PROPOSAL
Oleh:
SILVIRA NIS MAYDI
NPM 22201051138
1
2
ban bekas) sebagai bahan penambah aspal dan abu cangkang kelapa sawit sebagai
bahan pengisi (filler) tidak sepenuhnya memenuhi spesifikasi Bina Marga. Nilai
KAO+crumb rubber 40%, 60% dan 70% tidak efisien digunakan dan pada
penelitian tersebut memvariasikan juga KAO nya. Oleh karena itu, berdasarkan
penelitian sebelumnya penulis tertarik untuk memanfaatkan karet remah SIR20
sebagai bahan tambah aspal dan abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengisi
(filler) pada campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC) tanpa
memvariasikan KAO. Selain itu, menurut penelitian Rohadi, (2020) Karet remah
SIR20 efektif digunakan sebagai bahan tambah aspal pada nilai campuran Karet
remah SIR20 sebanyak 9% dari total aspal dan mendapatkan fungsi yang sama
dengan campuran aspal pen 60/70. Sehingga penulis mengambil nilai campuran
karet remah SIR20 yang sama dengan penelitian tersebut yaitu 9%. Selain hal di
atas, ditinjau dari segi ketersediaan abu cangkang kelapa sawit juga cukup banyak
di Provinsi Riau, mengingat Riau merupakan salah satu penghasil kelapa sawit
terbesar di Indonesia.
Karet remah SIR20 merupakan karet remah (Crumbe Rubber) yang
berasal dari koagulum (lateks yang sudah digumpalkan) atau hasil olahan seperti
lum, sit angin, getah keping sisa, yang diperoleh dari perkebunan karet rakyat
dengan asal bahan baku yang sama dengan koalugum. Dikarenakan Karet remah
SIR20 memiliki warna hitam pekat dan memiliki tekstur mendekati aspal, dengan
itu penulis berinisiatif menggunakan karet remah SIR20 sebagai bahan tambah
pada aspal.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas agribisnis di Indonesia yang
perkembangannya cukup pesat dan telah menjadi primadona dalam sektor
perkebunan. Sumber daya alam yang melimpah ini tersebar di berbagai wilayah
Indonesia terutama Sumatera dan Kalimantan. Provinsi Riau merupakan salah
satu daerah yang memiliki perkebunan terluas di Indonesia. Perkembangan
industri sawit yang terus meningkat akan berdampak pada limbah padat, cair
hingga serbuk yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah
ini adalah sisa produksi minyak sawit kasar, berupa tandan kosong, sabut,
cangkang sawit dan abu cangkang kelapa sawit. Abu cangkang kelapa sawit yang
terbuang belum dimanfaatkan dan masih menjadi limbah, sehingga penulis
3
3. Abu cangkang kelapa sawit berasal dari PKS Desa Petapahan Jaya
Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar tanpa melakukan pengujian
properties
4. Pengujian properties terhadap agregat kasar dan agregat halus yaitu analisa
saringan, berat jenis dan uji penyerapan serta keausan agregat kasar
5. Agregat kasar, agregat medium, agregat halus dan abu batu berasal dari PT.
Vira Jaya Riau Putra yang dipasok dari Pangkalan, Sumatera Barat.
6. Karet remah (Crumb Rubber) yang digunakan adalah Karet remah SIR20 dari
Laboratorium Jalan Raya dan Aspal Universitas Abdurrab yang dipasok dari
PT karet di Bangkinang.
7. Menggunakan Spesifikasi Bina Marga 2018 (seksi 6.3) sebagai acuan
menentukan campuran lapis aus, Asphalt Concrete Wearing Course (AC-
WC)
8. Variasi campuran aspal dan karet remah SIR20 yang digunakan merujuk pada
penelitian sebelumnya yang paling optimum yaitu 9%, sehingga tidak
dilakukan pengujian.
9. Pengujian Marshall untuk mengetahui parameter kinerja campuran.
10. Penelitian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya dan Aspal Jurusan Teknik
Sipil, Universitas Abdurrab.
