Anda di halaman 1dari 5

SURAT PEMBERITAHUAN UNTUK KLARIFIKASI

Tarutung 20 Febuari 2022 Kepada yth :


Ibu Kepala Badan Pertanahan
Kabupaten
Tapanuli Utara di tempat.

Salam Sejahtera untuk kita semua, semoga Ibu beserta seluruh jajarannya selalu diberikan
Tuhan Yang Maha Esa kekuatan dan kesehatan dalam rangka menjalankan tugas dan kewajiban
yang telah diamanahkan oleh negara Republik Indonesia tercinta.
Dengan hormat, saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : David PPH Hutabarat
Alamat : Kel.Partali Toruan, Tarutung
Umur : 42 tahun
No. HP : 082160459546 ( KTP Terlampir )

Dulunya saya memiliki sebidang tanah yang terletak di Aek Ristop, Kel Partali Toruan,
Kec. Tarutung. Latar belakang tanah tersebut saya peroleh sebagai warisan dari orangtua/ayah
saya kandung,yang beliau jg memilikinya karena diwariskan temurun dari kakek saya.

Secara administrasi, sebelum menjadi atas nama saya, Sebagian dari tanah tersebut sudah
diterbitkan sertifikatnya tahun 1990an, pemilik sertifikat pertama bermarga Hutabarat juga,
bagian dari Hutabarat Partali, beliau memperoleh tanah tersebut dari Ompung saya martinodohon
( Kakak-Beradik ) sekitar tahun 1980an . Dalam sepuluh tahun terakhir ini sesuai istilah Batak “
Mulak Horbo Tu Bara “ ( kerbau kembali ke kandang ). Tanah yang sudah bersertifikat tersebut
beralih nama menjadi atas nama ayah saya. Menyusul kemudian tanah yang di sebelahnya yang
menjadi warisan dari kakek/ompung saya. Dalam rentang waktu sepuluh tahun terakhir ini,
berproses, mulai dari balik nama ke atas nama ayah saya, sertifikat baru atas nama ayah saya,
penggabungan sertifikat lama tahun 90an dan sertifikat baru atas nama ayah saya. Diikuti dengan
pemecahan. Setelah ayah saya meninggal dunia, terjadi lagi proses balik nama ahli waris kepada
saya. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, terjadi juga transaksi jual beli baik Ketika ayah saya
masih hidup maupun Ketika beliau sudah meninggal. Begitu intensnya tanah ini ditangani
berkasnya di kantor BPN sepuluh tahun belakangan ini, sampai dengan terakhir terjadi proses
jual beli di tahun 2021. Tidak pernah ada masalah status tanah pada saat jual beli di kantor
notaris, begitu juga saat cek bersih di kantor BPN, validasi dan verifikasi semuanya berjalan
dengan normal.

Tetapi tanggal 15 Febuari 2022, saya sangat terkejut ketika salah seorang pembeli tanah
saya tersebut menelepon saya dan mengatakan di atas tanah yang saya jual tersebut sudah ada
papan plang yang menyatakan kepemilikan atas tanah tersebut. Kesimpulannya berarti di tanah
tersebut sertifikat tumpeng tindih, sangat penting untuk diklarifikasi.

Perlu saya laporkan kepada Ibu, setelah telepon tersebut besoknya saya bertemu dengan
Kabid pengukuran Ibu, kalau saya tidak salah beliau Namanya Pak Mirwan, ada sebentar diskusi,
tapi masih kurang memuaskan saya. Setelah saya keluar dari ruangan Pak Mirwan saya masih
berpikir, “ tanah saya ini jelas tanah Hutabarat Partali, dulu adalah tanah ulayat, menjadi bagian
dari Baut Raja, menjadi kepemilikan tetap di personal pribadi di Baut Raja masih jauh ke depan
setelah ditetapkannya UU Pertanahan tahun 1960. Dan juga proses penentuan batasnya ke
wilayah Simamora sudah jelas, kenapa jadi terkesan tumpeng tindih.

Saya duduk di depan kantor, berdiskusi dengan anggota BPN lainnya. Pada saat
berdiskusi, keluarga yang mengklaim tanahnya tersebut sedang ada urusan ke kantor BPN. Kita
kebetulan saling kenal dan setelah menyapa kita berdiskusi, beliau tunjukkan copy sertifikat
mereka dan saya tanyakan pertanyaan tadi, kenapa bisa overlap ke tanah Hutabarat Partali.
Karena saya sangat yakin tanah saya tersebut sudah tepat batasnya di sebelah Barat, dipisahkan
oleh parit/bondar dengan tanah milik masyarakat dari wilayah Simamora. Beliau menjawab yang
membuat tanah itu overlap karena adanya pembelian dari marga Hutabarat tahun 1950an.
Mendengar penjelasan beliau saya bernafas lega, pemahaman saya tidak salah, duduk persoalan
sudah jelas. Satu pihak mengklaim karena adanya jual beli, pihak lain mengklaim atas dasar
warisan dari tanah ulayat yang sudah ditetapkan pemiliknya.
Saya memahami benar bahwa sebelum pemerintahan Belanda datang, kearifan lokal
sudah mengajarkan para leluhur kami untuk membuat batas antara wilayah di sebelah barat
Hutabarat Partali dengan Simamora, Hutagalung dan Hutatoruan. Dalam hal ini batas tersebut
biasanya berbentuk parit. Setelah Belanda datang, di lokasi tersebut di atas, dirancanglah
menjadi wilayah persawahan, otomatis pasti dibuat jalur irigasi. Oleh sebab hal tersebut kalau
lokasi tersebut kita lihat dari atas terkesan seolah olah ada dua jalur, parit pembatas dan saluran
irigasi, dan sangat memungkinkan juga parit pembatas dilintasi atau diisi oleh air.

