BAHASA INDONESIA
Kelas : R1G
i
Website : www.unindra.ac.id
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Bahasa Indonesia ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas akhir pada mata kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang “ Masalah Kesantunan Berbahasa di
Indonesia “ bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Fauzi Rahman, M.Pd.,
selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
A. Kemampuan berbahasa 30
B. Kesantunan Berbahasa 32
C. Prinsip – prinsip Kesantunan Berbahasa 33
D. Indikator Kesantunan Berbahasa 34
E. Ketidak Mampuan Berbahasa 36
F. Ketidak Santunan Berbahasa 38
iii
G. Kesantunan Berbahasa Diera Milenial 40
di Usia Remaja 71
iv
v
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
kesantunan bahasa yang baik pula, baik tatap muka maupun via
online.
3. Manfaat penelitian
Diharapkan mampu memberikan pengetahuan tentang pentingnya
kesantunan dan tindakan yang harus dilakukan mengenai masalah
kesantunan berbahasa di Indonesia. Sehingga dapat terjalin
kehidupan yang harmonis dan baik terhadap semua kalangan.
2
BAB 11
3
jika di pasar. Atau dengan orang-orang tertentu, seperti dengan nenek kita
tetapi tidak dengan tukang sapu di pinggir jalan. Seperti menganggap bahwa
kesatunan berbahasa hanyalah sebuah formalitas yang mestinya dilakukan
di tempat yang seharusnya . Dan sebaliknya pula berbahasa yang tidak
santun sering sekali di lakukan di tempat sebagaimana seseorang itu
menggangap bukan sebuat tempat yang pantas untuk berbicara santun. Hal
ini menunjukkan bahwa kesantunan berbahasa kini dianggap remeh oleh
masyarakat. Kesantunan berbahasa dianggap sesuatu yang bukan merupakan
keharusan dalam berbicara, tetapi hanya untuk digunakan di beberapa saat
yang terkecuali. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan
disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga menjadi
prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan
ini biasa disebut “tatakrama”.
4
orang lain, karena dengan membaca komentar kadang muncul bermacam-
macam persepsi.
Kedua, menghargai Privasi Orang Lain. Hargai rahasia/privasi orang
lain dengan tidak mengumbarnya di media sosial sekalipun hanya untuk
bercanda/bergurau yang dapat menyebabkan orang lain merasa tersinggung
privasinya.
Ketiga, hindari SARA dan Pornografi. Tidak
menuliskan/berbicara/menuliskan kalimat yang mengandung unsur SARA
(Suku, Agama, Ras dan Antar golongan) dan membagikan
konten/berita/gambar yang mengandung pornografi yang dapat membuat
seseorang merasa dihina, dilecehkan dan lain-lain.
Keempat, Update status yang krusial dan hal pribadi. Hindari meng-
update status bersifat privaci diri. Misalnya sedang galau, jengkel, sendiri di
rumah, sedang mengambil uang di bank. Update status seperti ini berbahaya
apabila ada orang yang berniat jahat. Dan untuk hal-hal pribadi sebaiknya
tidak diungkap lewat media sosial karena hal itu bukan untuk konsumsi
publik.
Kelima, menghasut orang dan menebar kebencian. Hindari meng-update
status atau memberi komentar yang dapat dianggap sebagai hasutan dan
menyebarkan kebencian atau permusuhan baik itu kepada seseorang atau
kelompok tertentu. Apabila hal demikian terjadi, maka dapat dikenakan
tindakan pidana sesuai dalam Undang-Undang Informasi Teknologi
Elektronik (ITE) pasal 28 ayat 2.
Pada akhirnya, saat berkomunikasi di era milenial ini banyak yang harus
dipertimbangkan sebelum menuliskan atau berkomentar kepada siapa pun.
Perhatikan atau tata krama berbahasa dan kesantunan berbahasa. Masing-
masing orang memiliki standar nilai yang berbeda karena budaya dan
kebiasaan masing-masing juga berbeda. Dengan kesantunan yang benar dan
penggunaan bahasa yang benar terwujudlah keharmonisan dalam pergaulan
di lingkungan sekitar, khususnya di dunia maya.
Bisnis kebencian dan hoaks yang marak dalam berbagai kasus, baik
sifatnya individu ataupun kelompok, kini telah merusak tatanan
5
masyarakat. Medsos digunakan sebagai sarana untuk
menyebar disfemia (bahasa kasar) dan kotor. Media dijadikan tolok ukur
tanpa melakukan telaah. Dengan demikian, Mereka dengan sadar
mengabaikan prinsip kesantunan berbahasa dan kesadaran berpikir
kritis. Ini menguatkan dugaan, bahwa selama ini ujaran kebencian lahir
karena sikap apatisme masyarakat terhadap fitur lingustik yang dimiliki.
Mereka ditekan arus ideologi dan sejumlah kepentingan politik dan
ekonomi.
6
harus lebih peduli, Bahasa Indonesia pun membutuhkan kompetensi
sehingga hoaks dan ujaran kebencian dapat dihindari.
7
Perlu kita sadari bahwa kesantunan berbahasa merupakan faktor yang
penting ada dalam diri kita. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tidak
cukup digunakan dengan baik dan benar, namun harus juga santun. Bahasa
santun artinya digunakan secara positif, tidak menyinggung perasaan orang
lain dan tata bahasanya pun sesuai aturan. Karena kesantunan berbahasa
dapat menjaga hubungan baik dan rasa saling percaya, termasuk
menghindarkan perselisihan. Menggunakan bahasa yang santun membuat
kita dapat mengendalikan emosi, sehingga tentu dapat meningkatkan moral
dalam diri kita. Dengan menggunakan bahasa yang santun kita juga akan
lebih mudah untuk menyelesaikan suatu masalah.
DAFTAR PUSTAKA
8
Kesantunan Berbahasa
https://www.kompasiana.com/sulimin/562d55af66afbd1a0920bc36/kesantu
nan-berbahasa
BAB 111
9
- Chintana Rahayu Adi Nabilla - 202046500430
- Muhamad Nazmudin Alma’Ruf - 202046500434
- Maudi Wulansari – 202046500400
Pendahuluan
Taukah anda pentingnya kesantunan atau etika dalam berbahasa?
Peribahasa mengatakan bahasa menunjukan bangsa, hal ini secara tidak
langsung mengatakan bahwa perilaku berbahasa seseorang dapat dijadikan
tolak ukur keberadaban suatu bangsa. Tidaklah salah jika pepatah
mengatakan bahasa adalah cerminan pribadi seseorang.
Kemajuan teknologi berdampak negatif bagi manusia terutama
dalam hal berbahasa. Bahasa merupakan sarana untuk menyampaikan
informasi kepada orang lain, baik secara lisan maupun tertulis. Saat ini
terjadi pergeseran kesantunan dalam berbahasa. Sepertinya seseorang
mengalami “kekagetan bahasa”. Ketika budaya literasi masih rendah
( Indonesia masih menduduki peringkat paling buncit se-Asia Tenggara )
kini kita dihadapkan pada era banjir informasi.
Oleh karena itu, kesantunan berbahasa penting untuk diterapkan
sejak dini agar tertanam dan mengakar dalam diri kita. Untuk
mewujudkannya, diperlukan lingkungan keluarga yang baik. Dengan
didikan dalam keluarga yang diberikan sejak dini, seorang anak akan
memiliki pondasi yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh dengan
lingkungan luar.
Coba anda bayangkan jika kesantunan dan etika dalam berbahasa itu
tidak ada apa jadinya yang akan meninmpa Indonesia kita jika kesantunan
atau etika dalam berbahasa tidak ada?
Anda harus tahu bahwa Kesantunan berbahasa adalah hal
memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain dalam berbahasa, baik
saat menggunakan bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang memiliki etika berbahasa di
Indonesia hendaknya masyarakat didorong untuk menggunakan bahasa
secara baik dan benar serta memilih kode bahasa, norma sosial dan sistem
budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Pembahasan
10
komunikasi, bahasa mempunyai aturan-aturan tertentu yang disesuaikan
dengan situasi dan komunikan yang menggunakannya.
Perilaku berbahasa seseorang dapat dijadikan tolok ukur keberadaban suatu
bangsa. Pepatah mengatakan bahasa adalah cerminan pribadi seseorang,
karena melalui tutur kata kita dapat menilai pribadi seseorang.
Tutur kata yang baik, lemah lembut, dan sopan-santun yang
dilakukan seseorang mencerminkan sebagai pribadi yang baik dan berbudi.
Sebaliknya, apabila perkataan seseorang buruk, citraan buruklah yang akan
melekat kepada pribadi orang tersebut.
Kenapa demikian? Karena bahasa juga dapat menjadi alat kekerasan
verbal yang terwujud dalam tutur kata seperti memaki, memfitnah,
menghasut, menghina, dan lain sebagainya. Hal itu akan berdampak negatif
terhadap perilaku seseorang seperti permusuhan, perkelahian, aksi
anarkisme, provokasi, dan sebagainya.
