Anda di halaman 1dari 30

1

PROPOSAL PEMBUATAN ASPAL LATEX


UNTUK KERUSAKAN JALAN ASPAL BERLUBANG
PADA TOL TANGERANG - MERAK

Disusun Oleh :

Zidni Lathifan Ardananta

2022
2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkerasan jalan dibuat dari berbagai macam material alam, meliputi


material granuler atau agregat batuan, aspal, beton dan tulangan. Aspal merupakan
bahan pembentuk lapis permukaan dari perkerasan lentur maupun perkerasan
komposit. Aspal juga digunakan sebagai bahan pengikat dalam stablisasi tanah
dasar atau lapis pondasi. Aspal (Asphalt) adalah material hasil penyaringan minyak
mentah dan merupakan hasil dari industri perminyakan. Aspal merupakan material
untuk perekat, yang berwarna coklat gelap sampai hitam, dengan unsur pokok yang
dominan adalah bitumen. Hidrokarbon merupakan bahan dasar utama dari aspal
yang sering disebut bitumen ini. Aspal yang terbentuk dari banyak molekul
hidrokarbon ini mempunyai komposisi kimia yang bermacam-macam.
Pembentukan koloid aspal bergantung pada sifat kimia dan persen dari molekul
hidrokarbon, serta hubungan satu dengan yang lain. Sifat kimia dan sifat fisik aspal
yang bermacam-macam ini, disebabkan oleh bervariasinya sumber minyak mentah
dan proses penyaringannya. Sifat-sifat semen aspal akan berpengaruh pada kinerja
aspal pada perkerasan jalan (Hardiyatmo, 2011).

Azliandry (2011) telah melakukan penelitian tentang pemanfaatan karet


SIR-20 sebagai bahan aditif dalam pembuatan aspal polimer dengan adanya
dikumil peroksida dan divenil benzene menggunakan proses ekstruksi. Hasil
karakterisasi yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan 95 gram aspal dan
5 gram karet SIR -20 efektif dalam meningkatkan sifat mekanis dari campuran aspal
dimana sifat termal menghasilkan suhu Tg 368 oC dan suhu Tm 490 oC. Analisis
struktur permukaan SEM memperlihatkan adanya perbedaan permukaan setelah
karet SIR-20 ditambahkan kecampuran aspal.

Hermadi & Ronny (2015), telah melakukan penelitian tentang pengaruh


penambahan lateks alam terhadap sifat reologi aspal. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penambahan lateks alam dapat meningkatkan reologi aspal sehingga elastic,
lebih kaku, lebih tahan terhadap rutting, dan lebih tahan terhadap retak. Namun
3

peningkatan sifat reologi setelah mengalami penuaan jangka pendek relative lebih
sedikit karena kemungkinan terjadi pemecahan rantai molekul polimer lateks alam.

Ali (2010) telah melakukan penelitian tentang pemanfaatan lateks alam


sebagai bahan pemodifikasi aspal untuk meningkatkan mutu perkerasan jalan aspal.
Hasil yang didapatkan adalah aspal modifikasi terbaik adalah sampel aspal L5K5
(Lateks depolimerisasi dengan konsetrasi 5% karet dalam aspal).

Pemilihan aspal modifikasi yang terbaik tidak hanya ditentukan oleh


kesesuaian nilai penetrasi dan titik lembek dengan standar, tetapi juga ditentukan
oleh homogenitas antara aspal dan karet.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang


modifikasi lateks dan bitumen dalam peningkatan kekuatan aspal dengan melihat
sifat thermal dan karakterisasi morfologinya. Dimana dengan adanya penambahan
lateks sebagai bahan elastomer dan bitumen sebagai bahan perekatnya dapat
membantu menaikkan sifat mekanik bitumen agar lebih baik kinerjanya untuk
merapatkan material penyusun yang ada di dalam aspal dan juga dapat menguatkan
agregat kasar dan halus yang di tambahkan ke dalam aspal tersebut.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah :

1. Apakah aspal dapat bercampur secara sempurna dengan menggunakan bahan


pengikat alami dari lateks yang telah direaksikan dengan bitumen?
2. Bagaimana perbandingan yang optimum antara campuran aspal yang
dimodifikasi dengan lateks dan bitumen?
3. Apakah campuran aspal latex dapat digunakan untuk kerusakan berlubang
dengan durabilitas tinggi ?
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan yang dibatasi pada :
1. Aspal yang digunakan yaitu aspal produksi type grade 60/70 yang diperoleh
dari PT.Roadmix
2. Bahan pengikat yang digunakan yaitu lateks dari pohon karet (Hevea
brasilliensis) yang didapat dari produksi pangsa pasar
3. Bahan perekat yang digunakan yaitu bitumen cair (bitumen peneteration)
4. Bahan agregat yang digunakan merupakan pasir dan batu kerikil yang diperoleh
dari PT.
4

5. Spesimen uji berbentuk kubus sisi 5 cm.

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui teknik pencampuran aspal dengan menggunakan lateks
yang telah direaksikan dengan bitumen
2. Untuk mengetahui perbandingan optimum yang digunakan agar menghasilkan
aspal latex yang optimal
3. Untuk mengetahui lama durabilitas aspal latex untuk penangan kerusakan
jalan berlubang

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai


pemanfaatan lateks sebagai bahan tambahan elastomer dalam modifikasi aspal
untuk melihat perbandingan yang sesuai dalam proses perkerasan aspal.
2. Hasil penelitian dapat diterapkan dan sebagai rekomendasi untuk kerusakan
jalan aspal berlubang di Jalan Tol Tangerang – Merak

3. Sebagai alternatif dimana latex dan bitumen merupakan suatu bahan tambahan
yang keberadaannya melimpah di Indonesia, pengolahan cukup sederhana,
bahan yang ramah lingkungan dan sekaligus diharapkan dapat memberikan
sumbangan yang positif terhadap pengembangan teknologi perkerasan Jalan
Tol Tangerang - Merak.

