Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENGUJIAN PENGUMPANAN SEMUT

HAMA GUDANG DAN PEMUKIMAN (PTN311)

Kelompok 7 / Paralel 2:
1. Muhammad Hadi (A34190024)
2. Nanda Qurrotul Uyun (A34190027)
3. Febry Liano Angelian G (A34190065)
4. Yusi Ananda (X1004211552)

Dosen :
Nadzirum Mubin S.P., M.Si.

Asisten :
Seli Dwiyani (A341180041)

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Semut berasal dari ordo Hymenoptera famili formicidae, yang mempunyai
antena bertipe geniculate. Sebagai kelompok serangga yang paling melimpah dan
hampir ditemukan pada semua habitat terrestrial menjadikan semut berpotensi
menguntungkan maupun merugikan bagi manusia. Manusia tidak sadar, jika melihat di
sekeliling sangat mudah menemukan semut. Kebiasaan sering membuat sampah
organik, menanam pohon, dan menumpuk barang justru dapat menarik semut, sebab
semut dapat menemukan sumber makan, membuat sarang dan perlindungan (Riyanto
et al, 2020). Semut dapat berasosiasi dengan manusia dan manusia bukan menjadi
faktor penghambat bagi semut untuk tetap hidup. Semut yang dapat berasosiasi ini
disebut dengan semut tramp (Hasriyanty et al, 2013). Kelompok semut tramp
berasosiasi sangat dekat dengan manusia dan ditemukan melimpah pada area pertanian
hingga perumahan. Semut merupakan serangga sosial yang hidupnya membentuk
koloni-koloni dengan koordinasi fungsi anggotanya sangat teratur. Komposisi anggota
koloni dalam serangga semut terdiri atas semut jantan, semut betina dan semut pekerja.
Beberapa semut seringkali menunjukkan perilaku seperti membentuk alur
berbaris dalam garis-garis tertentu yang rapi dan teratur yang mengarah ke sarang
ataupun sumber makanan. Perilaku ini disebut trailing. Anggota koloni semut yang
pertama kali menemukan sumber makanan akan mengeluarkan feromon jejak (trail
feromon) yang dapat dikenali oleh anggota semut lainnya di koloni yang sama terkait
dengan jalan menuju sumber makanan tersebut. Semut memiliki peran penting pada
ekosistem. Semut berperan sebagai predator hama dan pakan burung. Semut berperan
penting juga sebagai predator, scavenger, herbivor, detritivor, dan granivor, serta
memiliki peranan yang unik dalam interaksinya dengan tumbuhan atau serangga lain
(Latumahina et al, 2013). Peran semut sebagai predator, yaitu pengendalian populasi
hama (Yudiyanto et al, 2014) misalnya semut rangrang. Semut rangrang dapat
memakan telur, larva, pupa dan imago serangga hama. Semut dapat “merekayasa”
ekosistem misalnya mengaerasi tanah, sehingga sirkulasi nutrien menjadi lebih baik.
Pada sisi lain, semut berperan merugikan karena dapat mengkontaminasi makanan,
menimbulkan alergi dan menjadi vektor penyakit.
Semut umumnya menyukai sumber makanan yang mengandung gula maupun
protein.jika terdapat remah-remah makanan yang berjatuhan di dalam maupun
disekitar rumah, maka dapat menjadi sumber makanan bagi semut. Saat musim panas
di negara empat musim, semut lebih memilih sumber makanan yang mengandung gula
sebagai sumber energinya. Sementara itu, saat musim dingin, semut lebih memilih
sumber makanan yang mengandung lemak dan protein. Semut dapat membuat sarang
di sekitar tempat tinggal kita misalnya di atas gundukan tanah, sampah, pot bunga,
pohon, sudut rumah dan lain-lain.
Semut ditemukan berbeda pada daerah yang berbeda. Hal ini diakibatkan
lingkungan yang berbeda akan ditempati oleh semut-semut yang dapat beradaptasi
dengan lingkungan tersebut dan dapat mempertahankan koloninya serta mampu
berkembang biak dengan baik. Kondisi lingkungan pun akan menentukan cara
pertahanan hagi semut-semut tersebut, misalnya dari struktur tubuhnya yang sudah
bermodifikasi sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Warna dan ukuran tubuh
semut pun akan sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mempelajari perilaku semut dalam mendapatkan
sumber makanan dan membawanya ke dalam sarang, serta mempelajari preferensi
semut terhadap makanan yang berbasis karbohidrat, gula, dan protein.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini diantaranya potongan
makanan (roti, ayam/ikan goreng, coklat, gorengan, air gula/madu), stopwatch dan
kamera (bisa menggunakan smartphone serta alat tulis dan kertas.

