Pembimbing:
Oleh:
BANDUNG 2021
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : PENANGANAN MASALAH PERSEPSI SALAH KLIEN
“W” TERHADAP KEMANFAATAN KETERAMPILAN DI
PANTI REHABILITASI SOSIAL BINA KARYA
CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT
Nama Mahasiswa : Anugrah Adyar Pratama
NRP : 18.04.259
Program : Program Studi Pekerjaan Sosial Program Sarjana Terapan
Pembimbing:
Mengetahui:
Ketua Program Studi Pekerjaan Sosial
Program Sarjana Terapan
Poltekesos Bandung,
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga praktikan dapat melaksanakan Praktikum Institusi dengan
lancar dan dapat menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul “Penanganan
Masalah Persepsi Salah Klien “W” di Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua
Kabupaten Bandung Barat”.
ii
Karya yang telah bersedia memberikan arahan dan masukan kepada praktikan
Praktikum Institusi.
6. Cek Nona, A.KS selaku pembimbing lapangan praktikan yang telah mendampingin
dan memberikan arahan selama praktikan berapa di PRSBK.
7. Pejabat Struktural, Pekerja Sosial, Instruktur Keterampilan, dan seluruh pegawai
PRSBK Cisarua yang tekah membantu pelaksanaan Praktikum Institusi.
8. Seluruh Warga Binaan Sosial PRSBK Cisarua yang telah menerima keberadaan
teman-teman mahasiswa dengan baik selama praktikum berlangsung.
9. Kedua orang tua dan adik-adik praktikan, yang telah memberikan dukungan dan
do’a kepada praktikan demi kelancaran praktikan dalam melaksanakan kegiatan
Praktikum Institusi.
10. Teman-Teman kelompok praktikum institusi, yang telah banyak berbagi ilmu dan
pengalaman serta dukungan kepada praktikan dalam melaksanakan kegiatan
Praktikum Institusi.
11. Seluruh pihak yang telah membantu dalam kegiatan praktikum ini yang tidak bisa
praktikan sebutkan satu persatu.
Semoga segala keikhlasan dari pihak-pihak yang telah memberikan dukungan,
motivasi dan bantuannya baik secara moril maupun materiil memperoleh balasan yang
setimpal dari Allah SWT
Praktikan menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna baik dari segi isi, materi maupun penyampaian. Maka dari itu praktikan
mengharapkan segala masukan, baik saran maupun kritik yang berguna untuk
menyempurnakan laporan ini di kemudian hari. Praktikan mengharapkan laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi praktikan sendiri
dalam aspek pengalaman praktik sebagai pekerja sosial profesional.
Bandung, Oktober 2021
Praktikan
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB III DESKRIPSI INSTITUSI DAN PENANGANAN KASUS ................... 30
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 78
v
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pelaksanaan Advice Giving and Counseling Individu pada Klien “W” di
PRSBK Cisarua Tahun 2021
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dan melakukan praktik intervensi kepada penerima layanan mulai dari tahap
pendekatan awal sampai dengan terminasi dan rujukan.
Praktikum institusi ini praktikan diberi kewenangan untuk memilih lokasi
praktikum masing-masing, dan akhirnya praktikan memilih untuk melaksanakan
praktikum institusi di Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya (PRSBK) Cisarua yang
dimulai sejak tanggal 23 Agustus sampai dengan 1 Oktober 2021. Poltekesos
memfasilitasi mahasiswa praktikan untuk mempraktikan ilmunya melalui penanganan
kasus yang dialami oleh warga binaan sosial yang berada di PRSBK Cisarua.
PRSBK Cisarua merupakan lembaga pelayanan sosial yang menyelenggarakan
pelayanan rehabilitasi sosial bagi gelandangan, pengemis, dan keluarga miskin yang
rawan menjadi gepeng. Pada tahun 2021 ini, warga binaan sosial di PRSBK yang
menerima pelayanan sosial tersebut berjumlah 14 KK dengan total 48 jiwa, sehingga
diketahui bahwa permasalahan yang ditangani oleh praktikan merupakan permasalahan
orang dewasa maupun keluarga.
Pengidentifikasian permasalahan klien melalui kegiatan asesmen yang
didukung dengan beragam tools assessment kiranya menjadit tahapan awal yang
mendasari proses pertolonga praktikan kepada klien. Pada fokus individu, kasus yang
ditangani praktikan jika ditinjau pada aspek kognitifnya diketahui bahwa klien
memiliki persepsi yang salah terhadap kemanfaatan keterampilan yang diberikan oleh
PRSBK Cisarua, hal tersebut karena dipengaruhi oleh kejadian masa lampau dan
pengaruh dari luar dirinya yang mempengaruhi pemikiran klien terhadap kegiatan yang
ada di PRSBK Cisarua.
1.2 Tujuan dan Manfaat Praktikum
Tujuan praktikum institusi terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
umum dalam pelaksanaan praktikum isntitusi ini adalah meningkatnya pengetahuan,
sikap, dan keterampilan praktikan dalam hal praktik pekerjaan sosial pada Lembaga
Kesejahteraan Sosial pada setting kemiskinan.
Terdapat berbagai manfaat yang diharapkan mampu diperoleh oleh praktikan. Manfaat
tersebut terbagi dalam beberapa bagian antara lain:
Sasaran dari kegiatan praktikum institusi pekerjaan sosial yang berfokus pada
individu dan keluarga di Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua adalah:
1. Klien atau warga binaan sosial yang sedang mendapatkan pelayanan sosial di
PRSBK Cisarua;
2. Significant others yang memiliki pengaruh terhadap klien dalam lingkungan panti
meliputi warga binaan sosial lainnya, pekerja sosial maupun pihak struktural panti,
dan instruktur keterampilan;
3. Institusi atau Lembaga Kesejahteraan Sosial milik pemerintah yang dalam hal ini
adalah Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
1.4 Waktu dan Lokasi Praktikum
5
Lokasi praktikum institusi sendiri dipilih berdasarkan hasil polling dan juga
penjajakan yang dilakukan mahasiswa dengan Laboratorium Pekerjaan Sosial
Poltekesos Bandung. Kemudian didapatkan lokasi praktikum adalah di Panti
Rehabilitasi Sosial Bina Karya (PRSBK) Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
Penulisan laporan praktikum institusi ini disusun dengan sistematika yang telah
ditentukan oleh pihak lembaga Poltekesos Bandung sesuai yang tercantum dalam buku
pedoman praktikum institusi masa pandemi covid-19 program studi pekerjaan sosial.
Sistematika penyusunan laporan praktikum institusi ini sebagai berikut:
LEMBAR COVER
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I: PENDAHULUAN
6
Dalam bab II mengenai kebijakan dan teori yang mendasari praktikum ini
berisi mengenai kebijakan berdasarkan setting yang dipilih oleh praktikan,
seperti kebijakan yang mengatur tentang kemiskinan, kebijakan
menanggulangi gelandangan dan pengemis. Dan juga mencakup tentang teori
yang mendasari penanganan klien, seperti teori tentang persepsi, teori
kemiskinan, teori gelandangan dan pengemis, dan teori praktik pekerjaan
sosial dengan gelandangan dan pengemis.
DAFTAR PUSTAKA
7
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II
Dalam bab II ini berisikan mengenai kebijakan berdasarkan setting yang dipilih
oleh praktikan dalam hal ini praktikan mengambil setting kemiskinan, dan teori yang
mendasari penanganan klien yang diatasi oleh praktikan.
2.1. Kebijakan
Menurut KBBI (2016) kebijakan merupakan suatu rangkaian konsep dan asas
menjadi suatu garis pelaksanaan dalam suatu pekerjaan, kepemimpinan, ataupun cara
bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya); pernyataan cita-cita,
tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran; garis haluan. Kebijakan harus selalu ada dalam kehidupan
bernegara. Praktik pekerjaan sosial juga tidak dapat terlepas dari kebijakan yang
menjadi dasar, maupun yang dibuat untuk pedoman berjalannya organisasi dalam
pelaksanaan. Hal tersebut merupakan salah satu yang membuat praktik pekerjaan sosial
dapat berjalan.
Pada praktikum institusi ini, praktikan mengambil setting kemiskinan sebagai
fokus pelaksanaan praktik. Berikut adalah beberapa kebijakan mengenai kemiskinan
yang menjadi salah satu pengetahuan dalam praktik pekerjaan sosial setting
kemiskinan.
