Disusun Oleh :
2022
2
BAB 1
PENDAHULUAN
peningkatan sifat reologi setelah mengalami penuaan jangka pendek relative lebih
sedikit karena kemungkinan terjadi pemecahan rantai molekul polimer lateks alam.
3. Sebagai alternatif dimana latex dan bitumen merupakan suatu bahan tambahan
yang keberadaannya melimpah di Indonesia, pengolahan cukup sederhana,
bahan yang ramah lingkungan dan sekaligus diharapkan dapat memberikan
sumbangan yang positif terhadap pengembangan teknologi perkerasan Jalan
Tol Tangerang - Merak.
Pada tahapan ini variasai karet alam direaksikan terlebih dahulu dengan
bitumen, selanjutnya dicampurkan dengan variasai aspal dan ditambahkan
dengan agregat halus dan batu kerikil. Campuran tersebut yang kemudian
diblending menggunakan mixer, dan dicetak melalui Hot Compressor.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspal
Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses
pembentukannya adalah sebagai berikut :
7
a. Aspal Alam
Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti aspal di pulau
buton, dan ada pula yang diperoleh di pulau Trinidad berupa aspal danau. Aspal
alam terbesar di dunia terdapat di Trinidad, berupa aspal danau. Indonesia memiliki
aspal alam yaitu di Pulau Buton, yang terkenal dengan nama Asbuton (Aspal Pulau
Buton). Penggunaan asbuton sebagai salah satu material perkerasan jalan telah
dimulai sejak tahun 1920, walaupun masih bersifat konvensional. Asbuton
merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk
batuan. Karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di alam,
maka kadar bitumen yan material yang ditemukan begitu saja di alam, maka kadar
bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Untuk
mengatasi hal ini, maka asbuton mulai diproduksi dalam berbagai bentuk di pabrik
pengolahan asbuton. Produk asbuton dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Produk asbuton yang masih mengandung material filler, seperti asbuton
kasar, asbuton halus, asbuton mikro, dan butonite mastic asphalt.
2. Produk asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui
proses ekstraksi atau proses kimiawi (Sukirman, 2003).
b. Aspal Minyak
Aspal minyak adalah kumpulan bahan-bahan tersisa dari proses destilasi
minyak minyak bumi di pabrik kilang minyak, bahan sisa yang dianggap sudah
tidak bisa lagi diproses secara ekonomis (dengan kemajuan teknologi dan kondisi
mesin yang ada) untuk dapat menghasilkan produk-produk yang dapat dijual seperti
misalnya sejenis bahan bakar, bahan pelumas, dan lainnya. Bahan-bahan sisa tadi
dicampurkan antara residu padat dengan bahan cair lain, biasanya akan di bagi
dalam tiga kelas, yaitu kelas penetrasi (Pen 40/50, Pen 80/70, dan Pen 80/100).
Pada suhu tertentu (misalnya suhu kamar 250C, suhu standar untuk tes angka
penetrasi aspal), semakin rendah angka penetrasi maka akan semakin keras wujud
aspal, semakin susah cara penanganannya (diperlukan suhu lebih tinggi
8
agar aspal menjadi lunak atau cair). Sebaliknya, semakin tinggi angka penetrasi,
maka aspal akan mudah menjadi encer, mudah dikerjakan, tetapi sulit untuk
mencapai kestabilan campuran aspal, terutama pada iklim panas seperti di
Indonesia, karena aspal cenderung lunak pada suhu tinggi. Pengerjaan aspal
umumnya memerlukan pemanasan pada suhu sekitar 110-1700C, supaya aspal
menjadi encer (viskositas rendah, sekitar 0,2 sampai dengan 50 Pa.s) sehingga
mudah untuk dipompa atau dipindahkan, dicampur dengan agregat ataupun
dipadatkan.
c. Aspal emulsi
Aspal emulsi adalah aspal yang bercampur air (60-70%) dalam bentuk
emulsi. Bergabungnya aspal dengan air dimungkinkan karena adanya bahan
tambahan yang bersifat katalis. Pencampuan aspal dengan air dan katalis tadi
dengan mesin colloidmill, sehingga molekul-molekul aspal melayang di dalam air.