6
7
dapat dimanfaatkan dari limbah, seperti limbah pengolahan industri kelapa sawit.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini substitusi bahan pengisi (filler) adalah
abu cangkang kelapa sawit, yang merupakan alternatif dari limbah industri
pengolahan kelapa sawit karena pemanfaatan limbah cangkang sawit di berbagai
industri pengolahan minyak CPO belum maksimal, cangkang kelapa sawit mudah
di dapatkan, ekonomis, dan ketersediaannya mencukupi. Metode penelitian
mengikuti standar yang berlaku untuk campuran AC-WC. Cangkang kelapa sawit
yang digunakan berasal dari PT. Syaukat Sejahtera (CPO) Kabupaten Bireuen,
Provinsi Aceh. Agregat dan Aspal yang digunakan berasal dari Quary
Geureudong Pase Mbang yang di olah dan dipecahkan melalui Stone Crusher
Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Penelitian bertujuan mengetahui nilai
parameter marshall substitusi abu cangkang kelapa sawit sebagai material pengisi
pada campuran AC-WC, dengan persentase abu cangkang kelapa sawit 0%, 25%,
50%, 75%, dan 100%, menggunakan spesifikasi yang berlaku. Pemadatan benda
uji dilakukan dengan tumbukan 2 X 75 tiap permukaan untuk lalu lintas berat.
Hasil pemeriksaan sifat fisis menunjukkan berat jenis dan penyerapan agregat
split, screen, dust, dan pasir memenuhi persyaratan yang ditetapkan, yaitu berat
jenis ≥2,50 gr/cm dan penyerapan ≤3% . Nilai optimal parameter marshall
diperoleh pada variasi 50 abu cangkang kelapa sawit nilai stabilitas 1632 kg, flow
5,3 mm, VMA 18,64%, VIM 7,83%, VFB 73,53%, MQ 314,45 Kn/mm , Density
2,23 gr/cm. Namun secara keseluruhan semua variasi abu cangkang sawit yang
digunakan memenuhi persyaratan.
sawit digunakan sebagai pengganti agregat halus dengan variasi persentase abu
cangkang sawit yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%. Pengujian yang dilakukan
yaitu karakteristik volumetrik, karakteristik marshall, penentuan kadar aspal
optimum dan perendaman marshall. Dari hasil penelitian didapatkan nilai
masrshall menurun seiring dengan meningktnya persentase abu cangkang kelapa
sawit dicampuran.
Deformation), sedangkan aspal modifikasi Karet Remah SIR 20 lebih baik dalam
menahan Retak Lelah (Fatigue Cracking.
Indonesia. dan kadar campuran Karet SIR20 yang paling optimum adalah 8%
dari 5.4% aspal total campuran.
Tahun
No. Nama Peneliti Terbit Judul Penelitian Bentuk Sampel Alat Pengujian Hasil Penelitian
7%. (masing-masing
dalam keadaan optimum terdapat pada
PADA ASPAL DAN FILLER ABU variasi sampel 3 buah dan
campuran yang mengunakan crumb rubber
CANGKANG SAWIT jumlah keseluruhan
3%
sampel 15 sampel)
Sumber: Penelitian Terdahulu 5, 6 dan 7
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu 8 & 9
No Nama Peneliti Tahun Terbit Judul Penelitian Bentuk Sampel Alat Pengujian Hasil Pengujian
PERBANDINGAN Alat penetrasi, wadah, Alat diketahui bahwa aspal modifikasi Asbuton
KRITERIA KERUSAKAN pengujian titik lembek, lebih baik dalam menahan Deformasi
variasi kadar campuran
Abdul Haris ASPAL MODIFIKASI Termometer, Oven, 1 set Permanen (Permanent Deformation),
8 2019 0%, 4%, 6%, 7%, 8%,
Akbar ASBUTON DAN ASPAL saringan agregat, kuas, kerucut sedangkan aspal modifikasi Karet Remah
9%, 10%, 20%.
MODIFIKASI KARET terpancung, 1 set alat uju SIR 20 lebih baik dalam menahan Retak
REMAH SIR 20 marshall, piknometer, kompor Lelah (Fatigue Cracking
Tahun
No Nama Peneliti Terbit Judul Penelitian Bentuk Sampel Alat Pengujian Hasil Pengujian
arakteristik Marshall tingkat Stabilitas
Alat penetrasi, wadah, Alat
meningkat dari 4% hingga 20%
KINERJA MARSHALL pengujian titik lembek,
variasi kadar terhadap kinerja campuran yang
ASPAL Termometer, Oven, 1 set
campuran 0%, memenuhi syarat-syarat untuk
10 Rohadi 2019 MENGGUNAKAN saringan agregat, kuas,
4%, 6%, 7%, 8%, digunakan di Indonesia. dan kadar
CAMPURAN KARET kerucut terpancung, 1 set alat
REMAH SIR20 9%, 10%, 20%. campuran Karet SIR20 yang paling
uju marshall, piknometer,
optimum adalah 8% dari 5.4% aspal
kompor
total campuran.
