Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KASUS MARAKNYA PROSTITUSI ONLINE

Disusun Oleh :
Nama : Muhammad Qodri Al Fahmi
NIM : 02011382227509
Kelas : A Palembang
Semester : 1

Dosen Pengampuh :
1. Hj.Yunial Laili Mutiari,S.H.,M.HUM.
2. Muhammad Zainul Arifin,SH.,M.H
3. Febrimarani Malinda, SOS,.MA.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah tentang Maraknya Prostitusi Online, makalah ini bertujuan
untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta dapat berpikir kritis mengenai
Masalah Prostitusi Online.

Penyusunan makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar
Sosiologi. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai materi ini.

Akhir kata, semoga makalah yang disusun dapat bermafaat bagi pembaca.
Diharapkan masukan, kritik, dan saran yang membangun guna penyempurnaan
makalah.

Palembang, November 2022

Muhammad Qodri Al Fahmi

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
C. Tujuan .......................................................................................................... 8

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Prostitusi atau Pelacuran ........................................................... 9
B. Faktor-Faktor Terjadinya Prostitusi ............................................................ 13
C. Upaya Penanganan dan Pencegahan Prostitusi Online ............................... 15

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.................................................................................................. 17
B. Saran ............................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan internet bagaikan dua sisi mata uang. Pada satu sisi
berdampak positif, yaitu memudahkan manusia dalam berinteraksi, bertukar
informasi dalam berbagai aktivitasnya, dan menambah tren perkembangan
teknologi dengan segala bentuk kreativitas manusia. Namun, pada saat bersamaan
dampak negatifnya tidak bisa dihindari, berbagai muatan pornografi dan perilaku
asusila banyak yang menggunakan media internet. Seiring dengan perkembangan
teknologi internet, maka muncul pula kejahatan melalui jaringan internet (cyber
crime). Salah satu jenis kejahatan ini adalah prostitusi melalui internet atau disebut
prostitusi online.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “prostitusi” mengandung makna
suatu kesepakatan antara lelaki dan perempuan untuk melakukan hubungan seksual,
dalam hal mana pihak laki-laki membayar dengan sejumlah uang sebagai
kompensasi pemenuhan kebutuhan biologis yang diberikan dari pihak perempuan,
yang biasanya dilakukan di lokalisasi, hotel, dan tempat lainnya sesuai dengan
kesepakatan. Selanjutnya secara etimologis prostitusi berasal dari bahasa Inggris
yaitu “Prostitute / Prostitution” yang berarti pelacuran, perempuan jalang, atau
hidup sebagai perempuan jalang.
Prostitusi menurut James A. Inciardi sebagaimana dikutip oleh Topo
Santoso, merupakan the offering of sexual relations for monetary or other gain
(penawaran hubungan seksual untuk memperoleh uang atau keuntungan lainnya).
Dengan kata lain, prostitusi dapat didefinisikan sebagai praktek melakukan
hubungan seksual dengan ketidakpedulian emosional yang labil dan didasarkan
pada pembayaran. Prostitusi adalah istilah yang sama dengan pelacuran. Dalam
prostitusi terlibat tiga komponen penting yakni pelacur (prostitute), mucikari atau
germo dan pelanggannya (client) yang dapat dilakukan secara kovensional maupun
melalui dunia maya. Prostitusi Online atau prostitusi dunia maya adalah kejahatan

