Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH PENGAWASAN ORANG TUA TERHADAP PERILAKU

MEROKOK ANAK REMAJA USIA 12 -16 TAHUN


DI DESA PENANDING

PROPOSAL

OLEH:
TETAP SOPRIYADI
NIM. 1911270051

PROGRAM STUDI SAINS DAN SOSIAL


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO
BENGKULU
2022

i
KATA PENGANTAR

BismillahirrahmanirrahimAssalamu’alaikumm Warahmatullahi
WabarakatuhPuji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan nikmat-nya kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, tabi’in, tabi’at dan yang
terakhir kepada umatnya amiin. Dengan rasa syukur penulis dapat menyelesaikan
proposal ini dengan baik, yang berjudul “Pengaruh Pengawasan Orang Tua
Terhadap Perilaku Merokok Anak Remaja Awal Usia 12 -16 TahunDi Desa
Penanding”. Dalam penyusunan proposal ini, penulis menyadari masih ada
kendala yang menghambat langkah penulis untuk menyelesaikan proposal ini.Dari
itu penulis sangat berharap kritik dan saran agar penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini dengan baik sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku atas
bimbingan bapak/ibu dosen sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal ini
perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Bengkulu,Februari 2023

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah.......................................................................... 4
C. Perumusan Masalah............................................................................ 4
D. Tujuan Penelitian................................................................................ 4
E. Manfaat Penelitian.............................................................................. 5

BAB ll LANDASAN TEORI....................................................................... 6


A. Pengawasan Orang Tua...................................................................... 6
B. Perilaku Merokok............................................................................... 10
C. Remaja................................................................................................ 15

BAB lll METODE PENELITIAN .............................................................. 21


A. Jenis Penelitian .................................................................................. 21
B. Waktu Dan Tempat Penelitian .......................................................... 21
C. Subjek Penelitian................................................................................ 21
D. Data dan Sumber Data ....................................................................... 21
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 22
F. Teknik Analisis Data.......................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Perilaku anak diusia remaja pada umumnya
merupakansuatupengembanganjatidiri, dimanaanakusiaremajaingindiberikan
kebebasandalammelakukansesuatuyang merekainginkan.Remajalebihsering
diistilahkan sebagai masa adolescence, yang banyak mencakuparti yang luas,
dalam hal ini kematangan mental, emosional dan fisik sangat mempengaruhi
perkembangannya.
MenurutMurtiyani(2011),masaremaja merupakan masa yang rentan bagi
seseorang untukterlibatdalamperilakumenyimpang
sepertimerokok.Seorangremajamemilih untuk merokok erat kaitannya dengan
belum matangnya mental seorang remaja.Remaja merupakan suatu periode
penting dari rentang kehidupan, suatu periode transisional, masa
perkembangan, masa usia berkonflik, masa dimana individu mencari jati
dirinya, usia menyeramkan (dreaded), masa unrealism, dan ambang menuju
kedewasaan (Krori, 2011).
Kurangnya informasi dan pengetahuan dari lingkungan serta pengaruh
lingkungan teman dan media yang negatif membuat remaja berani mencoba
perilaku-perilaku yang berbahaya, misalnya merokok, mengonsumsi narkoba,
dan berperilaku seks, hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan remaja
(Silalahi, 2010). Menurut Hurlock (1990) remaja adalah individu yang berada
pada tahap usia 12-18 tahun. Menurut Monks, (2001) batasan tahap usia
remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia
remaja ada pada rentang 12-23 tahun.
Menurut Erickson (Santrock, 2003) masa remaja adalah masa terjadinya
krisis identitas atau pencarian jati diri.Gagasan Erickson ini diperkuat oleh
James 2 Marcia yang menemukan terdapat empat status identitas diri pada
remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan
identity achieved. Karakteristik remaja yang yang berada pada proses

1
perkembangan untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan
berbagai masalah pada diri remaja.
Di samping itu, masa remaja merupakan masa peralihan yang mana
remaja menjadi labil dan mudah terpengaruh.Pada tahap ini, labil dan mudah
terpengaruh terkait dengan perilaku remaja yang mudah berubah dan
kerentanan remaja untuk dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.Oleh sebab
itu kondisi yang belum pasti inilah remaja rentan mengalami permasalahan
dan berperilaku negatif karena masih labil dan emosinya belum terbentuk
secara matang, salah satunya adalah merokok (Karyadi, 2008).
Secara umum menurut Kurt Lewin (Komasari & Helmi, 2000) bahwa
perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu.Artinya,
perilaku merokok tidak hanya disebabkan oleh faktor dalam diri, namun juga
disebabkan faktor dari lingkungan remaja. Menurut Sitepoe, (2005) perilaku
merokok adalah suatu perilaku yang melibatkan proses membakar tembakau
yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok ataupun pipa.
Perilaku merokok ternyata tidak hanya dijumpai pada kalangan orang dewasa,
namun juga dapat ditemui pada kalangan remaja.
Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin
meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan
meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok (Hasnida & Kemala, 2005).
Erikson (Fagan, 2006) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa
yangrentan pada krisis aspek psikososial.Krisis aspek psikososial pada remaja
merupakan krisis identitas yang berbentrokan dengan kebingungan.Krisis
aspek psikososial ini terjadi karena remaja sedang berada dalam upaya
mencari jati diri yang dibarengi ketidaksesuaian antara perkembangan psikis
dan sosial. Untuk mengatasi tekanan yang diakibatkan krisis tersebut, remaja
melakukan perilaku merokok sebagai cara mengatasi atau hanya sekedar
mencoba-coba sesuatu yang baru dalam rangka menemukan jati dirinya.
Perilaku merokok merupakan perilaku yang dapat dilakukan remaja dalam
upaya meneguhkan identitas dirinya.

