangkan ruang
sanitasi peralatan, gudang, istirahat karyawan terpisah dari ruang pengolahan
produk. Setiap ruangan dipisahkan oleh dinding dan plastic certain sebagai batas
ruangan, dengan pemisahan ini proses produksi berjalan dengan efektif karena
karyawan tidak pindah ketempat lain sehingga dapat mencegah kontaminasi
silang antara bahan baku dan produk akhir.
Pada saat karyawan akan memasuki ruang proses dilakukan pemeriksaan
perlengkapan pakaian seragam oleh petugas. Tata letak diatur agar tidak terjadi
kontaminasi silang, tempat masuk bahan baku berbeda dengan produk akhir.
Peralatan yang digunakan untuk bahan baku, produk, dan limbah harus terpisah
sesuai dengan warna basket yang telah ditentukan.
4. Kebersihan Karyawan
Karyawan yang bekerja menggunakan perlengkapan kerja, tidak
mengidap penyakit menular dan mempunyai luka terbuka. Kuku tangan tidak
69
panjang dan dicat dan pada saat bekerja karyawan dilarang meludah di lantai,
merokok serta banyak bicara. Karyawan yang hendak bersin maka membelakangi
dan menjauhi produk agar produk tidak terkontaminasi. Karyawan yang sakit
seperti diare, sakit kuning, cacar tidak diijinkan untuk menangani produk dan
diberi ijin istirahat selama sakit. Karyawan tidak boleh memakai obat-obatan yang
mengandung kloramfenikol dan tidak boleh memakai kosmetik seperti bedak,
lipstik, handbody, dan lain-lain karena dapat menyebabkan kontaminasi silang
terhadap produk yang akan dihasilkan (Sulastri, 2011).
5. Toilet Dan Tempat Cuci Tangan
Toilet terdapat diluar ruangan proses dimana untuk pria dan wanita
mempunyai toilet yang tersendiri. Apabila karyawan selesai dari toilet maka
diwajibkan mencuci tangan dengan menggunakan sabun hingga bersih agar tidak
mengontaminasi produk saat melakukan proses pengolahan.
Tabel 18. Jumlah Penggunaan Toilet PT.Delta Pasifik Indotuna
AREA JUMLAH
Produksi 9
Can Making 2
Pengolahan Limbah 2
Sumber : PT. Delta Pasific Indotuna (2016)
70
penyimpanan bahan pengemas agar terhindar dari panas, debu, kotoran dan bahan
kontaminan lainnya. Penyimpanan produk akhir diletakkan di atas pallet agar
tidak merusak produk.
8. Pengendalian Pest
Pengawasan serangga di cegah dengan menggunakan lampu insect killer.
Pencegahan serangga yang mungkin masuk dari saluran air maka setiap saluran
air di beri saringan sehingga serangga dari luar tidak dapat masuk ke ruang
produksi. Pengecekan terhadap serangga ini dilakukan oleh petugas. Jumlah
serangga atau hewan lain yang tertangkap dihitung dan dicatat.
Menurut Purwaningsih (1995), bagian penanganan dan pengolahan yang
berhubungan langsung dengan luar harus dilengkapi dengan alat untuk mencegah
masuknya serangga, burung, tikus dan binatang lainnya.
71
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan tugas ini berdasarkan pengamatan di PT.
Delta Pasific Indotuna Bitung-Sulawesi Utara, perusahaan telah memenuhi
persyaratan kelayakan mutu produksi ikan tuna kaleng baik dalam mutu
penggunaan bahan baku, kelayakan unit dalam pengolahan ikan tuna kaleng,
sampai mutu produk akhir yang di hasilkan telah memenuhi persyaratan sesuai
aturan dan SNI. Dapat dilihat dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1. Nilai mutu pengamatan penggunaan bahan baku antara 7,58 - 7,71. Nilai
tersebut masih memenuhi persyaratan untuk bahan baku ikan segar sesuai
dengan SNI 2729:2013 yaitu nilai minimal 7.
2. Kelayakan dasar unit pengolahan secara fisik (Lingkungan, bangunan, dan
fasilitas) sudah layak sesuai aturan KEP. 01/MEN/2007 dan PER.011/DJ-
P2HP/2007.
3. Nilai Mutu sensori produk akhir ikan kaleng berkisar antara 7,6 – 8,4. Nilai ini
menunjukkan bahwa produk ikan kaleng yang dihasilkan bagus dan
memenuhi standar nilai SNI.
4. Efisiensi penerapan GMP dan SSOP pada setiap alur proses produksi untuk
mencegah kontaminasi pada produk akhir yang dihasilkan juga sudah di
terapkan dengan baik.
Secara umum, proses pengalengan ikan di PT. Delta Pasific Indotuna
mulai dari penerimaan bahan baku hingga menjadi produk akhir sudah layak
produksi dan eksport.
5.2 Saran
Perusahaan tetap konsisten dan berkomitment mempertahankan
pengawasan pada setiap proses terutama pada bagian penerimaan ikan sebagai
bahan baku pengalengan, dan titik critical control point (CCP) pada proses
pengalengan. Pengawasan terhadap kinerja dan tingkah laku karyawan saat proses
produksi perlu ditingkatkan agar penerapan GMP dan SSOP dapat tetap berjalan
dengan baik sehingga produk yang diperoleh berada dalam kualitas terbaik.
72
DAFTAR PUSTAKA
_________.2013.Kkp-Diversifikasi-Pasar-Ekspor-Ke-Timur-Tengah-Dan-Afrika.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. (9 januari 2014)
73
Saidah Zumi. 2010. Analisis Ekuitas merek ikan kaleng di kota bogor. Laporan
Penelitian. Bogor. (3 februari 2014)
Suwetja, I,K. 2012. Biokimia Hasil Perikanan. Media Prima Aksara. Jakarta.
Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point). Bumi Aksara.
Winarno, F.G dan Surono. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik.
MBRIO PRESS. Bogor
74
,
75
Lampiran 1: Proses Produksi Ikan Tuna Kaleng
4.PENYIMPANA 3.PEMBEKUAN
N DINGIN IKAN FRESH
5.PELEHAN 6. PENDINGINAN
SEMENTARA IKAN
IKAN BEKU
FRESH (CHILING)
(THAWING)
76
7. PENYIANGAN 8. PENYUSUNAN DI 9.PENYUSUSUN
(BUTCHERING) ATAS TRAY TROLLY
77
16. RUANG 17.PROSES 18.HASIL
LOINING LOINNG LOINING
78
25.PENCUCIAN 26.STERILISASI
KALENG (RETORTING)
28.PENGKO 27.INKUBASI
DEAN PRODUK
79
RIWAYAT HIDUP
Andi Ihsan Fachri. Dilahirkan di kabupaten Soppeng,
Sulawesi Selatan pada tanggal 06 november 1993, Anak
ke dua dari empat Saudara, pasangan dari Andi fachri lolo
haddade dan sriwana. Penulis mengali masa
pendidikannya di SDN 91 pacongkang Lulus pada tahun
2007. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah
pertama di SMPN 2 Liliriaja pada tahun 2010 dan pada
tahun 2013 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah
menengah kejuruan SMKN 1 liliriaja Watang Soppeng.
80