1
prostitusi yang menggunakan media internet atau kejahatan prostitusi yang terjadi
di dunia maya.
Dengan perkembangan teknologi dan internet yang semakin canggih, maka
semakin marak pula terjadi kasus prostitsi online, berikut adalah beberapa contoh
kasus prostitusi online yang sudah terbongkar oleh pihak kepolisian :
MALANG - Praktik prostitusi online terbongkar di Kota Malang. Prostitusi
ini melibatkan seorang mucikari laki-laki yang memiliki 12 pekerja seks
komersial (PSK). Polisi hanya menangkap mucikari bernama Bagus Artha
(21), tinggal di sebuah apartemen di Jalan Sukarno Hatta Kota Malang.
Sedangkan 12 orang PSK hanya menjadi saksi dalam kasus pelacuran
tersebut. Ke-12 orang tersebut merupakan mahasiswi dari perguruan tinggi
swasta dan negeri di Malang dan Surabaya. Mucikari ini memasarkan PSK
melalui jejaring sosial Facebook dan WhatsApp (WA). Bagus memasarkan
melalui akun FB-nya, dan kemudian pembeli bisa berkomunikasi melalui
WA. Menurut Kapolres Malang Kota AKBP Singgamata, transaksi
prostitusi dan lokasinya memakai apartemen tempat tinggal BA. Polisi
mengendus prostitusi di tempat itu karena laporan penghuni lain di
apartemen tersebut."Sehingga kami lakukan pengintaian, dan saat ada
transaksi kami berhasil menangkap tangan," ujar Singgamata saat merilis
pengungkapan itu di Mapolres Malang Kota, Jumat (4/12/2015). Polisi
menggerebek kamar apartemen itu beberapa malam lalu. Polisi menangkap
BA selaku mucikari dan meminta keterangan PSK yang ada di tempat itu.
Polisi kemudian mengembangkan penyelidikan kasus itu hingga
menemukan 12 orang PSK yang dijajakan oleh BA. "Tersangkanya hanya
mucikari ini karena Pasal di KUHP yakni 506 berbunyi pengambilan
keuntungan dalam pelacuran," kata Singgamata.
SURABAYA - Layanan jasa prostitusi via online semakin marak di tengah
masyarakat akhir-akhir ini. Pelaku bisnis haram ini sudah semakin canggih
dalam menjalankan bisnis haram tersebut. Ini terbukti, belum lama ini,
Kasus prostitusi online kembali terungkap. Satreskrim unit Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya mengamankan seorang

2
perempuan berusia 26 tahun sedang melayani pria hidung belang di sebuah
hotel di kawasan Jalan Darmo Kali. Kompol Lily Djafar Kasubag Humas
Polrestabes Surabaya mengatakan, kasus prostitusi teruangkap atas
informasi masyarakat mengenai dugaan adanya prostitusi online di sekitar
Jalan Kalianyar. “Saat digerebek, perempuan itu usai melayani pria hidung
belang. Yang mencarikan pria itu adalah LY dan LN,” kata Kompol Lily
Djafar, Kamis (14/1/2016). Saat diperiksa, korban mengaku mengenal LY
dan LN November 2015 lalu, melalui akun media sosial Facebook.
Merekalah yang mencarikan pria hidung belang sekaligus merangkap
sebagai admin facebook. “Korban dan tersangka sudah saling kenal melalui
media sosial, dan mereka sudah dua kali melakukan kerja sama dengan tarif
sebesar Rp 1,5 juta sekali booking. Sedangkan tersangka mendapat fee 30
persen dari tarif,” ujarnya. Dari tangan mereka, petugas mengamankan uang
senilai Rp70 ribu, bill hotel menginap, bukti transfer uang transaksi, serta
kondom, kini semuanya itu dijadikan barang bukti.
Dari contoh kasus nyata terkait dengan prostitusi online tersebut, dapat
diketahui bahwa dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi dan internet, maka
menimbulkan dampak pula dalam dunia prostitusi, yakni semakin maraknya
prostitusi online. Pelaku yang terikat erat di dalam prostitusi online adalah Mucikari
(germo) dan Pekerja Seks Komersial (PSK).
Prostitusi online biasanya didalangi oleh seorang Mucikari (germo).
Sementara para pekerjanya (PSK) biasanya berasal dari daerah-daerah disekitar Kota
tempat Mucikari berada. Mucikari ini merekrut atau mencari gadis belia yang
berpenampilan menarik untuk dijadikan anak buahnya melalui layanan chatting dan
sejenisnya yang beberapa tahun belakangan ini sudah menjadi trend di kalangan anak
muda. Setelah mucikari berhasil merayu para gadis belia untuk menjadi anak
asuhannya, mereka biasanya akan langsung ditawarkan lewat website yang dikelola
mucikari tersebut. Untuk bisa berkencan dengan gadis-gadis muda ini, pada
umumnya calon penyewa harus mendaftarkan diri dulu pada website dimana gadis-
gadis tersebut dipamerkan.

