Anda di halaman 1dari 4

BINA MISDINAR PAROKI BUNDA MARIA SERUI

KEUSKUPAN TIMIKA
Sejarah Misdinar
Gerhard Mangara, Apr 2015

Pada awalnya, Putera Altar atau Misdinar (Belanda: misdienarr) adalah salah satu posisi
pelayanan dalam Gereja Katolik yang diperntukkan untuk kaum awam dan klerus (pelayan
rohani kaum awam). Namun, karena Putera Altar banyak diminati kaum awam, maka sebagaian
besar umat mengganggap Putera Altar merupakan posisi pelayanan oleh kaum awam. Putra
Altar pada awalnya disebut akolit (Latin: acolite). Biasanya yang bertugas sebagai Akolit adalah
frater. Bahkan selama masa pendidikan frater, Gereja Katolik menganjurkan agar setidaknya
frater tersebut pernah menjadi Putera Altar (Akolit) atau Seremonarius (KIoordinator selebran,
umat, dan petugas liturgy dalam Misa Kudus). Selang beberapa waktu, Gereja Katolik pun
membuka jalan bagi umat awam yang ingin membantu imam selebran di altar namun tidak
ingin menjalani kehidupan membiara. Dari sinilah istilah Putera Altar muncul. Walaupun umat
awam diperbolehkan bertugas di altar, tetap saja ada batasannya, yaitu harus berjenis kelamin
laki-laki (baik yang sudah menikah/belum).
Istilah misdinar sendiri baru muncul pada saat Konsili Vatikan II, saat Gereja Katolik
memberikan kebebasan kepada umat awam manapun untuk memeriahkan liturgy Misa Kudus
tanpa merusak keindahannya. Dari sinilah uncul istilah Putera Altar, yaitu kaum wanita yang
bertugas melayani imam selebran di altar. Misdinar sendiri, gabungan dari Putera-Puteri Altar
yang bertugas melayani imam selebran di altar, tanpa memperdulikan jenis kelamin. Biasanya
ada tidaknya misdinar, tergantung dari keputusan uskup di wilayah setempat dengan
memperhatikan kebutuhan pelayanan misa dari setiap paroki.
Tugas misdinar: membantu imam, mengantar persembahan dan menjadi panutan umat.
Tujuannya; memperkuat iman pribadi dalam kegiatan pengembangan pribadi, seperti; LDK
(Latihan Dasar Kepemimpinan), retret, outbond, wisata rohani.
Syarat menjadi misdinar:
 Beragama katolik
 Sudah menerima komuni pertama
 Maximum usia 21 tahun
 Tidak ada unsur paksaan
 Rajin dan setia dalam tugas
 Mengetahui prosedur Perayaan Ekaristi
 Mengetahui peralatan Ekaristi
 Yang usia lanjut, menjadi pelatih