Di dalam bahasa Indonesia kita mengenal eufemisme yaitu gaya
bahasa pelembut dengan cara menggantikan kata-kata dengan kata lain yang
lebih sesuai dan tidak menyinggung perasaan. Contohnya dalam kalimat “Di
mana tempat kencingnya?” diganti dengan “Di mana kamar kecilnya?”.
Kata “tempat kencing” (dalam bahasa sehari-hari biasa juga disebut WC)
tidak cocok jika akan digunakan untuk percakapan di muka umum karena
terkesan vulgar.
Kita tahu sebagus apa pun, WC tetap berkonotasi jorok. Kata kamar
kecil dapat menggantikannya. Kata kamar kecil ini konotasinya lebih sopan
daripada kata tempat kencing. Jadi, dalam eufemisme terjadi pergantian
nilai rasa dalam percakapan dari kurang sopan menjadi lebih sopan.
Beberapa waktu yang lalu santer perdebatan mengenai
kasus bailout Bank Century. Ada anggota DPR yang notabene terhormat
sering menggunakan intonasi yang tinggi sehingga terkesan saling mencaki-
maki satu sama lainnya. Bahkan, Ruhut Sitompul dan Gayus Lumbuun
dalam perang mulut menggunakan kata-kata yang tidak pantas (kasar)
sehingga memberi kesan buruk bagi masyarakat.
Dalam bahasa Sunda, ada yang disebut dengan undak usuk bahasa
(tingkatan) yang digunakan dalam komunikasi sesama pengguna bahasa.
Tingkatan tersebut meliputi: Pertama, bahasa yang digunakan ketika
berbicara dengan orang tua atau orang yang lebih tua. Kedua, bahasa yang
digunakan ketika berbicara dengan sesama/setara (usia). Ketiga, bahasa
yang digunakan ketika berbicara dengan yang lebih muda. Ketiga tingkatan
itu merupakan tatanan yang tidak bisa diabaikan begitu saja karena di
dalamnya terdapat sebuah nilai norma yang mengikat.
11
Sejalan dengan hal itu, Allah berfirman dalam surat Al Qalam: 10-
11, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi
menghina. Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah”.
Demikian juga Rasulullah saw. bersabda (dalam hadis yang
diriwayatkan Imam Bukhari), “Orang yang beriman kepada Allah dan hari
kiamat, hendaknya berkata baik jika tidak bisa lebih baik diam”.
Dalam hadis lain, Rasulllah mengatakan, “Orang yang disebut
muslim adalah orang yang bisa menjaga tangannya dan lisannya.”
Sempurnanya ajaran Islam, etika dalam berbahasa pun diaturnya dengan
lugas.
Anjuran di atas juga relevan dengan pepatah lama yang mengatakan
bahwa lidah itu tak bertulang. Lidah itu memang lunak. Oleh karena itu,
orang yang lemah pun bisa bersilat lidah. Lidah itu lebih tajam dari pedang.
Jika luka tersayat oleh pedang tidaklah susah untuk mengobatinya, tetapi
kalau luka hati tersayat oleh kata-kata, hendak ke mana kita mencari
penawarnya?
Begitupun dengan ungkapan mulutmu harimaumu–segala perkataan
yang telanjur kita keluarkan apabila tidak dipikirkan dahulu akan dapat
merugikan diri sendiri. Apalagi kata-kata itu berisi kebohongan yang dapat
menimbulkan fitnah.
Peribahasa mengatakan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan,
menunjukkan begitu dahsyatnya kata-kata yang diucapkan sehingga lebih
buruk dari menghilangkan nyawa sekalipun. Berapa banyak persaudaraaan
yang terputus karena tikaman lidah.
Sebagai bangsa yang beradab sudah semestinya kita menjaga
perilaku berbahasa baik dalam situasi formal maupun informal yang mampu
menciptakan suasana komunikasi yang baik sehingga mampu mewujudkan
kehidupan bangsa yang bermartabat.
Dan kita sebagai masyarakat yang baik, harus bisa membaur atau
bersosialisasi dengan orang-orang disekitar kita baik keluagra, teman,
ataupun saudara kita. Maka dari itu dibutuhkannya kesantunan dan etika
dalam berbahasa untuk mencapai komunikasi yang baik antara satu sama
lain. Diantara itu kita dalami lagi pengertian dari Pentingnya Kesantunan
atau Etika Dalam Berbahasa.
Walaupun setiap orang mempunyai gaya dan komunikasi yang
berbeda - beda tapi kita harus tetap mempelajari pentingnya kesantunan atau
etika dalam berbahasa sendiri. Kesantunan dalam Berbahasa sendiri adalah
hal memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain dalam berbahasa.
12
Bagi yang belum mengerti Pengertian Martabat saya akan jelaskan secara
detail disini.
Kata martabat memiliki arti pangkat atau derajat yang dimiliki
sebagian manusia. Dengan memiliki martabat ini maka manusia menjadi
beda dengan makhluk lain. juga memiliki arti tingkat, derajat, pangkat, dan
harga diri, sedangkan kata manusia sendiri memiliki arti, manusia yang
berakal budi.
Berdasarkan sebuah hasil Kesantunan dalam Berbahasa terbagi
menjadi Lima fungsi yaitu, fungsi menyatakan (deklaratif), fungsi
menanyakan (interogatif), fungsi menyuruh (imperative) termasuk fungsi
melarang, fungsi Meminta maaf, dan Fungsi Mengkritik.
Dilihat dari fungsi lawan tutur adalah fungsi komentar, fungsi
menjawab, fungsi menyetujui termasuk fungsi menolak, fungsi menerima
atau menolak maaf dan fungsi menerima atau menolak kritik.
a. Fungsi Menyatakan (Deklaratif)
Fungsi menyatakan di dalam kajian pragmatik dilakukan dalam bentuk
kalimat deklaratif, yakni kalimat yang hanya menyampaikan berita atau
kabar tentang keadaan disekeliling penutur (Chaer, 2010:80). Kalimat
deklaratif umumnya digunakan untuk membuat pernyataan sehingga isinya
merupakan berita informasi tanpa mengharapkan responsi tertentu. Namun,
bukan berarti lawan tutur tidak boleh mengomentarinya. Komentar bisa saja
disampaikan sehubungan dengan informasi tuturan yang disampaikan
penutur.
b. Fungsi Menanyakan (Interogatif)
Fungsi menanyakan dilakukan dengan bentuk kalimat bermodus
interogatif. Dalam kalimat menanyakan dibentuk untuk mendapatkan
responsi berupa jawaban. Secara formal kalimat interogatif ditandai kata
tanya (?) pada bahasa tulis dan ditandai oleh kehadiran kata tanya seperti
apa, siapa, berapa, kapan dan bagaimana dengan atau tanpa partikel -kah
sebagai penegas.
c. Fungsi Memerintah (Imperatif)
Fungsi memerintah dituturkan dalam kalimat bermodus imperatif.
Kalimat perintah adalah kalimat yang bertujuan memberikan perintah
kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dalam bentuk lisan, kalimat
perintah ditandai dengan intonasi tinggi, sedangkan dalam bentuk tulisan
kalimat imperatif biasanya diakhiri dengan tanda seru . Dardjowidjojo,
Mengatakn bahwa ”Kalimat perintah atau imperatif umumnya mewakili
13
tindak ujaran direktif yang langsung. Pada umumnya respons terhadap
tindak ujaran ini berupa perbuatan untuk melakukan sesuatu”. Fungsi
Kalimat Imperatif terbagi atas tiga bagian, yaitu fungsi menyuruh, fungsi
melarang, dan fungsi menyetujui dan menolak.
d. Fungsi Meminta Maaf
Fungsi meminta maaf biasanya dilakukan oleh penutur atau lawan tutur
karena penutur atau lawan tutur merasa punya kesalahan atau telah dan akan
melakukan ’ketidak nyamanan’terhadap mitra tuturnya. Di dalam bahasa
Indonesia hanya ada sebuah kata untuk meminta maaf, yaitu kata maaf.
Penggunaan kata maaf di dalam tindak tutur meminta maaf dalam bahasa
Indonesia biasanya disertai dengan kata (kategori) fatis, seperti ya; dan kata
interjeksi, seperti wah, dan aduh; serta penggunaan kata sapaan seperti
Bapak dan Ibu.
e. Fungsi Mengeritik
Mengeritik berarti menyebutkan keburukan, kekurangan, kekeliruan,
atau kesalahan seseorang. Tuturan mengeritik bisa mengancam muka
negatif lawan tutur kalau dilakukan secara lugas. Oleh karena itu, untuk
menghindari pelanggaran muka negatif, lawan tutur kita harus
menggunakan kalimat berputar, yang memberi dampak lebih santun
daripada tuturan yang dikemukakan secara lugas. Dalam kesantunan
berbahasa tidak hanya terdapat fungsi dari penutur melainkan juga dapat
dilihat dari lawan tutur, yaitu fungsi komentar, fungsi menjawab, fungsi
menyetujui, fungsi menolak, fungsi menerima atau menolak maaf, dan
fungsi menerima atau menolak kritik.