3
Para pelaku prostitusi online mulai menggunakan situs-situs jejaring sosial
seperti facebook untuk melancarkan aksinya. Facebook yang awalnya digunakan
untuk pertemanan, kini digunakan untuk memasarkan transaksi seks. Istilah “bisa
pakai” atau “bispak”, cowok panggilan, cewek panggilan dan sejenisnya merupakan
istilah yang dikenal dalam dunia maya khususnya prostitusi online untuk
menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan menawarkan jasa seks. Tidak
hanya itu, selain dapat ditemukan di jejaring sosial ”facebook”, prostitusi online juga
dapat ditemukan di media sosial lainnya seperti “twitter”, “BBM”, “Instagram”, dan
sebagainya.
Prostitusi sebagai tindak pidana konvensional, sebelum berkembangnya
media internet, pada dasarnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) diantaranya sebagai berikut:
1. Pasal 296 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul
oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau
kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah (disesuaikan).
2. Pasal 506 KUHP
Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seseorang wanita dan
menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama
satu tahun.
Terkait dengan permasalahan penegakan hukum terhadap prostitusi online,
memang ada beberapa pendapat yang berbeda, diantaranya adalah pendapat dari
Sahetapy yang mengatakan bahwa hukum pidana yang ada tidak siap menghadapi
kejahatan komputer (cyber crime). Hal ini ditanggapi sama oleh J. Sudarma
Sastroandjojo yang mengatakan bahwa perlu adanya ketentuan baru yang mengatur
permasalahan cyber crime. Cyber crime haruslah ditangani secara khusus, karena
cara-caranya, lingkungan, waktu, dan letak dalam melakukan cyber crime berbeda
dengan tindak pidana lain.

4
Akan tetapi terkait dengan prostitusi online, seiring dengan perjalanan
waktu pemerintah membuat suatu peraturan perundang-undangan yang dapat
dijadikan dasar untuk menjerat pelaku prostitusi online dan menegakan hukum
terhadap tindak pidana prostitusi online, yakni pemberlakuan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjadi
payung hukum dari penanggulangan prostitusi online. Artinya aparat kepolisian
dapat semakin leluasa dalam menjaring praktik prostitusi yang dilakukan melalui
internet.
Di dalam pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang No. 11
tahun 2008 Tentang ITE, dijelaskan bahwa:
1. Pasal 27 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan.
2. Pasal 45 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, maka pelaku tindak
pidana prostitusi online yang membuat status, menyediakan link, atau meng-upload
informasi elektronik berupa tulisan, gambar, audio atau video mengenai promosi
prostitusi dapat dijerat sanksi pidana Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) UU
ITE.
Hal ini sesuai pula dengan pendapat Erlangga Masdiana, Kriminolog dari
Universitas Indonesia (UI), yang mengatakan bahwa jika memang di dalam kasus
prostitusi online ada indikasi perbuatan pidana dalam prakteknya dapat dikenakan
sanksi pidana. Sanksi pidana dapat dijatuhkan baik kepada Mucikari (germo) yang
merupakan dalang dari prostitusi, maupun kepada Pekerja Seks Komersial (PSK)
yang dipekerjakan oleh mucikari.

5
Akan tetapi, meskipun Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE
telah disahkan dan diterapkan, namun memang tidak dapat dipungkiri bahwa hingga
saat ini pun di Indonesia masih marak terjadi kasus prostitusi online. Alasan si
pelaku, baik itu mucikari maupun PSK melakukan prostitusi online lebih dominan
semata-mata adalah karena faktor ekonomi.
Prostitusi berkembang menjadi sebuah bisnis berpotensi mendatangkan
uang dengan sangat cepat. Tidak perlu modal banyak, hanya beberapa tubuh yang
secara profesional bersedia untuk dibisniskan, sehingga bisnis ini tidak akan
menemui masa masa sulit. Prostitusi bukan hanya berdampak pada mereka yang
melakukannya yaitu pelaku dan pemakai jasanya akan tetapi juga berimbas kepada
masyarakat luas.
Berbagai alasan orang-orang yang tidak bertanggung jawab menggunakan
media internet ini sebagai sarana mempromosikan pelacuran, seperti alasan strategis
dan aman. Media ini memang lebih aman jika dibandingkan dengan langsung
menjajakan di pinggir jalan ataupun tempat lokalisasi. Dengan adanya media ini
seseorang bisa lebih leluasa dalam bertransaksi, tidak harus saling bertemu langsung
antara seorang pelaku prostitusi dengan orang yang ingin memakai jasanya.
Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana memiliki peranan
yang besar dalam penyelengaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk
menjamin kepentingan mayoritas masyarakat atau warga negara, terjaminnya
kepastian hukum sehingga berbagai perilaku kriminal dan tindakan sewenang-
wenang yang dilakukan anggota masyarakat atas anggota masyarakat lainnya akan
dapat dihindarkan. Penegakan hukum secara ideal akan dapat mengantisipasi
berbagai penyelewengan pada anggota masyarakat dan adanya pegangan yang pasti
bagi masyarakat dalam menaati dan melaksanakan hukum.
Terkait dengan tindak pidana prostitusi ini maka Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang bertugas menciptakan dan memelihara keamanan dalam
negeri dengan menyelenggaraan berbagai fungsi kepolisian yang meliputi
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh
Kepolisian selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung

6
tinggi hak asasi manusia. Mengingat bahwa prostitusi merupakan suatu perbuatan
melanggar hukum maka menjadi kewajiban Kepolisian Negara Republik Indonesia
melalui jajaran di bawahnya untuk menangani masalah ini, yaitu dengan semaksimal
mungkin mengungkap jaringan kasus-kasus prostitusi online lainnya yang belum
terungkap.
Tindak kriminal seksual dibagi ke dalam dua kategori: mereka yang menjadi
korban dan mereka yang bukan. Dari perspektif korban, pemerkosaan orang dewasa,
pemerkosaan anak-anak dan remaja, dan penyerangan seksual masuk ke dalam
kategori tindak kriminal karena seseorang telah menjadi korban. Sementara itu,
aktivitas seksual yang dipersiapkan melalui persetujuan kedua belah pihak, prostitusi
dan pornografi, “tidak ada korbannya” Artinya, pihak yang terlibat di dalamnya
menganggap tidak ada yang saling dirugikan. Prostitusi sangat merugikan bagi
bangsa dan negara karena dengan adanya prostitusi akan merusak moral bangsa.
Sehingga jika dibiarkan terus menerus akan menjadi masalah besar yang
menggoyahkan ketahanan negara.
Prostitusi telah menciderai jati diri bangsa yang tersohor luhur dan
menjunjung tinggi nilai. Sehingga dapat dikatakan, prostitusi dapat menjadi
gangguan atau hambatan bahkan ancaman di bidang sosial budaya.
Untuk itu dibutuhkan penanganan yang serius terhadap prostitusi,
khususnya prostitusi online yang saat ini marak terjadi. Kerjasama antara pemerintah,
penegah hukum, dan masyarakat sangat diperlukan dalam penanganan dan
pencegahan prostitusi online ini.

B. Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, perumusan masalah merupakan hal yang penting,
agar dalam penelitian dapat lebih terarah dan terperinci sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah prostitusi online dan penyebab timbulnya prostitusi online?
2. Bagaimana upaya pencegahan dan penanganan prostitusi online?

7
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan prostitusi online dan penyebab timbulnya prostitusi online.
2. Menjelaskan upaya pencegahan dan penanganan prostitusi online.

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Prostitusi atau Pelacuran


Secara etimonologi kata prostitusi berasal dari bahasa latin yaitu “pro-
stituere” artinya membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, pencabulan,
dan pergendakan. Sedangkan kata ‘prostitute’ merujuk pada kata keterangan yang
berarti WTS atau sundal dikenal pula dengan istilah Wanita Tuna Susila (WTS).
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) WTS adalah orang celaka atau
perihal menjual diri (persundalan) atau orang sundal. Prostitusi juga dapat diartikan
sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri atau menjual jasa kepada
umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan imbalan
sesuai dengan apa yang diperjanjikan sebelumnya. Seseorang yang menjual jasa
seksual disebut WTS, yang kini kerap disebut dengan istilah Pekerja Seks Komersial
(PSK).
Prostitusi (pelacuran) secara umum adalah praktik hubungan seksual sesaat,
yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja, untuk imbalan berupa uang. Tiga
unsur utama dalam praktik pelacuran adalah: pembayaran, promiskuitas dan
ketidakacuhan emosional.
Para wanita yang melakukan pelacuran sekarang ini dikenal dengan istilah
PSK (Pekerja Seks Komersial) yang diartikan sebagai wanita yang melakukan
hubungan seksual dengan lawan jenisnya secara berulang-ulang, diluar perkawinan
yang sah dan mendapatkan uang, materi atau jasa.
Beberapa definisi prostitusi menurut para ahli:
Koentjoro: “yang menjelaskan bahwa Pekerja Seks Komersial merupakan
bagian dari kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan dari
bermacam-macam orang yang melibatkan beberapa pria dilakukan demi
uang dan dijadikan sebagai sumber pendapatan.”
Paul Moedikdo Moeliono: “prostitusi adalah penyerahan badan wanita
dengan menerima bayaran, guna pemuasan nafsu seksual orang-orang itu.”