2.1.1. Kebijakan Kemiskinan
2.1.1.1. Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum tertinggi dalam bidang
peraturan di Indonesia, dalam bidang kemiskinan pun diatur menurut Undang-Undang
dasar 1945 Pasal 34 berisi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara.” Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) berisi “Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Atas dasar kedua pasal
8
9
tersebut, kemudian masalah kemiskinan ini menjadi masalah yang harus dicegah dan
ditanggulangi oleh pemerintah
2.1.1.2. Undang-Undang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan disebutkan bahwa kemiskinana adalah kondisi sosial ekonomi
seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar
yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya
alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasaan,
dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik
Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin Pasal 1 ayat (1), Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali
tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata
pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang
layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2011 Pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa Penanganan fakir miskin adalah upaya
yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan
pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitas untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap
warga negara.
2.1.1.3. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 42 Tahun 2017 tentang
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di Daerah Provinsi Jawa Barat
Menurut Pergub nomor 42 tahun 2017 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan di Daerah Provinsi Jawa Barat Kemiskinan adalah suatu kondisi yang
menggambarkan Kepala Rumah Tangga Sasaran dan/atau Anggota Rumah Tangga
Sasaran yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup guna mempertahankan
kehidupan dan/atau mengembangkan fungsi sosialnya.
10
2.1.1.4. Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 32 Tahun 2018 Tentang Rencana
Aksi Daerah Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2019-2023
Menurut Perbup Bandung Barat Nomor 32 tahun 2018 Pasal 1 ayat (6)
Kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang atau sekelompok orang yang tidak
terpenuhi hak-hak dasarnya, yang antara lain mencakup kebutuhan pangan, tempat
tinggal, pendidikan, dan kesehatan, sehingga tidak mampu mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Pada pasal 6 ayat (3) dijelaskan profil kemiskinan Kabupaten Bandung Barat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat gambaran umum wilayah
Kabupaten Bandung Barat yang menjelaskan kondisi fisik yang terdiri atas kondisi
geografis dan wilayah administrative, potensi wilayah, dan permasalahan kemiskinan
daerah dan juga memuat hasil evaluasi dan hasil monitoring pencapaian target
pembangunan dan program penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan tahun
2016-2018.
2.1.2. Kebijakan Penanganan Gelandangan dan Pengemis
2.1.2.1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
pada Pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa Penyelengaraan Kesejahteraan Sosial adalah
upaya yang terarah terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan
dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
Dalam hal ini penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini juga termasuk
gelandangan dan pengemis sebagai bentuk tanggung jawab dan kewajiban pemerintah
dalam pemenuhan kebutuhan warga negaranya.
2.1.2.2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan
Gelandangan dan Pengemis
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan
Gelandangan dan Pengemis Pasal 2 Penanggulangan gelandangan dan pengemisan
11
yang meliputi usaha –usaha preventif, represif, dan rehabilitatif bertujuan agar tidak
terjadi pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh akibat
pergelandangan danpengemisan di masyarakat, dan memasyarakatkan kembali
gelandangan dan pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri,
serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk memiliki
kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang
layak sesuai dengan harkat martabat manusia.
2.1.2.3. Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Standar Teknis
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Di
Daerah Provinsi dan Di Daerah Kabupaten/Kota
Berdasarkan Permensos Nomor 9 Tahun 2018 pada Pasal 2 ayat (1) dijelaskan
bahwa Penerima Pelayanan Dasar pada SPM bidang sosial untuk setiap Jenis
Pelayanan Dasar merupakan warga negara Indonesia dengan ketentuan pada bagian d
yaitu Gelandangan dan Pengemis untuk Jenis Pelayanan Dasar Rehabilitasi Sosial
dasar tuna sosial khususnya Gelandangan dan Pengemis di dalam dan di luar Panti
Sosial.
2.1.3. Kebijakan Rehabilitasi Sosial
2.1.3.1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
Dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2009 ini juga mengatur mengenai
Rehabilitasi Sosial, seperti pada Pasal 1 ayat (8) Rehabilitasi Sosial adalah proses
refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Selanjutnya pada Bagian Kedua mengenai Rehabilitasi Sosial Pasal 7 ayat (1)
Rehabilitasi Sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan
seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar, dalam ayat (2) dijelaskan Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga,
masyarakat, maupun panti sosial. Pada ayat (3) menjelaskan bentuk rehabilitasi sosial
12
yang diberikan, Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
dalam bentuk:
a. Motivasi dan diagnosis psikososial;
b. Perawatan dan pengasuhan;
c. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
d. Bimbingan mental spiritual;
e. Bimbingan fisik;
f. Bimbingan sosial dan konseling;
g. Pelayanan aksesibilitas;
h. Bantuan dan asistensi sosial;
i. Bimbingan resosialisasi;
j. Bimbingan lanjut; dan/atau
k. Rujukan.
2.1.3.2. Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Standar
Nasional Rehabilitasi Sosial
Permensos Nomor 16 Tahun 2019 ini pada Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa
Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat. Pada ayat (2) menjelaskan Rehabilitasi Sosial Dasar adalah
upaya yang dilakukan untuk memulihkan fungsi sosial seseorang, pada ayat (3)
Rehabilitasi Sosial Lanjut adalah upaya untuk mengembangkan fungsi sosial
seseorang, dan pada ayat (4) Program Rehabilitasi Sosial yang selanjutnya disebut
Progres adalah program yang bersifat holistik, sistematik, dan terstandar guna
mengembangkan fungsi sosial yang meliputi kapabilitas sosial dan tanggung jawab
sosial untuk kluster anak, lanjut usia, penyandang disabilitas, tuna sosial, dan korban
perdagangan orang, serta korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif.
Pada Pasal 2 dijelaskan Rehabilitasi Sosial dimaksudkan untuk memulihkan,
mengembangkan kemampuan PPKS, keluarga, dan masyarakat yang mengalami
13
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Selanjutnya
pada Pasal 3 menjelaskan Standar Nasional Rehabilitasi Sosial bertujuan:
a. Memberikan pedoman dalam pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Dasar dan
Rehabilitasi Sosial Lanjut;
b. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Rehabilitasi
Sosial di daerah;
c. Sebagai dasar penyusunan laporan dan evaluasi penyelenggaraan urusan
pemerintahan bidang sosial khususnya Rehabilitasi Sosial bagi pemerintah daerah;
d. Memberikan perlindungan terhadap PPKS;
e. Meningkatkan kualitas pelaksanaan Rehabilitasi Sosial; dan
f. Memperluas jangkauan pelaksanaan Rehabilitasi Sosial.
Dalam Permensos Nomor 16 Tahun 2019 juga dijelaskan megenai Rehabilitasi
Sosial Dasar yang terdapat pada BAB II bahwa Rehabilitasi Sosial Dasar dilaksanakan
di dalam dan di luar Panti sosial dan menjadi tanggung jawab gubernur dan bupati/wali
kota. Pada pasal 11 dijelaskan Rehabilitasi Sosial Dasar Gelandangan dan Pengemis di
luar Panti Sosial dan dilakukan terhadap kepala keluarga, istri/suami, dan anaknya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dengan kriteria:
a. perseorangan atau kepala keluarga berusia 19 (sembilan belas) tahun sampai
dengan 60 (enam puluh) tahun;
b. tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya, tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak
terurus;
c. tidak memiliki tempat tinggal tetap; dan
d. masih ada perseorangan, keluarga, dan/atau masyarakat yang peduli.
Selanjutnya pada pasal 12 Pelayanan Rehabilitasi Sosial Dasar di luar panti
sosial dilakukan dalam bentuk Layanan Rehabiltiasi Sosial dalam keluarga dan
masyarakat dan dilakukan dengan:
a. memberikan dukungan pelayanan/pendampingan kepada Penyandang Disabilitas
Telantar, Anak Telantar, Lanjut Usia Telantar, serta Gelandangan dan Pengemis
dalam keluarga dan masyarakat; dan
14
Sedangkan untuk rincian tugas Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua-Bandung
Barat yaitu:
2. Self-perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal
dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.