Penggunaan aspal emulsi biasanya untuk lapis beton aspal campuran dingin
(digunakan pada lokasi-lokasi tertentu yang tidak membolehkan ada api terbuka,
misalnya wilayah pengeboran minyak), untuk lapis tackcoat, primecoat, atau
campuran untuk bahan tambal lubang siap pakai.
e. Aspal Modifikasi
Aspal modifikasi (Polymer Moified Asphalt/PMA, Polymer Modified
Bitumen/PMB, Aspal Modifikasi) adalah aspal minyak ditambah dengan bahan
9
f. Slop Oil
Slop Oil atau minyak bumi bercampur air (bukan berupa emulsi) adalah sisa
minyak bumi mentah yang sudah dipompa dari dalam tanah, tetapikarena
kandungan minyak mentahnya kurang dari jumlah minimum untuk dapat diproses
secara ekonomis, biasanya dibuang di suatu tempat pengumpulan. Biasanya
material ini digunakan sebagai bahan stabilisasi tanah, terutama digunakan di
daerah sekitar pengeboran minyal. Sekarang cara tersebut tidak lagi diizinkan,
karena Slop Oil dikategorikan sebagai bahan limbah beracun dan berbahaya, harus
diproses terlebih dahulu agar tidak akan merembes masuk ke akar-akar tanaman.
Slop Oil yang telah diproses dengan bahan aditif (proses re-use dari bahan limbah
B3) pernah berhasil dipakai sebagai bahan stabilisasi jalan tanah di kawasan
pengeboran minyak di Duri, Riau pada tahun 1999 sebagai gelar percobaan
sepanjang 500 meter. Pengembangan teknologi stabilisasi tanah ini tidak berlanjut
karena penggunaannya tidak banyak dan pasarnya belum berkembang
(Soehartono,2015).
(Asphalt Institute). Berbagai cara dan jenis aditif dicoba untuk ditemukan agar titik
lembek aspal yang ada di pasaran dapat dinaikkan darri 48oC menjadi paling tidak
55oC bahkan lebih tinggi untuk mengantisipasi permukaan beton aspal yang
mengalami panas permukaan tinggi, beban berat, kendaraan berjalan lambat dan
alur ban bergerak seperti di atas rel kereta api.
Pemakaian aditifu untuk menaikkan titik lembek ternyata berakibat
menurunnya angka penetrasi aspal, sehingga aspal menjadi kering dank eras, serta
menyulitkan dalam pengerjaannya. Aditif lain harus ditemukan untuk
mengembalikan kelas aspal menjadi kelas 60/70 lagi agar tidak mudah ageing
(penuaan), batas terendah untuk angka penetrasi sementara ini disepakati tidak
kurang dari 50.
Kesulitan produksi lainnya akhirnya berujung dengan tidak selalu semua
aditif yang ditambahkan itu mau bekerja sama secara sinergis membentuk kesatuan
dalam peningkatan kinerja aspal. Masing-masing peneliti dan produsen sekarang
masih berlomba untuk menemukan aditif-aditif yang sesuai dengan kebutuhan
peningkatan kinerja aspal dan aditif tersebut dapat saling bekerja sama dengan hasil
akhir yang secara ekonomis memberikan harga wajar.
Bahan aditif aspal modifikasi yaitu :
1. Plastomer
Platomer adalah bahan yang sering kita kenal sebagai plastik, yang
berfungsi mmeningkatkan titik lembek dan meningkatkan kekentalan. Menurut
pengamat, bahan ini akan memberikan hasil baik untuk peningkatan titik lembek
sampai dengan 55oC, tetapi peningkatan selanjutnya menunjukkan penurunan
angka penetrasi yang drastic dan kehilangan kelengketan yang substansial.
2. Elastomer
Elastomer adalah bahan aditif yang lebih lentur, mampu meningkatkan titik
lembek sampai dengan 600 lebih tanpa kehilangan daya lengket. Penetrasi akan
turun, perlu ditambah dengan bahan aditif lain yang mampu menaikkan angka
penetrasi.