2
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut
pandangsangatmerugikan,baikuntukdiri sendirimaupunorangdisekelilingnya.
Dilihat dari segi kesehatan menurut
AditamaT.Y(2006:30)perilakumerokoktelah terbukti berhubungan
dengansedikitnya 25 penyakitpada berbagaiorgantubuh,antara lain kanker
saluran pernafasan hingga paru, kandungkemih,bronkitiskronik,penyakit
jantung,gangguanpembuluhdarahdiotak (yangdikenalsebagai stroke),gangguan
katarakdimata,penyakitsalurancerna, membuatkulitcepatkeriputdanbahkan
sampai impotensi.
Faktorkeluargayangmempengaruhi
perilakumerokokdiantaranyahubungan orang tua kurang harmonis, orang tua
terlaluotoriter,kurangnyakomunikasidengan
orangtua,keuanganyangberlebihanatau kekurangan,keluargayangmerokok
khususnya pada orang tua karena orang tua merupakan figur bagi anaknya
(Aula, 2010).
Menurut Dinas Pendidikan, perokok yang mulai merokok pada usia 15-
19 tahun cenderung pada pendidikan tinggi sedangkan untuk perokok yang
mulai merokok pada umur 5-9 tahun pada pendidikan rendah (Depkes RI,
2010). Data terbaru berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga
Modernisator dan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti menunjukkan jika
31,3% pelajar menjadi perokok, dimana 20,6% diantaranya merupakan
perokok aktif dan 10,7% mengaku pernah merokok (Kompas, 2013).
Permasalahanmerokokmerupakanmasalah yang masih sulit diselesaikan
hingga saat ini. HasilRisetKesehatanDasartahun2021 menunjukkan bahwa
perokok usia di antara 12-16 tahun sebanyak 36,3%. Sebagian besar dari
merekaadalahperokoklaki-lakidengan prevalensi 64,9%.
Pengaruh pengawasanorangtuayangsangatdibutuhkan
dalammenghadapiperilakumerokokpada remajaadalahmenanamkanrasadisiplin
dariayahterhadapanak,memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap
anak olehibu,pengawasanataslingkungan pergaulananaksebaik-baiknya.Untuk
anggotakeluargayangmerokokdisarankan

3
untukmerokokditempattertentudantidak merokokdisembarangtempatterutama
didepan anak-anak.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Pengawasan Orang TuaTerhadap Perilaku
Merokok Anak Remaja Awal Usia 12 -16 Tahun”.

B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah penelitian di atas, maka
batasan masalah dalam penelitian ini adalah kurangnya pengawasan orang tua
terhadap anak-anak yang menjadikan rokok sebagai kebiasaan saat remajadan
dampak perilaku merokok pada gaya hidup anak usia remaja di desa
Penanding.

C. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat
pengaruh pengawasan orang tua terhadap perilaku merokok anak remaja awal
usia 12 -16 tahundi desa Penanding?

D. Tujuan Penelitian
Di dalam kegiatan penelitian harus memiliki tujuan jelas untuk
memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan. Maka tujuan dari penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh pengawasan orang tua terhadap perilaku merokok
anak remaja awal usia 12 -16 tahundi desa Penanding.

E. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian yang dilakukan ini, diharapkan dapat mempunyai
manfaat;
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosila mengenai

4
pengaruh pengawasan orang tua terhadap perilaku merokok anak remaja
awal usia 12 -16 tahunyang dapat di sajikan sebagai referensi bagi
penelitian selanjutnya, khususnya yang meneliti masalah perilaku
merokok.Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi
pengetahuan dan pemahaman terhadap penelitian yang penulis lakukan.