2.2 Aspal
Aspal adalah material utama pada konstruksi lapis perkerasan lentur (Flexible
Pavement) jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat,
karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat adhedif, kedap air dan
mudah dikerjakan. Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak
jenuh, alifatik dan aromatic yang mempunyai atom karbon sampai 150 per
molekul. Atom – atom selain hydrogen dan karbon yang juga menyusun aspal
adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom lain. (Hendarsin Shirley,
2000).
Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai
agak padat, dan bersifat termoplastis. Ketika dipanaskan, sebagian besar interaksi
fisika-kimia di dalam aspal tersebut melemah atau bahkan hilang sama sekali.
Kondisi ini membuat bagian-bagian tunggal dari rantai molekulnya menjadi lebih
mudah bergerak (mobile), sehingga terjadi penurunan kekakuan (stiffness) dan
kekentalan (viscosity). Seiring dengan peningkatan suhu, prilaku mengalir secara
pseudoplastic dari bahan ini berubah menjadi newtonian yaitu kental ideal (ideal-
viscous). Pada kondisi ini bahan yang memiliki molekul sedikit akan menguap,
namun demikian tidak terjadi peningkatan viskositas karena kompensasi efek
termal yang menurunkan viskositas aktualnya (Munawarah et al., 2019).Berikut
ini merupakan gambar dari aspal alam yang dapat dilihat pada Gambar 2.1
Berikut ini merupakan gambar dari aspal minyak yang dapat dilihat pada
Gambar 2.3
18
Semua tipe aspal yang baru datang harus ditempatkan dalam tangki sementara
sampai hasil pengujian tersebut diketahui. Tidak ada aspal yang boleh digunakan
sampai aspal tersebut telah diuji dan disetujui. Berikut adalah Tabel 2.4 Ketentuan
untuk Aspal Keras.
2.4 Agregat
21
Agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras
dan kenyal (Solid). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan
yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa
fragmen-fragmen. Agregat atau batuan merupakan komponen utama dari lapisan
perkerasan jalan yaitu 90-95% agregat berdasarkan prosentase berat, atau 75-85%
agregat berdasarkan prosentase volume(Sukirman Silvia, 2010). Agregat atau
batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu 90-95%
agregat berdasarkan prosentase berat, atau 75-85% agregat berdasarkan prosentase
volume. (Sukirman Silvia, 2010).
Spesifikasi baru campuran beraspal Departemen Pekerjaan Umum (2018),
Menyatakan bahwa agregat kasar terdiri dari batu pecah dan kerikil pecah yang
tertahan pada saringan no. 8 atau ukuran saringan 2,36 mm. Agregat harus bersih,
keras, awet dan bebas dari lempung. Fungsi agregat dalam campuran panas aspal
adalah selain memberikan stabilitas dalam campuran juga sebagai pengisi
sehingga campuran menjadi ekonomis. Agregat kasar harus mempunyai
ketahanan yang cukup terhadap abrasi, terutama untuk penggunaan agregat
sebagai lapis aus/permukaan perkerasan, selain itu agregat harus bersih dan bebas
dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat kasar harus
awet, mempunyai kekekalan bentuk dan mempunyai muka bidang pecah
(angularitas) yang cukup untuk memberikan daya dukung/stabilitas kepada
campuran beraspal.
Menurut Direktorat Bina Marga (2018), syarat-syarat agregat adalah:
a. Agregat yang digunakan dalam pekerjaan harus sedemikian rupa agar
campuran beraspal, yang proporsinya dibuat sesuai dengan rumusan
campuran kerja, memenuhi semua ketentuan yang disyaratkan dalam Tabel
6.3.31a Sampai dengan Tabel 6.3.31b (terdapat pada Bina Marga 2018)
tergantung campuran mana yang dipilih.
b. Berat jenis agregat kasar dan halus tidak boleh berbeda lebih dari 0,2.
c. Agregat tidak boleh digunakan sebelum disetujui terlebih dahulu oleh
pengawas pekerjaan. Bahan harus ditumpuk sesuai dengan ketentuan dalam
seksi 1.11 (bahan dan penyimpanan).