1.6 Metodologi Percobaan

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini


dilakukan beberapa tahapan yaitu :

1. Tahapan preparasi Agregat Halus dan Kasar

2. Tahapan pembuatan Aspal Modifier

Pada tahapan ini variasai karet alam direaksikan terlebih dahulu dengan
bitumen, selanjutnya dicampurkan dengan variasai aspal dan ditambahkan
dengan agregat halus dan batu kerikil. Campuran tersebut yang kemudian
diblending menggunakan mixer, dan dicetak melalui Hot Compressor.

Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas : - Aspal, Bitumen dan Lateks dengan variasi


perbandingan (v/v/v) :
75 : 20 : 25 ; 70 : 20 : 10 ; 65 : 20 : 15 ; 60 : 20 : 20 ;
55 : 20 : 25 ; 80 : 0 : 20 dan 80 : 20 : 0.
2. Variabel Tetap : - Agregat pasir halus 100 mesh 300 gram
- Batu Kerikil 50 gram

1.7 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di laboratorium PT. Roadmix , Bitung Provinsi Banten
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau


coklat tua dengan unsur utama bitumen. Bitumen adalah zat perekat (cementitious)
berwarna hitam atau gelap, yang diperoleh di alam ataupun sebagai hasil produksi.
Bitumen terutama mengandung senyawa hidrokarbon seperti aspal,tas, atau pitch.
Aspal dapat diperoleh di alam ataupun juga merupakan hasil residu dari
pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk
bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai
aspal.
Pada suhu ruang, aspal adalah material yang berbentuk padat sampai agak
padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai
dengan temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama
dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.
(Sukirman, 2003).
Aspal dikenal sebagai bahan atau material yang bersifat viskos atau padat,
berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesi), mengandung
bagian-bagian utama yaitu hidokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau
kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida. Aspal sendiri
dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi.
Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga temperatur 350 0C
dibawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline
(bensin), kerosene (minyak tanah), dan gas oil (Wignall, 2003).

2.1.1 Jenis – Jenis Aspal

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses
pembentukannya adalah sebagai berikut :
7

a. Aspal Alam
Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti aspal di pulau
buton, dan ada pula yang diperoleh di pulau Trinidad berupa aspal danau. Aspal
alam terbesar di dunia terdapat di Trinidad, berupa aspal danau. Indonesia memiliki
aspal alam yaitu di Pulau Buton, yang terkenal dengan nama Asbuton (Aspal Pulau
Buton). Penggunaan asbuton sebagai salah satu material perkerasan jalan telah
dimulai sejak tahun 1920, walaupun masih bersifat konvensional. Asbuton
merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk
batuan. Karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di alam,
maka kadar bitumen yan material yang ditemukan begitu saja di alam, maka kadar
bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Untuk
mengatasi hal ini, maka asbuton mulai diproduksi dalam berbagai bentuk di pabrik
pengolahan asbuton. Produk asbuton dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Produk asbuton yang masih mengandung material filler, seperti asbuton
kasar, asbuton halus, asbuton mikro, dan butonite mastic asphalt.
2. Produk asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui
proses ekstraksi atau proses kimiawi (Sukirman, 2003).

b. Aspal Minyak
Aspal minyak adalah kumpulan bahan-bahan tersisa dari proses destilasi
minyak minyak bumi di pabrik kilang minyak, bahan sisa yang dianggap sudah
tidak bisa lagi diproses secara ekonomis (dengan kemajuan teknologi dan kondisi
mesin yang ada) untuk dapat menghasilkan produk-produk yang dapat dijual seperti
misalnya sejenis bahan bakar, bahan pelumas, dan lainnya. Bahan-bahan sisa tadi
dicampurkan antara residu padat dengan bahan cair lain, biasanya akan di bagi
dalam tiga kelas, yaitu kelas penetrasi (Pen 40/50, Pen 80/70, dan Pen 80/100).
Pada suhu tertentu (misalnya suhu kamar 250C, suhu standar untuk tes angka
penetrasi aspal), semakin rendah angka penetrasi maka akan semakin keras wujud
aspal, semakin susah cara penanganannya (diperlukan suhu lebih tinggi
8

agar aspal menjadi lunak atau cair). Sebaliknya, semakin tinggi angka penetrasi,
maka aspal akan mudah menjadi encer, mudah dikerjakan, tetapi sulit untuk
mencapai kestabilan campuran aspal, terutama pada iklim panas seperti di
Indonesia, karena aspal cenderung lunak pada suhu tinggi. Pengerjaan aspal
umumnya memerlukan pemanasan pada suhu sekitar 110-1700C, supaya aspal
menjadi encer (viskositas rendah, sekitar 0,2 sampai dengan 50 Pa.s) sehingga
mudah untuk dipompa atau dipindahkan, dicampur dengan agregat ataupun
dipadatkan.

c. Aspal emulsi
Aspal emulsi adalah aspal yang bercampur air (60-70%) dalam bentuk
emulsi. Bergabungnya aspal dengan air dimungkinkan karena adanya bahan
tambahan yang bersifat katalis. Pencampuan aspal dengan air dan katalis tadi
dengan mesin colloidmill, sehingga molekul-molekul aspal melayang di dalam air.
Penggunaan aspal emulsi biasanya untuk lapis beton aspal campuran dingin
(digunakan pada lokasi-lokasi tertentu yang tidak membolehkan ada api terbuka,
misalnya wilayah pengeboran minyak), untuk lapis tackcoat, primecoat, atau
campuran untuk bahan tambal lubang siap pakai.