Metode
Ada dua metode yang digunakan yaitu metode trailing semut dan
pengumpanan semut. Metode trailing semut dilakukan dengan mencari aktivitas
koloni semut di area sekitar rumah, kemudian perhatikan apakah semut yang diamati
menunjukkan perilaku trailing atau tidak (catat di buku catatan). Jika menunjukkan
perilaku trailing, ikuti arah pergerakannya. Tentukan arah semut apakah menuju
sumber sarang atau sumber makanannya. Untuk semut yang melakukan trailing,
tentukan titik imajinasi di jalur trailing tersebut, kemudian catat jumlah individu
semut yang melewati titik imajinasi per menit selama jangka waktu 5 (lima) menit.
Sedangkan untuk metode pengumpanan semut dilakukan dengan menyiapkan
beberapa jenis umpan yaitu roti, ayam/ikan goreng, coklat, gorengan, dan air
gula/madu. Kemudian carilah tempat yang terdapat banyak semut. Lalu letakkan
umpan yang disediakan dengan jarak antar umpan sekitar 50 cm dan sekitar 10 cm
dari trailing semut (untuk semut yang membentuk trailing). Untuk semut yang tidak
membentuk trailing, letakkan umpan di sekitar semut-semut yang berkeliaran. Catat
waktu peletakkan umpan, kemudian catat waktu datangnya semut pertama kali ke
umpan. Catat jumlah semut yang ada di masing-masing umpan pada menit ke-15, 30,
dan 45. terakhir masukkan data jumlah semut pada tabel yang telah disediakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Hasil pengamatan Pengumpanan pada beberapa spesies semut


Jumlah semut yang datang pada menit ke-
Nama Spesies Ayam/Ikan Air
Roti Coklat Gorengan
Mahasiswa Semut Goreng gula/Madu
15 30 45 15 30 45 15 30 45 15 30 45 15 30 45

Tapinoma
Muhammad 15 6 0 24 47 39 36 45 65 18 23 32 18 27 34
sessile
Hadi

Nanda Dolichoderus
15 12 14 116 97 110 2 1 1 1 1 0 19 12 37
Qurrotul U. thoracicus
Tapinoma 11
30 49 53 76 81 88 41 47 52 12 42 37 57 79
Febry Liano sessile 1
AG. Monomorium
3 2 5 20 14 17 11 13 20 0 0 3 72 83 96
pharaonis
Camponotus
0 0 0 8 10 6 0 1 2 0 0 0 12 18 9
sp.
Yusi Ananda
Monomorium
1 0 0 20 21 11 5 2 3 0 0 0 8 18 20
pharaonis

Tabel 2. Jumlah semut pada metode trailing


Jumah semut yang
Nama datang pada menit ke-
Spesies semut Rata-rata
mahasiswa
1 2 3 4 5
Muhammad
Tapinoma sessile 32 35 27 35 33 32,4
Hadi
Nanda Qurrotul Dolichoderus
66 70 68 60 61 65
U thoracicus
Tapinoma sessile 54 68 76 83 55 67,2
Febry Liano AG
Monomorium
63 69 78 76 83 73,8
pharaonias
Camponous sp. 66 61 70 67 32 59,2
Yusi Ananda
Monomorium
34 48 30 44 36 38,4
pharaonis