2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan yang berguna serta
menjadi sumber informasi kepada masyarakat luas tentang pengaruh
pengawasan orang tua terhadap perilaku merokok anak remaja.
Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi referensi bagi
pemerintah pusat atau daerah dan lembaga-lembaga pendidikan dalam
pembuatan suatu program yang berkaitan dengan masalah tersebut, untuk
mengetahui dan memahami tentang yang mempengaruhi perilaku merokok
pada gaya hidup anak usia remaja awal.

5
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengawasan Orang Tua


1. Pengertian Pengawasan Orang Tua
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengawasan berasal dari
kata awas yang berarti memperhatikan dengan baik (waspada). 1
Sedangkan orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan
ibu serta merupakan hasil ikatan perkawinan yang sah.
Orang tua memiliki tanggungjawab untuk mendidik, mengasuh dan
membimbing anak-anaknya. Orang tua dalam penelitian ini adalah ayah
dan ibu dari anak (jika anak itu tinggal bersama ayah dan ibu) atau orang
lain yang bertanggungjawab atas pendidikan anak tersebut, wali siswa atau
orang tua asuh jika anak tersebut tinggal bersama wali.
Dapat disimpulkan bahwa pengawasan merupakan pemusatan tenaga
fisik maupun psikis dari orang tua yang tertuju pada anaknya.Pemusatan
tenaga fisik maupun psikis ini tergambar dengan pemberian dukungan,
dorongan, dan arahan oleh orang tua kepada anaknya dalam rangka
menunjang keberhasilan belajar anak.
Pengawasan orang tua mengindikasikan perlunya peran orang tua
dalam menciptakan suatu keadaan yang lebih kondusif dengan anak
melalui kedekatan antara keduanya. Orang tua yang baik yang tertarik
pada kemajuan anak-anak mereka, jika mereka mempunyai kesempatan
maka akan mengawasi pembelajaran anak-anak dirumah. Orang tua juga
dapat mengajarkan metode belajar yang menurut mereka baik dan mudah,
walaupun metode tersebut berbeda dengan metode yang digunakan di
sekolah anak mereka.
Melalui kegiatan sekolah, orang tua tetap dapat mengikuti
kemajauan anak mereka melalui kegiatan dan penilaian dari anak-anak
mereka.Misalnya, dirumah dapat ditambah akses buku pelajaran, seperti
buku online dan pembelajaran lainnya yang dapat meningkatkan

6
keterlibatan orang tua dirumah dan memberikan kesempatan komunikasi
antara orang tua dan anak.
2. Pola Pengawasan
Berbicara mengenai pola pengawasan orang tua mengindikasikan
peran orang tua dalam menciptakan iklim kedekatan yang lebih kondusif
dengan anak tentunya dengan kriteria pengukuran yang lebih luas. Seorang
anak akan berhasil dalam kegiatan belajarnya di rumah serta meningkatkan
prestasinya, maka diperlukan adanya pengawasan dari orang tua. Terdapat
4 macam pola atau gaya pengawasan terhadap anak, diantaranya:
a. Authoritative Parenting (hangat dan tegas)
Orang tua selalu mengajarkan anaknya untuk bersikap mandiri
dan mengerjakan segala hal dengan kemampuannya sendiri.
Pengawasan ini akan menumbuhkan sikap yang memicu untuk
meningkatkan rasa percaya diri dan tanggung jawab sosial.
Pengawasan ini membuat sang anak memiliki kematangan sosial dan
moral, lincah bersosial, adaptif, kreatif, tekun belajar di sekolah, serta
mencapai prestasi belajar yang tinggi.
b. Authoritarian Parenting (kurang mau menerima kemauan anak)
Pengawasan ini menerapkan hukuman kepada sang anak jika
anak tersebut melakukan kesalahan dan orang tua juga kurang mau
menerima kemauan sang anak. Akibatnya, anak melakukan hal yang
dapat membuat mereka memberontak pada saat usia menginjak remaja,
membuat sang anak ketergantungan pada orang tua, susah untuk aktif
dalam masyarakat, sulit bersosialisasi aktif, kurang percaya diri,
mudah frustasi, tidak berani menghadapi masalah yang ada, dan suka
mengucilkan diri.
c. Neglect Parenting (sedikit waktu untuk anak)
Pola asuh ini merupakan pola asuh yang membuat sang anak
menjadi berkemampuan rendah dalam mengontrol emosi dan prestasi
sekolah juga buruk. Pola asuh ini juga membuat anak menjadi kurang

