Anda di halaman 1dari 6

PROBLEMATIKA CODE MIXING DAN CODE SWITCHING DALAM CARA

BERKOMUNIKASI GEN Z

Oleh :
Jennifer Aishah Ratu Bernardy, Pramudita Bhanuwati, Mayrindra Putri Arifia, Rara
Kurniasari, Fadiya Putri Septianingtyas
jennefrr@student.ub.ac.id
Universitas Brawijaya

Abstrak: Generasi Z kerap kali melakukan pencampuran bahasa Indonesia dengan bahasa
gaul yang beredar di masyarakat. Terutama dalam berbincang dengan teman sesama generasi
Z. Mereka berpikir bahwa penggunaan bahasa gaul (code mixing dan code switching) dalam
kehidupan sehari-hari merupakan suatu keharusan agar tidak tertinggal zaman. Penelitian ini
menunjukkan kasus yang terjadi di Dolanan, Jalan Pelabuhan Kamal,  Kecamatan Sukun,
Kota Malang merupakan salah satu contoh penggunaan code mixing dan code switching di
kalangan masyarakat. Dalam wawancara ternyata alasan mayoritas mereka menggunakan
bahasa gaul dikarenakan merasa lebih akrab jika menggunakan bahasa gaul dan tidak ingin
terlihat ketinggalan zaman. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan menjaga agar bahasa
Indonesia (tanpa campuran bahasa lain) tetap ada dan menjadi bahasa nomor 1 dengan
memberikan sosialisasi kepada Generasi Z di masyarakat tentang bagaimana penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta esensi dari penggunaan bahasa tersebut dalam
kehidupan sehari-hari dalam tetap melestarikan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.
Kata Kunci: bahasa gaul, code mixing, code switching, Generasi Z, bahasa persatuan

Pendahuluan 

Generasi Z lebih cenderung menggunakan bahasa gaul atau pencampuran bahasa


(code-mixing) dalam kehidupan sehari-hari seakan-akan hal tersebut merupakan identitas dari
mereka tanpa campur tangan suku dan daerahnya. Generasi Z kerap kali melakukan
pencampuran bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa gaul yang beredar di masyarakat.
Terutama dalam berbincang dengan teman sebaya sesama dari generasi Z. Beberapa dari
mereka berpikir bahwa penggunaan bahasa gaul (code-mixing dan code switching) dalam
kehidupan sehari-hari merupakan suatu keharusan agar tidak tertinggal zaman. Tak kurang
juga dalam penggunaan bahasa gaul itu mengikutsertakan campuran dari bahasa asing. 

Code-switching merupakan transisi satu kata dari satu bahasa ke bahasa lain dalam
satu kalimat. Singkatnya, potongan dari bahasa A digunakan saat pembicara menggunakan
bahasa B, code-mixing tidak bergantung pada situasi si pembicara dalam percakapan. Menurut
Basnight-Brown & Altarriba (2007), code-mixing terjadi secara sengaja, dalam klausa/kalimat
berbeda, dan bergantung pada situasi pembicara. Jadi, ada kemungkinan orang tersebut
merasa kata di dalam bahasa keduanya lebih cocok untuk diucapkan. 
Banyak fakta yang menunjukkan bahwa Generasi Z seringkali menggunakan bahasa
yang dicampur aduk dan bahasa yang dibolak balik atau disebut dengan code mixing dan code
switching. Salah satu contohnya adalah penggunaan bahasa Indonesia yang sering dicampur
aduk dengan bahasa Inggris, seperti penyisipan kata literally, honestly, obviously, atau prefer
pada kalimat berbahasa Indonesia. Di Indonesia sudah menjadi hal biasa para Influencer,
Selebgram, Tiktokers, atau YouTubers menggunakan code mixing dan code switching dalam
video atau konten yang mereka unggah di media sosial, hal tersebut membuat para Generasi Z
tertarik kemudian menirunya pada komunikasi sehari-hari dan akhirnya penggunaan code
mixing dan code switching menjadi tren di kalangan masyarakat. Banyaknya penggunaan
bahasa gaul dalam percakapan sehari-hari ini sebenarnya tidaklah menghilangkan bahasa
Indonesia itu sendiri, melainkan mengurangi makna penggunaan bahasa Indonesia yang baik,
sopan, dan santun dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan para remaja ini juga menciptakan
bahasa Indonesia menjadi bahasa gaul dengan cara membuat kata pelesetan dari kata bahasa
Indonesia itu sendiri.

