Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hingga saat ini tembakau dan rokok masih memegang peranan penting dalam
perekonomian global (Kinarsih, 2012:1). Rokok tidak hanya dikonsumsi orang dewasa, akan
tetapi rokok juga dikonsumsi oleh remaja. Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-
anak menuju dewasa. Periode ini disebut sebagai periode pencarian identitas diri di mana
seorang individu mulai bertanya mengenai berbagai macam fenomena yang terjadi di
lingkungan sekitarnya (Irwanto, 2001:46). Dalam fase ini, remaja akan mencoba segala
sesuatu yang ingin mereka ketahui, salah satunya adalah keinginan untuk mecicipi rokok.
Dari peraturan pemerintah No. 109 Tahun 2012, remaja tidak diperbolehkan untuk membeli
ataupun menikmati rokok sebelum menginjak usia 18 tahun.

Ada fakta menarik dari perilaku merokok yang dilakukan oleh siswa dan tergolong
remaja usia 13-15 tahun, salah satunya siswa dari Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel
Poncokusumo yang terletak di Kabupaten Malang. Beberapa siswa dari Sekolah Menegnah
Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo yang berjenis kelamin laki-laki merokok, perilaku
merokok terjadi baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo merupakan jenjang dasar


pada pendidikan setara dengan Sekolah Menegah Atas (SMA), yang terletak di kabupaten
Malang. Terdapat persamaan dan perbedaan kurikulum antara Sekolah Menengah Kejuruan
dengan Sekolah Menengah Atas, di mana pada Sekolah Menengah Kejuruan terdapat lebih
banyak porsi mengenai pendidikan produktif sesuai dengan jurusan siswa seperti: (1). Teknik
Komputer jaringan, (2). Otomotif, (3). Multimedia, (4). Keperawatan, (5). Tataboga.

Perilaku merokok siswa Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo


terjadi karena adanya interaksi sosial dalam bersosialisasi dengan lingkungan yang dapat
mempengaruhi pembentukan identitas diri. Agen sosialisasi siswa diantaranya; keluarga,
teman sebaya (peer group), sekolah dan lingkungan sosial. Berdasarkan pra-observasi
penulis, banyak ditemukan siswa yang tergolong remaja berusia 13-15 tahun merokok di
mana pada usia ini pemerintah melarang siswa untuk menikmati rokok terkait usianya yang
masih di bawah 18 tahun. Selain itu menurut pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI),
2

merokok haram jika dilakukan di tempat umum, dilakukan anak-anak dan dilakukan wanita
hamil (news.detik.com di akses 29 Juni 2019). Siswa Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan
Ampel Poncokusumo termasuk ke dalam kategori anak-anak di mana dalam Fatwa MUI
anak-anak diharamkan untuk merokok karena dapat membahayakan kesehatan diri sendiri
maupun orang lain yang menghisap asapnya.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini menghasilkan rumusan masalah


sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi lingkungan SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo?


2. Bagaimana latar belakang siswa SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo?
3. Apakah alasan yang mempengaruhi siswa SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo
merokok?
4. Bagaimana dampak perilaku merokok siswa SMK NU Sunan Ampel
Poncokusumo?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kondisi lingkungan SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo.
2. Mengetahui latar belakang siswa SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo.
3. Mengetahui alasan yang mempengaruhi siswa SMK NU Sunan Ampel
Poncokusumo merokok.
4. Mengetahui dampak perilaku merokok siswa SMK NU Sunan Ampel
Poncokusumo.
3

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan judul dari penelitian ini, “Fenomena Perilaku Merokok Siswa di Sekolah
Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo”, sangat penting bagi penulis untuk
mempelajari kajian dari beberapa referensi yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian
tersebut. Adapun penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian penulis adalah
sebagai berikut: Rastiti (2000) yang berjudul Rokok Dalam Kehidupan di Kota Denpasar,
penelitian ini mengkaji tentang perilaku merokok siswa di tiga SMU di kota Denpasar.
Penelitian ini mengungkapkan remaja merokok karena rokok dapat memberikan ketenangan,
walaupun remaja mengetahui bahwa perilaku merokok dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit.

Penelitian mengenai rokok lainnya juga dilakukan oleh Xiaoming Li et.al (2009) yang
melakukan penelitian di kalangan Siswa Sekolah Menengah di Nanjing, Cina. Penelitian ini
mengkaji dan menilai terdapat faktor dari orang tua, perilaku, dan psikologis yang berkaitan
dengan penggunaan tembakau di kalangan remaja Cina. Selain itu, Kennedy et.al (2011)
melakukan penelitian tentang Hubungan Romantis Remaja dan Perubahan Status merokok.
Penelitian ini melihat meskipun tingkat perilaku merokok menurun, merokok di kalangan
remaja terus menjadi masalah. Hal ini dikarenakan pentingnya pengaruh teman sebaya
terhadap perilaku merokok remaja tetapi untuk berhenti merokok sebagian besar remaja
mengabaikan dampak dari hubungan romantis remaja tersebut.

2.2 Konsep Remaja

Remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak menuju periode dewasa. Ciri-ciri
perilaku pada usia ini terlihat pada perilaku sosialnya di mana teman sebaya mempunyai arti
yang sangat penting. Mereka ikut dalam kelompok yang nilai kolektifnya sangat
mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu yang menjadi anggotanya. Inilah proses di
mana individu yang membentuk identitas dan nilai-nilai baru yang dapat menggantikan nilai-
nilai serta pola perilaku yang dipelajarinya di rumah (Irwanto, 2001:46-48).

Menurut WHO (Who Health Organization) bahwa definisi remaja dikemukakan


melalui tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosialekonomi. Sehingga dapat dijabarkan
4

bahwa remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan sosial.
Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak
menjadi dewasa. Serta individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan menjadi
keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2013).