7
bertanggung jawab dan mudah dihasut. Hal ini dikarenakan orang tua
kurang memiliki waktu dengan anak dan lebih mementingkan hal lain.
d. Indulgent Parenting (memberikan kebebasan tinggi pada anak)
Pola asuh ini orang tua kurang menanamkan sikap disiplin
kepada sang anak, anak bebas memilih sesuai kemauannya dan
pengawasan ini membuat anak bertindak sesuai dengan apa yang
mereka mau dan orang tua membiarkannya tanpa memarahi dan
memberi hukuman. Pola ini akan membuat anak suka menentang,
tidak patuh jika disuruh tidak sesuai kehendak tersebut, hilangnya rasa
tenggang rasa, dan kurang bertoleransi dalam bersosialisasi di
masarakat. Anak akan suka meminta dan membuat mereka selalu
manja serta sulit untuk berprestasi di sekolahnya.
Gaya pengawasan orang tua yang authoritative parenting adalah
gaya pengawasan yang sangat diinginkan oleh para orang tua dalam
mengawasi anak-anaknya. Karena setiap orang tua pasti menginginkan
anaknya mandiri, cerdas, berwawasan luas, bertingkah laku baik, dan
berharapan kelak bernasib lebih baik dari orang tuanya.
3. Bentuk Perhatian/Pengawasan Orang Tua Terhadap Belajar Anak
Perhatian orang tua terhadap anak terutama dalam hal pendidikan
Sangat penting. Terlebih lagi yang difokuskan adalah perhatian
orang tua terhadap aktivitas belajar yang dilakukan anak sehari-hari dalam
kapasitasnya sebagai pelajar (penuntut ilmu), yang kelak akan
diproyeksikan sebagai pemimpin masa depan. Bentuk perhatian/
pengawasan orang tua terhadap belajar anak dapat berupa:
a. Pemberian bimbingan dan nasihat.
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan orang tua kepada
anaknya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya
secara bijaksana.Memberikan bimbingan kepada anak merupakan
kewajiban orang tua.
Memberikan nasihat berarti memberi saran-saran untuk anak
dapat memecahkan masalah berdasarkan pengetahuan, pengalaman,

8
dan pikiran. Nasihat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam
membuka kesadaran akan hakikat sesuatu serta mendorong mereka
untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
b. Pengawasan belajar.
Pengawasan orang tua berarti mengontrol atau mengawasi
aktivitas anak baik secara langsung maupun tidak langsung. Orang tua
perlu mengawasi pendidikan anak-anaknya, karena tanpa ada
pengawasan yang berkelanjutan dari orang tua besar kemungkinan
pendidikan anak tidak akan berjalan lancar. Pengawasan ini biasanya
diutamakan dalam masalah belajar. Dengan cara ini orang tua akan
mengetahui kesulitan apa yang dialami anak, kemunduran atau
kemajuan belajar anak, apa saja yang dibutuhkan anak dalam
menunjang aktivitas belajar, dll. Dengan demikian anak dapat meraih
hasil belajar yang maksimal.
c. Pemberian motivasi dan penghargaan.
Sebagai pendidik yang utama dan yang pertama, orang tua
hendaknya juga mampu memberikan motivasi atau dorongan agar anak
lebih giat dalam belajar.
d. Pemenuhan kebutuhan belajar anak.
Kebutuhan belajar adalah segala alat dan sarana yang diperlukan
untuk menunjang kegiatan belajar.Seperti ruang belajar, seragam
sekolah, buku, alat tulis, dan sebagainya.
4. Konsep Peranan Orang Tua
Sarlito Wirawan S. berpendapat, teori peranan (Role Theory) adalah
teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin
ilmu.Istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor
harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai
tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.Peranan orang
tua merupakan perilaku yang berkenaan dengan orang tua dalam
memegang posisi tertentu dalam lembaga keluarga yang didalamnya
berfungsi sebagai pengasuh, pembimbing, dan pendidik bagi anak.

9
Selain itu, peranan menurut Citrawati Agustina yang mengutip dari
Asmaran dalam buku yang berjudul Pengantar Studi Akhlak yaitu:
a. Bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan seseorang dalam
manajemen
b. Pola penilaian yang diharapkan dapat menyertai suatu kelas
c. Bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok pranata
d. Fungsi yang diharapkan seseorang atau menjadi karakteristik yang ada
padanya
e. Fungsi dalam setiap variable dalam hubungan sebab akibat.
Pengertian peranan diungkapkan oleh Soerjono Soekanto yakni
peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
makaia menjalankan suatu peranan.

B. Perilaku Merokok
1. Teori Perilaku
Menurut Alisjahbana (1986: 96) bahwa perilaku yang ditimbulkan
oleh manusia tercermin dari segala tindakan dan perbuatan untuk
mencapai tujuannya dimana manusia bergantung pada lingkungannya.
Jujun (1994: 86) muncul teori KAP (knowledge, attitude and practice)
bahwa perilaku orang dipengaruhi oleh sikap (attitude), pengetahuan
(knowledge), akan tetapi semua perilaku terdapat variabel penting yang
menjembataninya yaitu variabel motivasi.
Sedangkan, Kalangie (1994: 87) mengatakan bahwa perilaku
merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu
berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang
bersangkutan.
Sehubungan dengan perilaku sosial, David. O. Sears (1995: 50)
mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi dan membentuk
perilaku sosial individu yaitu:

10
a. Faktor genetik.
Faktor genetik adalah faktor yang dibawah sejak lahir oleh
manusia.Faktor genetik ini merupakan faktor yang dibawah atau
diwarisi oleh orang tua.
b. Faktor pengalaman.
Situasi dan kondisi yang dipetik atau yang dialami serta diamati
oleh seseorang dari peristiwa- peristiwa yang dialami dari perjalanan
hidupnya yang akan membentuk perilaku yang berlainan pada setiap
individu dalam mengembangkan perilaku sosialnya.
c. Faktor lingkungan.
Situasi dan kondisi yang dialami oleh seseorang sejak lahir, masa
kanak-kanak hingga masa dewasa baik dalam lingkungan keluarga
maupun lingkungan sekitarnya akan memberikan pengaruh yang
berbeda pada perkembangan masing-masing.
d. Faktor pendidikan.
Tingkat pendidikan yang berbeda akan memberikan tanggapan
yang berbeda pada kemampuan individu untuk berinteraksi.
2. Teori Perilaku Merokok
Perillaku Merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa
membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan
rokok maupun menggunakan pipa (Sitepoe, 2000: 20).
Pendapat lain menurut Levy (1984) menyatakan bahwa perilaku
merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan
menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh
orang- orang disekitarnya.
Conrad and Miller dalam Sitepoe (2000: 17) menyatakan bahwa
“seseorang akan menjadi perokok melalui dorongan psikologis dan
dorongan fisiologis”.Dorongan psikologis biasanya pada anak remaja
adalah untuk menunjukkan kejantanan (bangga diri), mengalihkan
kecemasan dan menunjukkan kedewasaan.Dorongan fisiologis adalah

11
nikotin yang dapat menyebabkan ketagihan sehingga seseorang ingin terus
merokok.
Sedangkan Merokok adalah proses mengisap asap tembakau yang
dibakar kedalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar
(Armstrong dalam Nasution, 2011).
Medical Research Council on Symptoms 1986 dalam Kurniawati
(2000), mengungkapkan bahwa ”seseorang dikatakan sebagai perokok
adalah mereka yang merokok sedikitnya 1 batang perhari sekurang-
kurangnya selama 1 tahun. Sedangkan bukan perokok merupakan orang
yang tidak pernah merokok paling banyak 1 batang perhari selama 1
tahun” (Komalasari dan Alvin, 2007).Secara kesimpulannya, definisi
prilakumerokok adalah memasukkan bahan yang berasal dari dedaunan
(tembakau) yang mengandung zat tertentu (khususnya nikotin) sebagai
tindakan untuk memperoleh kenikmatan.
3. Tipe Perilaku Merokok
Menurut Tomkinds (1991) ada 4 tipe perilaku merokok sebagai
berikut:
a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh persaan positif. Dengan merokok,
seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Ditambahkan, ada
3 sub tipe ini yakni (1) merokok hanya untuk menambah atau
meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok
setelah minum kopi atau makan. (2) Merokok hanya dilakukan
sekedarnya untuk menyenangkan perasaan, dan (3) kenikmatan yang
diperoleh dengan memegang rokok.
b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak
orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif.
Misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai
penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak
terjadi sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.
c. Perilaku merokok yang adiktif. Mereka yang sudah adiksi, akan
menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari

12
rokok yang diisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar
rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena ia
khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya.
d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka
menggunakan rokok sama sekali merupakan suatu perilaku yang sudah
bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari ia
menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benar-
benar habis.
4. Dampak Perilaku Merokok
Adapun Beberapa hal dianggap sebagai manfaat dari merokok
adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi stress, tekanan perasaan yang kurang enak, secara tidak
langsung menjadikan remaja lebih berani.
b. Menimbulkan perasaan nikmat.
c. Mempererat pergaulan antar kawan, terutama bila semua kawan
merokok.
d. Meningkatkan keberanian dan perasaan jantan, jagoan dan macho.
e. Mengurangi nafsu makan, sehingga bisa mencegah kegemukan (PMI,
1996: 40).
5. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Mu’tadin (2002) mengemukakan alasan mengapa remaja merokok
antara lain:
a. Pengaruh orang tua
menurut Baer & corado, remaja perokok adalah anak-anak yang
berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak
begitu memperhatikan anak-anaknya, dibandingkan dengan remaja
yang berasal dari lingkungan keluarga yang bahagia. remaja yang
berasal dari keluarga konservatif akan lebih sulit untuk terlibat dengan
rokok maupun obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang
permisif, dan yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orang tua
sendiri menjadi figur. Contoh yaitu perokok berat, maka anak-