22
Menurut Direktorat Bina Marga (2018), agregat halus memiliki syarat sebagai
betikut:
23
a. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau
hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.4
(4,75 mm)
b. Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditempatkan terpisah dari
agregat kasar
c. Agregat pecah halus dan pasir ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke
instansi pencampur aspal dengan menggunakan pemasok penampung
dingin (cold bin feeds) yang terpisah sehingga gradasi gabungan dan
presentase pasir di dalam campuran dapat dikendalikan dengan baik.
d. Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu batas yang
tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran.
Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung,
atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah halus harus diperoleh
dari batu yang memenuhi ketentuan mutu dalam Pasal 6.3.2.1. Untuk
memperoleh agregat halus yang memenuhi ketentuan di atas:
1. Bahan baku untuk agregat halus dicuci terlebih dahulu secara mekanis
sebelum dimasukkan ke dalam mesin pemecah batu, atau
2. Digunakan scalping screen dengan proses berikut ini:
- Fraksi agregat halus yang diperoleh dari hasil pemecah batu tahap
pertama (primary crusher) tidak boleh langsung digunakan.
- Agregat yang diperoleh dari hasil pemecah batu tahap pertama (primary
crhuser) harus dipisahkan dengan secondary crusher.
- Material tertahan vibro scalping screen akan dipecah oleh secondary
crusher hasil pengayakannya dapat digunakan sebagai agregat halus
- Material lolos vibro scalping screen hanya boleh digunakan sebagai
komponen material Lapis Fondasi Agregat.
Agregat halus harus memenuhi ketentuan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.7
Tabel 2.7 Ketentuan Agregat Halus
Pengujian Metoda Pengujian Nilai
Min.
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 50%
Min.
Uji Kadar Rongga Tanpa Pemadatan SNI 03-6877-2002 45%
24
2.6 Filler
26
c. Fiil (selimut) aspal, fiil aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal beton
yang durabilitas nya tinggi, tetapi kemungkinan terjadi bleeding menjadi
besar.
3. Flexibelitas (kelenturan), adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk dapat
mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa
timbulnya retak dan perubahan volume.
4. Kekesatan (skid resistance) adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan
sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik di waktu hujan (basah)
maupun di waktu kering.
5. Fatique Resistensce (ketahanan kelelahan), adalah ketahanan dari lapis aspal
beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelahan yang
berupa alur (rutting) dan retal.
6. Kedap air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal
dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat.
7. Workability ini dipengaruhi oleh gradasi agregat. Agregat bergradasi baik
lebih mudah dilaksanakan dari pada agregat bergradasi lain.
Berikut adalah Tabel 2.11 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Modifikasi
untuk Laston AC-WC
Tabel 2.11 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Modifikasi untuk
Laston AC-WC
Lapis Aus
Sifat-sifat Campuran
(Lapisan AC-WC)
Ukuran butiran agregat dan persentase berat dari setiap jenis agregat yang
diperlukan, ditentukan dalam persyaratan teknisnya. Menurut Sukirman (2010),
gradasi adalah susunan butiran agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat
akan dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan.
Base yang senjang, maka paling sedikit 80% agregat lolos ayakan No.8 (2.36)
harus lolos ayakan No.30 (0.600 mm). Bilamana gradasi yang diperoleh tidak
memenuhi kesenjangan yang diisyaratkan. Tabel 2.12 dibawah ini, Pengawas
Pekerjaan dapat menerima gradasi tersebut asalkan sifat-sifat campurannya
memenuhi ketentuan yang diisyaratkan dalam Tabel 2.12. Berikut merupakan
Tabel 2.12 Amplop Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Beraspal dan
Tabel 2.13 Contoh Batas-batas “Bahan Bergradasi Senjang”.
P1+ P 2+…+ Pn
Gsb = P1 P 2 Pn .....................................