Kesantunan didalam aspek bahasa dapat dilihat pada pilihan kata, nada,
intonasi , dan struktur kalimatnya. Pada tingkah laku, kesantunan dapat
dilihat pada ekspresi, sikap , dan gerak-gerik tubuh lainnya. Egoisme, dan
keinginan untuk menonjolkan diri sendiri harus dihindari dalam kesantunan.
Sesungguhnya, menghormati oranglain merupakan suatu bentuk
penghormatan diri sendiri. Kesantunan merupakan norma atau aturan
perilaku yang ditetapkan, dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat
tertentu yang dipengaruhi oleh tata cara, adat, ataupun kebiasaaan yang
berlaku dalam masyarakat. Kesantunan dipengaruhi oleh adanya konteks
serta peran yang terlibat dalam komunikasi itu sendiri. Konteks berkaitan
dengan tempat, waktu, atau suasana yang melatar belakangi terjadinya
komunikasi. Peran berkaitan dengan usia, kedudukan, atau status sosial dari
penutur dan mitra tutur selama berlangsungnya proses komunikasi.
Prinsip dalam kesantunan berbahasa dibedakan menjadi empat, antara
lain yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, dan
14
maksim cara. Maksim kualitas menuntut untuk mengatakan yang
sebenarnya sedangkan maksim kuantitas menuntut penutur untuk berbicara
secukupnya dan maksim relevansi yaitu menuntut kita untuk memberikan
percakapan yang relevan dengan situasi perckapan tersebut, dan maksim
cara menuntut kita untuk harus berbicara langsung dan lugas secara tidak
berlebihan.
f. Etika Dalam Berbahasa
Etika berbahasa merupakan subsistem dari kebudayaan hal ini terbukti
dengan kemampuan seseorang dalam berbahasa diukur melalui
pengetahuannya mengenai suatu budaya dalam suatu masyarakat tempat ia
tinggal. Melalui budaya yang ia pelajari ia akan dapat dengan mudah
menggunakan bahasa sesuai dengan tata cara atau etika berbahasa yang
berlaku di masyarakat tersebut. Etika berbahasa erat kaitannya dengan
keberadaan suatu kelompok masyarakat, oleh karena itu seharusnya etika
berbahasa dimiliki oleh seseorang maupun kelompok masyarakat itu sendiri,
karena melalui bahasa seseorang akan tahu status sosial dan budaya dalam
masyarakat itu sehingga dapat memudahkan orang tersebut dalam memilih
atau menggunakan bahasa secara tepat pada tempatnya.
Dalam menerapkan etika berbahasa hendaknya seseorang atau
masyarakat diberi pengetahuan mengenai aturan-aturan sosial berbahasa,
seperti: siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, tentang apa,
kapan, di mana, dan dengan tujuan apa. Dengan mengetahui aturan-aturan
tersebut seseorang atau masyarakat akan lebih mudah dalam memilih kata-
kata dalam berkomunikasi.
Hal di atas sesuai dengan pendapat Hymes dalam Chaer dan Agustina
(2010:172) yang mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi
delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi
akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah: Setting and
scane yaitu berkenaan dengan waktu dan tempat tutur
berlangsung. Participant yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam
pertututran. Ends yaitu maksud dan tujuan pertuturan. Act sequence yaitu
bentuk ujaran da isi ujaran. Key yaitu nada, cara dan semangat dimana suatu
pesan disampaikan. Instrumentalities yaitu jalur bahasa yang
digunakan. Genre yaitu jenis bentuk penyampaian.
15
atau lebih rendah; situasinya formal atau tidak formal; akrab atau tidak
akrab; wanita atau pria; sudah dikenal atau belum dikenal dan sebagainya.
Kualitas volume suara dan gerak-gerik anggota tubuh saat berbicara juga
sangat berpengaruh pada etika berbahasa. Mengenai kualitas volume suara
untuk menjaga etika berbahasa kita harus mengenal terlebih dahulu
penuturnya berasal dari mana atau kebiasaan di daerahnya, karena biasanya
penutur yang berasal dari Sumatra akan menggunakan volume suara yang
lebih tinggi. Oleh karena itu dalam menerapkan etika berbahasa hendaknya
mempelajari dahulu kebudayaan, norma dan kode bahasa dalam masyarakat
tersebut. Etika adalah instrumen dalam masyarakat untuk menuntun
tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan fungsi dengan baik dan dapat
lebih bermoral. Hal tersebut berarti bahwa etika merupakan norma dan
aturan yang mengatur perilaku seseorang dalam bertindak dan memainkan
perannya sesuai dengan aturan main yang ada dalam masyarakat agar
tindakannya dapat disebut santun atau bermoral (Syafhendri, 2008).
Kesimpulan
16
berbahasa dibedakan menjadi empat, antara lain yaitu maksim kualitas,
maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim cara.
Daftar Pustaka
17
www.kompasiana.com/kutinas/550d9570a33311e11a2e3cd3/etika-
berbahasa. Accessed 21 Dec. 2020.
id.wikipedia.org/wiki/Kesantunan_berbahasa#:~:text=Kesantunan
%20berbahasa%20adalah%20hal%20memperlihatkan,bahasa%20lisan
%20maupun%20bahasa%20tulis. Accessed 21 Dec. 2020
Etika-Berbahasa
https://bahasauhamka.wordpress.com/2013/01/26/etika-berbahasa/
BAB 1V
18
Kelompok :
1. Iqbal Mukhayat Firdaus 202046500401
2. Dandy Agres Vasha Pardamean Manurung 202046500403
3. Muammar Fawwaz Diva 202046500407
4. Farras Rizkianto 202046500438
19
linguistis terdiri dari diksi, intonasi, dan struktur kalimat sedangkan bentuk
kesantunan pragmatis yaitu cara atau gaya bahasa. Diksi bisa diartikan
sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah cerita. Diksi
bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk
menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi
persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.
20
sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya.
Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak
dapat dilepaskan dari struktur bahasanya. Menurut Rahardi “pragmatik
adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia
yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan
melatar belakanginya”.
21
Pengkritik justru dianggap orang yang “sok pintar” atau “sok tahu.” Kritik
sebaiknya tidak disampaikan secara umum, tetapi melalui pesan pribadi
yang tidak dibaca orang lain. Kedua, hindari rasa emosi yang reaktif.
Bagaimanapun juga pelampiasan emosi bukan hal yang tepat baik dalam
dunia nyata maupun dunia maya. Jika seseorang tidak sependapat atau
tersinggung dengan status orang lain, maka hendaknya jangan langsung
membalasnya. Tunggu beberapa saat sehingga dapat menyampaikan pesan
yang lebih baik dan mudah dipahami. Ketiga, jangan terlalu protektif
terhadap pendapat sendiri dan merasa paling benar dengan pendapatnya.
Seseorang harus menyadari bahwa kebenaran pendapatnya bersifat
subjektif, belum tentu benar menurut orang lain. Keempat, jangan curiga
dan menuduh negatif. Menyampaikan kecurigaannya kepada lawan bicara
dengan sengaja memberikan tuduhan negatif dapat menghambat proses
komunikasi. Ketika terjadi perbedaan pendapat, maka hindari berprasangka
buruk kepada lawan bicara. Kelima, jangan memojokkan lawan bicara. Jika
terjadi perbedaan, maka janganlah sengaja memojokkan lawan bicara
dengan argumen subjektif.
Berikan data dan fakta yang valid untuk menyanggah lawan bicara.
Pada akhirnya, saat berkomunikasi di era milenia ini banyak yang harus
dipertimbangkan sebelum menuliskan atau berkomentar kepada siapa pun.
Perhatikan atau tata krama berbahasa dan kesantunan berbahasa. Masing-
masing orang memiliki standar nilai yang berbeda karena budaya dan
kebiasaan masing-masing juga berbeda. Dengan kesantunan yang benar dan
penggunaan bahasa yang benar terwujudlah keharmonisan dalam pergaulan
di lingkungan sekitar, khususnya di dunia maya.
22
fungsi menerima atau menolak maaf dan fungsi menerima atau menolak
kritik. Untuk lebih jelas akan diuraikan berikut ini mengenai fungsi
kesantunan berbahasa. Fungsi menyatakan (Deklaratif) ; Fungsi
menyatakan di dalam kajian pragmatik dilakukan dalam bentuk kalimat
deklaratif, yakni kalimat yang hanya menyampaikan berita atau kabar
tentang keadaan disekeliling penutur .
23
maaf, yaitu kata maaf. Penggunaan kata maaf di dalam tindak tutur meminta
maaf dalam bahasa Indonesia biasanya disertai dengan kata (kategori) fatis,
seperti ya; dan kata interjeksi, seperti wah, dan aduh; serta penggunaan kata
sapaan seperti Bapak dan Ibu. Fungsi Mengeritik ; Mengeritik berarti
menyebutkan keburukan, kekurangan, kekeliruan, atau kesalahan seseorang.