9
Prof W.A Bonger: “Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan dimana wanita
menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata
pencaharian.”
Sarjana P.J de Bruine van Amstel: “prostitusi adalah penyerahan diri dari
wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran.”
Kartini Kartono mengemukakan definisi pelacuran sebagai berikut:
1. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola
organisasi impuls atau dorongan seks yang tidak wajar dan tidak
terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali
dengan banyak orang (promiskuitas), disertai eksploitasi dan
komersialisasi seks, yang impersonal tanpa afeksi sifatnya.
2. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan
jalan memperjualbelikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada
banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan
pembayaran.
3. Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan
badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa paling tidak terdapat
empat elemen utama dalam definisi pelacuran yang dapat ditegakkan yaitu, (1)
bayaran, (2) perselingkuhan, (3) ketidakacuhan emosional, dan (4) mata pencaharian.
Dari keempat elemen utama tersebut, pembayaran uang sebagai sumber pendapatan
dianggap sebagai faktor yang paling umum dalam dunia pelacuran.
Apabila dilihat dari norma-norma sosial sudah jelas melarang atau
mengharamkan prostitusi dan sudah ada pengaturan tentang larangan bisnis prostitusi
terletak dalam Pasal 296 KUHP menentukan bahwa pemidanaan hanya dapat
dikenakan bagi orang yang dengan sengaja menyebabkan sebagai pencarian atau
kebiasaan.
Melihat dari rumusan pasal-pasal tersebut maka pemidanaan hanya dapat
dilakukan kepada mucikari atau germo (pimp) sedangkan terhadap pelacur
(Prostitute) dan pelanggannya (client) sendiri tidak dapat dikenakan pidana. Dengan

10
demikian penegak hukum baik dalam konteks transnasional dan nasional yang
dimaksudkan adalah terhadap mucikari (pimp).
Mucikari merupakan profesi dalam masyarakat yang diatur di dalam KUHP
dan sangat bertentangan dengan kesusilaan, disebutkan istilah mucikari yang
tergolong sebagai kejahatan kesusilaan yang diatur dalam BAB XIV Buku ke-II
KUHP. Namun istilah pengertian tersebut perlu diartikan secara jelas dan dapat
diterima mengapa istilah mucikari termasuk kejahatan kesusilaan. Pengertian
mucikari adalah seorang laki-laki atau wanita yang hidupnya seolah-olah dibiayai
oleh pelacur, yang dalam pelacuran menolong mencarikan langganan-langganan dari
hasil mana ia mendapatkan bagiannya dan menarik keuntungan dari pekerjaan yang
dilakukan oleh pelacur. Yang dimaksud dengan orang yang menarik keuntungan di
sini adalah mucikari tersebut.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) itu sendiri,
prostitusi diatur pada Pasal 296 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja
menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain,
dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima
belas ribu rupiah.”
Bagian inti delik (delicts bestanddelen):
1. sengaja
2. menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain
3. dan menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan.
R. Soesilo mengatakan bahwa pasal ini untuk memberantas orang-orang
yang mengadakan rumah bordil atau tempat-tempat pelacuran. Supaya dapat
dihukum berdasarkan pasal ini, harus dibuktikan bahwa perbuatan itu menjadi
“pencaharian” (dengan pembayaran) atau “kebiasaannya” (lebih dari satu kali).
Lebih lanjut dikatakan bahwa yang dapat dikenakan Pasal 296 KUHP
misalnya orang yang menyediakan rumah atau kamarnya kepada perempuan dan
laki-laki untuk melacur (bersetubuh atau melepaskan nafsu kelaminnya). Biasanya
untuk itu disediakan pula tempat tidur. Maka sanksi bagi pemilik rumah yang
menjadikan rumahnya sebagai tempat prostitusi untuk perbuatan pelacuran dengan