13
anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya Perilaku merokok
lebih banyak didapati dan pada mereka yang tinggal dengan satu orang
tua (single parent).
b. Pengaruh Teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja
merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah
perokok juga dan demikian sebaliknya.Ada dua kemungkinan yang
terjadi dari fakta tersebut, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh
teman-temanyaatau sebaliknya.
c. Faktor Kepribadian
Remaja mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau
ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan.Satu sifat
kepribadian yang bersifat pada pengguna obat-obatan (termasuk
rokok) ialah konformitas social.Pendapat ini didukung Atkinson
(1999) yang menyatakan bahwa orang yang memiliki skor tinggi pada
berbagai tes konformitas social lebih menjadi perokok dibandingkan
dengan mereka yang memiliki skor yang rendah.
d. Pengaruh Iklan
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan
gambaran bahwa perokok adalah lambing kejantanan atau glamour,
membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti
yang ada dalam iklan tersebut.
6. Tahap Perilaku Merokok
Adapun tahap-tahap Perilaku Merokok Seperti yang diungkapkan
oleh Leventhal & Clearly (Cahyani, 1995) terdapat empat tahap dalam
perilaku merokok sehingga menjadi seorang perokok:
a. Tahap preparatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat
atau dari hasil bacaan. Hal ini menimbulkan minat untuk merokok.

14
b. Tahap invitation. Merupakan tahap perintisan merokok yaitu tahap
apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku
merokok.
c. Tahap becoming a smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi
rokok sebanyak empat batang rokok perhari, maka ia mempunyai
kecenderungan untuk menjadi seorang perokok.
d. Tahap maintenance of smoking. Tahap ini sudah menjadi salah satu
bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan
untuk efek psikologis yang menyenangkan.

C. Remaja
Definisi Remaja Remaja dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
diartikan sebagai mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin. B Hurlock
(1999: 206) menyatakan bahwa “secara psikologis masa remaja adalah usia
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa”.
Menurut Hurlock (1988) ada dua istilah yang seringkali dipakai dalam
pembahasan masalah remaja, yaitu Pubertas dan Adolescen. Pubertas berasal
dari kata Pubertiet, yaitu berarti usia kedewasaan, kata ini lebih menunjuk
pada perubahan fisik daripada perubahan perilaku yang terjadi pada saat
individu menjadi matang dan mampu memberikan keturunan. Sedangkan
istilah Adolescen berasal dari kata latin Adolescere yang berarti tumbuh yaitu
tumbuh menjadi dewasa.
Sedangkan menurut Sarwono (2001) menyatakan definisi remaja untuk
masyarakat Indonesia adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan
belum menikah.
1. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
a. Perkembanang Biologis
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat pada saat masa
pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan
sosial.Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada
perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi

15
semakin panjangdan tinggi).Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat
reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada
laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono,
2006: 52).
b. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002: 15) pemikiran
operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun.
Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada
pemikiran operasional konkret.Piaget menekankan bahwa bahwa
remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang
dilakukannya penyesuaian diri biologis.Menurut Piaget (dalam
Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata pemikiran opersional formal
bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis.Remaja berpikir lebih abstrak
dibandingkan dengan anak- anak misalnya dapat menyelesaikan
persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam berpikir
seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan
dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti
ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan
secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
c. Perkembangan Sosial
Potter&Perry (2005:535) mengatakan bahwa perubahan emosi
selama pubertas dan masa remaja sama dramatisnya seperti perubahan
fisik. Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung
jawab dan asimilasi penghargaan masyarakat.
Santrock (2003: 24) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial
remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan
manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran
dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua,
serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif,
kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam
masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam

16
perkembangan remaja. John Flavell (dalam Santrock, 2003: 125) juga
menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi
sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai
adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka.

2. Remaja Awal
Seorang remaja untuk tahap ini akan terjadi perubahan-perubahan
yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan yang akan menyertai
perubahanperubahan itu, mereka pengembangkan pikiran-pikiran baru
sehingga, cepat tertarik pada lawan jenis, mudah terangsang secara erotis,
dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah akan berfantasi
erotic.
Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada remaja awal
yang dikenal sebagai masa strong dan masa stress.Peningkatan emosional
ini merupaknan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi
pada masa remaja.Dari segi kondisi sosial peningkatan emosi ini
merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru, yang berbeda
dari masa sebelumnya.Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang
ditunjukan pada remaja misalnya mereka di harapkan untuk tidak lagi
bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan tanggung
jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring dengan
berjalannya waktu, dan akan Nampak jelas pada remaja akhir yang dalam
hal ini biasanya remaja sedang duduk di masa sekolah.