d. Cut Back Asphalt


Cut Back Asphalt adalah aspal yang dicairkan dengan cara ditambahkan
dengan pelarut dari golongan hidrokarbon (minyak tanah/kerosin, bensin atau
solar), biasanya dipakai untuk tackcoat. Saat ini untuk lapis ikat (tackcoat), mulai
banyak menggunakan aspal emulsi dengan alasan bensin terlalu berbahaya karena
sering terjadi kebakaan, kerosin atau solar sebagai pelarut sering tidak sempat
menguap pada saatnya beton aspal harus diletakkan di atasnya, sehingga membuat
lapisan di atasnya terkontaminasi dengan pelarut menjadi lunak dan menimbulkan
perubahan bentuk.

e. Aspal Modifikasi
Aspal modifikasi (Polymer Moified Asphalt/PMA, Polymer Modified
Bitumen/PMB, Aspal Modifikasi) adalah aspal minyak ditambah dengan bahan
9

tambah/additive untuk meningkatkan kinerjanya. Di luar negeri, aspal polimer


dijanjikan sebagai aspal yang tahan beban dan tahan lama (awet), dengan harga
yang cukup mahal sehingga pemasarannya kurang begitu sukses, meskipun sudah
dikenalkan lebih dari 20 tahun. Di Indonesia, kesadaran untuk menggunakan aspal
modifikasi didasari oleh alasan yang lebih khusus, yaitu agar lebih tahan panas,
lebih tahan beban, lebih lengket agar agregat tidak mudah terburai dan lebih tahan
ultraviolet agar tidak mudah menua.

f. Slop Oil
Slop Oil atau minyak bumi bercampur air (bukan berupa emulsi) adalah sisa
minyak bumi mentah yang sudah dipompa dari dalam tanah, tetapikarena
kandungan minyak mentahnya kurang dari jumlah minimum untuk dapat diproses
secara ekonomis, biasanya dibuang di suatu tempat pengumpulan. Biasanya
material ini digunakan sebagai bahan stabilisasi tanah, terutama digunakan di
daerah sekitar pengeboran minyal. Sekarang cara tersebut tidak lagi diizinkan,
karena Slop Oil dikategorikan sebagai bahan limbah beracun dan berbahaya, harus
diproses terlebih dahulu agar tidak akan merembes masuk ke akar-akar tanaman.
Slop Oil yang telah diproses dengan bahan aditif (proses re-use dari bahan limbah
B3) pernah berhasil dipakai sebagai bahan stabilisasi jalan tanah di kawasan
pengeboran minyak di Duri, Riau pada tahun 1999 sebagai gelar percobaan
sepanjang 500 meter. Pengembangan teknologi stabilisasi tanah ini tidak berlanjut
karena penggunaannya tidak banyak dan pasarnya belum berkembang
(Soehartono,2015).

2.1.2 Aspal Modifikasi


Aspal modifikasi adalah aspal minyak yang ditambah dengan beberapa
aditif, dengan maksuduntuk meningkatkan kinerjanya. Aspal minyakyang ada di
pasaran sekarang ada kecenderungan kehilangan beberapa sifat yang sangat
dibutuhkan untuk fungsinya sebagai bahan pengikat agregat batuan pada lapis
perkerasan. Awal kesadaran tentanghal itu adalah pelunakan beton aspal akibat
panas permukaan jalan yang jauh lebih tinggi dari apa yang dikenal di negara
subtropik, yang beranggapan panas permukaan jalan tidak akan lebih dari 600C
10

(Asphalt Institute). Berbagai cara dan jenis aditif dicoba untuk ditemukan agar titik
lembek aspal yang ada di pasaran dapat dinaikkan darri 48oC menjadi paling tidak
55oC bahkan lebih tinggi untuk mengantisipasi permukaan beton aspal yang
mengalami panas permukaan tinggi, beban berat, kendaraan berjalan lambat dan
alur ban bergerak seperti di atas rel kereta api.
Pemakaian aditifu untuk menaikkan titik lembek ternyata berakibat
menurunnya angka penetrasi aspal, sehingga aspal menjadi kering dank eras, serta
menyulitkan dalam pengerjaannya. Aditif lain harus ditemukan untuk
mengembalikan kelas aspal menjadi kelas 60/70 lagi agar tidak mudah ageing
(penuaan), batas terendah untuk angka penetrasi sementara ini disepakati tidak
kurang dari 50.
Kesulitan produksi lainnya akhirnya berujung dengan tidak selalu semua
aditif yang ditambahkan itu mau bekerja sama secara sinergis membentuk kesatuan
dalam peningkatan kinerja aspal. Masing-masing peneliti dan produsen sekarang
masih berlomba untuk menemukan aditif-aditif yang sesuai dengan kebutuhan
peningkatan kinerja aspal dan aditif tersebut dapat saling bekerja sama dengan hasil
akhir yang secara ekonomis memberikan harga wajar.
Bahan aditif aspal modifikasi yaitu :

1. Plastomer
Platomer adalah bahan yang sering kita kenal sebagai plastik, yang
berfungsi mmeningkatkan titik lembek dan meningkatkan kekentalan. Menurut
pengamat, bahan ini akan memberikan hasil baik untuk peningkatan titik lembek
sampai dengan 55oC, tetapi peningkatan selanjutnya menunjukkan penurunan
angka penetrasi yang drastic dan kehilangan kelengketan yang substansial.