11
membuatnya sebagai pencaharian, maka pemiliknya dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan Pasal 296 KUHP.
Namun demikian, ada yang perlu dicermati di sini adalah bahwa arti
prostitusi adalah pemanfaatan seseorang dalam aktifitas seks untuk suatu imbalan.
Dari sini kita bisa lihat dua kemungkinan, yakni apakah orang yang melakukan
pelacuran tersebut melakukannya tanpa paksaan atau tidak dengan paksaan. Apabila
kegiatan melacur tersebut dilakukan tanpa paksaan, maka pelakunya dikenakan
sanksi sesuai dengan perda daerah setempat.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada satupun
pasal yang mengatur secara khusus tentang pelacuran atau wanita pelacur, padahal
di dalam hukum pidana terdapat asas legalitas yang termuat dalam Pasal 1 ayat (1)
KUHP, yang menyebutkan “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana kecuali atas
aturan pidana dalam perundang- undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu
dilakukan.”
Hal ini berarti segala perbuatan yang belum diatur di dalam undang-undang
tidak dapat dijatuhi sanksi pidana. Jadi, belum tentu semua perbuatan melawan
hukum atau merugikan masyarakat diberi sanksi pidana. Namun, Moeljatno
mengartikan pelacuran tidak dijadikan larangan dalam hukum pidana, janganlah
diartikan bahwa pelacuran itu tidak dianggap merugikan masyarakat. Oleh karena
itu, perlu dicari rumusan hukum atau peraturan yang tepat menindak aktivitas
pelacuran, yang selama ini dalam praktik dapat dilaksanakan oleh penegak hukum.
Ketentuan Pasal 296 KUHP tersebut mengatur perbuatan atau wanita yang
melacurkan diri tidak dilarang oleh undang-undang, sedangkan yang bisa dikenakan
pasal ini adalah orang-orang yang menyediakan tempat kepada laki-laki dan
perempuan untuk melacur, dan agar dapat dihukum perbuatan itu harus dilakukan
untuk mata pencaharian atau karena kebiasaannya.
Sementara itu, orang yang tidak masuk dalam ketentuan Pasal 296 KUHP
ini adalah orang yang menyewakan rumah atau kamarnya kepada perempuan atau
laki-laki yang kebetulan pelacur, dikarenakan tidak ada maksudnya sama sekali
untuk mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul, ia sebab hanya menyewakan
rumah dan bukan merupakan mata pencaharian yang tetap.

12
B. Faktor-Faktor Terjadinya Prostitusi
Beberapa faktor terjadinya prostitusi sebagai sebab atau alasan seorang
perempuan terjun dalam dunia prostitusi. Ada pun pekerja sosial asal Inggris
mengatakan dalam bukunya, Women of The Streets, tentang keadaan individu dan
sosial yang dapat menyebabkan seorang wanita menjadi pelacur adalah:
1. Rasa terasingkan dari pergaulan atau rasa diasingkan dari pergaulan hidup pada
masa tertentu di dalam hidupnya.
2. Faktor-faktor yang aktif dalam keadaan sebelum diputuskan untuk melacurkan
diri, dalam kenyataan ini merupakan sebab yang langsung tapi hampir selalu dan
hanya mungkin terjadi karena keadaan. Sebelumnya yang memungkinkan hal
tersebut terjadi.
3. Tergantung dari kepribadian wanita itu sendiri.
Kemudian dalam bukunya Reno Bachtiar dan Edy Purnomo menjelaskan
beberapa alasan dasar seseorang perempuan menjadi pelacur yaitu:
1. Faktor ekonomi
Permasalahan ekonomi yang sangat menyesakkan bagi masyarakat yang
tidak memiliki akses ekonomi mapan. Jalan pintas mereka tempuh sehingga lebih
mudah untuk kemudahan mencari uang. Faktor ini bukan faktor utama seorang
perempuan memilih profesi pelacur. Hal ini merupakan tuntutan hidup praktis
mencari uang sebanyak-banyaknya bermodal tubuh/fisik. Mereka melakukannya
bukan hanya demi dirinya sendiri, tapi orang tua, keluarga dan anak. Kemiskinan
memang tidak mengenakkan, sehingga untuk keluar dari belitan ekonomi, mereka
rela “berjualan diri” agar hidup lebih layak.
2. Faktor kemalasan
Mereka malas untuk berusaha lebih keras dan berfikir lebih inovatif dan
kreatif untuk keluar dari kemiskinan. Persaingan hidup membutuhkan banyak
modal baik uang, kepandaian, pendidikan, dan keuletan. Kemalasan ini
diakibatkan oleh faktor psikis dan mental rendah, tidak memiliki norma agama,
dan susila menghadapi persaingan hidup. Tanpa memikirkan semua itu, hanya
modal fisik, kecantikan, kemolekan tubuh, sehingga dengan mudah
mengumpulkan uang.