3. Ciri Khas Remaja


a. Hubungan dengan Teman Sebaya
Menurut Santrock (2003: 219) teman sebaya (peers) adalah
anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan
yang sama. Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan (dalam Santrock,
2003: 220) mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja mulai belajar
mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui

17
interaksi dengan teman sebaya.Pada saat remaja, seseorang
memperoleh kebebasan yang lebih besar dan mulai membangun
identitasnya sendiri.Secara emosional, mereka menjalin hubungan
yang lebih dekat dengan kelompoknya dibandingkan keluarga.Krisis
identitas ini membuat remaja mengalami rasa malu, takut, dan gelisah
yang menimbulkan gangguan fungsi di rumah dan di sekolah
(Potter&Perry, 2010).
Ada beberapa beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman
menurut Santrock (2003: 206) yaitu :
1) Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan
nama, usia, dan aktivitas favorit.
2) Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian.
3) Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati dan mau
bekerja sama.
4) Menghargai diri sendiri dan orang lain.
5) Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan,
nasihat, duduk berdekatan, berada dalam kelompok yang sama dan
menguatkan satu sama lain dengan memberikan pujian.
Ada beberapa dampak apabila terjadi penolakan pada teman
sebaya. Menurut Hurlock (2000: 307) dampak negatif dari penolakan
tersebut adalah :
1) Akan merasa kesepian karena kebutuhan social mereka tidak
terpenuhi.
2) Anak merasa tidak bahagia dan tidak aman.
3) Anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan,
yang dapat menimbulkan penyimpangan kepribadian.
4) Kurang mmemiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk
menjalani proses sosialisasi.
5) Akan merasa sangat sedih karena tidak memperoleh kegembiraan
yang dimiliki teman sebaya mereka.

18
6) Sering mencoba memaksakan diri untuk memasuki kelompok dan
ini akan meningkatkan penolakan kelompok terhadap mereka
semakin memperkecil peluang mereka untuk mempelajari berbagai
keterampilan sosial.
7) Akan hidup dalam ketidakpastian tentang reaksi social terhadap
mereka, dan ini akan menyebabkan mereka cemas, takut, dan
sangat peka.
8) Sering melakukan penyesuaian diri secara berlebihan, dengan
harapan akan meningkatkan penerimaan sosial mereka.
Sementara itu, Hurlock (2000: 298) menyebutkan bahwa ada
beberapa manfaat yang diperoleh jika seorang anak dapat diterima
dengan baik. Manfaat tersebut yaitu:
1) Merasa senang dan aman.
2) Mengembangkan konsep diri menyenangkan karena orang lain
mengakui mereka.
3) Memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola prilaku
yang diterima secara sosial dan keterampilan sosial yang
membantu kesinambungan mereka dalam situasi sosial.
4) Secara mental bebas untuk mengalihkan perhatian meraka ke luar
dan untuk menaruh minat pada orang atau sesuatu di luar diri
mereka.
5) Menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan tidak
mencemooh tradisi sosial.
b. Hubungan dengan Orang Tua Penuh Konflik
Collins (dalam Santrock, 2002: 42) menyimpulkan bahwa
banyak orang tua melihat remaja mereka berubah dari seorang anak
yang selalu menjadi seseorang yang tidak mau menurut, melawan, dan
menantang standar-standar orang tua.
Keluarga atau orang tualah yang pertama dan utama memberikan
dasar-dasar pendidikan seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan
santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar- dasar mematuhi

19
peraturan-peraturan, menanamkan kebiasaan-kebiasaan, dan lain-lain
sebagainya (Idris, 1987, h. 36).
c. Keingintahuan tentang seks yang tinggi
Seksualitas mengalami perubahan sejalan dengan individu yang
terus tumbuh dan berkembang (Potter&Perry,2010:30). Setiap tahap
perkembangan memberikan perubahan pada fungsi dan peran seksual
dalam hubungan.Masa remaja merupakan masa di mana individu
menggali orientasi seksual primer mereka lebih banyak dari pada masa
perkembangan manusia lainnya.
d. Mudah stres
Menurut Potter&Perry (2005:476), Selye (1976) berpendapat
bahwa stres adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik
mengharuskan seorang individu untuk berespons atau melakukan
tindakan.

20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. JenisPenelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan desain yang
digunakan dalam peneletian ini adalah cross sectional dengan menggunakan
pendekatan korelasional.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kurangnya
pengawasan orang tua terhadap anak-anak yang menjadikan rokok sebagai
kebiasaan remaja awal12-16 tahun di desa Penanding.Rancangan penelitian
cross-sectional merupakan jenis rancangan penelitian yang menekankan
waktu pengukuran variabel satu kali dan dalam waktu yang bersamaan.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Penanding.
2. Waktu penelitian
Waktu penelitiannya dilaksanakan dari setelah diajukan sampai
dengan penelitian selesai.

C. Subjek Penelitian
Yang dimaksud subyek penelitian, adalah orang, tempat, atau benda
yang diamati dalam rangka pembumbutan sebagai sasaran.Adapun subyek
penelitian dalam tulisan ini, adalah anak remaja awal 12-16 tahun di Desa
Penanding.