Pembahasan
Hasil uji pengumpanan yang dilakukan oleh Muhammad Hadi ditemukan 1
trailing semut dengan spesies Tapinoma sessile.Pada pengamatan ini, semut yang
berhasil diumpan adalah semut jenis Tapinoma sessile.Sumber makanan yang
digunakan adalah roti, ayam goreng, air madu, coklat, dan gorengan. Pada
pengamatan, makanan yang paling banyak dihampiri semut adalah ayam goreng dan
coklat. Makanan yang paling sedikit dihampiri semut adalah roti. Hasil pengamatan
menunjukkan jumlah semut yang berjalan melewati garis imajinatif ke arah sumber
makanan selama lima menit sebanyak 225 ekor sehingga rataratanya adalah 29
ekor/menit. Pada menit ke-15, semut paling banyak ditemukan pada umpan ayam
goreng dengan jumlah 24 ekor. Pada menit ke-30, semut paling banyak menuju umpan
ayam goreng dengan jumlah 47 ekor. Sedangkan pada menit ke-45, semut paling
banyak ditemukan pada umpan madu dengan jumlah 65 ekor. Pengamatan didapatkan
bahwa makanan yang paling cepat dihampiri semut adalah air gula. Tetapi ketika
banyak semut yang menghampiri air madu, maka semut lain yang berdatangan lebih
memilih makanan yang lain. Hal ini disebabkan oleh kompetisi intraspesifik yang
disebabkan oleh spesies yang sama. Diamati juga pada air madu, bahwa semut lebih
lama menghabiskan waktu pada sumber makanan air madu dibandingkan makanan
lain. Aktivitas semut yang mencari makan secara berkelompok menyebabkan apabila
anggota koloni semut menemukan makanan maka akan berkomunikasi dengan
anggota lainnya dengan mengeluarkan feromon jejak (trail feromon), sehingga dari
beberapa menit semut akan ditemukan pada makanan tersebut. Semut akan mendatangi
sumber makan dalam waktu kira-kira 15 menit. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
semut akan mendekati sumber makan kira-kira 15 menit (Niata et al. 2013).
Hasil uji pengumpanan semut spesies Dolichoderus thoracicus menunjukkan
jumlah semut terbanyak datang pada umpan ikan goreng, kemudian diikuti oleh madu,
roti, coklat, dan gorengan. Koloni spesies Dolichoderus thoracicus yang diamati
adalah koloni yang melakukan trailing dengan jalur lurus sepanjang 5 meter dengan
arah bolak-balik dari sarang ke sumber makanan dan sebaliknya. Sarang semut tersebut
berada di belakang rumah. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah semut yang
berjalan melewati garis imajinatif ke arah sumber makanan selama lima menit
sebanyak 325 ekor sehingga rata-ratanya adalah 65 ekor/menit. Kedatangan semut
Dolichoderus thoracicus paling cepat menuju ke ikang goreng, yaitu pada menit ke-3.
Kemudian diikuti roti pada menit ke-4, coklat pada menit ke-5, madu pada menit ke-
6, dan gorengan pada menit ke-7. Pengamatan pada menit ke-15 menunjukkan semut
paling banyak datang ke umpan ikan goreng, begitu pula pada menit ke-30 dan 45.
Jumlah semut pada setiap umpan paling banyak ditemukan pada menit ke-15, kecuali
umpan madu, paling banyak dijumpai pada menit ke-45.
Hasil uji pengumpanan yang dilakukan oleh Febry Liano ditemukan 2 trailing
semut dengan spesies yang berbeda yaitu spesies Tapinoma sessile dan Monomorium
pharaonis (Linnaeus). Sarang semut tersebut berada di belakang rumah. Koloni spesies
Tapinoma sessile yang diamati adalah koloni yang melakukan trailing dengan jalur
lurus dengan arah bolak-balik dari sarang ke sumber makanan dan sebaliknya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada 5 umpan yang ada, didapatkan bahwa semut ini