13
3. Faktor pendidikan
Mereka yang tidak bersekolah, mudah sekali untuk terjerumus ke lembah
pelacuran. Daya pemikiran yang lemah menyebabkan mereka melacurkan diri
tanpa rasa malu. Mungkin kebodohkan telah menuntun mereka untuk menekuni
profesi pelacur. Hal ini terbukti ketika ditemukan pelacur belia berusia belasan
tahun di lokalisasi. Bukan berarti yang berpendidikan tinggi tidak ada yang
menjadi pelacur.
4. Niat lahir batin
Hal ini dilakukan karena niat lahir batin telah muncul di benaknya untuk
menjadi pelacur yang merupakan jalan keluar “terbaik”. Tidak perlu banyak
modal untuk menekuninya, mungkin hanya perlu perhiasan palsu, parfum wangi,
penampilan menarik, keberanian merayu, keberanian diajak tidur oleh orang yang
baru dikenal, hanya beberapa menit, tidur lalu mereka langsung dapat uang. Niat
lahir batin diakibatkan oleh lingkungan keluarga yang berantakan, tidak ada
didikan dari orang tua yang baik, tuntutan untuk menikmati kemewahan tanpa
perlu usaha keras, atau pengaruh dari diri sendiri terhadap kenikmatan duniawi.
Niat ini muncul di semua kalangan, dari kelas bawah sampai kelas atas. Profesi
ini tidak di dominasi oleh kelas bawahan saja, tetapi juga merata di semua
kalangan. Buktinya ada mahasiswa yang berprofesi pelacur.
5. Faktor persaingan
Kompetisi yang keras di perkotaan, membuat kebimbangan untuk bekerja
di jalan yang “benar”. Kemiskinan, kebodohan, dan kurangnya kesempatan
bekerja di sektor formal, membuat mereka bertindak criminal, kejahatan,
mengemis di jalan-jalan, dan jadi gelandangan. Bagi perempuan muda yang tidak
kuat menahan hasrat terhadap godaan hidup, lebih baik memilih jalur “aman”
menjadi pelacur karena cepat mendapatkan uang dan bisa bersenang-senang.
Maka, menjadi seorang pelacur dianggap sebagai solusi.
6. Faktor sakit hati
Maksudnya seperti gagalnya perkawinan, perceraian, akibat pemerkosaan,
melahirkan seorang bayi tanpa laki-laki yang bertanggung jawab, atau gagal
pacaran karena sang pacar selingkuh. Lalu mereka marah terhadap laki-laki,

14
menjadi pelacur merupakan obat untuk mengobati luka yang paling dalam. Cinta
mereka gagal total sehingga timbul rasa sakit hati, pelampiasan bermain seks
dengan laki-laki dianggap sebagai jalan keluar.
7. Tuntutan keluarga
Seorang pelacur mempunyai tanggung jawab terhadap orang tuanya di desa,
atau anak-anak yang masih membutuhkan uang SPP. Setiap bulan harus
mengirimkan uang belanja kepada orang tua. Jika mempunyai anak, maka uang
kiriman harus ditambah untuk merawatnya, membeli susu, atau pakaian. Mereka
rela melakukan ini tanpa ada paksaan dari orang tuanya. Kadang- kadang ada
orang tua yang mengantarkan mereka ke germo untuk bekerja sebagai pelacur.
Pelacur sendiri tidak ingin anaknya seperti dirinya.