Pelindung misdinar
Adalah seorang pemuda kristiani yang setiap pagi buta menuju ke suatu tempat melalui lorong-
lorong kota Roma untuk melayani imam merayakan Ekaristis. Dialah Tarsisius. Waktu itu paus
sendiri yang mempersembahkan Ekaristi, dan hanya sedikit yang hadir karena banyak orang
kristiani yang ditangkap dan yang lain menyelamatkan diri ke kota lain.
Selesai misa, paus mengeluh, “kemarin seorang petugas penjara datang ke mari dengan diam-
diam. Ia mengatakan, saudara-saudari kita yang dipenjarakan ingin sekali menyambut Tubuh
Kristus sebelum mereka dibunuh. Tetapi banyak imam yang sudah ditangkap. Saya sendiri tidak
bisa ke sana, sebab saya sudah dikenal. Mana bisa kami mengabulkan permohonan mereka?”
Tarsisius langsung menghampiri Paus, katanya;”Kenapa Bapa Suci tidak mengutus saya? Saya
tidak akan dicurigai.’ Jangan nak, kamu masih terlalu muda. Tugas itu terlalu berbahaya
untukmu!”
Tarsisius tetap bertekad untuk membantu, katanya;”Tetapi setiap pagi saya datang kemari,
Santo Bapa, saya satu-satunya pelayanan Misa yang selalu datang. Saya tidak takut. Apalagi hari
masih pagi, jalan juga masih sepi.” Melihat semangat itu, Paus akhirnya menyetujui,
katanya;”Baiklah, kamu boleh coba, tetapi hati-hatilah.”
Paus berlutut dengan hormat ke depan altar, mengambil beberapa Hosti Suci dan dimasukan
dalam sebuah kotak kecil yang terbuat dari emas. Kotak kecil itu diikalungkan dengan tali di
leher Tarsisius yang berlutut di hadapan Paus. Tarsisius segera menutupinya dengan ‘toga’,
yaitu semacam mantol, yang dipakainya. Tarsisius segera berangkat, ia memegangi kota emas
itu erat-erat di bawah toga supaya jangan hilang. Hatinya berdebar-debar, Ia merasa bahagia
atas kepercayaan yang di erikan kepadanya oleh Paus sendiri. Dalam hatinya ia berdoa kepada
Yesus, yang sedang dibawanya untuk menghibur para tawanan. Tetapi tanpa disangka hari itu
beberapa teman Tarsisius telah bangun pagi dan berjalan-jalan. Seorang temannya melihat
Tarsisius terburu-buru menghampirinya dan bertanya;”Hai, Tarsisius pagi-pagi begini kamu mau
pergi kemana? Kok terburu-buru? Tarsisius tidak menjawab. Seorang teman Tarsisius yang
menepuk bahunya dan bertanya;”Kamu kok tidak seperti biasa, ada apa? Apa yang kamu bawa
di bawah toga itu?” Seorang teman malah mencoba menari toga Tarisius. Toga Tarsisius
tersingkap dan kota emas Hosti Suci terlihat. Temannya yang mengenali benda itu
berkata;”lihat, sepertinya ia membawa sesuatu dari orang kristiani itu!” Teman-teman Tarsisius
mulai berteriak serentak “Serahkan barang itu, Ayo cepat! Berikan pada kami atau kami ajar!”
Tarsisius tidak berkata sepatah katapun, ia juga tidak menyerahkan kotanya. Kotak itu justru
dipertahankan sekuat tenaganya. Ia tidak ingin menyerahkan Tubuh Tuhannya kepada teman-
temannya yang tidak beriman itu. Karena keteguhan hati Tarsisius teman-temannya menjadi
jengkel dan mulai memukul, menendang bahkan melempari Tarsisius dengan batu. Tapi tetap
saja kota itu tidak dilepaskan oleh Tarsisius. Seorang teman Tarsisius sangat jengkel, akhirnya
mengayunkan pentung dan memukul kepala Tarsisius. Tarsisius terpelanting jatuh
mengucurkan darah. Tepat saat itu suara keras menegur mereka. “apa yang kalian
perebutkan!” diikuti munculnya seorang polisi menghampiri mereka. Teman-teman Tarsisius
ketakutan, mereka melarikan diri meninggalkan Tarsisius yang tergelatak bersimbah darah.
Polisi itu menghampiri Tarsisius. Ketika Tarsisius mengenali wajah itu tersenyumlah. Polisi itu
seorang kristiani. Dengan sisa tenaganya Tarsisius menyerahkan Sakramen Mahakudus kepada
Polisi itu. Si Polisi mengangguk mengerti. Tanpa mengatakan apapun, polisi itu menerima kota
berisi Sakramen Mahakudus tersebut dan mengalukan dilehernya sendiri. Si polisi mengangkat
Tarsisius dengan hati-hati dan membawanya ke sebuah rumah orang kristiani terdekat dan
meninggalkannya di sana. Setelah itu, si Polisi segera pergi ke penjara dan menerimakan
Komuni Suci secara diam-diam kepada para tawanan.
Tidak lama kemudian, Tarsisius meninggal, luka-luka yang dideritanya terlalu parah, dan ia
dimakamkan di katakomba Kalikstus, di jl. kApia dekat makam para Paus. Tarsisius adalah
seorang putra Altar yang saat itu disebut Akolit. Dia berani mengorbankan hidup demi Ekaristi
Kudus, karenanya ia dipilih menjadi pelindung para putera altar dan menjadi Martir Suci yang
dipepringati setiap tahun pada tanggal 15 Agustus.