2. Elastomer
Elastomer adalah bahan aditif yang lebih lentur, mampu meningkatkan titik
lembek sampai dengan 600 lebih tanpa kehilangan daya lengket. Penetrasi akan
turun, perlu ditambah dengan bahan aditif lain yang mampu menaikkan angka
penetrasi.
11

3. Polimer
Polimer adalah bahan tambah yang merupakan rangkaian monomer dengan
berbagai fungsi. Pilihan untuk menjadikannya bahan aditif tergantung dari sifat
dominan yang dipunyai oleh polimer tersebut dan sinerginya dengan aditif lain yang
mungkin juga perlu ditambahkan untuk meningkatkan sifat tertentu yang tidak
dikehendaki.

4. Asphalten
Penambahan asphalten untuk meningkatkan titik lembek meskipun tidak
terlalu tinggi, sekitar 51 sampai dengan 55oC pernah dilakukan antara lain
penambahan Gilsonite, Fixonite, atau bubuk asbuton (asbuton mikro). Penambahan
terlalu besar (melebihi 4%) dapat menimbulkan kehilangan daya lengket aspal,
karena meterial tersebut akan berfungsi seperti butir halus yang menyerap aspal.

5. Serat selulosa
Penambahan selulosa akan meningkatkan titik lembek dengan 30oC. Salah
satu kelemahan pencampuran dengan serat selulosa adalah tidak adanya jaminan
bahwa serat selulosa yang dituang ke dalam pugmill akan tersebar secara merata ke
dalam campuran aspal dan agregat, sering terjadi menggumpal di satu tempat.

6. Re - used tyre rubber


Re - used tyre rubber atau karet bekas ban mobil yang diserut menjadi
bubuk, dicampurkan ke dalam aspal. Re - used karet ban bekas ini sangat dianjurkan
di Amerika karena memanfaatkan bahan bekas dan mengurangi tumpukan ban
bekas yang menggunung dan dalam wujud sebagai limbah. Namun sampai saat ini
belum ada teknologi yang dapat melarutkan bubuk ban bekas tersebut hingga
tecampur secara merata dan berfungsi untuk meningkatkan kinerja aspal atau
mengurangi jumlah aspal dalam rangka penghematan, kebanyakan bubuk ban bekas
tadi berfungsi sebagai filler lunak yang menambah fleksibilitas campuran, tetapi
banyak mengurangi kelengketan aspal terhadap bantuan. (Soehartono,2015).
12

Sifat-sifat khusus aspal modifikasi yaitu :


1. Kelengketan
Aspal modifikasi dapat dibuat menjadi sangat lengket atau lengket
secukupnya, tergantung dari bahan tambah yang bersifat lengket yang akan
ditambahkan. Ukuran standar kelengketan belum ada, maka sekarang ini sedang
diamati untuk menetapkan kelengketan seberapa tinggi yang dibutuhkan untuk
jalan raya biasa. Kelengketan yang terlalu tinggi dari yang dibutuhkan, selain akan
meningkatkan harga aspal modifikasi juga akan menyulitkan pelaksanaan
pekerjaan, karena aspal akan lengket ke roda baja ataupun roda karet alat pemadat.
2. Tahan panas
Aspal modifikasi ditambah bahan peningkat titik lembek akan mampu
bertahan terhadap panas lapangan tinggi. Pengalaman industri aspal modifikasi
dalam usaha meningkatkan titik lembek sampai saat ini baru berhasil mencapai titik
lembek tertinggi 70oC.
3. Kekentalan
Kekentalan aspal modifikasi merupakan risiko peningkatan titik lembek
karena malten berkurang dan kelengketan bertambah. Yang harus diusahakan oleh
peneliti bahan aditif adalah memiliih bahan aditif yang mampu menjadi encer pada
suhu yang tidak terlalu tinggi dibandingkan aspal biasa, supaya cara kerja dan
penurunan suhu sewaktu diangkut tidak terlalu besar.
4. Pasokan
Kebanyakan produk aspal modifikasi membutuhkan panas lebih tinggi
untuk dapat mencapai viskositas cukup untuk di pasok dari truk tangki ke tangki
storage, sehingga jarak dari pabrik aspal modifikasi ke proyek menjadi perlu untuk
diperhitungkan, karena mungkin akan membutuhkan pemanasan kembali yang
lama dan mahal setelah tiba di storage tank pembeli. Cara terbaik adalah mengolah
aspal baku dan aditif di dekatlokais, dengan mesin pengaduk portable (blending
machine) yang dapat dipindahkan, sehingga produsen aspal modifikasi hanya akan
mengirim aditif saja ke lokasi kontraktor pembeli aspal modifikasi.
13

5. Aditif Ideal
Aditif ideal untuk aspal modifikasi adalah aditif yang secara sendiri atau
bersamaan mampu meningkatkan titik lembek sesuai dengan kebutuhan, tetapi tidak
menurunkan angka penetrasi aspal lebih rendah dari 50oC, tidak memerlukan suhu
tinggi untuk mencapai viskositas pencampuran (maksimum 180oC), ataupun
viskositas pemadatan (maksimum 150oC), sehingga pengerjaannya tidak jauh
berbeda dengan pengerjaan campuran beton aspal yang menggunakan aspal biasa.
6. Kesulitan Produksi
Kesulitan produksi yang dihadapi oleh produsen aspal modifikasi di
Indonesia saat ini adalah perlunya mesin blending aspal yang efektif dan efisien
serta mudah dipindahkan. Pengalaman menunjukkan perlunya mengadduk aditif
dengan aspal baku selama 8 jam untuk mencapai keseragaman yang dapat diterima.
Apabila penggunaan aspal modifikasi telah meningkat dan pasar meluas, maka
produsen akan sanggup membeli peralatan blending yang lebih canggih, sehingga
pencampuran menjadi 1 jam saja dengan manfaat harga aspal modifikasi akan jauh
lebih murah (Soehartono,2015).
Anang Priambodo (2003) di dalam tesisnya mendefinisikan aspal juga
merupakan material yang bersifat visco-elastis dan mempunyai ciri-ciri beragam
mulai dari yang bersifat sangat melekat sampai dengan yang bersifat elastis.