 Tidak bisa dipungkiri juga jika penggunaan code mixing dan code switching memiliki
manfaat untuk membantu untuk mempelajari bahasa asing, khususnya bahasa Inggris.
Meskipun begitu hal tersebut tidak bisa menjadi alasan bagi pihak yang terlibat, khususnya
Generasi Z yang sering kali menggunakan code mixing dan code switching. Hal ini tentu
membuat pertanyaan baru muncul bagaimana implementasi rasa nasionalisme Generasi Z
dalam hal cinta dan rasa bangga terhadap bahasa indonesia yang merupakan budaya asli
Indonesia dan seharusnya dilestarikan dan sekarang sudah dialihfungsikan sebagai tolak ukur
dari kemajuan zaman.

Kasus yang terjadi di wilayah Malang tepatnya di Dolanan, Jalan Pelabuhan Kamal, 
Kecamatan Sukun merupakan salah satu contoh penggunaan code mixing dan code switching
di kalangan masyarakat. Sebanyak 15 orang mahasiswa yang berumur kisaran 17 sampai 19
tahun sedang berkumpul melaksanakan sebuah kegiatan, dan setelah kami wawancara
ternyata 13 dari 15 orang ini ternyata sering menggunakan bahasa gaul dalam percakapan
sehari-hari mereka dengan teman sebayanya. Sedangkan 2 dari 15 orang tidak menggunakan
bahasa gaul dalam percakapan sehari-hari mereka dengan teman sebayanya. Dalam
wawancara ternyata alasan mayoritas mereka menggunakan bahasa gaul dikarenakan mereka
merasa lebih akrab jika menggunakan bahasa gaul dan tentunya dikarenakan tidak ingin
terlihat ketinggalan zaman.

Selain itu, dengan banyaknya generasi Z yang menggunakan code mixing dan code
switching secara masif dampak besar pasti akan mengikuti. Seperti hilangnya identitas asli
bangsa Indonesia, dan juga lunturnya budaya bangsa Indonesia yang seharusnya dilestarikan.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan upaya untuk menjaga agar bahasa
Indonesia (tanpa campuran bahasa lain) tetap ada dan menjadi bahasa nomor 1 dalam
segalanya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan sosialisasi kepada
Generasi Z di masyarakat tentang bagaimana penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, serta esensi dari penggunaan bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari dalam tetap
melestarikan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.
Berdasarkan uraian singkat di atas, artikel ini akan membahas mengenai : (1)
Pengertian dari code mixing dan code switching; (2) eksistensi penggunaan code-mixing dan
code switching pada Generasi Z di kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan dari penulisan
artikel ini adalah untuk mengetahui arti dari code mixing dan code switching, mengetahui
bagaimana penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD, bagaimana
penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai EYD, bagaimana mempertahankan bahasa
Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD, dan bagaimana melestarikan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.

CODE MIXING DAN CODE SWITCHING 

Code Mixing merupakan pencampuran satu bahasa dalam bahasa lain oleh
komunikator dalam suatu komunikasi. Gumperz (1977: 82) menyatakan bahwa pencampuran
kode adalah bagian dari satu bahasa oleh seorang pembicara sementara pada dasarnya
menggunakan bahasa lain. Sepotong bahasa mengacu pada kata ataupun frasa dalam satu
bahasa yang dicampur ke bahasa lain. Peralihan kode adalah perubahan bahasa dari satu
bahasa ke bahasa lain. Tetapi jika pengeras suara mencampur bahasa a ke bahasa b pada
tingkat klausa atau frasa, ini disebut juga dengan pencampuran kode. 