11
3. Polimer
Polimer adalah bahan tambah yang merupakan rangkaian monomer dengan
berbagai fungsi. Pilihan untuk menjadikannya bahan aditif tergantung dari sifat
dominan yang dipunyai oleh polimer tersebut dan sinerginya dengan aditif lain yang
mungkin juga perlu ditambahkan untuk meningkatkan sifat tertentu yang tidak
dikehendaki.
4. Asphalten
Penambahan asphalten untuk meningkatkan titik lembek meskipun tidak
terlalu tinggi, sekitar 51 sampai dengan 55oC pernah dilakukan antara lain
penambahan Gilsonite, Fixonite, atau bubuk asbuton (asbuton mikro). Penambahan
terlalu besar (melebihi 4%) dapat menimbulkan kehilangan daya lengket aspal,
karena meterial tersebut akan berfungsi seperti butir halus yang menyerap aspal.
5. Serat selulosa
Penambahan selulosa akan meningkatkan titik lembek dengan 30oC. Salah
satu kelemahan pencampuran dengan serat selulosa adalah tidak adanya jaminan
bahwa serat selulosa yang dituang ke dalam pugmill akan tersebar secara merata ke
dalam campuran aspal dan agregat, sering terjadi menggumpal di satu tempat.
5. Aditif Ideal
Aditif ideal untuk aspal modifikasi adalah aditif yang secara sendiri atau
bersamaan mampu meningkatkan titik lembek sesuai dengan kebutuhan, tetapi tidak
menurunkan angka penetrasi aspal lebih rendah dari 50oC, tidak memerlukan suhu
tinggi untuk mencapai viskositas pencampuran (maksimum 180oC), ataupun
viskositas pemadatan (maksimum 150oC), sehingga pengerjaannya tidak jauh
berbeda dengan pengerjaan campuran beton aspal yang menggunakan aspal biasa.
6. Kesulitan Produksi
Kesulitan produksi yang dihadapi oleh produsen aspal modifikasi di
Indonesia saat ini adalah perlunya mesin blending aspal yang efektif dan efisien
serta mudah dipindahkan. Pengalaman menunjukkan perlunya mengadduk aditif
dengan aspal baku selama 8 jam untuk mencapai keseragaman yang dapat diterima.
Apabila penggunaan aspal modifikasi telah meningkat dan pasar meluas, maka
produsen akan sanggup membeli peralatan blending yang lebih canggih, sehingga
pencampuran menjadi 1 jam saja dengan manfaat harga aspal modifikasi akan jauh
lebih murah (Soehartono,2015).
Anang Priambodo (2003) di dalam tesisnya mendefinisikan aspal juga
merupakan material yang bersifat visco-elastis dan mempunyai ciri-ciri beragam
mulai dari yang bersifat sangat melekat sampai dengan yang bersifat elastis.
2.2 Bitumen
Menurut British Standart 3690, bagian 1 : 1989, bitumen merupakan cairan kental
atau padatan yang terdiri dari hidrokarbon dan turunannya, yang dapat larut dalam
pelarut trikloroetilen dan merupakan senyawa non–volatile dan akan melunak
apabila dipanaskan. Bitumen memiliki kombinasi unik kedap air yang sempurna
dan sifat adesif yang telah digunakan dengan efektif selama lebih 5000 tahun.
Bitumen merupakan bahan thermoplastic yang berharga rendah ataupun murah dan
biasanya digunakan sebagai atap, jalan dan juga trotoar. Akan tetapi, bitumen
memiliki sifat mekanik yang lemah dimana akan mudah rapuh pada keadaan dingin
akan cepat melunak dan mencair dalam keadaan panas. Salah satu metode yang
digunakan untuk menguatkan bitumen adalah mencampurkannya dengan bahan
polimer. (Mc Nally,2011).
Bitumen dianggap sebagai campuran kompleks dari berat molekul yang tinggi
hidrokarbon dan nonhidrokarbon yang mana dapat dipisahkan menjadi sifat yang
terdiri dari aspal, resin, aromatik dan parfin (Traxler,1963).