2.2.1.3. Ciri-ciri Persepsi
Menurut Marliani (2010), ciri-ciri adanya persepsi adalah:
1. Proses pengorganisasian berbagai pengalaman;
2. Proses menghubung-hubungkan antara pengalaman masa lalu dengan yang baru;
3. Proses pemilihan informasi;
4. Proses teorisasi dan rasionalisasi;
5. Proses penafsiran atau pemaknaan pesan verbal dan non verbal;
6. Proses interaksi dan komunikasi berbagai pengalaman internal dan eksternal;
7. Melakukan penyimpulan atau keputusan, pengertian dan yang membentuk wujud
persepsi individu.
2.2.1.4. Proses Persepsi
Persepsi terjadi karena adanya objek atau stimulus yang merangsang untuk
ditangkap oleh panca indera, kemudia stimulus atau objek perhatian tadi dibawa ke
otak, dengan adanya stimulus kemudian otak membuat sebuah kesan atau jawaban
yang merupakan persepsi dari pengamatan panca indera (Widayatun,1999).
Menurut Sobur (2009) dalam proses persepsi terdapat 3 (tiga) komponen utama
yaitu:
1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar,
intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit;
2. Interpretasi atau penafsiran yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga
mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan
kecerdasan. Interpretasi bergantug pada kemampuan seseorang untuk mengadakan
pengkategorian informasi yang diterima, yaitu proses mereduksi informasi yang
komplek menjadi sederhana.
3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemaahkan dalam bentuk tingkah laku
sebagai reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah di serap yang
19
terdiri dari reaksi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan reaksi terbuka sebagai
tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi.
2.2.1.5. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Pieter, Janiwarti dan Saragih (2011), faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi adalah :
a. Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terhadap suatu objek atau peristiwa,
maka makin tinggi juga minatnya dalam mempersepsikan objek atau peristiwa.
b. Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu objek atau
peristiwa bagi diri seseorang, maka semakin peka dia terhadap objek-objek
persepsinya.
c. Kebiasaan, artinya semakin sering dirasakan orang objek atau peristiwa, maka
semakin terbiasa dalam membentuk persepsi.
d. Konstansi, artinya adanya kecendrungan seseorang untuk melihat objek atau
kejadian secara konstan sekalipun bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna dan
kecemerlangan.
Menurut Mar’at dalam Adrian (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi yaitu faktor pengalaman, pendidikan, cakrawala, dan pengetahuan terhadap
objek psikologis. Menurut Rahmat dalam Adrian (2010), persepsi juga ditentukan oleh
faktor personal dan struktural. Faktor-faktor personal antara lain pengalaman, proses
belajar, kebutuhan, motif dan pendidikan. Faktor-faktor struktural meliputi keadaan
sosial (pekerjaan), hukum yang berlaku, dan nilainilai dalam masyarakat.
Menurut Walgito (2004), Persepsi seseorang terhadap suatu objek dapat
dipengaruhi oleh pengetahuan, keyakinan, proses belajar, dan pengalaman.
2.2.2. Teori Kemiskinan
2.2.2.1. Pengertian Kemiskinan
Menurut Nurwati (2008) Kemiskinan merupakan masalah sosial yang terus ada
di kehidupan masyarakat. Masalah kemiskinan sangatlah lama, dan dalam waktu yang
panjang, sama seperti halnya dengan usia manusia itu sendiri, dan unsur pokok
permasalahanya adalah menyangkut berbagai macam bentuk atau karakter kehidupan
20
manusia. Dengan kata lain bahwa kemiskinan ini merupakan masalah kehidupan yang
sifatnya global atau mendunia, artinya masalah kemiskinan sudah menjadi perhatian
dunia, dan masalah tersebut ada di semua negara, walaupun dampak dari kemiskinan
sangatlah berbeda-beda.
Menurut Amarta sen (1987) dalam Haughton dan Shahidur (2012) kemiskinan
di kaitkan dengan kemampuan untuk menjalankan suatu fungsi dalam masyarakat.
Dengan demikian kemiskinan timbul apabila masyarakat tidak memiliki pendapatan,
dan tidak mendapatkan pendidikan yang memadai, serta kondisi kesehatan yang buruk.
Kemiskinan di anggap sebagai sebuah fenomena multidimensional
Menurut BPS (2016) kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi,
materi dan fisik untuk mencukupi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
di ukur dengan pengeluaran. Ukuran kemiskinan yaitu menggunakan Garis
kemiskinan. Yang terdiri dari garis kemiskinan makanan (GKM), dan garis kemiskinan
non makanan (GKNM). Garis kemiskinan makanan adalah nilai pengeluaran yang di
hasilkan dari nilai kebutuhan minimum makanan yang di hitung dalam 2.100 kkalori
perkapita per hari, sedangkan garis kemiskinan non makanan di hitung dari kebutuhan
minimum untuk sandang, pendidikan, dan kesehatan dan kebutuhan dasar lainya.
Menurut Haughton dan Shahidur (2012:3) kemiskinan selalu berhubungan
dengan ketimpangan, dan kerentanan karena orang yang tidak di anggap miskin bisa
saja sewaktu-waktu menjadi miskin jika mengalami permasalahan misalkan krisis
finansial, dan penurunan harga usaha pertanian. Kerentanan merupakan sebuah
dimensi pokok kesejahteraan karena hal tersebut mempengaruhi tingkah laku setiap
individu dalam hal investasi, pola produksi dan strategi yang sesuai serta persepsi
tentang situasi masing-masing.
Menurut teori Nurkse ( dalam Kuncoro 1997:107) Kemiskinan bertumpu pada
teori lingkaran setan kemiskinan, adanya ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal,
dan keterbelakangan Sumber daya manusia menyebabkan produktivitas rendah.
Rendahnya produktivitas akan mengakibatkan pendapatan ikut rendah, rendahnya
produktivitas mengakibatkan pendapatan yang di terima rendah, pendapatan yang
21
ekonomi, sehingga semakin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai
potensi lebih tinggi.
Sementara itu Soemardjan (dalam Sumodingrat 1999:81), mendeskripsikan
berbagai cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbeda-beda, dengan tetap
memperhatikan dua kategori tingkat kemiskinan, sebagai berikut:
Pertama, kemiskinan absolut adalah suatu kondisi dimana tingkat pendapatan
seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang,
papan, kesehatan dan pedidikan; Kedua, kemiskinan relatif adalah penghitungan
kemisikinan berdasarkan proporsi distribusi pendapatan dalam suatu daerah.
Kemiskinan jenis ini dikatakan relatif kerena berkaitan dengan distribusi pendapatan
antar lapisan sosial. Chamber (1983:109) mengemukakan lima karakteristik sebagai
ketidak beruntungan (disadventages) yang melingkupi orang miskin atau keluarga
miskin antara lain: (a) poverty, (b) physical weakness, (c) isolation, (d) powerlessness.
Moeljarto (1995:98) mengemukakan tentang Poverty Profile sebagaimana
berikut: Masalah kemiskinan bukan saja masalah welfare akan tetapi mengandung
enam buah alasan antara lain : (a) Masalah kemiskinan adalah masalah kerentanan. (b)
Kemiskinan berarti tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja karena hubungan
produksi dalam masyarakat tidak memberi peluang kepada mereka untuk berpartisipasi
dalam proses produksi. (c) Masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi, emosional
dan sosial dalam menghadapi elit desa dan para birokrat yang menentukan keputusan
menyangkut dirinya tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri,
sehingga membuatnya tidak berdaya. (d) Kemiskinan juga berarti menghabiskan
sebagian besar penghasilannya untuk konsumsi pangan dalam kualitas dan kuantitas
terbatas. (e) Tingginya rasio ketergantungan, karena jumlah keluarga yang besar. (f)
Adanya kemiskinan yang diwariskan secara terus menerus.
Selanjutnya Supriatna (1997:82) mengemukakan lima karakteristik penduduk
miskin, antara lain:
1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri.