Diantara sifat-sifat aspal yang lain adalah :


a) Aspal mempunyai sifat Thrixotropy, yaitu dibiarkan tanpa mengalami
tegangan - tegangan aspal akan menjadi keras sesuai dengan jalannya waktu.
b) Aspal mempunyai sifat Rheologic, yaitu hubungan antara tegangan (stress)
dan regangan (strain) yang dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami
pembebanan dengan jangka waktu yang sangat cepat, maka aspal akan
bersifat elastis, namun pembebanan yang terjadi cukup lama sifat aspal
menjadi plastis (viscous).
c) Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensi atau
viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang
14

terjadi. Semakin tinggi temperatur maka viskositasnya semakin rendah atau


aspal akan semakin encer, demikian pula sebaliknya.
Penuaan aspal adalah suatu parameter untuk mengetahui durabilitas
campuran aspal. Penuaan aspal disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu penguapan
fraksi minyak ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi (penuaan jangka
pendek) dan oksidasi yang progresif (penuaan jangka panjang).

Kedua proses penuaan ini menyebabkan terjadinya perkerasan pada aspal


dan selanjunya meningkatkan kekakuan campuran beraspal yang dapat
meningkatkan ketahanan campuran terhadap deformasi permanen dan kemampuan
menyebarkan beban yang diterima, tetapi dilain pihak campuran aspal akan menjadi
lebih getas sehingga akan cepat retak dan akan menurunkan ketahanan terhadap
beban berulang.

Gambar 2.1 Struktur Aspal


Sumber : Spesifikasi Campuran Aspal Panas 2004, Departemen Permukiman dan
Pengembangan Wilayah
2.1.3 Kandungan Aspal

Kandungan aspal terdiri dari senyawa asphaltenes dan maltene.Asphaltenes


merupakan campuran kompleks dari hidrokarbon, yang terdiri dari cincin aromatik
kental dan senyawa heteroaromatik yang mengandung belerang, serta amina,
amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium.

Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh


hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa
logam seperti Vanadium, Ni, fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya.
(Nuryanto, A. 2008).
15

2.2 Bitumen
Menurut British Standart 3690, bagian 1 : 1989, bitumen merupakan cairan kental
atau padatan yang terdiri dari hidrokarbon dan turunannya, yang dapat larut dalam
pelarut trikloroetilen dan merupakan senyawa non–volatile dan akan melunak
apabila dipanaskan. Bitumen memiliki kombinasi unik kedap air yang sempurna
dan sifat adesif yang telah digunakan dengan efektif selama lebih 5000 tahun.
Bitumen merupakan bahan thermoplastic yang berharga rendah ataupun murah dan
biasanya digunakan sebagai atap, jalan dan juga trotoar. Akan tetapi, bitumen
memiliki sifat mekanik yang lemah dimana akan mudah rapuh pada keadaan dingin
akan cepat melunak dan mencair dalam keadaan panas. Salah satu metode yang
digunakan untuk menguatkan bitumen adalah mencampurkannya dengan bahan
polimer. (Mc Nally,2011).

2.2.1 Kandungan Bitumen

Bitumen dianggap sebagai campuran kompleks dari berat molekul yang tinggi
hidrokarbon dan nonhidrokarbon yang mana dapat dipisahkan menjadi sifat yang
terdiri dari aspal, resin, aromatik dan parfin (Traxler,1963).
Tiga jenis hidrokarbon saat ini dalam bitumen, paraffin, naftana dan
aromatik. Non hidrokarbon dalam bitumen memiliki atom heterosiklik terdiri dari
sulfur, nitrogen, nitrogen dan oksigen. Analisis dasar mengenai bitumen dihasilkan
dari berbagai macam minyak mentah menunjukkan bahwa kebanyakan bitumen
mengandung :
1. Karbon 82 – 85 %
2. Hydrogen 8 – 11 %
3. Sulfur 0 – 6 %
4. Oksigen 0 – 1,5 %
5. Nitrogen 0 – 1 %
Sedikit banyaknya logam seperti nikel, besi, vanadium, kalsium, magnesium, dan
kromium juga ditemukan dalam bitumen (Atherton et al,1987).
16

2.2.2 Klasifikasi Bitumen

Ada banyak kebingungan dalam penggunaan dan penasfsiran dari istilah “bitumen”,
aspal bitumen, ataupun aspal murni. Dala tigam dekade terkahir, upaya yang dibuat
untuk mengembangkan tata nama yang seragam dari bahan- bahan bitumen yang
ada di dunia. Tidak adanya kesepakatan yang diperoleh dari usaha ini dan berbagai
skema pengklasifian bitumen telah dibuat dan diusulkan oleh para peneliti yang
berbeda dalam membagi jenis dari zat – zat yang ada pada bitumen. (Chilingarian,
G.V.1987).

Bitumen dikelompokkan berdasarkan cara mendapatkannya yaitu Bitumen


alam (bitumen gunung, bitumen danau) dan bitumen buatan (bitumen minyak dan
tar). Secara umum komposisi dari bitumen terdiri dari asphaltenes dan maltenes.
Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua larut dalam
heptanes sedangkan maltenes merupakan cairan kental terdiri dari resin dan
minyak, larut dalam heptanes. Bitumen secara kimia terdiri dari aromat, parafin dan
olefin, sedangkan kandungan bitumen secara fisik terdiri dari asphaltenes,
maltenes, resin.