Wei dalam Claros & Ishartyanti (2009: 68) memiliki pendapat yaitu membedakan
pengalihan kode dan pencampuran kode sebagai "jika pergantian kode terjadi pada atau di
atas tingkat klausul, itu dianggap alih kode, tetapi jika hal tersebut terjadi di bawah tingkat
klausul maka itu akan dianggap pencampuran kode". Hudson (1996: 53) juga menyatakan
pendapatnya bahwa "pencampuran kode berarti di mana bilingual yang fasih berbicara dengan
bilingual fasih lainnya, mengubah bahasa tanpa ada perubahan sama sekali dalam situasi".
Menurut Hoffman (1991: 112) menyebutkan bahwa ada tiga jenis Code Mixing yaitu intra
sentential code mixing, intra lexical code mixing, dan involving a change of pronunciation.
Code mixing (campur kode) adalah perubahan dari satu bahasa ke bahasa lain dalam ucapan
yang sama atau dalam teks lisan atau tulisan yang sama (Nababan, 1993). Menggunakan
campur kode mencerminkan gagasan bahwa silih bergantinya bahasa belum dibatasi (Azuma,
1998).

Praktik penggunaan dua bahasa secara bergantian adalah disebut alih kode (code
mixing). Alih kode adalah fenomena berbahasa yang biasa terjadi dalam dua dan multi bahasa
dari masyarakat tutur (Mahootian, 2006). Orang yang beralih bahasa harus memiliki tujuan,
seperti halnya untuk mengutip dari seseorang, memenuhi syarat pesan, memperkuat atau
menekankan, menyampaikan kerahasiaan, kemarahan dan kejengkelan, menandai dan
menekankan identitas kelompok (solidaritas), mengecualikan seseorang dari percakapan,
ganti peran pembicara, naik status, tambah otoritas, tunjukkan keahlian dan lanjutkan bahasa
terakhir digunakan. (Grosjean, 1982). Code Switching terjadi ketika bahasa yang digunakan
berubah sesuai dengan situasi dari sang komunikator atau pembicara dalam suatu komunikasi.
Para pembicara di sini mengganti satu kode ke kode lain atau mereka berbicara dalam satu
bahasa ke bahasa lain. 
Dalam kehidupan sehari-hari Gen Z penggunaan code mixing dan code switching  ini
sangat besar pengaruhnya dalam menunjang keberhasilan komunikasi antar individu. Kita
bisa melihat beberapa contoh misalnya pada saat kita pergi ke pasar tradisional dimana pada
umumnya masyarakat menggunakan bahasa daerah mereka masing-masing. Penggunaan
bahasa daerah ini tidak bermasalah bahkan sebaliknya apabila seseorang pembeli ingin
mendapatkan harga yang relatif murah maka dia berusaha untuk menawar dengan
menggunakan bahasa ibu dari sang penjual barang tersebut. Dalam situasi seperti ini peran
penggunaan bahasa daerah sangat ditonjolkan guna mendapatkan sesuatu nilai yang lebih.
Contoh lain yang cukup dominan apabila kita berada di lingkungan keluarga, dimana kita
lebih cenderung menggunakan bahasa ibu dari pada bahasa kedua.

Dalam kondisi seperti diatas (di pasar maupun di lingkungan keluarga) kedudukan
bahasa ibu jauh lebih dominan dari pada bahasa lainnya. Gen Z akan merubah cara
berkomunikasi mereka apabila berada di situasi dan kondisi yang formal misalnya saat berada
pada kelas dan suatu forum/rapat. Generasi Z ini mengubah bahasa yang awalnya
menggunakan mode code mixing dan code switching serta bahasa ibu menjadi bahasa resmi
yaitu bahasa Indonesia. 

EKSISTENSI PENGGUNAAN CODE MIXING DAN CODE SWITCHING PADA GEN


Z

Kridalaksana (1982: 7) menegaskan bahwa penggunaan variasi bahasa lain untuk


menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipasi lain disebut
alih kode (code switching). Nababan (1989:32) menegaskan bahwa suatu keadaan berbahasa
menjadi lain bilamana orang mencampurkan dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam
situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya
kesantaian penutur dan/atau kebiasaan yang dituruti. Tindak bahasa yang demikian disebut
campur kode (code mixing). 