paling cepat menuju umpan ayam goreng, madu, coklat, roti, dan gorengan. Hasil
pengamatan menunjukkan jumlah semut yang berjalan melewati garis imajinatif ke
arah sumber makanan selama lima menit sebanyak 336 ekor sehingga rata-ratanya
adalah 67 ekor/menit. Pada menit ke-15, semut paling banyak ditemukan pada umpan
ayam goreng dengan jumlah 76 ekor. Pada menit ke 30, semut paling banyak menuju
umpan ayam goreng dengan jumlah 81 ekor. Sedangkan pada menit ke-45, semut
paling banyak ditemukan pada umpan madu dengan jumlah 111 ekor. Tapinoma
sessile tertarik pada kelembaban. Dalam lingkungan yang panas seringkali sarang
ditemukan di tanaman dan bahkan di tutupan toilet. Tapinoma sessile memiliki
berbagai habitat dari padang rumput ke hutan hujan dataran rendah, bersarang di dalam
tanah atau kayu busuk dan sebagai pemburu tapi cenderung homoptera (Apriyanto et
al. 2015).
Koloni spesies Monomorium pharaonis yang diamati adalah koloni yang
melakukan trailing dengan jalur lurus dengan arah bolak-balik dari sarang ke sumber
makanan dan sebaliknya. Berdasarkan hasil pengamatan pada 5 umpan yang ada,
didapatkan bahwa semut ini paling cepat menuju umpan madu, ayam goreng, coklat,
roti, dan gorengan. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah semut yang berjalan
melewati garis imajinatif ke arah sumber makanan selama lima menit sebanyak 369
ekor sehingga rata-ratanya adalah 123 ekor/menit. Pada menit ke-15, semut paling
banyak ditemukan pada umpan madu dengan jumlah 72 ekor. Pada menit ke-30, semut
paling banyak menuju umpan madu dengan jumlah 83 ekor. Sedangkan pada menit
ke-45, semut paling banyak ditemukan pada umpan madu dengan jumlah 96 ekor.
Jalan atau alur semut yang baik sering kali dikaitkan dengan sistem pemanas rumah,
tertarik pada makanan yang tinggi protein di dalam rumah, seperti dari daging, lemak,
darah, serangga mati dan lainlain (Haneda dan Larasati 2021).
Hasil uji pengumpanan yang dilakukan oleh Yusi ananda ditemukan 2 trailing
semut dengan spesies yang berbeda yaitu spesies Camponotus sp. (carpenter Ants)
dan Monomorium pharaonis (Linnaeus). Camponotus sp. lebih dikenal dengan semut
tukang kayu yang berasal dari sub famili formicinae, sedangkan M. pharaonis
(Linnaeus) umumnya dikenal sebagai semut Firaun berasal dari sub famili
myrmicinae. Pada kedua spesies semut, perilaku trailing mengarah bolak-balik dari
sarang ke makanan. Semut Camponotus sp. memiliki trailing terpanjang dengan
sarang berada di atas plafon lantai 2 dan sumber makanan berupa bangkai serangga.
Untuk Sarang semut Monomorium pharaonis berada di bawah tangga dengan sumber
makanan juga berupa bangkai serangga. Perhitungan jumlah semut tukang kayu
(Camponotus sp.) yang melewati titik imajinasi selama 5 menit berjumlah 296 ekor
dengan rata-rata 59 ekor/menit. Sedangkan untuk semut firaun (Monomorium
pharaonis) untuk jumlah semut yang melewati titik imajinatif selama 5 menit
sebanyak 192 ekor dengan rata-rata 38 ekor/menit.
Untuk semut tukang kayu pengumpanan dilakukan mulai pukul 10:39 pada
hari Sabtu, 13 November 2021. Untuk preferensi makan, berdasarkan tabel 1 semut
tukang kayu (Camponotus sp.) lebih menyukai air madu, ayam goreng, kemudian
umpan cokelat dan paling tidak tertarik dengan roti tawar dan gorengan. Dapat dilihat
di tabel, pada waktu pengamatan 15 menit, 30 menit, dan 45 menit berturut-turut
jumlah semut yang datang 12, 18, dan 9 ekor semut. Camponotus sp. pertama kali