Pada bitumen buatan, maltene lebih dominan (lebih banyak), sehingga


bentuknya semipadat, sedangkan bitumen alam kebanyakan mengandung
asphaltene saja, sehingga bentuknya cenderung padat.

Sifat dasar dari bitumen seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1 Berdasarkan
bentuknya, bitumen dibagi ke dalam 3 golongan yaitu bitumen padat, emulsi, dan
cair. Bitumen padat adalah bitumen yang pada suhu ruang berbentuk padat dan
dalam keadaan panas berbentuk cair. Bitumen emulsi merupakan suatu campuran
bitumen dengan air dan bahan pengemulsi. Sedangkan bitumen cair adalah bitumen
yang pada suhu ruang berbentuk cair dan merupakan campuran bitumen keras
dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi, dapat dilarutkan dalam
zat pelarut yang berupa nafta, kerosin, atau minyak gas.
17

Tabel 2.1 Sifat Dasar Bitumen

No Sifat Bitumen/aspal

1 Warna Coklat – hitam

2 Bentuk Cair – padat

3 Dalam CS2/CCl4 Larut

4 Dalam Air Tidak larut

5 Bau Berbau

Aromat Ada yang bergandengan


6

(Mirawaty,2011)

2.2.2.1 Bitumen Padat

Bitumen padat adalah batuan sedimen yang mengandung material organik, yang
akan menghasilkan minyak melalui proses penyulingan atau retort. Umumnya
batuan yang dikategorikan sebagai bitumen padat berupa serpih, namun batuan lain
pun dapat juga dikategorikan sebagai bitumen padat dengan syarat memiliki
sejumlah material organik yang dapat menghasilkan minyak dengan proses
retorting.

Bitumen padat didefinisikan sebagai batuan sedimen klastik halus seperti


serpih, lanau, batu lempung ataupun batu pasir yang kaya akan material organik dan
mempunyai prospek untuk menghasilkan sejumlah minyak dan gas melalui proses
geologi tertentu. Setelah mengalami pemanasan pada suhu tertentu material organik
tersebut mengalami dekomposisi dan melepaskan hidrokarbon dalam bentuk uap
dan setelah melalui proses pendinginan akan berubah menjadi minyak atau gas.

Bitumen padat juga merupakan energi fosil yang sangat memungkinkan


untuk dikembangkan sebagai salah satu energi alternatif untuk mensubtitusi energi
yang digunakan saat ini (Subarnas,2001)
18

2.2.2.2 Bitumen Cair


Bitumen cair dibedakan dalam beberapa kelas sesuai dengan pelarut yang berbeda
dalam teknik ekstraksi. Dua klasifikasi paling umum yang dikenal dengan
singkatnya adalah :
- SARA (Minyak Jenuh (Saturates), Aromatis, Resin, dan Aspal)
- PONA (Parafin, Oktfin, Naftan, dan Aromatis)

2.2.2.3 Klasifikasi Bitumen kelas SARA


Bitumen biasanya dibagi berdasarkan empat fraksi yang ada pada umumnya, yaitu
Minyak Jenuh (Saturates), Aromatis, Resin, dan Aspal, secara bersamaan
keempatnya disebut dengan SARA.
Semula klasifikasi ini dibuat dengan kromatografi kolom dengan
menggunakan perbedaan bahan penyerap dan pelarut. Teknik yang digunakan
dalam analasis SARA didasarkan pada penyerapan bitumen atau fraksinya di dlaam
kolom dengan adsorben yang aktif dan kemudian mengelusi partikel dari fraksi
dengan pelarut yang selektif. Fraksi ini digunakan selanjutnya untuk analisis kimia.
(Banerjee,K.D. 2012)

a. Asphaltene. Kelompok ini membentuk butiran halus, berdasarkan struktur


benzene aromatis serta berat molekul tinggi.

Gambar 2.2.Struktur Asphaltenes

b. Oil. Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltene, tersusun dari
paraffin, siklo paraffin dan aromatis serta mempunyai berat molekul rendah.
19

c. Resin. Kelompok ini membentuk cairan penghubung asphaltenese dan


mempunyai berat molekul sedang. Selanjutnya gabungan oil dan resin sering
disebut maltene.
Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut
agregat dalam bentuk film aspal yang berperan maenahan gaya gesek permukaan
dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air
ke dalam campuran (Rianung, 2007).
Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis,
dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki sturktur dan komposisi
kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen.

Gambar 2.3. Struktur Saturate

Berikut sifat – sifat dari senyawa penyusunannya :

a) Asphaltene
1. Berwarna hitam/coklat amorf, bersifat termoplastik dan sangat polar,
merupakan komplek aromatis, H?C ratio 1:1, berat molekul 1000-100000,
dan tidak larut dalam n-heptan.
2. Berpengaruh pada sifat reologi bitumen, pemanasan yang berkelanjutan akan
rusak.
3. Makin tinggi asphaltene, maka bitumen makin keras, makin kental, makin
tinggi titik lembeknya, makin rendah harga pentrasinya.
20

b) Resin
1. Berwarna coklat tua, berbentuk solid/semi solid, tersusun oleh C dan H, dan
sedikit O,S dan N, bersifat sangat polar, H/C ratio 1,3 – 1,4 , berat molekul
500 – 50000, dan larut dalam n-heptan.
2. Daya rekat yang kuat, dan berfungsi sebagai dispersing agent atau peptisizer
dari asphlatene.
c) Aromatis
1. Berwarna coklat tua, berntuk cairan kental, bersifat non polar, dan di
dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300-2000.
2. Terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari total bitumen.
d) Saturate
- Berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hamper sama dengan
aromatis.
- Tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene, dan
aromatis, kompsisi 5-20% dari total bitumen.
Asphaltene dan resin yang bersifat sangat polar dapat bercampur
membentuk koloid dan menyebar dalam aromatis. Dengan demikian maka aspal atau
bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket,
larut dalam karbon disulfida, dan struktur utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon”
yang sangat kompak. (Nuryanto, A. 2008).