Tiga jenis hidrokarbon saat ini dalam bitumen, paraffin, naftana dan
aromatik. Non hidrokarbon dalam bitumen memiliki atom heterosiklik terdiri dari
sulfur, nitrogen, nitrogen dan oksigen. Analisis dasar mengenai bitumen dihasilkan
dari berbagai macam minyak mentah menunjukkan bahwa kebanyakan bitumen
mengandung :
1. Karbon 82 – 85 %
2. Hydrogen 8 – 11 %
3. Sulfur 0 – 6 %
4. Oksigen 0 – 1,5 %
5. Nitrogen 0 – 1 %
Sedikit banyaknya logam seperti nikel, besi, vanadium, kalsium, magnesium, dan
kromium juga ditemukan dalam bitumen (Atherton et al,1987).
16
Ada banyak kebingungan dalam penggunaan dan penasfsiran dari istilah “bitumen”,
aspal bitumen, ataupun aspal murni. Dala tigam dekade terkahir, upaya yang dibuat
untuk mengembangkan tata nama yang seragam dari bahan- bahan bitumen yang
ada di dunia. Tidak adanya kesepakatan yang diperoleh dari usaha ini dan berbagai
skema pengklasifian bitumen telah dibuat dan diusulkan oleh para peneliti yang
berbeda dalam membagi jenis dari zat – zat yang ada pada bitumen. (Chilingarian,
G.V.1987).
Sifat dasar dari bitumen seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1 Berdasarkan
bentuknya, bitumen dibagi ke dalam 3 golongan yaitu bitumen padat, emulsi, dan
cair. Bitumen padat adalah bitumen yang pada suhu ruang berbentuk padat dan
dalam keadaan panas berbentuk cair. Bitumen emulsi merupakan suatu campuran
bitumen dengan air dan bahan pengemulsi. Sedangkan bitumen cair adalah bitumen
yang pada suhu ruang berbentuk cair dan merupakan campuran bitumen keras
dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi, dapat dilarutkan dalam
zat pelarut yang berupa nafta, kerosin, atau minyak gas.
17
No Sifat Bitumen/aspal
5 Bau Berbau
(Mirawaty,2011)
Bitumen padat adalah batuan sedimen yang mengandung material organik, yang
akan menghasilkan minyak melalui proses penyulingan atau retort. Umumnya
batuan yang dikategorikan sebagai bitumen padat berupa serpih, namun batuan lain
pun dapat juga dikategorikan sebagai bitumen padat dengan syarat memiliki
sejumlah material organik yang dapat menghasilkan minyak dengan proses
retorting.
b. Oil. Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltene, tersusun dari
paraffin, siklo paraffin dan aromatis serta mempunyai berat molekul rendah.
19
a) Asphaltene
1. Berwarna hitam/coklat amorf, bersifat termoplastik dan sangat polar,
merupakan komplek aromatis, H?C ratio 1:1, berat molekul 1000-100000,
dan tidak larut dalam n-heptan.
2. Berpengaruh pada sifat reologi bitumen, pemanasan yang berkelanjutan akan
rusak.
3. Makin tinggi asphaltene, maka bitumen makin keras, makin kental, makin
tinggi titik lembeknya, makin rendah harga pentrasinya.
20
b) Resin
1. Berwarna coklat tua, berbentuk solid/semi solid, tersusun oleh C dan H, dan
sedikit O,S dan N, bersifat sangat polar, H/C ratio 1,3 – 1,4 , berat molekul
500 – 50000, dan larut dalam n-heptan.
2. Daya rekat yang kuat, dan berfungsi sebagai dispersing agent atau peptisizer
dari asphlatene.
c) Aromatis
1. Berwarna coklat tua, berntuk cairan kental, bersifat non polar, dan di
dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300-2000.
2. Terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari total bitumen.
d) Saturate
- Berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hamper sama dengan
aromatis.
- Tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene, dan
aromatis, kompsisi 5-20% dari total bitumen.
Asphaltene dan resin yang bersifat sangat polar dapat bercampur
membentuk koloid dan menyebar dalam aromatis. Dengan demikian maka aspal atau
bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket,
larut dalam karbon disulfida, dan struktur utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon”
yang sangat kompak. (Nuryanto, A. 2008).
Bagian aromatic pada bitumen lebih lanjut dipisahkan menjadi mono, di-,
dan fraksi poliaromatik dengan menggunakan teknik kromatografi. Konsentarasi
dari subfraksi dapat ditotalkan yang biasanya berurutan dari 20 – 25% mono, 30 -
35%, dan lebih dari 50% poliaromatik.