Warna liturgy dalam Gereja Katolik


Untuk dapat mengetahui warna liturgy, tidak terlepas dari Kalender Liturgi. Dan hal ini, tidak
untuk diperdebatkan dan diubah sesuka hatinya sendiri. Warna liturgy, ada 4(empat) warna
liturgy, yang digunakan sesuai dengan masa liturgy, juga peringatan dan perayaan khusus. Dan
warna liturgy digunakan untuk pakaian imam, misdinar,lector juga untuk altar. Hal tersebut
adalah sbb:
1. Warna putih atau kuning
Melambangkan kesucian, kemuliaan, kesempurnaan, kemurnian, keabadian dan
kemenenangan. Warna ini biasa digunakan pada waktu Natal, Paskah, Kamis Putih dan
Hari Raya Orang Kudus atau Hari Raya Khusus yang diperingati oleh Gereja.
Jika warna putih tidak ada maka bisa digunakan warna kuning, atau sebaliknya.
2. Warna merah
Melambangkan pengorbanan dan keberanian. Biasanya digunakan pada waktu hari raya
Jumat Agung, Minggu Palma dan peringatan para martir. Ada warna sedikit berbeda,
yakni; warna pink yang digunakan pada masa adven tepatnya saat minggu Gaudete
(minggu sukacita)
3. Warna Hijau
Melambangkan kesuburan, kehidupan dan harapan. Warna liturgy ini dipakai pada hari
minggu biasa.
4. Warna Ungu
Melambangkan pertobatan. Biasa dipakai pada masa prapaskah dan masa adven. Selain
itu dipakai untuk misa arwah (misa requim) ketika ada umat yang meninggal. Warna
ungu juga digunakan oleh imam saat imam memberikan pengakuan dosa pribadi. Selain
warna ini, ada warna hitam, sebagai lambang kegelapan atas kematian namun sekarang
jarang digunakan. Biasanya digunakan pada saat misa gelap atau misa requim.

Peralatan liturgy Gereja Katolik


Peralatan & Perlengkapan untuk Perayaan Ekaristi
1. Buku Liturgi: TPE, buku Mazmur, Buku Bacaan Misa Hari Raya dan Hari Minggu, Missale
Romanum, Evangeliarium/Kitab Suci
2. Peralatan: Piala, patena, Sibori, 1 set ampul, pala, corporal,kain piala
3. Pakaian liturgi: jubah, single, alba, kasula, stola, amik
4. Penanggalan liturgi
5. Perlengkapan lain: Altar, Salib, Lilin, Hosti besar & kecil, tabernakel, meja gredens,
giring-giring, lonceng, purificatori

Tentang Penanggalan Liturgi


Disebut juga tahun Gereja, yang berarti; siklus masa liturgi di Gereja yang menentukan kapan
hari-hari raya dan hari-hari peringatan, termasuk hari-hari peringtan orang kudus, harus
dirayakan serta nas-nas mana saja dari Kitab Suci yang harus dibacakan pada hari-hari besar
tersebut.
Tahun Liturgi Gereja berawal dari hari Minggu Adven I dan berakhir pada hari raya Yesus Kristus
Raja Semesta Allam. Sistim Penanggalan Gereja ini disebut Kalendarium Liturgi atau
Penanggalan Liturgi, yang disusun secara teratur untuk satu tahun, agar seluruh Kitab Suci
dibacakan dan direnungkan dalam perayaan Ekaristis selama kurang lebih 3 tahun. Maka,
untuk keperluan tersebut, ada klarifikasi/pengelompokkan tahun liturgi, sbb:
 Tahun A/B/C
 Dan tahun I/II
Liturgi tahun A; dimaksudkan bacaan Injil pada hari-hari Minggu diambil dari Injil Markus
Liturgi tahun B: dimaksudkan bacaan Injil pada hari-hari Minggu diambil dari Injil Markus
Liturgi tahun C: dimaksudkan bacaan Injil pada hari-hari Minggu diambil dari Injil Lukas
Bagaimana cara menentukan tahun A/B/C?
Bila pada tahun masehi dibagi 3, hasilnya sisa 1, berarti tahun A
Bila pada tahun masehi dibagi 3, hasilnya sisa 2, berarti tahun B
Bila pada thaun masehi dibagi 3, hasilnya habis berarti tahun C
Bagaimana dengan tahun I/II?
Bila tahun masehi berangka ganjil, diartikan sebagai tahun I, dan bila tahun masehi berangka
genap, diartikan sebagai tahun II.
Contoh: tahun 2018, jika dibagi 3 hasilnya adalah 673 (sisa dua), berarti tahun 2018 adlah tahun
liturgi B/II.

Anda mungkin juga menyukai