Tuturan mengeritik bisa mengancam muka negatif lawan tutur kalau
dilakukan secara lugas. Oleh karena itu, untuk menghindari pelanggaran
muka negatif, lawan tutur kita harus menggunakan kalimat berputar, yang
memberi dampak lebih santun daripada tuturan yang dikemukakan secara
lugas.
24
d) selalu bersifat protektif terhadap pendapatnya, dan sebagainya.
Kesantunan berbahasa ini tentunya sangat perlu untuk diperhatikan
dalam menggunakan media sosial. Media sosial adalah sebuah
perkembangan dari teknologi yang mempunyai basis internet untuk
memudahkan orang-orang dalam berinteraksi dengan sesama secara
daring. Selain itu, di media sosial mereka juga dapat
menyebarluaskan konten dan pendapat mereka sendiri.
25
memunculkan fenomena cyberbullying. Fenomena cyberbullying dapat
menjadi suatu sebab yang muncul dari kekurangan seseorang dan
cyberbullying dapat timbul karena adanya suatu akibat dari perbuatan
seseorang yang menyimpang dalam masyarakat. Dengan kata lain, teks
cyberbullying hadir karena suatu fenomena. Selain itu, teks cyberbullying
juga dapat menciptakan fenomena, yang kemudian membawa dampak
negatif di kalangan pengguna media sosial. Maka dari itu, pengguna media
sosial hendaknya memperhatikan etika bermedia sosial, termasuk
kesantunan berbahasanya serta diperlukan pula tindakan preventif, peran
keluarga, dan program dari pemerintah dalam menanggulangi masalah
cyberbullying.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, A. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
St Mislikhah. 2014. Kesantunan Berbahasa. Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Jember, Jawa Timur, Indonesia.
26
https://id.wikipedia.org/wiki/
Kesantunan_berbahasa#:~:text=Kesantunan%20berbahasa%20adalah
%20hal%20memperlihatkan,bahasa%20lisan%20maupun%20bahasa
%20tulis.
Rina Agustini. 2017. Bentuk Kesantunan Berbahasa Indonesia; Studi
Deskriptif Terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia oleh Mahasiswa
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Galuh Ciamis.
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas
Galuh.
https://www.gurupendidikan.co.id/diksi/
Dwi Kurniawan, Eka Sofia Agustin. 2018. Kemampuan Berbicara
Siswa Kelas V SD Negeri 1 Margamulya Lampung Selatan. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
https://jateng.kemenag.go.id/warta/artikel/detail/perlunya-
kesantunan-berbahasa-di-era-millenial
Lilik Kholisotin, Lastaria. 2017. Fungsi Kesantunan Berbahasa
Dalam Interaksi Guru Dan Murid Di Lingkungan MIS Al Jihad
Palangkaraya. Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
BAB V
27
DISUSUN OLEH
Deniswara Bataona Lamahala 202046500416
Difa Adrian Hersondy Gandamihardja 202046500394
Muhammad Faisal Hariyanto 202046500397
Muhammad Yuda Yuliansyah 202046500427
Latar Belakang
Manusia menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan
bersosialisasi dengan harapan terjadi keharmonisan dalam masyarakat.
Akan tetapi penggunaan bahasa ini tidak semudah yang dibayangkan.
Hal ini terjadi karena dalam berkomunikasi harus memperhatikan mitra
tutur dan situasi tuturan agar tujuan dari komunikasi dapat
tersampaikan dengan baik. Masyarakat harus memperhatikan sopan
santun dalam berbicara jangan sampai mengeluarkan kata-kata yang
menyinggung perasaan atau kehormatan orang lain (Dwijawijaya,
1974: 80).
Kesantunan berbahasa dapat dimaknai sebagai usaha seseorang
untuk menjaga harga diri orang lain maupun dirinya sendiri. Brown
dan Levinson (dalam Markamah, 2013: 153) menyatakan bahwa
kesantunan berbahasa dimaknai sebagai usaha penutur untuk menjaga
harga diri, atau wajah, pembicara maupun pendengar. Penutur maupun
mitra tutur yang memperhatikan kesantunan dalam bertutur akan
menimbulkan proses komunikasi yang baik. Penggunaan kata maupun
kalimat dalam bertutur sangat mempengaruhi tingkat kesantunan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana implementasi kesantunan berbahasa sesuai dengan
prinsip-prinsip kesantunan berbahasa?
2. Bagaimana indikator kesantunan berbahasa yang santun dalam
28
kehidupan sehari-hari?
3. Bagaimana gangguan kesantunan berbahasa dalam kondisi yang
tidak mendukung pemerolehan dan penguasaan bahasa?
Tujuan
1. Mendeskripkan kemampuan kesantunan berbahasa baik dan benar
sesuai dengan prinsip-prinsip kesantunan berbahasa.
2. Mendeskirpsikan gangguan dan penyimpangan berbahasa dalam
kondisi khusus, psikogenik, maupun ketidaksantunan penutur.
29
A. KEMAMPUAN BERBAHASA
b. Bahasa
Pada hakikatnya berbahasa merupakan suatu kegiatan alamiah
yang sama halnya dengan bernapas yang kita tidak memikirkannya.
Akan tetapi, bila kita pikirkan seandainya kita tidak berbahasa, dan
kita tidak melakukan tindak berbahasa, maka identitas kita sebagai
“genus manusia” (homosapiens) akan hilang karena bahasa
mencerminkan “kemanusiaan”. Dengan adanya bahasa kita menjadi
makhluk yang bermasyarakat (atau makhluk sosial). Bahasa
merupakan perekat masyarakat dalam dinamikanya. Oleh karena itu
jelaslah bahwa bahasa berperan besar dalam penciptaan,
pengembangan dan pembinaan masyarakat.
c. Tutur
Bentuk bahasa disebut tutur karena adanya vokalisasi.
30
Tutur berperan untuk menyampaikan pesan. Meskipun begitu, ada
dua bentuk tutur yang kurang bermakna, misalnya:
Ekspletif atau lontaran seperti “Oh!” untuk
mengespresikan rasa kaget atau “Auw!” untuk
mengungkapkan rasa sakit. Dapatkah kita
menyebutnya kata? Apakah lontaran tersebut disengaja
atau tidak?
Ujaran fatik atau basa-basi seperti Nice day! atau All right?
sebagai ungkapan perasaan atau simpati yang tidak
membutuhkan jawaban langsung.
31
B. KESANTUNAN BERBAHASA
32
C. PRINSIP - PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA
33
pergaulan sesungguhnya (Rahardi, 2005: 62-63).
34
tidak lebih dan tidak kurang. Prinsip relevansi, artinya ketika seseorang
berkomunikasi yang dibicarakan harus relevan atau berkaitan dengan
yang sedang dibicarakan dengan mitra tutur. prinsip cara, artinya ketika
seseorang berkomunikasi dengan orang lain di samping harus ada
masalah yang dibicarakan juga harus memperhatikan cara
menyampaikan. Kadang-kadang ketika seseorang berkomunikasi,
sebenarnya pokok masalah yang dibicarakan sangat bagus dan menarik,
namun jika cara menyampaikan justru menyinggung perasaan, terkesan
menggurui, kata-kata yang digunakan terasa kasar, atau cenderung
melecehkan, akhirnya tujuan komunikasi dapat tidak tercapai.
Tujuan utama kesantunan berbahasa adalah memperlancar
komunikasi. Oleh karena itu, pemakaian bahasa yang sengaja dibelit-
belitkan, yang tidak tepat sasaran, atau yang tidak menyatakan yang
sebenarnya karena enggan kepada orang yang lebih tua juga merupakan
ketidaksantunan berbahasa. Kenyataan ini sering dijumpai di masyarakat
Indonesia kaena terbawa oleh budaya “tidak terus terang” dan
menonjolkan perasaan.
35
tersebut dikatakan sangat tidak santun.
Dalam mengomentari pendapat atau mengkritik karya pihak lain
sebaiknya dilakukan dengan sangat santun dengan menggunakan kata
“maaf”, tidak berpikir buruk dan menyinggung hati pihak lain, serta
memberi masukkan dengan pilihan kata yang baik. Jika penutur
memberikan saran dengan langsung menggunakan bahasa kasar dan
menjelekkan pihak lain di depan umum maka penutur dianggap sangat
tidak santun.
Penutur dikatakan sangat santun dalam mengajukan pendapat bila
memakai kata “terima kasih”, menghormati orang lain, tidak congkak,
dan tidak merendahkan argumen pihak lain. Bila dalam berpendapat
penutur terlihat arogan, congkak, dan superior maka ia akan terlihat
sangat tidak santun. Jika menegur peserta didik, penutur yang sangat
santun akan mengatakan “maaf”, memilih kata yang sesuai, dan tahu
tentang nasihat yang mendidik. Berbeda dengan penutur yang sangat
tidak santun, ia akan menasihati menggunakan suara keras, memilih kata
kasar, serta menjelekkan pihak lain di depan orang banyak ketika
menegur peserta didik. (Diadaptasi dari penelitian Zamzani et al, 2011).
E. KETIDAKMAMPUAN BERBAHASA
36
keterbatasan kemampuan kognitif dan gangguan psikogenik.
ketidakmampuan mengolah informasi linguistik.