Remaja dapat didefinisikan melalui beberapa sudut pandang yaitu remaja merupakan
individu yang berusia 11-12 tahun sampai 20-21 tahun. Remaja merupakan individu yang
menglami perubahan pada penampilan fisik, maupun perubahan psikologis. Remaja
merupakan masa yang penting dalam perjalanan kehidupan manusia. Masa remaja ini
merupakan jembatan antara masa kanakkanak yang bebas menuju masa dewasa yang
menuntut tanggung jawab (Kusmiran, 2011).

Pendapat tentang usia remaja bervariasi antara beberapa ahli, organisasi, maupun
lembaga kesehatan. Menurut WHO (Who Health Organization) remaja merupakan periode
usia 10 sampai 19 tahun. Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) usia remaja berada
dikisaran usia 15 sampai 24 tahun. Sedangkan, menurut The Health Resources Services
Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja terbagi menjadi tiga tahap,
yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun), remaja akhir (18-21 tahun)
(Kusmiran, 2011).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa remaja yaitu individu yang
berusia 11-12 tahun sampai 20-21 tahun. Dimana remaja merupakan masa transisi dari masa
anak-anak ke masa dewasa. Masa dimana individu tersebut mengalami perubahan-perubahan
secara fisik, maupun psikologis, serta masa dimana individu tersebut dituntut untuk
bertanggung jawab.

2.3. Perkembangan Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke dewasa, banyak perubahan-
perubahan yang terjadi pada remaja tersebut. Perubahan yang terjadi yaitu perubahan secara
fisik yang merupakan gejala primer dari pertumbuhan remaja. Sedangkan perubahan
psikologis muncul akibat dari perubahanperubahan fisik remaja tersebut (Sarwono, 2013).

Perubahan biologis adalah percepatan pertumbuhan, perubahan hormonal, dan


kematangan seksual yang datang dengan pubertas (Santrock, 2011). Perubahan fisik yang
sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tinggi
5

badan yang semakin tinggi, berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada
wanita dan mimpi basah pada laki-laki), dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh.
Perubahan fisik tersebut dapat meyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya, sehingga dapat
berpengaruh pada perubahan psikologi remaja tersebut (Sarwono, 2013).

Perkembangan atau perubahan kognitif yang terjadi selama masa transisi dari masa
kanak-kanak ke masa remaja adalah peningkatan dalam berpikir abstrak, idealis, dan logis.
Ketika mereka melakukan transisi tersebut, remaja mulai berpikir secara lebih egosentris,
sering merasa bahwa mereka berada di panggung, unik, dan tidak terkalahkan. Dalam
menanggapi perubahan tersebut, orang tua memberikan lebih banyak tanggung jawab untuk
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para remaja (Santrock, 2011).

Peubahan sosio-emosional yang dialami remaja adalah pencarianbukaan diri. Ketika


untuk kebebasan, konflik dengan orang tua, dan keinginan untuk menghabiskan lebih banyak
waktu dengan teman sebaya. Percakapan dengan teman-teman menjadi lebih intim dan
memasukkan lebih banyak keterbukaan diri. Ketika anak-anak memasuki masa remaja
mereka akan mengalami kematangan seksual sehingga mereka akan mengalami ketertarikan
yang lebih besar dalam hubungan dengan lawan jenis. Remaja akan mengalami perubahan
mood yang lebih besar daripada masa kanak-kanak (Santrock, 2011).

2.3. Siswa

Menurut Kompas (1985), siswa merupakan pelajar yang duduk di meja belajar, dari
Sekolah Dasar (SD), maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah ke
Atas (SMA). Siswasiswa tersebut belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan untuk
mencapai pemahaman ilmu yang telah didapat dalam dunia pendidikan. Siswa atau pesetra
didik adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti
pembelajaran yang diselengarakan di sekolah, dengan tujuan untuk menjadi manusia yang
berilmu, berketerampilan, dan berpengalaman (pelajaran.co.id di akses 29 September 2016)

Siswa adalah organism yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap
perkembanganya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadianya,
akan tetapi tempo dan irama perkembangan masingmasing anak pada setiap aspek tidak
selalu sama. hal yang sama siswa juga dapat dikatakan sebagai sekelompok orang dengan
6

usia tertentu yang belajar baik secara kelompok atau perorangan. Siswa juga dapat dikatan
sebagai murid atau pelajar, ketika berbicara siswa maka fikiran kita akan tertuju kepada
lingkungan sekolah, baik sekolah dasar maupun menengah (Jawa pos, 1949)

Pengertian yang sama diambil dari (Kompas Gramedia, 2005) Siswa adalah
komponen masukan dalam system pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses
pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan siswa dapat ditinjau dan berbagi pendekatan
antara lain:

a. Pendekatan social, siswa adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk
menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.
b. Pendekatan psikologi, siswa adalah suatu organism yang sedang tumbuh dan
berkembang.
c. Pendekatan edukatif, pendekatan pendidikan menempatkan siswa sebagai unsure
penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka system pendidikan
menyeluruh dan terpadu.

Siswa sekolah dasar masalah-masalah yang mncul belum begitu banyak, tetapi ketika
memasuku lingkungan sekolah menengah maka banyak masalah yang muncul karena anak
atau siswa sudah memasuku usia remaja. Selain itu juga siswa sudah mulai berfikir tentang
dirinya, bagaimana kluarganya, teman-teman pergaulannya. Pada masa ini seakan mereka
menjadi manusia dewasayang bisa segalanya dan terkadang tidak memikirkan akibatnya. Hal
ini yang harus diperhatikan oleh orang tua, kluarga dan tentu saja pihak sekolah (Jawa
pos,2013).

2.4. Perilaku Merokok

1. Rokok

Rokok adalah salah satu produk tembakau untuk dibakar dan dihisap atau dihirup
asapnya. Rokok dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica. Rokok
mengandung 4000 bahan kimia, diantaranya nikotin, tar, karbon monoksida dan hidrogen
sianida. (Sukendro, 2007 : 80).