C. Upaya Penanganan dan Pencegahan Prostitusi Online


Penanganan Prostitusi Online adalah persoalan yang rumit dan terkait aspek
sosial, budaya, ekonomi, politik serta moral dan agama. Upaya menanggulangi
prostitusi hanya dengan pendekatan moral dan agama adalah naif dan tidak akan
menyelesaikan masalah itu.
Pemerintah bersama seluruh masyarakat disarankan untuk menggunakan
pendekatan sosial, budaya, ekonomi, politik selain moral dan agama untuk mencari
penyelesaian serta menjawab persoalan prostitusi secara komprehensif. Pencegahan
Prostitusi Online, Secara umum upaya penanggulan prostitusi online dapat dilakukan
dengan dua cara:
A) Usaha yang bersifat preventif/pencegahan Usaha yang bersifat preventif
diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran.
Usaha ini antara lain berupa:
1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau penyelenggaraan
prostitusi, khusunya prostitusi online.
2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian.
3. Memperluas lapangan kerja. Karena kebanyakan dari para pelaku prostitusi
melakukan prostitusi karena desak ekonomi.

15
4. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam
kehidupan keluarga.
5. Penyelenggaraan sosialisasi mengenai internet sehat.
6. Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan
pelacuran yang dilakukan oleh beberapa instansi sekaligus mengikutsertakan
potensi masyarakat lokal.
7. Penyitaan terhadap buku-buku, majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno,
film-film biru serta sarana-sarana lainnya yang merangsang nafsu seks. Serta
pemblokiran situs-situs internet yang menyediakan semua hal yang berbau
pornografi maupun bisnis prostitusi.
8. Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

B) Usaha yang bersifat represif dan kuratif. Usaha ini antara lain berupa
1. Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan
pengawasan/kontrol yang ketat.
2. Diusahakan rehabilitas dan resosialisasi bagi para pelaku prostitusi, agar mereka
bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila.
3. Menyediakan lapangan kerja baru.
4. Memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku prostitusi, untuk memberikan
efek jera.
5. Meblokir situs-situs internet yang menyediakan semua hal yang berbau pornografi
dan prostitusi. Dan lebih mengamankan penggunaan internet di Indonesia.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Prostitusi merupakan bentuk penyimpangan seksual, yang menyimpang dari
nilai social, agama, dan moral bangsa Indonesia. Sedangkan prostitusi online
merupakan bentuk dari kegiatan prostitusi yang dilakukan melalui media social
maupun internet. Faktor utama yang menimbulkan terjadi prostitusi online adalah
perkembangan teknologi yang tidak di dasari dengan nilai-nilai karakter yang baik.
Prostitusi, khusunya prostitusi online merupakan gangguan atau hambatan
bagi ketahanan nasional. Yang jika dibiarkan terus-menerus tanpa penanganan yang
tegas dapat menjadi ancaman yang membahayakan integritas, identitas,
kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mengejar tujuan
nasionalnya.
Banyak dampak yang ditimbulkan prostitusi online salah satunya adalah
merusak moral bangsa yang dapat menjadi ancaman kelansungan hidup bangsa dan
Negara dimasa yang mendatang.
Penanganan prostitusi online tidak dapat dilakukan sendiri oleh
pemerintah,melainkan dibutuhkan kerjasama pemerintah dengan seluruh rakyat.
Dan usaha penanggulangan prostitusi online dapat dilakukan dengan 2 usaha, yakni
usaha secara preventif dan usaha yang bersifat represif dan kuratif

B. Saran
Sebagai warga Negara yang baik, maka kita harus membantu pemerintah
dalam mewujudkan ketahanan nasional, khusunya dalam hal ini adalah tentang
prostitusi online. Pencegahan secara preventif perlu dilakukan sejak dini.
Bekerjasama dan ikut berperan aktif dengan pemerintah dalam upaya
penanganan maupun penanggulangan prostitusi online.
Membentengi diri sendiri dan keluarga dengan mempertebal moral dengan
norma agama dan norma-norma lainnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/2355/1/prostitusi.online
https://www.liputan6.com/tag/prostitusi-online
https://metro.sindonews.com/topic/3146/kasus-prostitusi-online2015
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150514100234-20-53228/soal-
prostitusi-online-lulung-itu-artis-artisan/
https://eprints.umm.ac.id/33313/2/jiptummpp-gdl-anitanurra-44819-2-babi.pdf
https://eprints.umm.ac.id/36236/3/jiptummpp-gdl-verayuliar-47507-3-babii.pdf
http://eptikcyber13.blogspot.com/2016/05/upaya-penanganan-dan-
pencegahan.html

Anda mungkin juga menyukai