24
tempat tinggal membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa di kota sehingga mereka
memilih menjadi gelandangan dan pengemis.
b. Malas Berusaha
Perilaku dan kebiasaan meminta-minta agar mendapatkan uang tanpa usaha,
payah cendrung membuat sebagian masyarakat menjadi malas dan ingin enaknya saja
tanpa berusaha terlebih dahulu.
c. Cacat Fisik
Adanya keterbatasan kemampuan fisik dapat juga mendorong seseorang untuk
memilih seseorang menjadi gelandangan dan pengemis dibidang kerja. Sulitnya
lapangan kerja dan kesempatan bagi penyandang cacat fisik untuk medapatkan
pekerjaan yang layak membuat mereka pasrah dan bertahan hidup dengan cara menjadi
gelandangan dan pengemis.
d. Tidak Adanya Lapangan Pekerjaan
Akibat sulit mencari kerja, apalagi yang tidak sekolah atau memiliki
keterbatasan kemampuan akademis akhirnya membuat langkah mereka seringkali
salah yaitu menjadikan minta-minta sebagai satu-satunya pekerjaan yang bisa
dilakukan.
e. Tradisi Turun Temurun
Menggelandangn dan mengemis merupakan sebuah tradisi yang sudah ada dari
zaman kerajaan dahulu bahkan berlangsung turun temurun kepada anak cucu.
f. Mengemis daripada menganggur
Akibat kondisi kehidupan yang serba sulit dan didukung oleh keadaan yang
sulit untuk mendapatkan pekerjaan membuat beberapa orang mempunyai mental dan
pemikiran dari pada menganggur maka lebih baik mengemis dan menggelandang.
g. Mahalnya harga kebutuhan pokok
Bagi sebagian orang, dalam menghadapi tingginya harga kebutuhan pokok dan
memenuhi kebutuhannya adalah dengan giat bekerja tanpa mengesampingkan harga
diri, namun ada sebagian yang lainnya lebih memutuskan untk mengemis karena
berfikir tidak ada cara lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup.
27
BAB III
Bab III laporan ini berisikan mengenai gambaran umum Panti Rehabilitasi
Sosial Bina Karya Cisarua, dan juga berisi mengenai proses penanganan kasus klien
yang diatasi oleh praktikan dengan berbagai tahapan pekerjaan sosial.
3.1.1.1. Nama
Unit Pelaksana Teknis Daerah Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya (UPTD
PRSBK) Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
3.1.1.2. Alamat
Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua beralamat di Jalan Kolonel
Masturi, Kampung Panagelan Nomor 1 Desa Jambudipa Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat 40551
Telp/Fax 02270744870
Website : PRSBK.dinsos.jabarprov.go.id
3.1.1.3. Sejarah Berdiri
Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya berdiri pada tahun 1984 dibawah
koordinasi Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Sosial Provinsi Jawa Barat, dengan
nama Lingkungan Pondok Sosial (LIPOSOS). Pada tahun 1991 berubah nama menjadi
Sasana Rehabilitasi Pengemis, Gelandangam, dan Orang Terlantar (SRPGOT) “Marga
Mulya”. Kemudia pada tahun 1995 menjadi Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Marga
Mulya” yang masih dibawah koordinasi Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi
Jawa Barat.
31
Struktur organisasi Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Bandung Barat
sebagai berikut
Kepala Panti
1) S2 4 Orang
2) S1 5 Orang
3) DIV 2 Orang
4) DIII/Sarjana Muda 1 Orang
5) SMA 6 Orang
6) SMP 2 Orang
Jumlah Warga Binaan Sosial pada angkatan II tahun 2021 di Panti Rehabilitasi
Sosial Bina Karya Cisarua sebanyak 48 jiwa dengan 14 kepala keluarga.
Dalam proses penerimaan ini Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua ini
dapat melalui 3 (tiga) cara yaitu:
mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri, dengan nilai atau norma yang
berlaku di masyarakat, maka dilaksanakan terminasi sebagai kegiatan pengakhiran
atau pemutusan secara resmi antara pihak Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua
dengan Warga Binaan Sosial (WBS).
3.1.3. Pendanaan
Dana APBD tersebut digunakan untuk proses penerimaan Warga Binaan Sosial
(WBS), bantuan stimulasi untuk WBS, transport penerimaan penyaluran WBS, biaya
peralatan inventaris bagi WBS, pengelolaan sarana dan prasarana PRSBK Cisarua,
uang saku untuk WBS dan (Instruktur bimbingan sosial. Keterampilan, pembimbing
rohani/keagamaan, pengajar/pembimbing anak WBS)
a. Manajemen Qolbu
Manajemen qolbu merupakan salah satu kegiatan dari bimbingan sosial yang
dilaksanakan sekali dalam seminggu yaitu pada hari selasa. Instruktur atau
pembimbing pada kegiatan manajemen qolbu berasal dari Daarut Tauhid, dan kegiatan
dalam manajemen qolbu ini pembelajaran mengenai akhlaq dalam islam.
b. Bimbingan Agama
Bimbingan agama ini berbeda dengan manajemen qolbu, dimana dalam
bimbingan agama ini kegiatan diutamakan kepada aqidah atau aturan-aturan islam.
Instruktur dalam kegiatan bimbingan agaman diisi oleh pihak KUA Bandung Barat,
dan dilaksanakan pada hari Jumat.
3.1.4.3. Bimbingan Motivasi
Bimbingan motivasi merupakan kegiatan pemberian dukungan atau motivasi
bagaimana seharusnya warga binaan sosial melanjutkan hidup kedepannya. Kegiatan
bimbingan motivasi ini diisi oleh instruktur yang berasal dari luar dan dilaksanakan
pada hari Senin.
38
Keterampilan olah pangan tidak jauh berbeda dengan keterampilan tata boga,
dimana dalam keterampilan olah pangan ini berfokus pada makanan tradisional.
Diharapkan bahwa setelah keluar dari panti, warga binaan sosial mampu untuk
berwirausaha membuka jualan hasil olahan pangan. Sejak di panti pun sudah diajarkan
untuk berwirausaha dengan menjualkan hasil olahan pangan warga binaan.
c) Keterampilan Menjahit
Keterampilan menjahit ini dilakukan di dalam ruangan kelas keterampilan dan
dibimbing langsung oleh instruktur keterampilan yang berpengalaman. Dalam
pelaksanaan kegiatan keterampilan, masing-masing warga binaan sosial diharuskan
menghasilkan pakaian setiap minggunya.
d) Keterampilan Mencukur
e) Keterampilan Pertanian
Keterampilan pertanian ini dilaksanakan pada hari Jumat dan Sabtu, dimana
keterampilan pertanian ini wajib diikuti oleh seluruh warga binaan sosial dan dipandu
oleh instruktur pertanian dengan memanfaatkan lahan yang berada di wilayah Panti.
Warga Binaan Sosial diberikan pelajaran dan pengetahuan mengenai cara menanam,
memilih bibit, hingga panen. Tanaman yang ditanama bervariatif dari sawi, pakcoy,
bayam, singkong, dan salada.
Hasil panen dari pertanian ini dikumpulkan untuk dibagikan kepada masing-
masing warga binaan sosial sesuai dengan hasil panen masing-masing.
3.1.5. Sarana dan Prasarana
40
Sarana dan prasarana yang terdapat di Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya
(PRSBK) Cisarua ini sebagai penunjang kegiatan terdiri dari tanah seluas 10.200 m2,
dan luas bangunan 1.824 m2.
Fasilitas yang tersedia di Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua terdiri
dari beberapa bangunan, barang, dan kendaraaan operasional yang terdiri dari:
Selain itu terdapat fasilitas lain yang diberikan seperti peralatan keterampilan
(mesin jahit, alat cukur, kompor, peralatan masak), peralatan wisma (Kasur, bantal,
selimut, peralatan makan, tikar, dll), jaringan listrik, telepon dan internet.
KETERANGAN
LAKI-LAKI MENINGGAL
X
PEREMPUAN CERAI/KONFLIK
KLIEN
W E
Selain itu juga klien “W” pada hari Sabtu dan Minggu selalu izin untuk keluar dan
ternyata klien “W” pergi mengamen kembali.
3.2.2.3. Faktor Penyebab Masalah
Dalam faktor penyebab masalah yang dialami klien “W” dikelompokkan
berdasarkan:
1. Faktor Internal
Faktor internal ini merupakan faktor yang bersumber dalam diri seseorang yang
didapatkan berdasarkan pengalaman pribadi. Dalam hal ini faktor internal penyebab
masalah yang dialami oleh klien “W” berkaitan dengan persepsi yang salah dari klien
“W” berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh klien “W”,
diantaranya faktor internal penyebab masalah adalah:
a. Klien “W” merasa bahwa dengan keterampilan menjahit tidak akan cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, karena menjahit ini berbeda dengan
berjualan makanan yang terus ada setiap harinya;
b. Klien “W” menganggap tidak adanya penyaluran dari keterampilan menjahit
sehingga merasa pesimis untuk meneruskan usaha menjahit kedepannya;
c. Klien “W” beberapa kali kembali ke jalan untuk mendapatkan penghasilan
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah segala faktor yang mempengaruhi dan datangnya dari
luar diri pribadi, seperti keluarga, teman, dan lingkungannya. Untuk kasus klien “W”
ini faktor eksternal berasal dari teman sesama pengamen dan temannya pernah masuk
BRSEGP bersama klien “W” dan juga masuk PRSBK namun tetap kembali ke jalanan
ketimbang untuk memanfaatkan keterampilan yang didapat, sehingga membuat klien
“W” semakin beranggapan bahwa keterampilan yang diberikan tidak benar-benar
bermanfaat.