2. Perilaku Merokok
7

Perilaku merokok dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi
Individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang
dampak yang ditimbulkan, serta tindakannya yang berhubungan dengan perilaku merokok itu
sendiri.

Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan
menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terisap oleh orang-orang
disekitarnya (Leavy dalam Nasution, 2007). Sedangkan menurut Aritonang (dalam Sulistyo,
2009) merokok adalah perilaku yang komplek, karena merupakan hasil interaksi dari aspek
kognitif, kondisi psikologis, dan keadaan fisiologis.

Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan
dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan
fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000:4). Pendapat lain
menyatakan merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan
menghembuskannya kembali keluar (Amstrong dalam Nasution, 2007).

Perilaku merokok adalah suatu aktivitas atau tindakan menghisap gulungan tembakau
yang tergulung kertas yang telah dibakar dan menghembuskannya keluar sehingga dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya serta dapat
menimbulkan dampak buruk baik bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya
(Nasution, 2007:10).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah


suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok kemudian menghisapnya dan
menghembuskannya keluar yang dapat menimbulkan asap yang dapat terisap oleh orang lain
dan merupakan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang berkaitan dengan rokok
dan merokok.

2.5 Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Looking Glass Self milik
Charles H. Colley di mana diri berkembang melalui interaksi dengan orang lain melihat
analogi antara pembentukan diri individu itu sendiri dengan perilaku orang yang sedang
bercermin. Perasaan individu mengenai penilaian orang lain terhadap dirinya menentukan
penilaian individu mengenai dirinya sendiri. Diri individu merupakan pencerminan dari
penilaian orang lain (Looking Glass Self).
8

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan
mengambil lokasi di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitaif yaitu lebih menekankan realitas sosial
sebagai sesuatu yang utuh, kelompok, dinamis, dan bersifat interaktif, untuk meneliti
kondisi obyektif yang alamiah. Data yang diperoleh dapat berbentuk kata, gambar,
kalimat, skema atau gambar.1 Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam
penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang
berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis.


Pendekatan fenomenologis secara konseptual adalah sebuah studi penampakan dalam
obyek, peristiwa, atau kondisi dalam persepsi individu penampakan dalam obyek,
peristiwa, atau kondisi dalam persepsi individu.2 Pendekatan ini digunakan untuk
mengetahui Fenomena Perilaku Merokok Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan
Ampel Poncokusumo di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo. Menurut Keirl dan
Miller dalam Moleong yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
pada manusia pada kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasanya dan peristilahannya.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjaadi obyek penelitian adalah SMK NU Sunan Ampel


Poncokusumo Malang. SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo Malang adalah lembaga
pendidikan yang terletak di desa Wonomulyo kecamatan Poncokusmo Kabupaten

1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, R&D (Bandung : Alfabeta, 2008)
hal. 399.
2
Turnomo Raharjo, Menghargai Perbedaan Kultur , (Pustaka Pelajar, Yogyakarta ; 2005) hal. 2.
9

Malang, sebagai lembaga pendidikan yang menjadi kepercayaan masyarakat setempat


dan masyarakat sekitar untuk menitipkan putra putri mereka dalam menimba ilmu
pengetahuan.

3.3. Sumber Data

Data merupakan hal yang akurat untuk mengungkap suatu permasalahan data juga
sangat diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Cara untuk memperolehnya,
maka dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu : Pertama, data primer yaitu data yang
langsung dikumpulkan peneliti (dari petugas-petugasnya) atau sumber pertama.3Yang
kedua data
sekunder, yaitu : data yang biasanya telah disusun dalam bentuk dokumendokumen.4

Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat di bawah ini:

a. Data Primer
Data yang dikumpulkan langsung dari informen (obyek) melalui wawancara
langsung, yang telah memberikan informasi tentang dirinya dan pengetahuannya.
Orang-orang yang masuk dalam kategori ini adalah mereka yang mengetahui tentang
Fenomena Perilaku Merokok Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel
Poncokusumo di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo, dan pengembangan
pendidikan Islam di sekolah. Dalam penelitian ini sumber informasi lapangan
diperoleh dari observasi dan wawacara dengan kepala sekolah, guru, staf-staf sekolah
dan siswa siswi di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo Data Sekunder
Data yang diperoleh peneliti dengan bantuan bermacam-macam tulisan
(literature) dan bahan-bahan dokumen. Literature dan dokumen dapat memberikan
banyak informasi tentang bagaimana strategi guru pendidikan agama islam serta
implikasi dalam Fenomena Perilaku Merokok Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan
Sunan Ampel Poncokusumo di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

3
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1998). hal. 22.
4
Ibid,, hal. 85.
10

Untuk menentukan data yang akan dipergunakan, maka dibutuhkan teknik


pengumpulan data agar bukti-bukti dan fakta-fakta yang diperoleh berfungsi sebagai data
objektif.

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga
yakni: observasi (observation), wawancara (interview), dan dokumentasi
(dokumentation). Metode tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Observasi (Observation)
Observasi merupakan proses yang kompleks, tersusun dari aspek psikologis
dan biologis.5 Pengumpulan data melalui observasi (pengamatan langsung) dibantu
dengan alat instrumen. Peneliti secara lansung melihat dengan mata kepala sendiri
apa yang terjadi, mendengarkan dengan telinga sendiri. Lihat dan dengar, catat apa
yang dilihat, didengar termasuk apa yang ia katakan, pikirkan dan rasakan.6
Observasi adalah merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data
dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.
Observasi dapat dilakukan secara partisipatif atau nonpartisipatif. Dalam observasi
partisipatif (participatory observation), pengamat ikut serta dalam kegiatan yang
sedang berlangsung. Sedangkan dalam observasi nonpartisipatif (nonparticipatory
observation), pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan
mengamati kegiatan.7 Hal-hal yang di obsevasi adalah Fenomena Perilaku Merokok
Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo di SMK NU
Sunan Ampel Poncokusumo. Dengan bertujuan untuk memperoleh data riil tentang
lokasi penelitian, lingkungan sekolah, sarana dan prasarana. Juga peneliti akan
memperoleh sebuah datadata konkrit seperti : profil umum, sejarahnya, tujuan yang
ingin dicapai, keadaan guru dan tenaga pengajar, keadaan siswa, sarana prasarana.
2. Wawancara (Interview)
Menurut kontjaraningrat,8 Teknik wawancara secara umum dapat dibagi ke
dalam dua golongan besar, yaitu wawancara berencana (standardized interview) dan
wawancara tak berencana (unstandirdizedinterview).

