Anda di halaman 1dari 7

BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil analisis univariat dan bivariat pada bab sebelumnya yaitu

tidak adanya hubungan antara cedera olahraga pada atlet terhadap kejadian depresi di

Rumah Sakit Olahraga Nasional dan menjelaskan tentang keterbatasan penelitian ini.

6. 1. Analisa Univariat

6.1.1. Distribusi frekuensi cedera olahraga

Hasil penelitian cedera olahraga yang dilakukan sebanyak 27 responden atlit, yang

mengalami cedera akut sebanyak 17 (63%) responden sedangkan atlit yang

mengalami cedera kronik sebanyak 10 (37%) responden. Hasil penelitian ini

sesuai dengan teori menurut Brukner & Khan’s tahun 2017, cedera akut mengacu

pada cedera yang terjadi selama satu peristiwa traumatis yang dapat diidentifikasi,

cedera muncul pada saat gaya yang diberikan pada jaringan menimbulkan tekanan

yang lebih besar dari yang bisa ditahan jaringan sedangkan cedera kronis timbul

dikarenakan penggunaan berlebihan pada suatu jaringan yang berlangsung terus

menerus dan mengalami kerusakan sedikit demi sedikit.

Hasil penelitian Ezzy pada 2018 menunjukan Cedera atlet sepak bola usia 13

tahun dalam kompetisi ASKAB PSSI Kabupaten Nganjuk tahun 2017 adalah 31

atlet mengalami cedera dengan prosentase 22,14% dan atlet yang tidak cedera

sebesar 109 dengan prosentase sebesar 77,86% artinya pada saat kompetisi

berlangsung banyak atlet yang mengalami cedera hal ini di karenakan trauma

langsung yang di alami atlet pada saat kompetisi.

37 Universitas Respati Indonesia


Menurut analisis peneliti cedera menjadi hal yang sulit di hindari oleh seorang

atlet, terlebih bagi atlet dengan cabang olehraga kontak fisik seperti beladiri, hoki

atau sepak bola, yang mengharuskan atlet secara sengaja memukul atau saling

bertabrakan dengan lawan atau benda mati dengan tenaga yang kuat. Aktifitas

fisik sudah menjadi rutinitas seorang atlet, pada saat seseorang memutuskan ingin

menjadi atlet, ia harus siap dengan jadwal latihan yang padat untuk meningkatan

performa atau kemampuan untuk mencapai suatu target prestasi tertentu, hal ini

membuat atlet diharuskan bekerja lebih keras dari orang biasanya, baik pada saat

latihan ataupun pada saat kompetisi. Gelar menjadi indikator keberhasilan atlet

dalam menggapai prestasi dan untuk mendapatkan gelar tersebut atlet

mengharuskan dirinya melakukan lebih dari kemampuanya baik pada saat latihan

ataupun kompetisi berlangsung, hal ini yang kadang membuat atlet mengabaikan

keselamatan dirinya khusunya agar tidak terjadi cedera, mereka lebih

mementingkan meraih gelar dari pada keselamatanya.

Indikator keberhasilan atlet berprestasi yaitu gelar, sudah menjadi indikator

keberhasilan atau prestasi untuk atlet semua umur, bahkan untuk atlet dalam

proes pembibitan, menurut peneliti hal ini menjadi salah kaprah karena atlet muda

masih butuh banyak waktu untuk berkembang untuk meningkatkan kemampuan

agar mendapatkan performa tertinggi pada saat atlet tersebut menjadi atlet

profesional. Atlet muda seharusnya dilihat peningkatan performanya dengan

melihat perkembangan kemampuan tanpa target gelar tertentu, pada saat gelar

menjadi indikator prestasi maka atlet akan sering mengalami cedera dan

mengabaikan cederanya, sehingga akan membuat atlet beresiko mendapatkan

cedera yang parah yang berpengaruh pada pengembangan kemampuan

selanjutnya.