2.2.2.4 Klasifikasi Bitumen kelas PONA


Analisis bitumen kelas PONA biasanya mendestilasi fraksi bitumen dengan
menggunakan teknik kromatografi seperti High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Dalam menganalisa bitumen jenis PONA tidaklah harus
didlaam fraksi resid, karena akan memberikan hasil yang keliru. Analisis PONA
saat didestilasi (350-535 oC) dan jenis konsentrasi PONA ditunjukkan seperti :
1. Parafin + Olefin < 10%
2. Naftalen 20-30%
3. Aromatik 60-70%
21

Bagian aromatic pada bitumen lebih lanjut dipisahkan menjadi mono, di-,
dan fraksi poliaromatik dengan menggunakan teknik kromatografi. Konsentarasi
dari subfraksi dapat ditotalkan yang biasanya berurutan dari 20 – 25% mono, 30 -
35%, dan lebih dari 50% poliaromatik.
Dengan demikian, atas hasil yang telah didapat, jarak antara titik didih dari
fraksi akan meningkat, dan molekul akan menjadi lebih berat, dan konsentrasi
relative dari aromatic akan meningkat dan konsentrasi relative dari hidrokarbon
jenuh (nafta dan paraffin) akan menurun. (Banerjee,K.D.2012)

2.3 Agregat

Agregat yang merupakan bahan utama untuk struktur jalan, adalah sekumpulan
butir-butir batu pecah dan pasir, atau mineral yang lain, baik dari hasil alam,
maupun buatan. Lapis perkerasan mengandung 90-95% agregat berdasarkan persen
berat atau 75-85% agregat berdasarkan persen volume. Agregat yang digunakan
harus dalam keadaan bersih dari kotoran, bahan-bahan organik atau bahan lain yang
tidak dikehendaki, karena akan mengurangi kinerja campuran.

Jenis agregat menurut diameter butirannya dibedakan menjadi fraksi-fraksi


sebagai berikut :

1. Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan no. 8 (diameter 2,36
mm)
2. Agregat halus, yaitu batuan yang lolos saringan no. 8 (diameter 2,36) dan
tertahan saringan no. 200 (diameter 0,075 mm)
3. Bahan pengisi (filler), yaitu material yang lolos saringan no. 200 (diameter
0,075 mm)

Pada dasarnya terdapat tiga macam agregat, yaitu batu pecah, kerikil, dan
pasir. Batu pecah adalah batu dari batuan dasar (bed rock) atau boulder yang pecah
secara mekanis. Sifat-sifat penting dari agregat yang mempengaruhi kinerja
perkerasan aspal, adalah :

a. Gradasi
b. Bentuk butiran
22

c. Kekerasan
d. Keawetan (durability)
e. Tekstur permukaan
f. Kebersihan
g. Penyerapan
h. Adhesi
i. Tahanan gelincir/kekesatan

2.4 Karet

Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untk
lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet
merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang
perekonomian negara. Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan
konsumsinya jauh di bawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi
sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis.

2.4.1 Jenis-jenis Karet Alam

Sesuai namanya, karet alam berasal dari alam, yakni terbuat dari getah tanaman
karet. Sifat-sifat atau kelebihan karet alam yang sebagai berikut:

1. Daya elastisitas atau daya lentingnya sempurna


2. Sangat plastis sehingga mudah diolah
3. Tidak mudah panas
4. Tidak mudah retak

Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi


kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi, para produsen karet
alam tidak bisa produksinya dalam waktu singkat, sehingga harganya cenderung
tinggi (Setiawan & Andoko, 2008).
23

Gambar 2.4 Struktur lateks 1,4-cis Poliisoprena

Dilihat dari komposisi kimianya, ternyata kandungan protein biji karet


terhitung tinggi. Dari hasil analisis diketahui kadar proteinnya sebesar 27%, lemak
32,3 %, air 3,6%, abu 2,4%, thiamin 450 µg, asam nikotinat 2,5µg, karoten dan
tokoferol 250 µg, dan sianida sebanyak 330 mg dari setiap g bahan. Selain
kandungan proteinnya cukup tinggi, pola asam amino biji karet juga sangat baik.

Jenis-jenis karet alam antara lain :

1. Bahan Olah Karet


Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh
dari pohon karet Havea brasiliensis. Menurut pengolahannya bahan olah karet
dibagi menjadi 4 macam, yaitu
(a) Lateks kebun
Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari sadap pohon karet.
Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik dengan tambahan
atau tanpa bahan pemantap (zat antikoagulan). Lateks kebun yang baik
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh
b. Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu
c. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air, ataupun serum lateks
d. Warna putih dan berbau karet segar
e. Lateks kebun mutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks
kebun mutu 2 mempunyai kadar karet kering 20%
(b) Sheet angin
Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah
kering dan digumpalkan dengan asam, berupa karet sheet yang sudah
digiling tetapi belum jadi.
(c) Slab tipis
24

Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah
digumpalkan dengan asam.
(d) Lump segar
Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan
lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.