Dengan demikian, atas hasil yang telah didapat, jarak antara titik didih dari
fraksi akan meningkat, dan molekul akan menjadi lebih berat, dan konsentrasi
relative dari aromatic akan meningkat dan konsentrasi relative dari hidrokarbon
jenuh (nafta dan paraffin) akan menurun. (Banerjee,K.D.2012)
2.3 Agregat
Agregat yang merupakan bahan utama untuk struktur jalan, adalah sekumpulan
butir-butir batu pecah dan pasir, atau mineral yang lain, baik dari hasil alam,
maupun buatan. Lapis perkerasan mengandung 90-95% agregat berdasarkan persen
berat atau 75-85% agregat berdasarkan persen volume. Agregat yang digunakan
harus dalam keadaan bersih dari kotoran, bahan-bahan organik atau bahan lain yang
tidak dikehendaki, karena akan mengurangi kinerja campuran.
1. Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan no. 8 (diameter 2,36
mm)
2. Agregat halus, yaitu batuan yang lolos saringan no. 8 (diameter 2,36) dan
tertahan saringan no. 200 (diameter 0,075 mm)
3. Bahan pengisi (filler), yaitu material yang lolos saringan no. 200 (diameter
0,075 mm)
Pada dasarnya terdapat tiga macam agregat, yaitu batu pecah, kerikil, dan
pasir. Batu pecah adalah batu dari batuan dasar (bed rock) atau boulder yang pecah
secara mekanis. Sifat-sifat penting dari agregat yang mempengaruhi kinerja
perkerasan aspal, adalah :
a. Gradasi
b. Bentuk butiran
22
c. Kekerasan
d. Keawetan (durability)
e. Tekstur permukaan
f. Kebersihan
g. Penyerapan
h. Adhesi
i. Tahanan gelincir/kekesatan
2.4 Karet
Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untk
lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet
merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang
perekonomian negara. Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan
konsumsinya jauh di bawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi
sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis.
Sesuai namanya, karet alam berasal dari alam, yakni terbuat dari getah tanaman
karet. Sifat-sifat atau kelebihan karet alam yang sebagai berikut:
Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah
digumpalkan dengan asam.
(d) Lump segar
Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan
lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan
Bahan Merek
Lateks
Aspal Lokal
Batu Kerikil
Agregat Pasir Halus
Lokal
Bitumen Cair
3.2 Alat
Spatula -
Pipet Tetes -
Cetakan Kubus 5cm
ASTM C 348-2002
1. Agregat berupa pasir halus dicuci terlebih dahulu dengan air, kemudian
dikeringkan di oven pada suhu 110 oC.
2. Seluruh agregat pasir halus disaring dalam ayakan 100 mesh.
2. Kemudian lemari asam dihidupkan dan diatur suhu Hot Plate pada suhu 60 oC.
30
5. Ditambahkan masing-masing 300 gram agregat pasir dan 50 gram batu kerikil
ke dalam campuran tersbut secara perlahan sambil diaduk pada temperature
yang sama selama 15 menit.
8. Hasil cetakan didinginkan pada suhu kamar, kemudian dikeluarkan dari cetakan
untuk di uji.
9. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada bitumen, aspal dan lateks dengan
variasi perbandingan (v/v) dalam 100 mililiter : 75 : 20 : 25 ; 70 : 20 : 10 ; 65
: 20 : 15 ; 60 : 20 : 20 ; 55 : 20 : 25 ; 80 : 0 : 20 dan 80 : 20 : 0.
31
3.4.1Preparasi Agregat
Pasir Halus
Dikeringkan di oven,
suhu 110 0C
Batu Kerikil
Dikeringkan di oven
suhu 110 0C
5 ml lateks
campuran
campuran agregat
hasil
Catatan : Perlakuan yang sama juga dilakukan pada Aspal, bitumen dan lateks dengan variasi
perbandingan (v/v/v) : 70 : 20 : 10 ; 65 : 20 : 15 ; 60 : 20 : 20 ; 55 : 20 : 25 ; 80 : 0 : 20 dan
80 : 20 : 0.