5
Husaini Usman, Metodelogi Penelitian Sosial (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 54.
6
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Cet. I; Bandung: Thersito, 2003), hal. 57.
7
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), hal. 220.
8
Kontjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Cet: III. Jakarta, Gramedia. 1991). hal.
138-139.
11

a. Wawancara berencana atau berstruktur adalah wawancara yan dilakukan dengan


didasarkan pada suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun
sebelumnya, dengan cara terjuan ke lapangan dengan berpedoman pada sebuah
interview guide sebagai alat bantu. Wawancara yang memuat unsur-unsur pokok
yang ditelusuri, pada peranan pendidikan islam. Yakni khususnya guru sebagai
pelaksana pendidikan islam.9 sehingga data diperoleh secara lisan dari guru-guru
atau narasumber terkait, siswa-siswa dan semua informen dalam kepentingan
penelitian ini.
b. Wawancara tak berencana atau bebas dan mendalam (in-depth) adalah
wawancara yang dilakukan dengan tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya
dengan suatu daftar pertanyaan susunan kata dan tata urut tetap yang harus
dipatuhi oleh peneliti secara ketat, atau dengan kata lain proses wawancara
dibiarkan mengalir asalkan memenuhi tujuan penelitian. Cara ini dianggap
bermanfaat di dalam menelusuri permasalahan lebih mendalam. Untuk lebih
mempertajam analisis terhadap data saat dilakukan penelusuran di lapangan.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tak berencana
atau bebas dan mendalam, alasan penggunaan teknik wawancara ini adalah untuk
memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang Fenomena Perilaku
Merokok Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo di
SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo, maka dengan demikian, melalui
wawancara tak berencana atau bebas dan mendalam (indepth) ini diharapkan
dapat benar-benar menggali informasi akan di teliti.
3. Dokumentasi (Documentation)
Dalam menggunakan teknik ini, penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dimungkinkan memperoleh beragam sumber data tertulis atau dokumen, baik melalui
literatur, jurnal, maupun dokumen resmi dari nara sumber yang berkaitan dengan
penelitian. Walaupun demikian bahan dokumen juga perlu mendapat perhatian
karena hal tersebut memberikan manfaat tesendiri seperti: sumber-sumber dan jurnal
yang terkait dalam pengembangan penelitian sehingga berimplikasi pada Fenomena
Perilaku Merokok Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel
Poncokusumo di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo.

9
Kerhaigar FN, Azas-azas Penelitian Behavioral (Cet. I; Gajah Mada University Press, 1992), hal.
767.
12

3.5. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah sebuah proses yang dilakukan melalui pencatatan, penyusunan,
pengolahan dan penafsiran serta menghubungkan makna data yang ada dalam kaitannya
dengan masalah penelitian.10 Data yang telah diperoleh diperoleh melalui wawancara,
observasi dan dokumentasi maka peneliti melakukan analisis melalui pemaknaan atau
proses interprestasi terhadap data-data yang telah diperolehnya. Analisis yang dimaksud
merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang persoalan
yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan lapangan bagi orang lain.
Teknik analisis ini bertujuan untuk menetapkan data secara sistematis, catatan hasil
observasi, wawancara dan lain-lainya berfungsi untuk meningkatkan pemahaman tentang
kasus yang diteliti yang menyajikannya, sebagai temuan bagi orang lain. Sedangkan
untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu di lanjutkan dengan berupaya
mencari makna.11
Analisis data ini meliputi kegiatan pengurutan dan pengorganisasian data, pemilihan
menjadi satuan-satuan tertentu, sintesis data, pelacakan pola serta penentuan apa yang
harus dikemukakan pada orang lain. Proses analisis data disini peneliti membagi menjadi
tiga komponen, antara lain sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
membuang yang tak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga
diperoleh kesimpulan akhir dan diverivikasi. Laporan-laporan direduksi, dirangkum,
dipilih hal-hal pokok, difokuskan. Mana yang penting dicari tema atau polanya dan
disusun lebih sistematis.12
Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung.
Peneliti mengumpulkan semua hasil penelitian yang berupa wawancara, foto-foto,
dokumen-dokumen sekolah serta catatan penting lainya yang berkaitan dengan
Fenomena Perilaku Merokok Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel
Poncokusumo di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo. Selanjutnya, peneliti
memilih data-data yang penting dan menyusunnya secara sistematis dan
disederhanakan.
10
Nana Sudjana & Awal Kusumah, Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi, (Bandung: PT Sinar
Baru Algensindo, 2000), hal. 89
11
Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Rake Sarasen, Yogyakarta: 1996), hal.104.
12
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Cet. I; Bandung: Thersito, 2003), hal. 129.
13

Miles dan Huberman mengatakan bahwa penyajian data dimaksudkan untuk


menemukan pola-pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk menemukan suatu makna dari data-data yang sudah diperoleh,
kemudian disusun secara sistematis dari bentuk informasi yang kompleks menjadi
sederhana tetapi selektif.
Data yang sudah disederhanakan selanjutnya disajikan dengan cara
mendikripsikan dalam bentuk paparan data secara Naratif. Dengan demikian di
dapatkan kesimpulan sementara yang berupa temuan penelitian yakni berupa
indikator-indikator perilaku menyimpang dalam problematika siswa SMK NU Sunan
Ampel Poncokusumo Malang.
2. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data
atau menyajikan data. Dengan mendisplaykan data atau menyajikan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.
3. Penarikan Kesimpulan
Menarik kesimpulan selalu harus mendasarkan diri atas semua data yang
diperoleh dalam kegiatan penelitian. Dengan kata lain, penarikan kesimpulan harus di
dasarkan atas data, bukan atas angan-angan atau keinginan peneliti.
Kesimpulan dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian
berlangsung, yaitu pada awal peneliti mengadakan penelitian SMK NU Sunan Ampel
Poncokusumo Malang. dan selama proses pengumpulan data. Dengan bertambahnya
data melalui proses verifikasi secara terus menerus akan diperoleh kesimpulan yang
bersifat menyeluruh. Dengan demikian, peneliti melakukan kesimpulan secara terus
menerus akan diperoleh kesimpulan yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian,
peneliti melakukan kesimpulan secara terus-menerus selama penelitian berlangsung.