2. Karet Alam Konvensional


Menurut buku Green Book yang dikeluarkan oleh International Rubber
Quality and Packing Conference (IRQPC) karet alam konvensional terdiri dari
ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe,
thin brown crepe remills, thick blanket crepe ambers, flat bark crepe, pure smoke
blanket crepe, dan off crepe.
3. Lateks Pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk
lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat
melalui proses pendadihan atau creamed lateks. Biasanya lateks pekat banyak
digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.
4. Karet Bongkah atau Block rubber
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang
menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada
yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.
5. Karet Spesifikasi Teknis atau Crumb Rubber
Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga
terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis.
6. Tyre Rubber
Tyre Rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai
barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk
pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.
7. Karet Reklim atau Reclaimed Rubber
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet
bekas, terutama ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. Biasanya karet
reklim banyak digunakan sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah mengambil
bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik.

2.4.2 Manfaat Karet Alam

Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat


yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun
dalam usaha industri mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet
alam antara lain aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar
dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, rol karet, bantalan karet, karpet berlapis
karet, karet spons, benang karet dan bahan-bahan pembungkus logam.
Bahan baku karet banyak digunakan untuk membuat perlengkapan seperti
sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran, misalnya
shockabsorbers. Karet bisa juga dipakai untuk tahanan dudukan mesin. Dalam
pembuatan jembatan sebagai penahan getaran juga digunakan karet (PS,2000).
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan

Adapun bahan-bahan kimia yang digunakan disusun dalam table 3.1

Tabel 3.1 Bahan-bahan penelitian

Bahan Merek
Lateks
Aspal Lokal
Batu Kerikil
Agregat Pasir Halus
Lokal
Bitumen Cair

3.2 Alat

Sedangkan alat –alat yang digunakan disusun dalam table 3.2

Tabel 3.2 Alat-alat penelitian

Nama Alat Merek


Gelas beaker Pyrex
Gelas ukur Pyrex
Gelas ukur Pyrex
Neraca analitis Radwag
Hot Plate Corning PC 400 D
Shimadzu MIFPOL BRS
Extruder ulir ganda
896
Oven Memmert

Ayakan Tantalum 3N8 purity

Mixer Cairan Fisher Scientific


29

Spatula -

Pipet Tetes -
Cetakan Kubus 5cm
ASTM C 348-2002

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Preparasi Agregat dan Batu Kerikil

3.3.1.1 Preprasi Agregat

1. Agregat berupa pasir halus dicuci terlebih dahulu dengan air, kemudian
dikeringkan di oven pada suhu 110 oC.
2. Seluruh agregat pasir halus disaring dalam ayakan 100 mesh.

3. Hasil ayakan dibuat masing-masing ke dalam 300 gram.

3.3.1.2 Preparasi Batu Kerikil

1. Batu kerikil dicuci terlebih dahulu dengan air, kemudian dikeringkan di


oven pada suhu 110 oC.

2. Batu kerikil dibuat masing-masing ke dalam 50 gram.

3.3.2 Proses Pembuatan Aspal Modifier

1. Dirangkai alat sedemikian rupa didalam lemari asam.

2. Kemudian lemari asam dihidupkan dan diatur suhu Hot Plate pada suhu 60 oC.
30

3. Sebanyak 5 ml lateks dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml, lalu


ditambahkan 20 ml bitumen cair, campuran diaduk selama 15 menit pada suhu
60 oC.

4. Sebelum mengeraskan campuran tersebut, ditambahkan 75 ml aspal ke dalam


campuran panas tersebut, kemudian diaduk kembali hingga merata dengan
mixer sambil di panaskan pada temperature 60 oC yang sama selama 15 menit.

5. Ditambahkan masing-masing 300 gram agregat pasir dan 50 gram batu kerikil
ke dalam campuran tersbut secara perlahan sambil diaduk pada temperature
yang sama selama 15 menit.

6. Campuran tersebut kemudian diekstruksi pada suhu 150 oC.

7. Hasil ekstruksi dimasukkan ke dalam cetakan kubus, dan ditempatkan ke dalam


Hot Compressor pada suhu 80 oC selama 30 menit.

8. Hasil cetakan didinginkan pada suhu kamar, kemudian dikeluarkan dari cetakan
untuk di uji.

9. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada bitumen, aspal dan lateks dengan
variasi perbandingan (v/v) dalam 100 mililiter : 75 : 20 : 25 ; 70 : 20 : 10 ; 65
: 20 : 15 ; 60 : 20 : 20 ; 55 : 20 : 25 ; 80 : 0 : 20 dan 80 : 20 : 0.
31

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1Preparasi Agregat

Pasir Halus

Dicuci dengan Air

Dikeringkan di oven,
suhu 110 0C

Disaring dalam ayakan


100 mesh

Hasil ayakan dibuat


masing-masing 300 gr

3.4.2Preparasi Batu Kerikil

Batu Kerikil

Dicuci dengan Air

Dikeringkan di oven
suhu 110 0C

Batu kerikil dibuat


masing-masing 50 gr
32

3.4.3Proses Pembutan Aspal Latex Modifier

5 ml lateks

Dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml


Ditambahkan 20 ml bitumen
Diaduk dan dipanaskan pada suhu 60 oC selama 15 menit
Ditambahkan 75 ml aspal
Diaduk dan dipanaskan pada suhu 60 oC selama 15 menit

campuran

Ditambahkan 300 gram agregat pasir halus


Ditambahkan 50 gram kerikil

campuran agregat

Diekstruksi pada suhu 150 oC


Dimasukkan ke dalam cetakan kubus
Dipress dan dipanaskan pada suhu 80 oC selama 30 menit

hasil

Catatan : Perlakuan yang sama juga dilakukan pada Aspal, bitumen dan lateks dengan variasi
perbandingan (v/v/v) : 70 : 20 : 10 ; 65 : 20 : 15 ; 60 : 20 : 20 ; 55 : 20 : 25 ; 80 : 0 : 20 dan
80 : 20 : 0.

Anda mungkin juga menyukai