datang pada umpan ayam/ikan goreng pada menit ke 6 peletakan umpan, disusul pada
menit ke 10 pada umpan air gula/madu. Setelah itu pada menit ke 25 semut datang ke
umpan coklat. Sedangkan untuk semut Firaun awal pengumpanan dilakukan pada hari
Rabu, 17 November 2021 pukul 15.02 dan berdasarkan tabel pengamatan
Monomorium pharaonis lebih tertarik pada ikan goreng, terlihat pada waktu
pengamatan 15 menit, 30 menit, dan 45 menit berturut-turut didapati jumlah semut
yang datang 20, 21, dan 11 ekor semut. Terjadi penurunan jumlah semut yang datang
dikarenakan adanya gangguan suara bising dari lingkungan sekitar. Semut
Monomorium pharaonis pertama kali datang ke umpan ikan goreng dimenit ke 7 awal
pengumpanan. Kemudian disusul dengan datangnya semut pada umpan air madu dan
cokelat pada menit ke 10 dan menit ke 11 serta pada menit ke 15 pada umpan roti
tawar. M. pharaonis kurang tertarik pada gorengan terbukti dengan tidak adanya
seekor semut pun yang datang sampai waktu pengamatan berakhir.
Kemampuan serangga sosial seperti semut dalam mengkoordinasikan perilaku
individu untuk tugas-tugas tingkat koloni merupakan pusat dominasi ekologis mereka
di sebagian besar ekosistem terestrial. Komunikasi intrakoloni serangga sosial seperti
semut, dimediasi oleh semiokimia yang memainkan peran penting dalam mengatur
kegiatan kolektif, seperti pertahanan, reproduksi, mencari makan, dan relokasi sarang.
Peranan penting tersebut dimainkan oleh jejak feromon semut dan mengarahkannya
pada tugas tertentu secara efisien (Choe et al. 2012). Menurut Sugiarto (2019)
Dolichoderus thoracicus merupakan spesies semut yang banyak ditemukan, hal ini
dikarenakan penyebaran D. thoracicus yang sangat luas. Pengendapan feromon jejak
oleh semut mencerminkan keberhasilan mereka dalam menavigasi rute. Semut
menyimpan lebih banyak feromon pada rute di mana mereka membuat lebih banyak
kesalahan: rute bolakbalik dan pendek. Semut yang berjalan di jalur lurus tanpa
bifurkasi menyimpan feromon lebih sedikit daripada semut yang berjalan di rute yang
berulang (Choe et al. 2012). Dolichoderus thoracicus merupakan spesies semut yang
paling mendominasi di area permukiman. Preferensi semut permukiman terhadap
makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi kebersihan rumah, bahan
makanan yang sudah busuk atau berserakan, ketidakteraturan perabot rumah tangga,
penyimpanan makanan yang kurang baik (Apriyanto et al. 2015).
Setiap koloni semut membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan
energinya, semut akan aktif melakukan pengamatan di sekitarnya untuk menemukan
makanan (Astuti et al. 2014). Suatu koloni semut yang sedang mencari makanan,
biasanya salah satu anggota akan memberikan informasi tentang sumber makanan
pada anggota lainnya (Miravete et al. 2014). Keberadaan semut pada area pemukiman
dapat menyebabkan kerugian, diantaranya kontaminasi pada makanan, kontaminasi
pada peralatan steril, menggigit, menyengat, menimbulkan alergi, dan bahkan
menjadi vektor penyakit. Keberadaan semut pada berbagai tempat dipengaruhi oleh
habitat sekitar, suhu, dan kelembaban. Secara umum, kelimpahan semut mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat dari permukaan laut. Hal
tersebut disebabkan oleh keragaman tumbuhan dan hewan serta faktor fisik
lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan kondisi tanah (Apriyanto et al. 2015).