D. Data dan Sumber Data


1. Sumber Data Primer
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan dua sumber data, yaitu
data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui proses penelitian
langsung terhadap sasaran penelitian yang dilakukan dilapangan.

21
2. Sumber Data Sekunder
Sementara data sekunder diperoleh dari buku- buku referensi dan
dokumen terkait penelitian yang dilakukan di Desa Penanding.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data mempunyai peranan yang sangat penting
untuk menentukan keberhasilan dalam mencapai suatu penelitian, dalam arti
bahwa berhasil tidaknya suatu penelitian tergantung dari bentuk pengumpulan
data yang dilakukan.Teknik pengumpun data yang digunakan dalam penelitian
iniadalah sebagai berikut:
1. Tes
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti akan melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui hal-
hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya
sedikit/kecil.
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data
maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber data. Data wawancara
adalah data yang diperoleh melalui tanya-jawab antara peneliti dan
informan.Data ini bisa divalidasi menggunakan triangulasi. Wawancara
yang peneliti lakukan ini terstruktur artinya peneliti telah mengetahui
dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari responden sehingga
daftar pertanyaannya sudah dibuat secara sistematis. Peneliti juga dapat
menggunakan alat bantu tape recorder, kamera photo, dan material lain
yang dapat membantu kelancaran wawancara.
2. Observasi
Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket)
namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang
terjadi (situasi, kondisi).Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan

22
untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala- gejala alam dan
dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar.
3. Studi Kepustakaan
Hal ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara melakukan
penelusuran data dengan menelaah buku, jurnal, surat kabar, majalah, internet,
dansumber lainnya yang berkaiatan dengan apa yang sedang diteliti oleh
penulis

F. Teknik Analisis Data


Data yang terkumpul akan dianalisa secara kualitatif , yaitu akan
dideskripsikan dan disimpulkan melalui tahapan-tahapan berikut ini:
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk
itu maka perlu dicatat secara teliti, maka perlu segera dilakukan analisis
data melalui reduksi data, yaitu merangkum, memilih hal- hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
(Sugiono, 2013, h. 247).
2. Data Display
Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan, penyajian-penyajian
yang dimaksud meliputi berbagai jenis matriks,grafik, jaringan, dan bagan
(Anggito & setiawan, 2018, h. 248).
3. Kesimpulan
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya, tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel
(Sugiono, 2013, h. 252).

23
DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, S. Takdir. 1986. Antropologi Baru, Nilai-Nilai Sebagai tenaga


Integrasi Dalam Pribadi Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta : PT. Dian
Rakyat.

Anggito, Albi, and Johan Setiawan. 2018. Metodologi penelitian kualitatif.


Sukabumi : CV Jejak (Jejak Publisher).

Aula, Lisa Ellizabeth. 2010. StopSmoking (Sekarang atau Tidak Sama


Sekali).Yogyakarta : Garailmu

Atkinson. 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga.

Cahyani, B. 1995.Skripsi Hubungan antara Persepsi terhadap Merokok dan


Kepercayaan Diri dengn Perilaku Merokok pada Siswa STM
Muhammadiyah Pakem Sleman Yogyakarta. Yogyakarta: UGM

Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

David, O. Sears. 1995. Psikologi Sosial. Erlangga : Jakarta.

Djaali, dan muljono, pudji. 2008. Pengukuran dalam bidang pendidikan. Jakarta :
grasindo.

Hurlock, BElizabeth.1999.PsikologiPerkembangan. Jakarta: PT Gramedia.

Jujun Sumantri, 1994. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Individu.Jakarta : Ady Sakti

Kalangie, Nicolaas Silvanus. 1994. Kebudayaan dan kesehatan: pengembangan


pelayanan kesehatan primer melalui pendekatan sosiobudaya. Megapoin,
Divisi dari Kesaint Blanc.

Sarwono S. W. 2001. psikologi remaja. Jakarta : raja grafindo persada.

Shochib, M. 2010. Pola AsuhOrang Tua Dalam Membantu Anak


Mengembangkan Disiplin Diri. Rineka Cipta: Jakarta.

Sitepoe. 2000. Kekhususan Rokok di Indonesia. Jakarta : Gramedia.

Najibah, N. A. (2017). Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Hasil Belajar


Siswa Kelas IV SDN Cempaka Putih 02 Tangerang Selatan.Skripsi. UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta. (diakses tanggal 20 Februari 2021).

24
Nasrun, F. (2016).Pola Asuh Orang Tua Dalam Anak Di Era Digital. An-Nisa’, 9,
121-137

Iswanto. 2010. Pola Hidup Sehat Dalam Keluarga. Jakarta : Sunda Kelapa

Wawan, A& Dewi. 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Perilaku
Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

25

Anda mungkin juga menyukai