38 Universitas Respati Indonesia


6.1.2. Distribusi frekuensi depresi

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 27 responden sebagian besar

responden yaitu 24 responden (88,9%) tidak mengalami depresi dan sebanyak 3

responden (11,1%) mengalami depresi dan dari hasil wawancara di dapatkan

bahwa responden mengatakan sering mengalami cedera sehingga cedera bukan

lagi masalah bagi responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori kognitif

penyebab depresi yaitu triase kognitif yang menjadi patokan untuk menilai diri

seseorang adalah dari gambaran dirinya, lingkunganya atau pengalaman hidupnya

dan masa depan mereka. Jika salah satu salah satu dari tiga ini bernilai negatif,

maka bisa menjadi indikator terjadinya depresi. Orang yang depresi memiliki cara

berfikir negatif dan salah, serta mereka tidak menyadarinya (postorino & portillo,

2009). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh postorino & portillo pada

2009, Penelitian yang di lakukan oleh smith, et al pada 2013 menerangkan bahwa

orang yang depresi ini percaya bahwa mereka tidak sanggup untuk mencegah

situasi negatif yang mereka alami dan mengubahnya, hal ini menyebabkan mereka

terus berada dalam lingkungan depresi yang lebih parah.

Menurut analisis peneliti atlet sering diharuskan mengabaikan cedera yang di

alami, bahkan banyak atlet yang tidak pernah sembuh dari cedera karena pada saat

cedera, seorang atlet seharusnya berada pada proses pengobatan dan recovery

dengan waktu istirahat dalam jangka waktu tertentu, sedangkan yang terjadi

adalah pada saat recovery itu belum selesai, atlet di haruskan berlatih kembali atau

mengikuti suatu kompetisi. Hal ini berlangsung terus menerus di mulai dari atlet

ingin menjadi atlet atau pembibitan, sehingga seorang atlet sudah menjadikan

39 Universitas Respati Indonesia


cedera hal yang biasa dan atlet sudah tidak lagi menjadikan cedera sebagai

masalah bagi dirinya. Koping yang sudah terbentuk dalam diri atlet yang

menganggap cedera bukan lagi menjadi masalah, hal ini yang membuat atlet tidak

mengalami gejala-gejala depresi.

Menurut peneliti proses pembentukan atau pembibitan atlet menjadi proses yang

sangat penting bagi seorang atlet meningkatkan kemampuan dan membuat

persepsi yang benar terhadap cedera, bukan berarti dengan atlet yang sudah bisa

mengendalikan emosionalnya terhadap cedera adalah hal yang baik, tetapi dengan

menganggap cedera itu adalah hal yang bukan lagi masalah akan membuat atlet

mengabaikan keamanan dirinya untuk menghindari cedera, sedangkan pada saat

atlet ingin berada di performa terbaiknya mereka harus memiliki fisik yang baik

dan terbebas dari cedera.

6. 2. Analisa Bivariat

6.2.1. Hubungan Cedera olahraga pada Atlet dengan Kejadian Depresi

Hasil analisis data cedera olahraga pada atlet dengan kejadian depresi di Rumah

Sakit Olahraga Nasional tahun 2019 dari 27 responden diperoleh hasil sebanyak

17 responden (63%) mengalami cedera akut dan sebanyak 10 responden (37%)

mengalami cedera kronis, dari responden yang mengalami cedera akut dan kronis

di dapatkan sebanyak 24 atlet (88,9%) tidak mengalami depresi dan sebanyak 3

responden (11,1%). Hasil uji statistik dengan Chi Square pada Fisher’s exact test

diperoleh ρ value (1,0) > α (0,05) dengan demikian menunjukkan bahwa Ha

ditolak artinya tidak terdapat hubungan antara cedera olahraga pada atlet terhadap

kejadian depresi di rumah sakit olahraga nasional (p = 1,0, α = 0,05). Hasil

wawancara dengan responden di dapatkan data bahwa responden mengatakan

40 Universitas Respati Indonesia


sudah sering mengalami cedera dan responden menganggap cedera adalah hal

yang biasa dialami oleh seorang atlet seperti responden. Responden juga

mengatakan bahwa selama ini terus berlatih atau bertanding walau sedang

mengalami keluhan atau nyeri di bagian tubuhnya, Hal ini terjadi terus menerus

sehingga menjadikan responden terbiasa dengan cedera yang di alami.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori kognitif penyebab depresi yaitu triase