KESIMPULAN
Semut merupakan serangga sosial yang membentuk koloni-koloni, dengan
perilaku trailing untuk mendapatkan sumber makanan dan membawanya ke dalam
sarang. Semut akan mengeluarkan feromon jejak (trail feromon) yang dapat dikenali
oleh anggota semut lainnya. Hasil preferensi semut terhadap makanan yang berbasis
karbohidrat, gula, dan protein, dapat disimpulkan bahwa semut lebih menyukai
makanan yang mengandung karbohidrat, gula, dan protein.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto, Hadi UK, Soviana S. 2015. Keragaman jenis semut penggangu di
peermukiman Bogor. Jurnal Kajian Veteriner. 3(2): 213-223.
Astuti AF, Herwina H, Dahelmi. 2014. Jenis-jenis semut (Hymenoptera: Formicidae)
di bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang. J Bio
UA. 3(1): 34-38.
Choe DH, Villafuerte DB, Tsutsui ND. 2012. Trail pheromone of the argentine ant,
Linepithema humile (Mayr)(Hymenoptera: Formicidae). Plos One. 7(9):
e45016. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0045016.\
Haneda NF, Larasati AD. 2021. Keanekaragaman semut (Hymenoptera: Formicidae)
di beberapa tegakan di taman hutan raya Sultan Thaha Syaifuddin Jambi. Jurnal
Silvikultur Tropika. 12(01) : 30-35.
Hasriyanty, Rizali A, Buchori D. 2013. Keanekaragaman Semut dan Pola
Keberadaannya pada Daerah Urban. Jurnal Entomologi Indonesia, 12 (1): 39-
47.
Latumahina SF, Musyafa, Sumardi, dan Nugroho SP. 2013. Keragaman Semut Pada
Areal Pemukiman Dalam Hutan Lindung Sirimau Kota Ambon. Jurnal
Agroforestri. VIII(4): 261-268.
Miravete V, Pascual NR, Dunn RR, Go ́mez C. 2014. How many and which ant
species are being accidentally moved around the world. Biol. lett. 9(1): 1-5.
Niata P WA. Sri N. Partaya. 2013. Pengaruh Berbagai Jenis Umpan Semut terhadap
Kesintasan
Undur-undur. Jurnal Biosaintifika. 5(2): 138-143.
Riyanto, Arif S, dan Zainal A. 2020. Pola Perilaku Keberadaan Semut Famili
Formicidae pada Tepian Sungai Musi Gandus Kota Palembang Sumatera
Selatan. Jurnal Biologi Tropis. 20(1): 116-124.
Sugiarto A. 2019. Dolichoderus thoracicus nest on seasonal fruits in the society
plantations of Sirah Pulau Padang Sub-district. doi:10.31227/osf.io/9pmyq.
Yudiyanto, Qayim I, Munif A, Srtiadi D, Rizali A. 2014. Keanekaragaman dan
Struktur Komunitas Semut di Perkebunan Lada di Lampung. Jurnal
Entomologi Indonesia. 11(2): 65-71.
LAMPIRAN
Nama Mahasiswa Dokumentasi
Muhammad Hadi Pengumpanan
Tapinoma sessile
Trailing
Nanda Qurrotul Uyun Pengumpanan
Dolichoderus thoracicus

Trailing
Dolichoderus thoracicus

Febry Liano Angelian Gabiesta Semut 1


Tapinoma sessile
Semut 2
Monomorium pharaonis
Yusi Ananda Pengumpanan
Camponotus sp.
Pengumpanan
Monomorium pharaonis

Anda mungkin juga menyukai