3.2.2.4. Dampak Masalah
Dampak yang akan timbul apabila masalah terkait persepsi salah klien “W”
terkait dengan kemanfaatan keterampilan yang diberikan oleh Panti Rehabilitasi Sosial
Bina Karya Cisarua adalah:
50
organisasi manusia saling berinteraksi dan perubahan satu fungsi area akan merubah
fungsi area lainnya. Dalam model pendekatan biopsikososial yang dalam
perkembangannya dijadikan sebagai alat asesmen dengan menambah satu aspek yaitu
spiritual (Napsiyah dan Fuadi, 2011). Dimensi keberfungsian sosial klien “W” dapat
dilihat dari dimensi lain seperti keberfungsian biologis, psikologis, intelektual, spiritual
dan ekonomi.
3.2.2.6.1. Keberfungsian Biologis/Fisik
Klien “W” memiliki tubuh yang terbilang cukup kecil dengan berat badan 37
kg dan tinggi 150 cm, kulit sawo matang dan penampilan yang seadanya. Klien “W”
ketika melakukan aktivitas kegiatan di PRSBK Cisarua selalu menggunakan kerudung
dan tertutup, namun ketika sudah selesai dan berada di wismanya klien “W” membuka
kerudung dengan mengenakan baju dan celana pendek.
Klien “W” memiliki mata yang sayu karena kebiasaan bergadangnya tersebut
juga klien “W” beberapa kali mengeluhkan pusing kepala. Secara fisik klien “W” tidak
memiliki bekas luka ataupun yang dapat mengganggu klien “W” beraktivitas, namun
kebiasaan klien “W” merokok lambat laun menyebabkan klien “W” merasakan sesak
nafas yang sudah mulai terasa.
Berdasarkan hasil asesmen keberfungsian fisik, klien “W” tidak memiliki
riwayat penyakit yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari di Panti Rehabilitasi
Sosial Bina Karya Cisarua.
3.2.2.6.2. Keberfungsian Intelektual
Klien “W” merupakan orang yang mau mencoba hal-hal yang baru, seperti
halnya ketika dalam keterampilan menjahit, klien “W” ditargetkan harus bisa membuat
baju untuk anak-anak, dan klien “W” terlihat rajin diantara warga binaan lainnya di
keterampilan menjahit. Klien “W” pun menurut instruktur menjahit, merupakan yang
paling cepat paham dan selesai ketika diberikan tugas keterampilan. Walaupun
pendidikan klien “W” tidak tamat SD, namun klien “W” sering membantu anaknya
dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru PAUD.
52
segalanya. Klien “W” menganut agama Islam. Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya
Cisarua lebih menekankan pendekatan spiritual untuk melaksanakan rehabilitasi sosial
kepada warga binaan sosialnya. Banyak kegiatan seperti maghrib mengaji yang
diadakan setiap hari, dan manajemen qolbu yang diadakan setiap selasa, namun
kenyataannya klien “W” selama sebulan pertemuan hanya mengikutinya sebanyak 1
kali pertemuan selama pelaksanaan praktikum.
Selaras juga dengan kegiatan keagamaan lainnya dan shalat wajib, klien “W”
memilih untuk diam di wisma daripada harus berangkat ke masjid dengan alasan
memiliki anak bayi sehingga repot harus mengikuti shalat ke masjid. Menurut
pengakuan klien “W” memang dirinya jarang melaksanakan ibadah shalat karena
merasa malas melaksanakannya. Dari beberapa pertanyaan yang diajukan oleh
praktikan, klien “W” tidak begitu yakin bahwa Tuhannya itu dapat membantu dia, klien
lebih berpikir hidup sekarang tanpa memikirkan kedepannya seperti apa dan
konsekuensinya bagaimana kelak.
Dapat disimpulkan bahwa, keberfungsian spiritual klien “W” tidak seutuhnya
berjalan dengan mestinya, hal ini dapat berdampak pada dirinya saat ini maupun
kedepannya kelak. Dan juga pendekatan yang dicanangkan oleh PRSBK yakni
pendekatan spiritual belum berjalan dengan semestinya.
3.2.2.6.5. Keberfungsian Ekonomi
Klien “W” ini dapat mengatur keuangan dengan baik karena selain uang saku
yang diberikan oleh pihak Panti juga, klien dan keluarganya mendapatkan penghasilan
lain dari menjual nasi kering sisa makan untuk dijual kepada penduduk sekitar
lingkungan panti sebagai makanan hewan ternak, selain itu juga uang tambahannya
berasal dari menjual hasil pertaniannya. Klien beberapa kali mengeluhkan uangnya
habis sedangkan klien butuh untuk membelikan pampers dan susu untuk anaknya yang
masih bayi. Klien pun mencari cara lain selain yaitu dengan mengamen pada hari Sabtu
dan Minggu, walaupun hal tersebut salah namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari anaknya klien rela melakukan hal tersebut karena uang saku yang diberikan tidak
mencukupi.
54
2. Keluarga klien, suami dan anak-anak klien merupakan orang terdekat yang ada
pada klien, dan dapat memberikan pengaruh dan mendukung dalam penanganan
masalah yang disusun praktikan ini;
3. Pekerja sosial, sebagai sistem sumber dan sistem pelaksana yang dapat diakses
praktikan dan klien dan memberikan pelayanan pada klien.
3.2.3.3. Pelaksana Intervensi
Pelaksana intervensi pada fokus penanganan masalah merubah persepsi klien
“W” ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Sistem Klien
Sistem klien adalah orang yang telah melakukan kontak dan kontrak dengan
praktikan untuk mengikuti proses perubahan perilaku. Yang menjadi sistem klien
dalam rencana intervensi ini adalah klien”W”.
2. Sistem Sasaran
Sistem sasaran merupakan orang yang mendapatkan manfaat dari dilakukannya
pengubahan perilaku terhadap sistem klien dalam relasi pertolongan. Dalam hal ini
yang menjai sistem sasaran adalah klien “W” dan keluarga klien.
3. Sistem Kegiatan
Sistem kegiatan merupakan orang-orang yag memiliki kewenangan dan
kekuatan untuk mempengaruhi sasaran perubahan. Sistem kegiatan klien “W” yaitu
suami, anak-anaknya, instruktur menjahi, dan teman keterampilan menjahit. Fungsi
dari sistem kegiatan adalah sebagai pendukung dalam pelaksanaan intervensi yang
dilakukan kepada klien “W”.
4. Sistem Pelaksana Perubahan
Sistem pelaksana perubahan bagi klien “W” adalah praktikan, pekerja sosial,
dan instruktur menjahit untuk memperbaiki dan melaksanakan penanganan masalah.
3.2.3.4. Metode dan Teknik
Metode dan teknik yang digunakan oleh praktikan pada pelaksanaan intervensi
klien “W” adalah sebagai berikut:
1. Social Case Work
59
Metode social case work adalah metode praktik pekerjaan sosial untuk
membatu individu agar dapat memecahkan masalah yang klien hadapi di kehidupan
sosialnya serta mengembangkan potensi yang ada pada diri klien semaksimal mungkin
untuk mendukung upaya perubahan dalam hal yang berkaitan dengan perubahan
persepsi klien. Teknik yang digunakan oleh praktikan dalam metode case work ini
adalah:
a. Small Talk
Teknik ini digunakan praktikan ketika melakukan pendekatan awal dengan
klien “W”. Tujuan utama dari teknik ini adalah terciptanya suasana yang memberikan
kemudahan dan kenyamanan bagi klien serta praktikan dalam membangun relasi sosial
untuk melanjutkan proses penanganan masalah.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh praktikan dalam teknik small talk ini
adalah sebagai berikut:
1) Mengucapkan salam pada klien saat pertemuan awal;
2) Menanyakan kabar klien dan memastikan klien sedang dalam kondisi yang sehat
dengan memvalidasi secara lisan maupun observasi;
3) Menanyakan apakah klien sibuk atau tidak, agar klien tidak merasa terganggu pada
saat melakukan wawancara;
4) Menanyakan tentang aktivitas klien pada hari tersebut;
5) Setelah suasana terasa nyaman, praktikan menjelaskan maksud dan tujuan yang
akan dilaksanakan dan yang ingin dicapai.