kognitif yang menjadi patokan untuk menilai diri seseorang adalah dari gambaran

dirinya, lingkunganya atau pengalaman hidupnya dan masa depan mereka. Jika

salah satu salah satu dari tiga ini bernilai negatif, maka bisa menjadi indikator

terjadinya depresi. Orang yang depresi memiliki cara berfikir negatif dan salah,

serta mereka tidak menyadarinya (postorino & Portillo, 2009). Sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Postorino & portillo pada 2009, Penelitian yang di

lakukan oleh smith, et al pada 2013 menerangkan bahwa orang yang depresi ini

percaya bahwa mereka tidak sanggup untuk mencegah situasi negatif yang mereka

alami dan mengubahnya, hal ini menyebabkan mereka terus berada dalam

lingkungan depresi yang lebih parah.

Menurut analisis peneliti atlet memiliki lingkungan yang berbeda dengan orang

kebanyakan, mereka perlu usaha yang keras untuk selalu meningkatkan

kemampuanya agar dapat mendapatkan prestasi, hal ini membuat atlet rentan akan

cedera. Beberapa cabang olahraga mengharuskan atlet untuk memukul dengan

sengaja, bertabrakan dengan atlet lain atau benda mati dengan keras seperti

olahraga kontak contohnya tinju, sepakbola dan basket. Persepsi atlet melihat

cedera memiliki faktor penting apakah cedera menjadi masalah bagi atlet atau

tidak, pada saat atlet sudah terbiasa dengan cedera dan pada saat atlet belum

sembuh dari cedera di haruskan latihan kembali atau berkompetisi, selanjutnya hal
41 Universitas Respati Indonesia
ini berlangsung terus menerus yang di mulai dari proses pembentukan atlet atau

pembibitan maka atlet akan menganggap cedera bukan lagi masalah bagi dirinya,

hal ini yang terjadi pada atlet. Cedera yang sudah tidak lagi menjadi suatu masalah

bagi atlet akan membuat respon negatif tentang cedera itu hilang, maka atlet yang

mengalami cedera tidak mengalami depresi.

Atlet muda yang masih dalam proses pembibitan jika sudah memiliki persepsi

cedera itu bukan lagi masalah bagi dirinya dan mementingkan prestasi atau gelar,

akan membuat atlet mengabaikan resiko cedera serta keselamatanya. Atlet yang

mengabaikan cedera akan beresiko tinggi mengalami cedera berat yang akan

membuat atlet muda tidak bisa mendapatkan performa terbaiknya dan tidak bisa

berkembang bahkan akan mengakhiri perjalanan karir atlet muda sebelum menjadi

atlet profesional. Menurut peneliti masalah cedera dan persepsi atlet melihat

cedera menjadi salah satu faktor yang membuat dunia Olahraga di Indonesia

berprestasi pada usia muda dan menurun di usia profesional atau senior. Agar

mendapat prestasi terbaik, dunia olahraga harus sejalan dengan dunia medis agar

atlet dapat berkembang dan mendapatkan performa terbaiknya pada saat atlet

menjadi atlet profesional.

6. 3. Keterbatasan

Dalam penelitain ini terdapat beberapa keterbatasan yang membuat hasil dari

penelitian ini tidak menunjukan adanya hubungan antara cedera olahraga pada atlet

dengan kejadian depresi. Peneliti mengklasifikasikan cedera olahraga dengan cedera

olahraga akut dan kronis, hal ini tidak menggambarkan tingkatan keparahan cedera

yang dialami atlet, tingkat keparahan cedera yang di alami atlet yaitu menjadi salah

satu faktor utama apakah atlet tersebut akan bisa bertanding kembali atau tidak.

42 Universitas Respati Indonesia


Responden pada penelitian ini sebagian besar adalah atlet-atlet pembibitan yang

masih dibiayai oleh negara, orang tua atau beasiswa, hal ini yang mebuat responden

belum melihat atlet sebagai suatu pekerjaan untuk menjadi matapencaharian dan jika

pekerjaan ini hilang maka mereka akan kebingungan karena hilangnya sumber mata

pencaharian.

43 Universitas Respati Indonesia

Anda mungkin juga menyukai