37
mengucapkan suku kata awal, hanya berhasil mengucapkan
konsonan atau vokal awalnya dengan susah payah hingga bisa
menyelesaikan kalimatnya. Dalam usahanya mengucapkan kata
pertama yang barangkali gagal, penderita gagap menampakkan rasa
letih dan kecewanya.
d. .Berbicara latah
Latah atau ekolalia yaitu perilaku membeo atau menirukan
ucapan orang lain. Ini merupakan sindrom yang terdiri atas curah
verbal repetitif yang bersifat jorok (koprolalla) dan gangguan
lokomotorik yang dapat dipancing. Kata-kata jorok yang ditiru
cenderung berorientasi pada alat kelamin laki-laki. Yang sering
dihinggapi sindrom ini adalah wanita berumur 40 tahun ke atas.
Timbulnya latah ini berkorelasi dengan kepribadian histeris.
F. KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA
38
c. Penutur protektif terhadap pendapatnya Ketika bertutur, seorang penutur
kadang-kadang protektif terhadap pendapatnya. Hal demikian
dimaksudkan agar tuturan mitra tutur tidak dipercaya oleh pihak lain.
d. Penutur sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam bertutur Ketika
bertutur, penutur sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam bertutur
“Mereka sudah buta mata hati nuraninya. Apa mereka tidak sadar kalau
BBM naik, harga barang-barang lainnya bakal membubung. Akibatnya,
rakyat semakin tercekik.”
Tuturan di atas terkesan sangat keras dan intinya memojokkan mitra
tutur. Tuturan dengan kata-kata keras dan kasar seperti itu menunjukkan
bahwa penutur berbicara dengan nada marah, rasa jengkel, dan
memojokkan mitra tutur.
e. Penutur menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra
tutur Tuturan menjadi tidak santun jika penutur terkesan menyampaikan
kecurigaan terhadap mitra tutur.
39
G. KESANTUNAN BERBAHASA DI ERA MILLENIAL
40
yang “sok pintar” atau “sok tahu.” Kritik sebaiknya tidak disampaikan secara
umum, tetapi melalui pesan pribadi yang tidak dibaca orang lain.
Kedua, hindari rasa emosi yang reaktif. Bagaimanapun juga pelampiasan
emosi bukan hal yang tepat baik dalam dunia nyata maupun dunia maya. Jika
seseorang tidak sependapat atau tersinggung dengan status orang lain, maka
hendaknya jangan langsung membalasnya. Tunggu beberapa saat sehingga
dapat menyampaikan pesan yang lebih baik dan mudah dipahami.
Ketiga, jangan terlalu protektif terhadap pendapat sendiri dan merasa paling
benar dengan pendapatnya. Seseorang harus menyadari bahwa kebenaran
pendapatnya bersifat subjektif, belum tentu benar menurut orang lain.
Keempat, jangan curiga dan menuduh negatif. Menyampaikan kecurigaannya
kepada lawan bicara dengan sengaja memberikan tuduhan negatif dapat
menghambat proses komunikasi. Ketika terjadi perbedaan pendapat, maka
hindari berprasangka buruk kepada lawan bicara.
Kelima, jangan memojokkan lawan bicara. Jika terjadi perbedaan, maka
janganlah sengaja memojokkan lawan bicara dengan argumen subjektif.
Berikan data dan fakta yang valid untuk menyanggah lawan bicara.
Pada akhirnya, saat berkomunikasi di era milenia ini banyak yang harus
dipertimbangkan sebelum menuliskan atau berkomentar kepada siapa pun.
Perhatikan atau tata krama berbahasa dan kesantunan berbahasa. Masing-
masing orang memiliki standar nilai yang berbeda karena budaya dan
kebiasaan masing-masing juga berbeda. Dengan kesantunan yang benar dan
penggunaan bahasa yang benar terwujudlah keharmonisan dalam pergaulan di
lingkungan sekitar, khususnya di dunia maya.
41
KESIMPULAN
42
disebabkan dari segi mental atau psikogenik diantaranya berbicara manja,
berbicara kemayu, berbicara gagap, berbicara latah.
Ada beberapa faktor penyebab munculnya bahasa yang tidak santun antara
lain: Penutur menyampaikan kritik secara langsung dengan kata atau frasa kasar.
Penutur didorong rasa emosi ketika bertutur, Penutur protektif terhadap pendapatnya,
penutur sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam bertutur, dan Penutur
menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra tutur.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
BAB VI
PEMBAHASAN
45
Berdasarkan hasil analisis data jenis maksim yang berhubungan dengan kegiatan
transaksi online shop Alya Hijab by Naja bulan Agustus-Desember 2017 yaitu
maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim kerendahan hati, maksim
pujian, maksim permufakatan, dan maksim simpati.
Bentuk Tuturan :
Bentuk Tuturan :
Pembeli : “Kalau bisa minta tolong jangan sampai lewat bulan januari ini ya
kak, soalnya saya mau keluar kota”.
46
tuturan dengan cara memberi keuntungan pembeli. Hal itu dengan
cara memaksimalkan pengerjaan pesanan pembeli.
Tuturan yang banyak memuji orang lain. Maksim pujian juga disebut
maksim rayuan.
Bentuk Tuturan :
Bentuk Tuturan :
Pembeli : “Iya Kak, pasti jadi langganan. Soalnya aku suka sama modelnya
dipakai nyaman dan pas banget. Coba merk lain yang semodel
begitu gak enak dipakainya semoga produksi berikutnya bisa
dapat kain yang sebagus produksi pertama ya kak ☺”.
47
5.) Maksim Kesepakatan
Bentuk Tuturan :
Penjual : “Tetap sama kak. Masih ikut 4 kg kak. total sebelumnya sudah pas
banget dari 3 kg kak, tambah 1 kg lagi ya kak, biar 4 kg hehehe, nanti tambah
orderan menjadi 5 pcs kak. kami tunggu kabar baiknya ya kak laila.”
Pembeli : “Ya sudah kalau gitu minta totalkan semua aja ya, biar aja 4 kg ☺.”
Bentuk Tuturan :
Pembeli : “Kak maaf saya belum transfer, barusan lahiran soalnya. tapi masih
ada ya barangnya besok insya Allah saya transfer ya”.
Penjual : Iya kak, gpp kok kak, Selamat ya kak, semoga anaknya menjadi
anak yang sholeh ya kak
Konteks : Pembeli belum sempat transfer, Penjual memberikan keringanan
waktu.
48
PENUTUP
49
DAFTAR PUSTAKA
50
BAB VII
Berpengaruhnya Lingkungan dalam Kesantunan Berbahasa
di Era Milenial
Nama Kelompok:
1. 202046500410 – Nyai Sukarsih
2. 202046500419 – Yulia Rahmawati
3. 202046500435 – Febryan Alfathih
4. 202046500439 – Helmi Zatnika
Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan
menunjukkan identitas masyarakat pengguna bahasa. Bahasa merupakan sarana
penting untuk berkomunikasi antar manusia. Bahasa sebagai alat utama dalam
berkomunikasi memiliki daya ekspresi dan informatif yang penting. Bahasa
sangat dibutuhkan oleh manusia. Alasannya, bahasa bisa membuat manusia dapat
memenuhi kebutuhan mereka dengan cara berkomunikasi antara satu dengan
lainnya (Supratman, 2017).
Perkembangan zaman terus bergerak. Setiap saat selalu terjadi perubahan
dalam kehidupan sesuai dengan tuntutan kebutuhan manusia. Perkembangan
teknologi pun selain memberi kemudahan dan banyak manfaat, kemajuan
teknologi ini juga berdampak negatif bagi manusia terutama dalam hal berbahasa.
Bahasa merupakan sarana untuk menyampaikan informasi kepada orang lain, baik
secara lisan maupun tertulis. Saat ini terjadi pergeseran kesantunan dalam
berbahasa. Sepertinya seseorang mengalami “kekagetan bahasa”. Ketika budaya
literasi masih rendah (Indonesia masih menduduki peringkat paling buncit se-Asia
Tenggara) kini kita dihadapkan pada era banjir informasi. Bahasa digunakan
manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya agar terjalin suatu
interaksi atau adanya timbal balik, baik berupa bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sosialnya (Cahyani dan
Fakhtur, 2017:45).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh We Are Social,
perusahaan asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite merilis laporan
51
terbaru berjudul “ Essential Insight Into Internet, Social Media, Mobile
And E-commerce Use Around The Word ”. Dalam laporan tersebut diperoleh
informasi bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan waktu 9 jam 15 menit
setiap harinya untuk berinteraksi dengan dunia maya. (detikinet, Maret 2018). Hal
ini mengakibatkan masyarakat Indonesia di cap paling “cerewet” di dunia maya.
Tak jarang, tingginya frekuensi komunikasi di dunia maya justru dapat
menimbulkan ketegangan sosial antar pengguna. Apalagi saat tahun politik seperti
ini. Dunia maya justru menjadi pemicu terjadinya konflik di masyarakat.