3.6. Pengecekan Keabsahan Data


Untuk memenuhi keabsahan data tentang Fenomena Perilaku Merokok Siswa di SMK
NU Sunan Ampel Poncokusumo, Peneliti menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaa yang dilakukan peneliti pada waktu pengamatan di
lapangan akan memungkinkan peningkatan kepercayaan data yang dikumpulkan,
14

karena dengan perpanjangan keikutsertaan, peneliti akan banyak mendapatkan


informasi, pengalaman, pengetahuan, dan dimungkinkan peneliti bisa menguji
kebenaran informasi yang diberikan oleh distorsi, baik yang berasal dari diri sendiri
maupun dari responden serta membangun kepercayaan subjek yang diteliti.13
2. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-
unsur dalam situasi yang dicari, kemudian memusatkan hal-hal tersebut secara rinci.
Dalam hal ini peneliti mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci serta
berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol, kemudian peneliti
menelaahnya secara rinci sehingga seluruh faktor mudah dipahami.14
3. Triangulasi
Tringgulasi maksudnya data yang diperoleh dibandingkan, diuji dan di seleksi
keabsahanya.15 Teknik trianggulasi yang digunakan ada dua cara yaitu pertama
menggunakan trianggulasi dengan sumber yaitu membandingkan dengan mengecek
balik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif. Kedua Peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.
Teknik trianggulasi yang dilakukan peneliti membandingkan data atau
keterangan yang diperoleh dari responden sebagai sumber data dengan dokumen-
dokumen dan realita yang ada disekolah. Teknik ini bertujuan untuk mengetahui
Fenomena Perilaku Merokok Siswa di Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel
Poncokusumo di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo.

13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , hal 175.
14
Ibid. hal. 177
15
Ibid. hal. 330
15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah dan Profil Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo

Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo merupakan lembaga


pendidikan dasar berciri khas agama Islam setingkat Sekolah Menengah Pertama dan berada
dibawah naungan Kementrian Agama Kabupaten Tabanan. Secara resmi Madrasah
prestasinya.

4.2 Alasan Siswa Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo Merokok

Perilaku merokok siswa Madrasah Tsanawiyah Al-Amin merupakan salah satu


bentuk dari adanya pengaruh sosial yang berupa konfromitas. Pengaruh sosial berupa
konfromitas dapat terjadi karena adanya interaksi sosial yang dilakukan individu dengan
keluarga, lingkungan teman sebaya dan lingkungan sekolah (guru dan staf pengajar).

4.2.1 Kehidupan Keluarga

Keluarga batih (nuclear family) merupakan agen sosialisasi primer yang paling utama.
Dalam lingkungan keluarga, anak dapat melihat dan belajar dari apa yang diperankan oleh
kedua orang tuanya. Proses sosialisasi dalam keluarga dapat dilakukan baik secara formal
maupun informal. Kebiasaan merokok orang tua memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap perilaku merokok yang dilakukan oleh siswa. Siswa setiap hari bertatap muka dan
berinteraksi dengan kedua orang tuannya. Apabila orang tua dari siswa tersebut merokok,
maka siswa akan mencontoh perilaku orang tuanya sebagai seorang perokok. Siswa akan
menilai apa yang dilakukan oleh orang tuanya sebagai sesuatu yang wajar, karena orang tua
sebagai contoh seorang siswa (anak) dalam berperilaku (imitasi). Apabila orang tua siswa
mengetahui anaknya merokok dan tidak mengizinkan anaknya untuk merokok, maka akan
timbul konflik di dalam batin siswa tersebut. Hal ini dikarenakan apa yang diajarkan oleh
16

orang tua siswa (memberikan nasihat) bertentangan dengan apa yang dilihatnya (perilaku
merokok orang tua).

Adapun di dalam masyarakat tradisional, perkembangan seorang anak tidak hanya


dipengaruhi oleh kedua orang tuanya melainkan dipengaruhi juga oleh orang-orang yang ada
atau tinggal bersama dalam lingkungan keluarga luas (extended family), seperti nenek, kakek,
tante, paman, atau saudara sepupu lainnya turut serta dalam melakukan sosialisasi terhadap
keluarga batih (Damsar, 2011:70). Siswa yang disosialisasikan pada keluarga lebih luas
(extended family) dan memiliki kebiasaan merokok, sekalipun ayah atau ibunya tidak
merokok, siswa bersangkutan akan menyerap kebiasan anggota keluarga luas (extended
family) lainnya dalam mengisi keperibadian.

Proses pengaruh mempengaruhi ini merupakan suatu proses sosial yang mendasar
dalam kehidupan keluarga sebagai respon aktif anak terhadap lingkungannya yang
merupakan proses internalisasi, sosialisasi maupun enkulturasi suatu keluarga.