Teknik ini juga dilakukan terhadap pihak-pihak terkait ketika melakukan
kontak awal. Dengan maksud agar praktikan dapat membangun relasi dan komunikasi
yang baik guna kepentingan klien. Penggunaan teknik ini pun digunakan setiap tahapan
penanagan masalah dari mulai intake dan engagement sampai dengan terminasi. Agar
selalu tercipta suasana yang mendukung proses perubahan.
b. Advice Giving and Counseling
Teknik advice giving and counseling digunakan praktikan untuk memberikan
pendapat dan saran yang didasarkan pada pengalaman pribadi praktikan atau hasil
60
pengamatan yang dilakukan praktikan dalam upaya meningkatkan suatau gagasan yang
didasarkan pada pendapat atau gambaran dari pengetahuan professional.
Langkah-langkah praktikan dalam melakukan teknik advice giving and
counseling ini adalah:
1) Praktikan meminta klien untuk memungkapkan permasalahan yang mengganggu;
2) Praktikan mengarahkan klien untuk memahami permasalahannya dengan mencari
tahu sebab terjadinya masalah;
3) Memberikan kesempatan pada klien untuk menyampaikan solusi pemecahan
masalahnya;
4) Membantu klien mengarahkan dalam mengaitkan permasaalahan yang ada dengan
solusi yang diusulkan oleh klien;
5) Memberikan penguatan pada klien agar solusi yang telah diusulkan ini dapat benar-
benar diterapkan oleh klien.
c. Support
Teknik support dilakukan untuk memberikan dukungan kepada klien agar mau
terlibat dalam setiap kegiatan yang ada di Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua
ini seperti kegiatan keagamaan dan juga kegiatan tambahan yang diadakan oleh pihak
panti. Yang paling utama juga praktikan memotivasi klien untuk mau rajin dan tekun
dalam mengikuti kelas keterampilan. Hal ini dimaksudkan agar klien merasa yakin
bahwa dengan keterampilan menjahit ini, klien dapat hidup lebih baik kedepannya dan
memiliki semangat perubahan dalam pemecahan masalah.
Langkah-langkah yang dilakukan praktikan dalam penggunaan teknik support
ini adalah:
1) Melakukan monitoring terhadap kegiatan atau perilaku klien pada saat melakukan
aktivitas kegiatan di PRSBK Cisarua;
2) Menyimak respon klien ketika mengungkapkan kegiatan yang telah dilakukan;
3) Praktikan memberikan dukungan dan pujian apabila klien sudah menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh instruktur, karena itu menunjukan upaya perubahan
perilaku dari klien agar klien tetap konsisten menjalankan perubahan tersebut.
61
d. Ventilation
Teknik ini digunakan oleh praktikan untuk membawa ke permukaan perasaan-
perasaan dan sikap yang diperlukan, sehingga perasaan dan sikap tersebut dapat
mengurangi masalah yang ada pada klien. Tujuan ventilation ini adalah untuk
menjernihkan emosi yang tertekan yang dapat menjadi penghalang bagi klien.
Langkah-langkah yang dilakukan praktikan dalam penggunaan teknik ini
adalah:
1) Menciptakan suasana nyaman agar klien dalam mengungkapkan perasaannya
menjadi tenang;
2) Meminta klien untuk mengutarakan perasaan terpendam terkait masa lalunya;
3) Memberikan dukungan setelah klien mengutarakan perasaannya, bahwa perasaan
tersebut menjadi penghambat klien dalam berkembang.
2. Social Group Work
Social group work adalah metode praktik pekerjaan sosial yang digunakan
melalui media kelompok sebagai sasaran utama adalah klien. Melalui kelompok klien
dapat bertukar pikiran dan pendapat serta pencarian solusi bersama untuk menambah
pemahaman serta pengetahuan terhadap konsep kewirausahaan yang mendukung
rencana masa depan klien “W”. Jenis kelompok yang digunakan praktikan adalah
Decisious Making and Problem Solving Group.
Decisious Making and Problem Solving Group merupakan jenis kelompok
yang melibatkan pihak pemberi layanan dalam hal ini Panti Rehabilitasi Sosial Bina
Karya dan penerima pelayanan sosial yaitu klien untuk bersama-sama terlibat dalam
kegiatan pertemuan kelompok untuk mencapai tujuan suatu rencana pengembangan
bagi klien. Kelompok diminta untuk mengungkapkan keinginan-keinginannya dengan
mengalokasikan sumber-sumber dana juga memutuskan bagaimana memperbaiki
pelaksanaan pelayanan bagi klien, memberikan masukan-masukan kepada lembaga
pemberi layanan untuk menunjang keberhasilan pelayanan klien.
Langkah-langkah yang dilakukan praktikan dalam penggunaan teknik ini
adalah:
62
1) Praktikan melakukan koordinasi dengan pekerja sosial, kepala panti, dan kepala
rehabilitasi sosial untuk diadakannya diskusi dengan klien di keterampilan
menjahit;
2) Praktikan bersama dengan pekerja sosial, kepala panti, dan kepala rehabilitasi
sosial melakukan kunjungan ke kelas keterampilan menjahit guna meninjau
pelaksanaan kegiatan keterampilan;
3) Kepala panti membuka sesi diskusi untuk mengetahui apa saja kebutuhan dan
keinginan dari warga binaan dalam keterampilan menjahit, praktikan memfokuskan
agar klien “W” lebih banyak mengutarakan keinginanya;
4) Setelah mengetahui kebutuhan dan keinginan klien, kepala panti memberikan
solusi pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing
klien, berdasarkan saran dari praktikan dan pekerja sosial.
3.2.3.5. Program Intervensi
Berdasarkan temuan permasalahan dan tujuan rencana intervensi yang telah
dibuat oleh praktikan, maka dibentuk suatu program Perubahan Persepsi Klien “W”
Terhadap Kemanfaatan Keterampilan yang Diberikan oleh Panti Rehabilitasi Sosial
Bina Karya (PRSBK) Cisarua. Program yang akan dilaksanakan ini melibatkan klien,
pekerja sosial, praktikan, instruktur menjahit, dan warga binaan sosial dalam
keterampilan menjahit agar tujuan program ini dapat tercapai.
Program yang akan dilaksanakan ini terdiri dari beragam kegiatan yang akan
dilaksanakan baik dalam setting individu maupun kelompok.
3.2.3.6. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dari program intervensi Perubahan Persepsi Klien “W”
Terhadap Kemanfaatan Keterampilan yang Diberikan oleh Panti Rehabilitasi Sosial
Bina Karya (PRSBK) Cisarua diuraikan sebagai berikut:
1. Klien “W” tahu manfaat bimbingan keterampilan yang diberikan oleh Panti
Rehabilitasi Sosial Bina Karya (PRSBK) Cisarua;
2. Klien “W” tidak membolos dalam kegiatan keterampilan menjahit;
63
lain untuk mendapatkan uang selain dari mengamen. Klien pun mengakui bahwa
perbuatannya salah dan berjanji tidak akan melakukannya lagi, klien beralasan bahwa
dirinya terhimpit untuk kebutuhan anaknya. Praktikan pun melakukan penguatan
kepada klien agar benar-benar memanfaatkan pelayanan yang ada di panti, karena tidak
ada yang sia-sia apabila dirinya serius menjalani.