Perbedaan pandangan politik menyebabkan antar kawan bersitegang atau bahkan
berujung pada pertikaian.
Salah satu penyebab munculnya kesalahpahaman di dunia maya karena
kurangnya kesantunan berbahasa kaum milenial. Saat berkomunikasi di dunia
maya masyarakat indonesia masih banyak yang belum memperhatikan kesantunan
dalam berkomunikasi, padahal ini sangat penting. Apa saja yang tersebar di dunia
maya akan mudah direspon dengan cepat oleh siapapun.
Kesantunan (politeness), sopan santun atau etiket adalah tata cara, adat
atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan merupakan aturan
perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu
sehingga menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu,
kesantunan ini biasa disebut “tatakrama”. Manusia dalam berkomunikasi secara
santun memiliki kesamaan asasi karena manusia memiliki daya dan rasa yang
pada gilirannya direpresentasikan dalam komunikasi.
Tata cara berbahasa sangat penting diperhatikan dalam komunikasi antara
komunikator dan komunikan demi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu,
masalah tata cara berbahasa ini harus mendapatkan perhatian, terutama dalam
berinteraksi di dunia maya. Dengan mengetahui tata cara berbahasa diharapkan
orang lebih bisa memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi.
Kesantunan berbahasa tercermin dalam tata cara berkomunikasi lewat
tanda verbal atau tata cara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada
norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan.
52
Tata cara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam
masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam
berkomunikasi. Apabila tata cara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-
norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai
orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak
berbudaya.
Bahasa dan Perilakunya
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai alat
komunikasi yang mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Bahasa dan
berbahasa yang benar akan mempengaruhi kebenaran informasi yang
disampaikan. Hal yang harus dihindari mengenai pemakaian bahasa baku antara
lain adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode
dan bahasa gaul yang tanpa disadari selalu dipergunakan sebagai komunikasi
resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik. Bahasa
persatuan kita adalah Indonesia, sebagai masyarakat yang peduli bahasa
nasionalnya harus menghormati, kita harus melestarikan.
Mengenai tentang bahasa yang ada di masyarakat, bahasa yang digunakan
akan mempengaruhi perilaku anak. Misalnya: penggunaan bahasa jawa kasar di
daerah jawa timur, cenderung terlihat kasar dan lebih leluasa kontak fisik.
Berbeda jauh dengan anak jawa barat yang cenderung memakai bahasa Indonesia
dengan pembawaan sikap lemah lembut.
Mengenai pemilihan bahasa daerah maupun bahasa Indonesia untuk
berkomunikasi harusnya tidak mudah karena kita harus benar memperhatikan
variabel yang secara paksa memilih salah satu bahasa agar terwujud pola
komunikasi yang diharapkan baik dan benar, sehingga menghadirkan hubungan
humanisme diantara penutur dan lawan bicara. Oleh karena itu, bahasa daerah
dalam perspektif sosiolinguistik lebih momfokuskan pada fungsi bahasa daerah
sebagai salah satu pilihan bahasa yang bisa digunakan secara tepat itu bagaimana
dengan mempertimbangkan pada latar situasi dan kondisi yang sedang terjadi.
53
Menerapkan Bahasa Indonesia yang Santun di Era Milenial pada Dunia
Maya
Faktor penyebab kesantunan berbahasa di kalangan remaja mulai luntur,
yang paling besar ialah terbiasanya para remaja menggunakan bahasa kotor untuk
digunakan saat sedang berbicara dengan temannya ataupun dengan orang lain.
Penggunaan bahasa kotor dalam percakapan sehari-hari seperti sudah menjadi
budaya atau mendarah daging di kalangan remaja. Mereka mungkin memiliki
hubungan yang cukup erat sehingga bukan sebuah masalah bagi mereka, ketika
menggunakan bahasa tersebut. Namun, apabila sedang berada di sekitar
masyarakat, terutama orang tua, ini menjadi sebuah hal yang sangat mengganggu.
Hal kedua yang menjadi faktor dari masalah ini adalah lingkungan pergaulan
mereka, dengan siapa remaja tersebut bergaul dalam kesehariannya. Walaupun
seorang remaja berasal dari daerah pedesaan, namun ketika bergaul dengan remaja
yang berasal dari kota besar yang kesantunan berbahasanya mulai memudar,
remaja desa tersebut akan terpengaruh dan otomatis terbawa menggunakan
bahasa kotor saat berkomunikasi dengan teman-temannya.
54
kritik merupakan sesuatu yang kurang berkenan di hati seseorang. Jika kritik tidak
disampaikan dengan baik, maka dapat berujung pada kesalahpahaman. Orang
yang sering mengkritik justru dianggap orang yang “sok pintar” atau “sok tahu.”
Kritik sebaiknya tidak disampaikan secara umum, tetapi melalui pesan pribadi
yang tidak dibaca orang lain. Kedua, hindari rasa emosi yang reaktif.
Bagaimanapun juga pelampiasan emosi bukan hal yang tepat baik dalam dunia
nyata maupun dunia maya. Jika seseorang tidak sependapat atau tersinggung
dengan status orang lain, maka hendaknya jangan langsung membalasnya.
Tunggu beberapa saat sehingga dapat menyampaikan pesan yang lebih baik dan
mudah dipahami. Ketiga, jangan terlalu protektif terhadap pendapat sendiri dan
merasa paling benar dengan pendapatnya. Seseorang harus menyadari bahwa
kebenaran pendapatnya bersifat subjektif, belum tentu benar menurut orang lain.
Keempat, jangan curiga dan menuduh negatif. Menyampaikan kecurigaannya
kepada lawan bicara dengan sengaja memberikan tuduhan negatif dapat
menghambat proses komunikasi. Ketika terjadi perbedaan pendapat, maka hindari
berprasangka buruk kepada lawan bicara. Kelima, jangan memojokkan lawan
bicara. Jika terjadi perbedaan, maka janganlah sengaja memojokkan lawan bicara
dengan argumen subjektif. Berikan data dan fakta yang valid untuk menyanggah
lawan bicara.
Dan pada akhirnya bahwa kesantunan dalam berbahasa itu sangatlah
penting dan dibutuhkan oleh semua orang, karena pokok utama dari sebuah
pertengakaran yaitu berasal dari sebuah ujaran atau tuturan bahasa yang
diucapkan didunia nyata ataupun dunia maya. Di kalangan pemuda milenial saat
ini kesantunan berbahasa masih sangat rendah, mereka cenderung menggunakan
bahasa yang kurang baik dan tidak baku. Saat mereka merasa kesal, marah, kaget
ataupun hal yang lainnya munculah kata-kata kotor yang mereka tuturkan atau
utarakan untuk mengungkapkan isi hatinya, tapi anehnya lagi, kata-kata kotor itu
pun sering diucapkan pada saat mereka sedang senang, atau mengobrol santai
dengan temannya.
Oleh karena itu, saat berkomunikasi di era milenial ini banyak yang harus
dipertimbangkan sebelum menuliskan atau berkomentar kepada siapa pun.
55
Perhatikan tata krama berbahasa dan kesantunan berbahasa. Masing-masing orang
memiliki standar nilai yang berbeda karena budaya dan kebiasaan masing-masing
juga berbeda. Dengan kesantunan yang benar dan penggunaan bahasa yang benar
terwujudlah keharmonisan dalam pergaulan di lingkungan sekitar, khususnya di
dunia maya.
Pengaruh Bahasa Gaul terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia
Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya sebuah generasi. Kalau
generasi negeri ini kian tenggelam dengan pengkhususan bahasa Indonesia yang
lebih dalam, mungkin bahasa Indonesia akan semakin sempoyongan dalam
memanggul bebannya sebagai Bahasa Nasional dan identitas bangsa. Dalam
kondisi demikian, diperlukan pembinaan dan pemupukan sejak dini kepada muda
agar mereka tidak mengikuti pembusukan itu. Pengruh arus globalisasi dalam
identitas bangsa tercermin pada perilaku masyarakat yang mulai meninggalkan
bahasa Indonesia dan terbiasa menggunakan bahasa gaul. Saat ini jelas di
masyarakat sudah banyak adanya penggunaan bahasa gaul dan hal ini diperparah
lagi dengan generasi muda Indonesia juga tidak terlepas dari pemakaian bahasa
gaul. Bahkan, generasi muda inilah yang paling banyak menggunakan dan
menciptakan bahasa gaul di masyarakat.
Daftar Pustaka
Annisa, F. N. Pemakaian Bahasa Dalam Masyarakat. Jurnal Tutur Kata Anak
Dalam Berkomunikasi Bahasa Indonesia Di Masyarakat, 4.
Suryani, Novita. OPINI : Urgensi Kesantunan Berbahasa Zaman Milenial.
“Perlunya Kesantunan Berbahasa di Era Milenial”. Kantor
Kementrian Agama Kab. Kebumen. 21 Maret 2019. 28 Desember 2020.
https://jateng.kemenag.go.id/warta/artikel/detail/perlunya-kesantunan-
berbahasa-di-era-millenial
Novitasari. Penggunaan Bahasa. Jurnal Penggunaan Bahasa Indonesia di
Kalangan Generasi Milenial, 6.