+ +…+
G1 G2 Gn
(2.1)
Keterangan:
Gsb = Berat jenis bulk total agregat
P1, P2 n = Persentase masing-masing fraksi agregat
G1, G2 n = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat
Keterangan:
Gsa = Berat jenis semu total agregat
P1, P2 n = Persentase masing-masing fraksi agregat
G1, G2 n = Berat jenis semu masing-masing fraksi agregat
yang dirumuskan :
Pmm−Pb
Gse = Pmm Pb .......................................(2.3)
−
Gmm Gb
Keterangan:
Gse = Berat jenis efektif agregat
Pmm = Persentase berat total campuran (=100)
Gmm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara 0 (Nol)
Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum
Gb = Berat jenis aspal
Pmm
Gmm = Ps Pb .......................................(2.4)
−
Gse Gb
Keterangan:
Gmm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara 0 (Nol).
Pmm = Persentase berat total campuran (=100) Pb = Kadar aspal
berdasarkan berat jenis maksimum.
Ps = Kadar agregat persen terhadap berat total campuran.
Gse = Berat jenis efektif agregat.
Gb = Berat jenis aspal.
Gmb x Ps
VMA = 100 - .............................................(2.6)
Gsb
Keterangan:
VMA = Rongga di antara mineral agregat, persen volume bulk
Gsb = Berat jenis bulk agregat
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran
(VMA−VIM )
VFA = 100 x ..........................................(2.8)
Gmm
Keterangan:
VFA = Rongga terisi aspal
VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk
VIM = Rongga udara campuran, persen total campuran
Gmm = Berat jenis maksimum campuran agregat
i. Marshall Quotient (MQ)
Marshall Quotient adalah nilai pendekatan yang hampir menunjukkan nilai
kekakuan suatu campuran beraspal dalam menerima beban.
S
MQ= …………………………………………………………………………………………2.9
F
Keterangan:
MQ = Nilai Kekauan campuran beraspal
S = Stabilitas
F = Flow/ kelelehan
41
42
a. Mencuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang
melekat pada permukaan,
b. Mengeringkan benda uji dalam oven pada suhu 110 ± 5 ºC sampai berat tetap,
c. Mendinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian timbang
dengan ketelitian 0,5 gram,
d. Merendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam,
e. Mengeluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air
pada permukaan hilang, untuk butiran yang besar pengeringan halus satu
persatu, berikut adalah Gambar 3.1 pengeringan benda uji dengan kain lap.
f. Menimbang benda uji kering permukaan jenuh,
g. Meletakkan benda uji di dalam keranjang, goncang agregat untuk
mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya di dalam air, dan
megukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar (25 ºC).
44
2. Pengujian Keausan Agregat dengan Alat Abrasi Los Angeles (SNI 2417-
2008)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ketahanan agregat kasar
terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut
dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan nomor 12
terhadap berat semua dalam persen (%).
Langkah-langkah dalam pengujian keausan agregat dengan alat abrasi Los
Angeles berdasarkan SNI 2417-2008 yang merupakan standar rujukan dari
Spesifikasi Umum Bina Marga 2018, antara lain sebagai berikut:
a. Pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan
berdasarkan gradasi dan berat benda uji.
b. Memasukkan benda uji dan bola baja ke dalam mesin abrasi Los Angeles,
c. Memutar mesin dengan kecepatan 30-33 rpm, jumlah putaran berdasarkan
gradasi yang telah ditentukan,
d. Setelah pemutaran selesai, benda uji dikeluarkan dari mesin kemudian
saring dengan saringan nomor 12 (1,70 mm), butiran yang tertahan di
atasnya dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven temperatur 110 ±
5 ºC sampai berat tetap,
e. Jika material contoh uji homogen, pengujian cukup dilakukan dengan 100
putaran, dan setelah selesai pengujian disaring dengan saringan nomor 12
(1,70 mm) tanpa pencucian. Perbandingan hasil pengujian antara 100
putaran dan 500 putaran agregat tertahan di atas saringan nomor 12 tanpa
pencucian tidak boleh lebih besar dari 0,20.