Sedangkan pada sesi 2 pelaksanaan intervensi dengan konseling individu yang
dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2021, dimulai dengan me-review kembali apakah
klien sudah memiliki tujuan akan bagaimana ke depannya setelah pelayanan di Panti
selesai. Klien pun menjawab bahwa dirinya sudah mulai mencari-cari dan mengira-
ngira dimana tempat yang cocok untuk membuka usaha jahit dan cuanki dengan pasar
yang lumayan mendukung klien dan keluarga dalam berjualan. Selain itu juga, klien
menjelaskan akan bekerja kembali di konveksi karena memiliki relasi salah satu
temannya yang bekerja di tempat konveksi tersebut. Setelah klien menjelaskan tujuan
kedepannya praktikan, praktikan melakukan memberikan penguatan dan dukungan
menggunakan teknik support dan motivasi agar klien benar-benar melaksanakan
kegiatan dengan serius agar tujuan dan harapan klien dapat tercapai, dan hidup klien
lebih baik ke depannya.
Berdasarkan kegiatan advice giving and counseling yang dilakukan sebanyak 3
sesi tersebut, diperoleh kondisi sebelum dan sesudah kegiatan konseling sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Kondisi Klien W Sebelum-Sesudah Advice Giving and Counseling
1 2
Sebelum Sesudah
Klie “W” masih bingung Advice Giving and Klien “W” sudah mulai
akan masa depannya terbuka pikirannya akan
Counseling
setelah keluar dari panti, memanfaatkan yang
apakah akan kembali ke diberikan oleh PRSBK
Kalimantan sebagai Cisarua. Sudah memulai
petani sawit, atau kembali membuat tujuan akan
ke jalanan, klien enggan bagaimana kedepannya
untuk membuka usaha bersama suami.
66
dan kendala berupa waktu, tempat, dan perasaan klien yang bergantung pada suasana
hatinya yang dapat mempengaruhi pelaksanaan intervensi. Berikut merupakan evaluasi
selama proses kegiatan intervensi yang dilakukan oleh praktikan:
Tabel 3.4 Evaluasi Proses
No. Tahapan Pelayanan Isi Evaluasi
1. Engagement, Intake, Perkenalan praktikan dengan klien “W” terjadi saat
Contact, Contract praktikan melakukan observasi kelas keterampilan
menjahit, saat itu klien “W” sedang menjahit celana
anaknya yang robek sebari menggendong anaknya
yang masih bayi. Praktikan mulai menanyakan apakah
klien mengalami kendala karena sembari mengurus
anaknya, namun klien cenderung menjawab seadanya,
praktikan memulai percakapan mengenai lamanya
klien “W” di PRSBK Cisarua, dan juga hambatan
yang dialami sejauh ini. Klien merespon dengan
menjawab dan bercerita bahwa dirinya masuk pada
tanggal 10 Agustus 2021. Kemudian praktikan
meminta izin kepada klien “W” untuk mengunjugi
wismanya, klien pun setuju untuk didatangi oleh
praktikan pada malam hari. Praktikan pun
menawarkan penanganan masalah dan klien W
menerima dan dilanjutkan dengan penandatanganan
kontrak.
2. Pengumpulan data Tahapan asesmen dilakukan dengan lancar, klien W
dan asesmen sangat terbuka dan kooperatif kepada praktikan,
namun kendala yang dialami oleh praktikan yaitu
waktu dalam pelaksanaan asesmen ini banyak
dilaksanakan pada malam hari, karena klien ingin
dilakukan dirumahnya karena agar anaknya tidak
mengganggunya.
3. Rencana Intervensi Tahapan ini praktikan mengalami kendala
keterlambatan terkait pelaksanaan CC I karena
kesibukan pihak Panti, sehingga ketika pelaksanaanya
hanya dihadiri beberapa pegawai panti saja.
4. Intervensi Tahapan intervensi praktikan mengalami kendala,
selain karena keterlambatan pelaksanaan CC I yang
69
apabila mengalami
kendala
Klien enggan untuk Klien mulai memikirkan
membuka usaha atau rencana untuk membuka
bekerja sebagai penjahit, usaha jahit agar modal dan
karena penghasilan yang alat yang diberikan oleh
didapatkan dirasa kurang PRSBK dapat bermanfaat.
dan lebih memilih kembali Klien sudah membuat
ke jalanan. rencana akan tinggal
dimana sebagai tempat
yang strategis untuk
dirinya dan suami
membuka usaha. Klien
pun memiliki rencana lain
apabila tidak membuka
usaha yaitu dengan
bekerja di konveksi
bersama temannya.
Sumber: Hasil Intervensi Praktikan Tahun 2021
Berdasarkan isi tabel evaluasi hasil di atas dapat terlihat perubahan yang
dilakukan oleh klien walaupun hanya sedikit dan bertahap mengarah pada arah yang
positif sesuai dengan tujuan intervensi
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Praktikan institusi Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung
merupakan praktik pekerjaan sosial mikro berbasis institusi yang menugaskan
mahasiswa untuk memahami pelayanan yang diberikan oleh lembaga kesejahteraan
sosial. Tujuan dari praktikum institusi ini adalah untuk memperluan pengetahuan
praktikan secara empiris di lapangan, selain itu juga untuk membantu memecahkan
permasalahan berbasis institusi sesuai dengan setting yang dipilih, serta untuk
menambah pengalaman professional bagi mahasiswa praktikan.
Prakktikum Institusi ini menempatkan praktikan sebagai pelaksana kegiatan
praktikum di Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Bandung Barat. kegiatan
praktikum yang diselenggarakan ini berjalan dengan baik dan lancar, hal tersebut
dicapai berkat kerjasama antara praktikan dengan pihak yang ada di Panti Rehabilitasi
Sosial Bina Karya.
Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Kabupaten Bandung Barat
merupakan salah satu lembaga kesejahteraan sosial milik Dinas Sosial Provinsi Jawa
Barat yang melayani pada setting kemiskinan dan fokus permasalahan yaitu
73
gelandangan dan pengemis. Pelayanan yang diberikan kepada Warga Binaan Sosial
berupa pemberian fasilitas wisma, makan tiga kali sehari, bimbingan sosial, bimbingan
motivasi, bimbingan spiritual, bimbingan vokasional (menjahit, mencukur, tata boga,
dan olahan pangan), bimbingan fisik, dan bimbingan kewirausahaan bagi gelandangan,
pengemis, dan orang telantar. Pelayanan yang diberikan untuk angkatan II tahun 2021
ini selama tiga bulan terhitung sejak Agustus hingga November 2021.
Kegiatan praktikum ini dilakukan oleh 10 orang mahasiswa semester VII
Poltekesos Bandung, yang terbagi dalam dua kelompok. Praktikan mendapatkan dua
kasus untuk ditangani. Penentuan kasus dan klien tersebut hasil kerjasama dengan
pembimbing lapangan. Praktikan telah melakukan proses pertolongan terhadap klien
dimulai dengan tahap engagement, intake, asesmen, rencana intervensi, pelaksanaan
intervensi, evaluasi, serta terminasi dan rujuan.
Pernasalahan yang dialami oleh klien W adalah persepsi yang salah dalam diri
klien terhadap kemanfaatan keterampilan yang diberikan oleh pihak panti. Rencana
intervensi yang dilakukan oleh praktikan adalah penanganan perubahan persepsi dari
klien W terhadap kemanfaatan keterampilan menjahit yang memiliki tujuan agar klien
dapat benar-benar memanfaatkan hasil dari keterampilan menjahit tersebut, untuk
memperbaiki kehidupan klien baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya
kedepannya.
Teknik yang digunakan dalam metode social case work dalam melakukan
intervensi ini adalah small talk, ventilation, advice giving and counseling, support, dan
reassurance/motivasi. Sedangkan praktikan juga menggunakan metode social group
work sebagai pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dengan istilah sharing
session atau penampungan aspirasi dari diri klien.
Pada kegiatan intervensi berjalan dengan baik walaupun praktikan menemukan
hambatan, selain karena waktu yang terbatas namun juga ketika akan melaksanakan
intervensi pada hari libur, klien kedapatan pergi untuk mengamen, karena hal tersebut
maka proses pelaksanaan intervensi sedikit terhambat. Namun praktikan berhasil
menyelesaikan seluruh kegiatan intervensi sesuai dengan jadwal yang dibuat dan
74
direncanakan dalam case conference I. Klien W mulai aktif dan rajin dalam
melaksanakan kegiatan keterampilan menjahit, bahkan klien W dapat menyelesaikan
tugas membuat baju seragam hanya dalam kurun waktu dua hari. Klien W sudah mulai
merencanakan masa depannya dengan membuka usaha menjahit di kontrakannya
kelak.