56
BAB VIII
1. Latar belakang
Bahasa dapat menunjukan pribadi seseorang karakter, watak, atau pribadi
seseorang dapat didenifikasi dari perkataan yang diucap. Pengguaan bahasa
57
yang lemah lembut, sopan, santun, sistematis , tekstur, jelas dan lugas
mencerminkan penuturnya berbudi.
Sebaliknya melalui penggunaan bahasa yang kasar, tidak sopan dan tidak
santun menunjukkan pribadi yang tidak berbudi. Karena itu penggunaan yang
tepat dan sesuai aturan menjadikan bahasa sebagai alat yang efektif dalam
proses penyampaian kehendak, dan perasaan. Lingkungan kampus adalah
lingkungan pendidikan, hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi
dalam bertindak tutur. Sebagai pelajar tatanan bahasa dalam bertindak tutur
harus dijaga dengan baik, untuk menghormati norma-norma yang ada
dilingkungan pendidikan, karena sikap kita dalam memilih bahasa dalam
bertindak tutur akan menunjukkan rasa hormat kita terhadap lawan tutur kita
yaitu karyawan. Masyarakat tutur merupakan masyarakat yang timbul karena
rapatnya komunikasi atau integrasi simbolis, dengan tetap menghormati
kemampuan komunikatif penuturnya tanpa mengingat jumlah bahasa atau
jumlah variabel yang digunakan (Chaer dan Agustina, 2010:38). Brown dan
levinson (dalam Wijana, 2009:64) menyatakan bahwa penutur menggunakan
strategi linguistik yang berbeda dalam memperkenalkan secara wajar lawan
tuturnya dengan empat strategi.
58
mahasiswa memiliki latar belakang serta budaya yang berbeda-beda. Faisal
(2018:153) mengatakan bahwa berkomunikasi dengan mitra sosial yang
berbeda budaya sekaligus bahasa diperlukan sikap dan tanggung jawab untuk
saling memahami. Tentu hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman bagi
lawan tuturnya, meskipun si penutur beranggapan bahwa tuturannya sudah
santun tetapi berbeda dengan anggapan lawan tuturnya.
2. Rumusan masalah
1) Bagaimana kesantunan berbahasa mahasiswa Jurusan desain komunikasi
visual dengan dosen dalam bentuk tuturan?
2) Bagaimana penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa mahasiswa
Jurusan Desain komunikasi Visual dengan dosen dalam bentuk tuturan?
3. Tujuan
1) tujuan di buatnya artikel agar semua mahasiswa unindra dapat
menggunakan bahasa yang baik dan sopan.
2) kedua agar terbiasa bisa menggunakan bahasa yang baik dan benar.
59
Selanjutnya jenis kesantunan berbahasa pada Maksim Penghargan
(Approbation Maxim). Kalimat yang bergaris bawah adalah penentuan kesantunan
berbahasa.
Dosen A : Pak, saya tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Bahasa
Indonesia.
Dosen B : Oya, tadi aku mendengar pengajaranmu kepada mahasiswa jelas sekali
dari sini.
Pada tuturan di atas Guru A menyatakan bahwa ruangan itu gelap kemudian
Guru B sependapat dengannya dan menanyakan saklar pada Guru A. Terjadi
permufakatan atau kecocokan pada tuturan diatas.
60
Berikut adalah jenis kesantunan berbahasa pada Maksim Kesimpatisan
(Sympathy Maxim). Kalimat yang bergaris bawah merupakan penetuan
kesantunan berbahasa.
Karyasiswa A :”Mas, aku akan ujian Nirmana Minggu depan.”
Karyasisiwa B :”Wah. semangat ya!”
Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi dasar bagi para mahasiswa
Universitas Indraprasta khusunya mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual
dalam berkomunikasi dengan sesama dan dosen dengan menggunakan konsep
kesantunan, kesopanan dan tutur kata yang baik.
61
Daftar Pustaka
62
BAB 1X
PENDAHULUAN
63
Sebagaimana yang telah kita ketahui, manusia tidak semuanya memiliki tulisan
yang sama (bahasa tulis). Demikian pula dalam bahasa lisan, manusia tidak
memiliki suara tuturan yang sama. Akan tetapi afeksi-afeksi jiwa yang ditandai
oleh kata-kata tuturan, baik tulis maupun lisan adalah sama bagi keduanya.
Pemilihan bahasa oleh penutur lebih mengarahkan pada bahasa yang komunikatif.
Melalui konteks situasi yang jelas suatu peristiwa komunikasi dapat berjalan
dengan lancar. Dalam hal ini, istilah tindak tutur muncul karena dalam
pengucapan sesuatu, penutur tidak sematamata menyatakan tuturan, tetapi dapat
mengandung maksud dan tujuan dibalik tuturan.
Muka atau citra diri pelaku tutur rawan jatuh dalam proses komunikasi.
Pelaku tutur berusaha untuk menjaga muka masing-masing dalam komunikasi.
Pelaku tutur mencakup penutur dan petutur. Penutur adalah orang yang bertutur
dan petutur adalah orang yang diajak bertutur. Salah satu yang menyebabkan
muka jatuh adalah tindak tutur. Menurut Brown dan Levinson (1983), tindak tutur
direktif adalah tindak tutur yang potensial menjatuhkan muka. Oleh karena itu,
tindak tutur direktif perlu dilengkapi dengan peranti penyelamat muka yang
berupa kesopapanan (politeness) berbahasa. Artikel ini ditulis untuk menjelaskan
cara-cara verbal yang dilakukan oleh penutur bahasa Indonesia untuk membentuk
tindak tutur menyuruh dalam bahasa Indonesia yang santun Searle (1976: 1—24)
64
mengelompokkan tindak tutur menjadi lima jenis, yaitu tindak tutur representatif,
direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi.
65
tertutup yang di dalamnya banyak guru perempuan. A menyuruh B untuk
merokok di tempat lain dengan berbasa-basi menyatakan mempunyai kesenangan
yang sama untuk meminimalkan jatuhnya muka dengan mengatakan, “selera kita
sama”. Kemudian, A melanjutkan pembicaraannya dengan mengatakan, “Kita cari
tempat yang lebih nyaman untuk merokok, Pak !” Ungkapan selera kita sama
menunjukkan bahwa antara penutur dan petutur adalah dari kelompok yang sama.
Di samping itu, kata kita juga mengandung maksud bahwa penutur (yang
berbicara) dan petutur (orang yang diajak bicara) tercakup di dalamnya. Dengan
tindak tutur itu, petutur terkesan diakrabi, diperlakukan sama dengan yang lain
(tidak dikucilkan) dan diperlakukan dengan ramah sehingga tindak tutur itu
dirasakan santun. Cara berperilaku sopan dalam tindak tutur menyuruh dengan
cara basa-basi mengakrabkan dan penganjungan dalam bentuk penutur dan petutur
terlibat dalam kegiatan yang sama adalah seperti contoh (2).
(a) Kita geser almari ini ke samping!
(b) Ayo, bantu ibu memasukkan buku ke dalam almari!
(c)Mari kita angkat meja ini bersama-sama! Tindak tutur
(2a) dilakukan oleh Ketua Jurusan bersama dengan dosen yang menata ruangan
dosen. Tindak tutur (2b) dilakukan oleh seorang guru SD yang menyuruh
muridnya untuk memasukkan buku ke dalam almari.
Tindak tutur (2c) dilakukan oleh seorang murid kepada kawannya yang sama-
sama bergotong royong membersihkan ruangan. Penggunaan kata kita dalam
tindak tutur (2a), ayo dalam tuturan (2b), dan mari dalam tindak tutur (2c)
menunjukkan bahwa penutur mengajak petutur untuk bersama-sama melakukan
kegiatan yang dinyatakan oleh penutur.
66
tindak tutur itu dirasakan santun. Cara berperilaku sopan dalam tindak tutur
menyuruh dengan basabasi pengakraban dan penganjungan dalam bentuk mencari
kesepakan adalah seperti contoh (3).(3)(a)Tolong antarkan saya, ya Kak? (b) Kita
setuju kemping dilaksanakan pada bulan Oktober, kan? (c)
Bagaimana kalau setiap hari Jumat dari pukul 07.00 s.d. 13.00
dikosongkan dari kegiatan perkuliahan dan diisi dengan kegiatan olah raga,
keagamaan, dan silaturahim. Tindak tutur (3a) dilakukan oleh seorang mahasiswi
yunior kepada mahasiswi senior yang tinggal di satu rumah kos. Tindak tutur (3b)
dilakukan oleh Ketua Badan Ekskutif Mahasiswa kepada peserta rapat dalam
sebuah rapat. Tindak tutur (3c) diucapkan oleh seorang dosen kepada ketua
Jurusan pada saat rapat jurusan. Penggunaan kata ya dalam tuturan (2a), kan
dalam tuturan (2b), dan bagaiman kalau dalam tutran (2c) menunjukkan usaha
penutur menghargai petutur dengan jalan penutur meminta persetujuan atau
meminta pendapat yang terkait dengan petutur. Tindakan penutur meminta
persetujuan dengan petutur menimbulkan efek pelunakan daya ilokusi sehingga
meminimalkan paksaan.