4.2.2 Lingkungan Teman Sebaya dan Tempat Tinggal

Kelompok teman sebaya (peer group) merupakan suatu kelompok dari orang-orang
yang seusia dan memiliki status yang sama, dengan siapa individu umumnya berhubungan
atau bergaul (Damsar, 2011 : 74-75). Kelompok teman sebaya baik berasal dari kerabat,
tetangga maupun teman sekolah memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk pola
perilaku individu. Di dalam kelompok, teman sebaya ikut menentukan dalam pembentukan
sikap untuk berperilaku yang sesuai dengan perilaku kelompoknya (Suyanto 2014 : 94)
Pergaulan remaja (siswa) ada dua jenis, yaitu dengan teman-teman di lingkungan tempat
tinggal (kampung) dan pergaulan remaja dengan teman-teman di sekolah. Pergaulan dengan
teman-teman di lingkungan kampung terkait dalam sebuah organisasi ARMADA (Asosiasi
Remaja Masjid).

Dalam ARMADA, remaja belajar bermasyarakat yang mana berkaitan dengan masalah
keagamaaan, kesenian (seni rebana dan tilawatil qur’an) dan masalah kemasyarakatan atau
organisasi. Berbeda dengan pergaulan remaja di ARMADA, pergaulan remaja di luar
kampung tidak terpengaruh oleh letak geografis maupun adminitrasi wilayah. Pergaulan di
luar lingkungan kampung lebih di dominasi oleh pergaulan dengan temanteman sekolah atau
geng.
17

Pergaulan dengan teman-teman sekolah atau geng mempunyai pengaruh yang lebih
besar dibandingkan dengan pergaulan ARMADA. Hal ini disebabkan karena intensitas
pertemuan dengan teman-teman sekolah lebih besar dan hampir terjadi setiap hari, sedangkan
pertemuan dengan ARMADA hanya berlangsung sewaktu-waktu. Dalam berbagai kegiatan
sekelompok remaja, baik dalam lingkungan ARMADA maupun geng akan terlihat bahwa
merokok merupakan suatu hal yang biasa, bahkan dengan sengaja dalam suatu acara
disuguhkan beberapa bungkus rokok, seolah-olah suatu acara tidak akan terasa lengkap
apabila tidak ada rokok.

Dapat disimpulkan bahwa merokok bersama teman-teman akan terasa lebih


menyenangkan dan dalam situasi seperti ini seorang remaja yang bukan perokok akan
berubah menjadi perokok. Ini disebabkan karena adanya kebutuhan di dalam diri remaja
untuk memperoleh penerimaan dan pengakuan dari kelompoknya, sehingga dalam hal ini
remaja menempatkan teman sebagai posisi panutan. Remaja akan melakukan apa saja yang
dilakukan oleh teman-temannya termasuk merokok dengan harapan mendapatkan pengakuan
dan penerimaan oleh teman-temannya.

4.2.3 Lingkungan Sekolah (Guru dan Staf Pengajar)

Sekolah mempunyai potensi yang besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anak.
Disini anak mempelajari hal baru yang belum dipelajari dalam keluarga ataupun kelompok
teman sebaya (peer group). Selama sekolah selain membaca, menulis dan berhitung adalah
aturan mengenai kemandirian, prestasi, universalisme dan spesifitas (Suyanto, 2014 : 95).
Pada saat jam istirahat, siswa berkumpul, mengobrol maupun bercanda dengan teman-
temannya. Selain di depan kelas atau di kantin, siswa biasanya nongkrong di depan sekolah
atau di belakang sekolah yang terdapat warung.

Untuk memperoleh sebatang rokok bagi seorang siswa tidaklah begitu sulit, sebab
rasa solidaritas antar teman sangat dominan sehingga apabila seorang siswa memiliki rokok
lebih, siswa langsung membagi-bagikan dengan temannya. Apabila siswa tidak mampu
membeli satu bungkus rokok, mereka dapat membeli rokok secara eceran satu batang Rp.
2000,- atau 2 batang seharga Rp. 3000,. Terkadang siswa membeli rokok iuran, 1 bungkus,
rokok siswa iuran dengan 4 orang Rp. 4000,- perorang dengan rokok seharga Rp. 17.000,-
perbungkus. Karena adanya sarana yang menunjang siswa terlibat dalam perilaku merokok,
18

seperti adanya kantin di dekat sekolah yang menjual rokok menjadikan siswa berani untuk
merokok di dalam lingkungan sekolah.

Hubungan antara guru dan siswa mempunyai sifat yang relatif stabil. Guru sebagai
pendidik dan pembina generasi muda dituntut untuk menjadi teladan, di dalam maupun dil
uar sekolah. Di sekolah, guru mengajarkan norma-norma dan kebudayaan ke dalam kelas
yang diajarnya. Guru dapat menentukan norma yang ada di dalam kelas dan otoritas guru
sulit untuk dibantah (Nasution, 2011 : 78). Guru dan kepala Sekolah Mengenah Kejuruan
Sunan Ampel Poncokusumo tidak mengizinkan para siswanya untuk merokok di lingkungan
sekolah, jika siswa melanggar peraturan sekolah sanksinya akan dimarahi oleh guru,
dipanggil ke ruang BP (Bimbingan dan Penyuluhan), dibotakin, diskors dan dipanggilnya
orang tua siswa. Beberapa cara telah dilakukan sekolah untuk memberikan penyuluhan
kepada para siswa mengenai rokok, terutama dampak negatifnya bagi kesehatan. Penyuluhan
ini pernah disampaikan oleh guru, kepala sekolah, puskesmas dan badan kesehatan daerah.

Untuk menghindari sanksi tersebut, para siswa merokok secara sembunyi-sembunyi di


toilet, kantin, dan di belakang sekolah. Merokok dengan sembunyisembunyi merupakan salah
satu reaksi siswa terhadap peraturan sekolah, mereka menunjukkan reaksi yang bertentangan
dengan apa yang diharapkan sekolah. Sekolah mengharapkan para siswa untuk menghindari
perilaku merokok dan disiplin akan tetapi siswa tetap merokok secara sembunyi-sembunyi
dengan harapan tidak terkena sanksi dari sekolah. Guru dan staf pengajar diharapkan mampu
untuk menjadi contoh dan teladan bagi siswa. Fungsi guru dan staf pengajar disini adalah: 1.
Guru diharapkan mampu menjadi pengajar yang baik bagi siswa. Sebagaimana dalam
perilaku merokok, guru dituntut untuk memberikan pengajaran kepada siswa terhadap
dampak dan bahaya yang ditimbulkan dari rokok, agar siswa berfikir dua kali untuk
melakukan perilaku merokok. 2. Guru dipandang agar selalu menjadi teladan yang baik bagi
siswa. 3. Guru diharapkan mampu memberikan dorongan, motivasi, kekuatan dan energi
yang besar kepada siswa untuk selalu berubah kearah yang lebih baik agar siswa perlahan-
lahan menghentikan kebiasaan merokok.