Dalam kehidupan sehari-hari Gen Z penggunaan code mixing dan code switching
marak sekali digunakan, dengan berbagai alasan yang mendasari, salah satunya yaitu
ketakutan dalam ketinggalan trend. Alasan yang berikutnya yaitu hanya mengimbangi teman
yang berkomunikasi menggunakan code mixing dan code switching. Dari data yang telah
diperoleh dari hasil wawancara di Dolanan, Jalan Pelabuhan Kamal,  Kecamatan Sukun, Kota
Malang, sebanyak 15 orang mahasiswa yang berumur kisaran 17 sampai 19 tahun sedang
berkumpul melaksanakan sebuah kegiatan, ternyata 13 dari 15 orang ini ternyata sering
menggunakan bahasa gaul dalam percakapan sehari-hari mereka dengan teman sebayanya,
sedangkan 2 dari 15 orang tidak menggunakan bahasa gaul dalam percakapan sehari-hari
mereka dengan teman sebayanya. Para responden mengatakan, penggunaan code mixing dan
code switching biasanya dilakukan saat mereka sedang berkumpul dengan teman sebaya dan
saat informal. Beberapa contoh misalnya pada saat kita pergi ke cafe, mall, ataupun tempat
lain yang sering dikunjungi oleh kaum muda, mereka pasti banyak yang menggunakan code
mixing dan code switching dalam berkomunikasi dengan teman sebayanya atau bahkan
dengan anggota keluarganya, sebagai contoh dengan kakak ataupun adiknya. 
Terbukti dengan saat wawancara itu dilaksanakan. Gaya bicara yang mereka lontarkan
dan mereka contohkan sebagai jawaban dari beberapa pertanyaan yang diajukan tentang
pencampuran bahasa menuju bahasa gaul. Contoh yang mereka ambil dari kebiasaan
pengucapan campuran bahasa, begitu juga pengucapan mereka terhadap penanya. Sebagai
contoh pada salah satu responden bernama Febrina Rofiatul Fadlilah, berumur 17 tahun yang
mengatakan “Kayaknya pas aku hangout sama temen sering campur bahasa antara Inggris
sama Indonesia gitu, kadang kalo lagi main sosmed tuh juga biasanya aku pake bahasa yang
campur - campur”.

Contoh lain yang cukup dominan apabila kita berada di sosial media, dari WhatsApp,
Twitter, hingga Instagram. Dalam kondisi seperti diatas (di tempat umum, di lingkungan
keluarga, maupun di sosial media) kedudukan bahasa dengan penggunaan code mixing dan
code switching jauh lebih dominan dari pada penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai
dengan PUEBI. Namun apabila mereka berada dilingkungan yang formal misalnya di dalam
kelas ataupun berada dalam situasi yang formal mereka langsung merubah bahasa mereka
yang tadinya adalah bahasa dengan code mixing dan code switching menjadi menggunakan
bahasa yang resmi yaitu bahasa Indonesia.

KESIMPULAN

Code Switching adalah perubahan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain, sedangkan,
code mixing adalah perubahan dari satu bahasa ke bahasa lain dalam ucapan yang sama atau
dalam teks lisan atau tulisan yang sama, singkatnya code mixing adalah mencampur 2 bahasa
ke dalam satu percakapan yang sama baik lisan maupun tulisan. Para pembicara di sini
mengganti satu kode ke kode lain atau mereka berbicara dalam satu bahasa ke bahasa lain.
Dalam penggunaannya sehari-hari code mixing dan code switching ini digunakan pada
kondisi tertentu, apabila mereka berada dilingkungan yang formal misalnya di dalam acara
pidato, rapat, ataupun berkomunikasi dengan dosen, mereka langsung merubah bahasa mereka
yang tadinya adalah bahasa ibu mereka akan menggunakan bahasa yang resmi yaitu bahasa
Indonesia. Begitu pun sebaliknya, saat mereka dalam kondisi yang tidak resmi atau tidak
formal mereka cenderung akan menggunakan bahasa gaul sebagai alat komunikasi berbicara
dengan teman sebayanya.

DAFTAR RUJUKAN

Fanani, A. A. 2018. Code Switching and Code Mixing in Teaching Learning Process. Jurnal
UNY, vol. 2, no. 1, p. 12-23.

Supiastutik. 2018. Pengaruh Code Mixing dan Code Switching terhadap Kemampuan Bahasa
Inggris. Jurnal Basis, vol. 1, no. 2, p. 18 - 26.

Yuliana, N., Luziana, R. A., dan Sarwendah, P. 2015. Code Mixing and Code Switching of
Indonesian Celebrities : A Comparative Study. Lingua Cultura, vol. 9, no. 1, p. 48-54.

Anda mungkin juga menyukai