(a) Dik, cuci piring ini! Biar Kakak yang masak! (b) Saya
mengumpulkan data dan Pak Usman mengolahnya! Tindak
tutur (4a) dilakukan oleh seorang mahasiswi yang lebih
senior kepada kawannya yang lebih muda ketika sedang
memasak. Mereka tinggal di satu kamar di sebuah rumah
67
kos. Untuk makan sehari-hari, mereka beriur uang untuk
membeli bahan makanan dan mereka memasakknya secara
bersamasama. Tindak tutur (4b) diucapkan oleh seorang
anggota tim dalam sebuah penelitian kepada kawannya
yang juga merupakan anggota tim itu. Basa-basi saling
membantu di dalam tindak tutur (4a) terlihat dari petutur
(mitra tutur) disuruh mencuci piring dan penutur memasak
nasi. Basa-basa di dalam tindak tutur (4b) terlihat dari
tindakan penutur mengumpulkan data dan petutur disuruh
mengolah data. Perilaku saling membantu antara penutur
dan petutur menunjukkan keakraban dan rasa saling
menghargai menimbulkan efek pelunakan daya ilokusi
sehingga sehingga tindak tutur itu terasa santun.
68
Kesan memaksa itu mengakibatkan tindak tutur dirasakan tidak
santun oleh petutur. Sebaliknya, penutur memilih suruhan dengan basa-
basi dalam bentuk permintaan bersyarat, misalnya jika Bapak ada waktu,
kalau Ibu tidak keberatan, jika Bapak ada kesempatan dan mau berdampak
pada peminimalan paksaan. Permintaan bersyarat ini memberikan
alternatif pilihan kepada petutur untuk melaksanakan atau tidak
melaksakan apa yang dinyatakan penutur. Petutur tidak perlu
melaksanakan apa yang dinyatakan oleh penutur jika syarat tidak terpenuhi
atau keadaan tidak memungkinkan. Petutur melaksanakan apa yang
dinyatakan penutur jika persyaratan terpenuhi atau keadaan
memungkinkan. Pemberian alternatif pilihan untuk melaksanakan atau
tidak melaksanakan
Tindak tutur atau pertuturan (bahasa Inggris: speech act) adalah seluruh
komponen bahasa dan nonbahasa yang meliputi perbuatan bahasa yang utuh, yang
menyangkut peserta di dalam percakapan, bentuk penyampaian amanat, topik, dan
konteks amanat tersebut [1]. Istilah ini dicetuskan oleh Austin (1962) melalui
teorinya tentang tiga tingkat pertuturan, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi [2].
Searle (1969) selanjutnya membagi pertuturan ilokusi menjadi lima kategori, yaitu
asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif.
Tingkat pertuturan
Austin (1962) merumuskan tiga tingkat pertuturan sebagai berikut.
⦁ Pertuturan lokusi, yaitu pertuturan yang menyatakan sesuatu sebagaimana
adanya (harfiah).
⦁ Pertuturan ilokusi, yaitu pertuturan yang menyatakan tindakan atau
maksud melakukan sesuatu.
⦁ Pertuturan perlokusi, yaitu pertuturan yang memiliki pengaruh atau efek
terhadap lawan tutur.
Sebagai contoh, "Lalu lintas menuju ke sini macet," yang diucapkan seseorang
saat terlambat datang pada suatu rapat bukan hanya memberi informasi tentang
69
kemacetan lalu lintas (lokusi), melainkan juga merupakan tindakan meminta
maaf (ilokusi) yang diharapkan membawa efek pemberian maaf dari kawan
bicara (perlokusi)
BAB X
Disusun oleh:
PENDAHULUAN
70
1. Latar Belakang
Kelisanan (orality) dan keaksaraan (literacy) merupakan dinamika pengguna
bahasa dalam berinteraksi. Hal utama yang harus mendapat perhatian ekstra oleh
pengguna bahasa sejak usia dini adalah penggunaan bahasa yang santun.
Kesantunan diukur dengan penuturan kata /penulisan yang tidak menyinggung
perasaan pendengar atau pembaca, Menggunakan tuturan tidak langsung biasanya
terasa lebih santun bila dibandingkan dengan tuturan yang diungkapkan secara
langsung. Pemakaian bahasa dengan kata kias terasa lebih santun bila
dibandingkan dengan kata lugas. Ungkapan memakai gaya bahasa penghalus
terasa lebih santun dibandingkan dengan ungkapan biasa, kesantunan berujar
dapat dilihat dari penggunaan dua hal, yakni pilihan kata (diksi) atau ketepatan
pemakaian kata dan gaya bahasa. Penggunaan bahasa, khususnya lisan sedari dini
sudah harus dikenalkan hal mendasar meliputi fonetik, semantik, sintaksis,
morfologi, pragmatik, dan wacana. Kajian ini sebagai dasar memahami kaidah
bahasa agar menjadi pengguna bahasa yang baik dan benar. Muatan tersebut
tujuan utamanya adalah mewujudkan pengguna bahasa yang santun sebagai ciri
manusia berbudaya dan munculnya penghormatan dari pihak lain karena
kesantunannya berbahasa itu sendiri.
1. Rumusan Masalah
71
d. Background keluarga yang kurang harmonis.
e. Banyak anak remaja yang menganggap semua sama dikarenakan
demokrasi yang berlebihan
3. Tujuan
Pembahasan
Sopan santun merupakan unsur penting dalam kehidupan bersosialisasi
sehari – hari, karena dengan menunjukan sikap santunlah, seseorang dapat
dihargai dan disenangi dengan keberadaanya sebagai makhluk sosial dimanapun
tempat ia berada. Dalam kehidupan bersosialisasi antar sesama manusia, sudah
tentu kita memiliki norma-norma / etika-etika dalam melakukan hubungan dengan
orang lain. Dalam hal ini sopan santun dapat memberikan banyak manfaat atau
pengaruh yang baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Sopan santun berarti peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan
sekolompok manusia didalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntutan
pergaulan sehari-hari masyarakat tersebut. Setelah kita mengetahui pengeretian
72
tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap sopan santun patutlah dilakukan dimana
saja temapat kita berada, sesuai dengan kebutuhan lingkungan, tempat, dan waktu
karena sopan santun bersifat relatif dimana yang dianggap sebagai norma sopan
santun berbeda-beda disetiap tempatnya, seperti sopan santun dalam lingkungan
rumah, sekolah, kampus, pergaulan, dan sebagainya. Hal tersebut kita lakukan
dimanapun tempat kita berada, kita akan selalu dihormati, dihargai, dan disenangi
keberadaan kita oleh orang lain.
Setelah itu, sopan santun didalam lingkungan sekolah dan kampus antara
lain : Menjaga tingkah laku, seperti berperilaku baik dan terpuji, menghormati
guru atau dosen, dan mematuhi peraturan sekolah / kampus.
Menjaga kebersihan sekolah / kampus serta berperan aktif dalam kegiatan sosial
di sekolah / kampus.
Saat ini, kebanyakan orang yang tidak mempunyai sikap sopan santun,
seperti melawan orang tua, berkata kasar terhadap orang tua, menyakiti perasaan
orang lain, dsb. Sangat disayangkan karena sikap sopan santun seharusnya ada
pada masing-masing individu. Tontonan yang ditayangkan ditelevisi swasta
sekarang juga kebanyakan yang tidak memberikan contoh sopan dan santun. Coba
73
kalian pikirkan, apabila kalian berada di posisi orang yang lebih tua, mendapati
anak kalian berkata kasar, pasti kalian sangatlah kecewa. Sekarang saatnya kita
buat introspeksi diri dan menjaga tontonan anak-anak yang masih dibawah umur
agar tetap mempunyai sikap sopan dan santun.
DAFTAR PUSTAKA
Dwika Apriyani, “Pentingnya Sopan Santun Dalam Kehidupan Sehari-hari”.
Dalam http://dwikaapriyani.ilearning.me/?p=141 , diunduh pada tanggal 2018.
Mahsun.2014.”Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia”.Jakarta:Rajawali
Pers
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga.
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Lickona, Thomas. 2013. Mendidik untuk Membentuk Karakter. Terjemahan oleh
Juma Abdu Wamaungo. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Kamil. P.Gurniwan. 2015. Pembentukan Karakter melalui Pendidikan Sosiologi.
Jurnal Jurnal Tingkap. Vol. XI, No. 1,Th. 2015 (hlm.54-66).
Khan, Yahya. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri: Mendongkrak
Kualitas Pendidikan. Yogyakarta: Pelangi Publishing.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2010. Pendidikan karakter dalam Perspektif
Islam. Bandung: Insan Cita Utama.
Muslich, Masnur. 2006. “Kesantunan Berbahasa Indonesia sebagai Pembentuk
Kepribadian Bangsa”. Dalam http://researchengines.com , diunduh pada tanggal
29 Desember 201
74
75