4.3 Dampak Perilaku Merokok Siswa SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo

4.3.1 Dampak Sosial


19

Lingkungan keluarga dan teman sebaya sangat mempengaruhi kebiasaan merokok


siswa, melihat keluarga atau temannya merokok mendorong keinginan siswa untuk mencicipi
rokok. Dampak sosial yang ditimbulkan dari perilaku merokok siswa ada tiga macam, (1).
Dampak lingkungan keluarga, (2). Dampak lingkungan teman sebaya dan dampak
lingkungan sekitar dan (3). Dampak lingkungan sekolah (guru dan staf pengajar). Disinilah
akan terlihat adanya akses hubungan sosial dan tanggapan sosial terhadap perilaku merokok.

4.3.2. Dampak Lingkungan Keluarga

Rokok dapat mengakibatkan siswa mengalami berbagai permasalahan dengan orang-


orang yang berada disekitarnya, terutama di dalam lingkungan keluarga. Sebagian besar
siswa merokok di luar rumah, selain di luar rumah siswa merokok di kantin sekolah dan saat
nongkrong bersama teman-temannya, ini berkaitan dengan reaksi orang tua terhadap perilaku
merokok anaknya di mana sikap antipati orang tua sering ditunjukkan dengan reaksi marah
jika melihat anaknya merokok. Jika dikaitkan dengan perilaku merokok yang berpengaruh
terhadap struktur sosial terhadap hubungan antara anak dan keluarganya, anak ingin berganti
peran menjadi orang dewasa dan ingin diperlakukan sebagai orang dewasa oleh lingkungan,
termasuk oleh orang tuannya.

Siswa tidak ingin dianggap anak kecil, sehingga siswa mengharapkan orang tua
`mereka mengiikut sertakan dalam berbagai kegiatan yang ada di rumah seperti dalam
mengambil keputusan dan lain-lain. Bertentangan dengan pandangan siswa yang merasa
merokok dapat membuat semakin dewasa, orang tua tidak ingin melihat anaknya terkena
dampak penyakit yang ditimbulkan akibat merokok, sehingga orang tua akan marah kepada
anaknya jika anak tersebut ketahuan merokok.

4.3.3. Dampak Lingkungan Teman Sebaya dan Lingkungan Sekitar

Perilaku merokok siswa merupakan upaya untuk memenuhi harapan berupa


tanggapan positif dari lingkungan pergaulannya (peer group). Seorang siswa ingin diterima di
dalam lingkungan pergaulan, sehingga fungsi rokok di sini membawa siswa ke arah
penerimaan kelompok teman sebaya. Dapat dikatakan bahwa perilaku merokok memudahkan
siswa untuk berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Sedangkan di dalam lingkungan
20

sekitar (masayarakat), perilaku merokok yang dilakukan oleh seorang siswa mendapat
tanggapan negatif.

Di dalam masyarakat, apabila anak di bawah usia 18 tahun merokok maka akan
dianggap menyimpang dari norma sosial yang ada. Norma sosial yang berlaku di masyarakat
adalah siswa boleh merokok pada saat usia siswa 18 tahun, apabila siswa usianya di bawah
18 tahun maka secara otomatis masyarakat akan mencap atau melabel siswa tersebut sebagai
anak nakal, anak bandel dan ahlaqnya tidak baik. Fungsi masyarakat disini adalah sebagai
pengontrol norma sosial dalam perilaku merokok siswa di lingkungan sosialnya.

4.3.4. Dampak Lingkungan Sekolah (Guru dan Staf Pengajar)

Dalam lingkungan sekolah, guru dan staf pengajar memiliki kekuatan yang besar
untuk mengikat siswanya supaya tidak melakukan perilaku yang menyimpang dari norma
sosial. Melalui peraturan-peraturan yang ada di sekolah guru mengikat tingkah dan perilaku
siswa, salah satunya adalah perilaku merokok. Walaupun siswa mentaati peraturan untuk
tidak merokok di lingkungan sekolah, tidak menutup kemungkinan siswa tetap merokok
secara sembunyi-sembunyi di lingkungan sekolah seperti di kantin, toilet dan di belakang
sekolah.

Sebagian siswa takut akan sanksi yang diberikan sekolah apabila melanggar peraturan
yang ada, namun sebagian siswa lainnya menganggapnya acuh tak acuh. Guru memiliki
fungsi sebagai pelabel, di mana siswa yang merokok dapat dicap sebagai anak bandel, nakal
dan sudah pasti bodoh. Beberapa siswa yang takut akan peraturan sekolah, secara tidak
langsung takut akan pelabelan yang diberikan oleh guru dan staf pengajar. Jika seorang guru
telah menggunakan label pada siswa, maka secara otomatis akan berdampak pada masa
depan kehidupan siswanya tersebut.

Oleh karena itu, guru dan staf pengajar diharapan dapat membimbing dan
mengarahkan siswa untuk berhenti merokok dan menggapai masa depan sebagaimana
harapan orang tua siswa kepada guru dan staf pengajar tersebut.