45
Gambar 3.2 (a) dan (b) Pengujian Keausan dengan Mesin Los Angeles
(a) (b)
Gambar 3.1 (a) dan (b) Pengujian Berat Jenis Agregat Halus
46
2. Pengujian Jumlah Bahan dalam Agregat yang Lolos Saringan Nomor 200
(SNI ASTM C117-2012)
Langkah-langkah dalam pengujian jumlah bahan dalam agregat yang lolos
saringan nomor 200 berdasarkan SNI ASTM C117-2012 yang merupakan standar
rujukan dari Spesifikasi Umum Bina Marga 2018, antara lain sebagai berikut:
a. Mengeringkan contoh uji di dalam oven pada temperatur 110 ± 5 ºC sampai
massa konstan. Menimbang massa mendekati 0,1% dari massa contoh uji,
b. Menempatkan contoh uji dalam wadah dan tambahkan air secukupnya untuk
merendam,
c. Mengguncang contoh uji dengan kekuatan yang cukup untuk menghasilkan
pemisahan semua partikel yang lolos saringan nomor 200 dari partikel yang
lebih kasar dan untuk mendapatkan material halus dalam kondisi
tersuspensi,
d. Menuangkan air pencuci yang mengandung padatan tersuspensi dan terlarut,
di atas susunan saringan yang diatur dengan saringan kasar di atasnya,
e. Menambahkan kembali sejumlah air ke dalam wadah contoh uji,
guncangkan, dan tuangkan seperti sebelumnya. Mengulangi proses ini
sampai air bilasan menjadi jernih,
f. Mengembalikan semua material yang tertahan pada susunan saringan
dengan cara membilas ke dalam contoh uji yang telah dicuci. Mengeringkan
agregat yang telah dicuci pada oven sampai massa yang konstan pada
temperatur 110 ± 5 ºC dan menimbang massa mendekati 0,1% dari massa
contoh uji awal.
47
(a) (b)
Gambar 3.6 (a) dan (b) Pembuatan dan Pencampuran Agregat dan Aspal
Dari Tabel di atas, setiap variasi campuran aspal dengan tambahan karet remah
SIR20 dan bahan pengisi (Filler) Abu cangkang kelapa sawit adalah 3 sampel
setiap variasi campuran, maka didapat keseluruhan sampel dengan 7 variasi
campuran adalah 3 x 7 yaitu 21 sampel untuk 7 variasi campuran.
dikarenakan penggunaan bahan dan sumber yang sama. Jenis data pada penelitian
ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu data primer dan sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian
kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk
spesifikasi dan SNI yang ada.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (didapat dari
penelitian lain) untuk bahan/jenis yang sama yang masih berhubungan dengan
penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder yang digunakan yaitu data
pengujian campuran aspal pen 60/70 dan karet remah SIR20.
Mulai
Studi Literatur
Pengujian Bahan
TIDAK
YA
Pembuatan benda uji dan pengujian marshall dengan KAO pen 60/70 + Karet remah
SIR20 9% = 5.5%
Selesai
Azhari Denny. (2018). ( Studi Memakai, Laston Ac-wc Rubber, Crumb Aspal,
PadaPenelitian ).
Aztri Yuli Kurnia, Mirka Pataras, Joni Arliansyah, Jerry Firmansya, dan Y. C. C.
(2017). Pemanfaatan Limbah Cangkang dan Abu Tandan Sawit Terhadap
Karakteristik Laston Wearing Course dan Binder Course. Prosiding
Simposium II – UNIID 2017, September, 507–512.
Munawarah, F., Ar, S., & Fitri, G. (2019). Subtitusi Abu Cangkang Kelapa Sawit
Sebagai Material Pengisi Pada Campuran AC-WC. Proceeding Seminar
Nasional Politeknik Negeri Lhokseumaw, 3(1), 37–41.
Nisumanti, S., & Yusuf, M. (2020). Pengaruh Arang Cangkang Kelapa Sawit
Sebagai Pengganti Filler Aspal Penetrasi 60/70. Jurnal Tekno Global Uigm
Fakultas Teknik, 8(2), 62–69. https://doi.org/10.36982/jtg.v8i2.900
Suardi, E., & Adibroto, F. (2018). Kinerja Marshall Immersion pada Campuran
Asphalt Concrete Wearing Course ( AC-WC ) dengan Penambahan
Cangkang Sawit sebagai Substitusi Agregat Halus Asphalt Concrete
Wearing Course ( AC. XV(2), 99–105.