4.2 Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka praktikan dapat memberikan saran,
masukan dan rekomendasi untuk berbagai pihak yang bersangkutan dalam kegaitan
praktikum institusi. Rekomendasi yang praktikan ajukan adalah sebagai berikut:
4.2.1 Rekomendasi untuk Pekerja Sosial
1. Pekerja sosial untuk lebih aktif dan sering dalam melakukan pendekatan terhadap
warga binaan sosial untuk mengetahui permasalahan dan perkembangan
permaslahan klien agar lebih awal diatasi, dan untuk mengetahui penanganan yang
tepat bagi klien;
2. Kegiatan bimbingan sosial dapat dilakukan secara optimal sebagai wadah untuk
penanganan masalah warga binaan sosial;
3. Pembuatan agenda pelaksanaan terapi dan konseling bagi warga binaan sosial;
4. Tetap memperhatikan prinsip-prinsip pekerjaan sosial dalam pelaksanaan
pelayanan kepada warga binaan sosial.
4.2.2 Rekomendasi untuk Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya
1. Pengadaan program penyaluran kepada dunia kerja bagi warga binaan sosial untuk
menghindari kembali ke jalanan;
2. Membuat kegiatan agar menarik partisipasi bagi warga binaan sosial;
3. Membuat jadwal dan instruktur yang jelas sehingga tidak terjadi jam kosong pada
kegiatan di PRSBK Cisarua;
4. Lebih selektif dalam proses penerimaan calon warga binaan sosial, agar tidak
terjadi kesalahan program pemberian layanan.
5. Dalam penyaluran dan bimbingan lanjut, untuk melakukan monitoring
berkelanjutan setelah tiga bulan waktu penyaluran.
75
DAFTAR PUSTAKA
WAKTU
Pengenalan
5.
Institusi
Identifikasi
6. terhadap Calon
Klien
Melakukan
Kontrak
7.
Pelayanan
dengan Klien
Asesmen
terhadap
8.
Permasalahan
Klien
Membuat
Rencana
9. Intervensi dan
Persiapan Case
Conference I
Case Conference
10.
I
Mendiskusikan
dan Membuat
11. Kontrak
Intervensi
dengan Klien
12. Melaksanakan
Proses Intervensi
Evaluasi dan
13. Persiapan Case
Conference II
Pelaksanaan
14. Case Conference
II
TAHAP PENGAKHIRAN
Melaksanakan
15.
Proses Evaluasi
Melaksanakan
Proses Terminasi
16.
dan Rujukan
Melakukan
Pengakhiran
17.
Praktik dengan
Institusi
TAHAP PENYUSUNAN LAPORAN
Menyusun
Laporan Akhir
18.
Hasil Praktikum
Individu
Ujian Lisan
19.
Praktikum II
Perbaikan
Laporan dan
20. Penyerahan
Laporan
Praktikum
82
Lampiran 6 Informed Consert
83
84
85
INSTRUMEN WAWANCARA
1. Bagaimana letak geografis dan sejarah berdirinya UPTD Panti Rehabilitasi Sosial
Bina Karya Cisarua Bandung Barat?
2. Apa saja visi dan misi dari UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua
Bandung Barat?
3. Bagaimana struktur kepengerusan UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya
Cisarua Bandung Barat?
4. Bagaimana kondisi penerima manfaat di UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Bina
Karya Cisarua Bandung Barat?
5. Apa saja sarana dan prasarana UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya
Cisarua Bandung Barat?
6. Apa saja program yang dilakukan kepada penerima manfaat di UPTD Panti
Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Bandung Barat?
7. Bagaimana pelaksanaan program pada penerima manfaat di UPTD Panti
Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Bandung Barat?
8. Apa saja kegiatan dalam pemberian program kepada penerima manfaat di UPTD
Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Bandung Barat?
9. Apa saja pelayanan-pelayanan sosial yang diberikan kepada penerima manfaat di
UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Bandung Barat?
10. Berapa jumlah klien yang berada di UPTD Panti Rehabilitasi Sossial Bina Karya
Cisarua Bandung Barat?
11. Berapa jumlah pekerja sosial maupun staff yang bekerja di UPTD Panti
Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Bandung Barat?
12. Bagaimana sistem jaringan kerja ataupun kerja sama yang dilakukan pihak UPTD
Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Bandung Barat?
13. Bagaimana sistem pendanaan finansial UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Bina
Karya Cisarua Bandung Barat?
86
1. Nama klien :
2. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Agama :
6. Hobby :
7. Cita-cita :
9. Asal Daerah :
10. Suku :
11. Agama :
Ayah Ibu
1) Biologis
(4) Apa yang akan dilakukan keluarga klien jika klien sakit
2) Psikologis
(4) Alasan apa yang membuat klien mempunyai perasaan-perasaan tersebut saat ini
(5) Apakah klien sedang menghadapi berbagai masalah yang sedang atau akan
dihadapi
(8) Upaya klien dalam menghadapi berbagai masalah yang sedang atau akan
dihadapi?
(3) Apakah peristiwa/masalah yang terjadi selama tinggal di panti yang membuat
perasaan klien menjadi kacau
(3) Keterbukaan orang tua kepada orang tua lain tentang klien
3) Sosial
(5) Aktivitas apa yang biasa dilakukan klien sehari-hari jika sedang kumpul
keluarga
(6) Aktivitas apa yang biasa dilakukan klien sehari-hari jika sedang di rumah
(5) Jika terdapat masalah apakah klien bercerita dan mengungkapkan perasaan
kepada teman dekatnya
(3) Bagaimana hubungan dekat klien dengan peksos atau instruktur terdekat
(4) Menurut klien, bagaimana pendapat mengenai peksos atau instruktur yang
terdapat di panti
e. Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga teman, pekerja sosial, maupun
instruktur
94
4) Spiritual
(3) Apa klien menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran/aturan agama
(7) Apakah permasalahan klien menjadikan klien lebih dekat dengan tuhan atau
sebaliknya?
5) Ekonomi
(1) Apakah dengan perekonomian yang ada dapat memenuhi semua kebutuhan
klien atau anggota keluarga?
(2) Bagaimana sikap klien terhadap perekonomian yang ia rasakan saat ini?
(6) Kapan klien mulai bekerja sehingga bisa mendapatkan upah sebagai
perekonomian keluarga?
6) Politik
(3) Bagaimana lingkungan anda merespon saran atau pendpaat yang anda beri?
7) Sosial Budaya
(2) Bagaimana sikap klien dalam mejalani atau mematuhi nilai-nilai budayanya?
(6) Siapa yang mengajarkan klien untuk mematuhi nilai-nilai budaya atau norma
97
W: iya waalaikumussalam a
P : assalamualaikum bu
W :waalaikumussalam
104
Rincian Notulensi:
- Harus tahu bagaimana melihat karakter Warga Binaan Sosial disini baik
perilakunya pun harus diamati betul-betul.
Tanggapan dan masukan untuk klien seluruh praktikan
- Praktikan harus mampu mengajak Warga Binaan Sosial untuk berpikir
realistis dengan melihat kedepannya seperti apa;
- Harus mengetahui perspektif pekerjaan sosial di dalam lingkungan panti;
- Dalam menanganani masalah harus mengaitkan dengan sistem sumber
sebagai salah satu yang dapat menjadi penyaluran bagi warga binaan
sosial;
- Secara konseptual harus berinovasi dan berbeda-beda dari teknik asesmen
dan intervensi, karena penanganan masalahnya pun berbeda-beda;
- Harus dapat mencari significant other orang yang dapat berpengaruh bagi
klien dan dapat dijadikan sebagai sistem kegiatan dalam intervensi,
walaupun keluarga semakin berkurang bisa dialihkan kepada teman, relasi
klien, dan lain-lain.
- Cari keluaran buku terbaru sebagai referensi dalam tinjauan literatur.
- Tujuan dalam rencana intervensi ini digabung dan harapannya untuk
instruktur tata boga untuk diberikan kepada pihak Panti Rehabilitasi Sosial
Bina Karya sebagai bahan alih kepada profesi lainnya.
4. Penutupan
Kegiatan case conference I ditutup dengan pembacaan do’a yang disampaikan
oleh mahasiswa Abd Azis Nur, kemudia ditutup oleh moderator selaku pembawa acara.
Dilanjutkan dengan sesi foto bersama dengan supervisor, pekerja sosial PRSBK, dan
pejabat struktural serta mahasiswa praktikan.
111