4.3.5. Dampak Kesehatan


21

Department of Health and Human Service (USA), mengatakan bahwa dalam setiap batang
rokok terdapat 4000 unsur zat kimia. Bahaya rokok kemudian timbul karena adanya zat
kimia, diantaranya: tar, nikotin, karbon monoksida, hindrogen sianida dan lain-lain
(Sukendro, 2007: 83-84). Kandungan bahan-bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dapat
mempengaruhi terbentuknya beberapa penyakit dalam tubuh diantaranya: resiko penyakit
jantung koroner, pembentukan kanker, penyakit saluran pernafasan, impotensi, dan merokok
bersifat adiktif (ketagihan) (Sunarno, 2007:40) Sebagian besar siswa Sekolah Mengenah
Kejuruan Sunan Ampel Poncokusumo menghisap rokok berfilter.

Dengan jumlah rokok yang dihisap satu hingga enam batang rokok perhari, maka
jumlah tar yang terserap ke dalam tubuh siswa sebanyak 15-150 mg perorang, mengingat
jumlah kandungan di dalam setiap batang rokok adalah 15 mg. Jumlah rokok yang dihisap
perhari sangat berpengaruh terhadap sifat kanserogenik yang ditimbulkan tar dalam tubuh,
sehingga kemungkinan besar bagi siswa untuk menderita penyakit kanker paru-paru.
Sebagian siswa hanya mengetahui secara sepintas, proses bagaimana efek rokok dapat
merusak kesehatan di dalam tubuh sama sekali tidak diketahui.

4.3.6. Dampak Ekonomi

Sejak lama telah terjadi polemik antara peran aktif perusahaan rokok dalam
perekonomian dan pembangunan Indonesia atau memiskinkan masyarakat Indonesia dengan
membeli rokok tersebut. Bagi pemerintah, industri rokok merupakan sumber pendapatan
yang sangat penting. Tak terhitung berapa banyak sumbangan finansial yang masuk ke kas
negara,
diantaranya :

1. Dalam bidang ekonomi Tersedianya lapangan pekerjaan


yang besar Cukai tembakau sebagai pemasukan kas Negara
2. Bidang pendidikan Tak sedikit beasiswa ataupun bantuan belajar yang diberikan oleh
perusahaan rokok kepada pelajar berprestasi ataupun yang tak mampu hingga mereka
bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi (Sukendro, 2007:60-63).

Selain berdampak buruk pada kesehatan, perilaku merokok berdampak buruk pada
perekonomian. Jika seseorang siswa mengeluarkan biaya untuk rokok rata-rata 20.000,-
rupiah perhari dan memutuskan untuk berhenti merokok, maka dalam satu bulan uang siswa
22

yang terkumpul adalah 600.000,- rupiah. Beberapa siswa Sekolah Mengenah Kejuruan Sunan
Ampel Poncokusumo merokok menggunakan uang saku, walaupun ada sebagian siswa yang
membeli rokok dengan cara iuran. Saat ini siswa tidak merasakan dampak ekonomi secara
langsung dari perilaku merokok, karena siswa mendapatkan rokok dari uang saku yang
diberikan oleh orang tua. Siswa pada awalnya menginginkan satu batang rokok setiap hari,
namun lama kelamaan siswa akan terus menambah jumlah rokok yang dihisap. Jika siswa
telah merasa kecanduan dan tidak dapat meninggalkan rokok, siswa dapat mencuri uang
orang tuanya atau menjual barang berharga untuk membeli rokok. Di sini perlunya
bimbingan dan pengawasan dari orang tua kepadamanak untuk menjauhi rokok.
23

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Interaksi remaja dengan lingkungan sosialnya sangat berpengaruh dalam


pembentukan identitas diri remaja. Perilaku merokok siswa Madrasah Tsanawiyah AlAmin
yang notabene sebagai remaja awal terjadi karena adanya pengaruh dari lingkungan keluarga,
lingkungan teman sebaya (peer group), serta pengaruh dari lingkungan sekolah (guru dan staf
pengajar). Alasan siswa Madrasah Tsanawiyah Al-Amin melakukan perilaku merokok
beragam, Terdapat tiga konsekuensi dari dampak yang ditimbukan oleh perilaku merokok,
antara lain: dampak kesehatan, dampak sosial dan dampak ekonomi.
24

DAFTAR PUSTAKA

Damsar, (2011). Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta:Kencana


Irwanto, (2001). Psikologi Umum, Jakarta:Gramedia
Nasution, (2011). Sosiologi Pendidikan, Jakarta:Bumi Aksara
Sukendro, Suryo, (2007). Filosofi Rokok, Yogyakarta:Pinus Book Publisher
Sunarno, (2007). Narkoba, Bahaya dan Upaya Pencegahannya, Semarang:PT.
Benggawan Ilmu
Skripsi:Rastiti, Ayu. (2000). Rokok Dalam Kehidupan Remaja Kota Denpasar(Suatu
Studi Antropologi Tentang Prilaku Merokok Pada Tiga Pelajar di Tiga SMU di Kota
Denpasar):Fakultas Sastra Universitas Udayana
Jurnal:Kennedy, Tucker, Pollard, Hyun Go, &Green. Jr (2011). Adolescent
Romantic Relationships AndChange In Smoking Status. Journal of Elsevier. Vol 36. No 320.
Li, Xiaoming., Mao, Rong., Stanton, Bonita., & Zhao, Qun. (2009). Parental,
Behavioral, and Psychological Factors Associated with Cigarette Smoking Among
Secondary School Students in Nanjing, China. Springer Science & Business Media, LLC. Vol
19. No 308.
Internet:Min. 2019. Pengertian Siswa Menurut Para Ahli. Diakses tanggal 9 Juli
2019, Pukul 10.00 WITA. Melalui Webside (http://www.pelajaran.co.id/2017/27 /pengertian-
siswa-menurut-paraahli.html)
News. Detik. 2009. MUI: Rokok Haram untuk Anak, Remaja, Wanita Hamil
dan di Tempat Umum. Diakses tanggal 29 September 2017, Pukul 13.00 WITA. Melalui
Webside (https://news.detik.com/berita/1074 152/mui-rokok-haram-untuk-anakremaja
wanita-hamil-dan-di-tempatumum)

Anda mungkin juga menyukai