Atas pemahaman saya tersebut di atas, dalam rangka mencari batas barat saya dengan
wilayah Simamora, saya menggali informasi dan bertemu dengan amang marga Purba dari
Simamora. Kami berdiskusi dan saling mengkonfirmasi kepemilikan dan batas tanah. Beliau
katakan bahwa batas mereka ke arah timur adalah Hutabarat Partali par Huta Ginjang/ Horison
par Lamsihar ( panggilan untuk Ompung saya) ma nasida kata beliau. Sebelumnya juga beliau
membeli sebidang tanah di sebelah selatan saya, dan mengkonfirmasi kepada saya terkait tanah
tersebut, apakah benar itu milik Hutabarat dan merupakan satu bagian dari kesatuan tanah yang
sejajar timur-barat saya. Setelah kita gali infonya, bahwa benar, tidak ada masalah dengan itu.
Bisa dicek di peta BPN yang sudah terfloating, kalau saya tidak salah, ke arah barat dan utara
dari batas tanah saya berbatasan dengan beliau. Terus ke arah utara dari tanah saya dan Pak
Purba semuanya berkaitan dengan Hutabarat Partali dan sepanjang arah barat – timur ke arah
Aek Ristop adalah satu kesatuan yang saling terkait.

Pada saat proses penimbunan lokasi tersebut kalau saya tidak salah sekitar tahun 2014,
ada marga Sihite dari wilayah Simamora datang dan mengatakan ujung yang saya dek bukanlah
menjadi batas Simamora ke Hutabarat, batasnya adalah saluran air yang ada disana. Saya jawab
beliau, tolong dikonfirmasi saja kepada keluarga Purba yang bersebelahan dengan batas barat
saya, karena dari apa yang saya pahami, tanah marga Sihite tersebut pasti sejajar dari barat ke
timur dengan tanah marga Purba, pasti tidak akan melebihi panjang dari tanah marga Purba
tersebut.

Secara politik Ibu, kami bagian dari Hutabarat Partali yaitu Baut Raja sangat menentang
tindakan kolonialisme Belanda.dan menempatkan diri sebagai oposisi. Kakek Buyut saya, yakni
Kakek dari Kakek saya yakni Raja Naualu ( Raja Marnala Hutabarat 14 ), sangat frontal
menentang kebijakan-kebijakan Belanda, termasuk dengan keberadaan apostel I.L Nommensen.
Dikarenakan Paman dari buyut saya adalah salah satu cerita kelam terkait Munson dan Lyman di
Lobu Pining yang mana Paman dari buyut saya ini merupakan bagian dari keluarga Raja
Pangalamei. Mengantisipasi hal tersebut di tahun 1800an Belanda menawarkan posisi tertentu
kepada Buyut saya tersebut, dan secara tegas ditolak, beliau tidak mau menjadi antek2 Belanda,
yang mana semangat tersebut diwariskan kepada keluarga dan keturunannya.. “ Mungkin jauh
dari topik ya Ibu, saya mohon maaf “. Yang ingin saya sampaikan adalah, tokoh antagonis tidak
terlalu mencolok dalam sejarah, tetapi cara pikirnya saya coba memahami, diantaranya, sebelum
Belanda datang saya sudah menjadi Raja di Hutabarat Partali, saya memilik wilayah, yang tidak
memerlukan pengakuan Belanda atas keabsahan saya memiliki wilayah tersebut. Terlepas
bagaimana pengolahan administrasinya ke depan pada saat Belanda sudah bisa memegang penuh
kekuasaan mereka atas Silindung.

Program Belanda membangun Silindung untuk mengembangkan persawahan dan


mengenalkan pertanian yang lebih maju kepada masyarakat pasti membutuhkan wilayah.
Apakah Belanda yang membagikan tanahnya secara gampang, atau antek-anteknya yang bekerja
sebagai ujung tombak dalam pembagian tanah saya tidak tahu, tetapi secara khusus untuk orang-
orang yang jadi oposisi bagaimana. Ketika program pertanian dibuat di tanah ulayat kami, demi
kemajuan pasti ada opsi menerima. Tetapi apapun ceritanya, tanah ulayat tidak untuk dibagi-
bagi. Pemilik dan pengelolah, pasti sangat berbeda maknanya, makanya ada istilah gogo ni
hauma.

Penyerahan / proses jual beli tanah dari keturunan Baut Raja di wilayah yang jaman
Belanda diklaim sebagai wilayah Hutabarat Partali mulai dari penyerahan tanah ke HKBP Partali
Toruan, HKI Partali Toruan, Yayasan Katholik Santa Maria Tarutung, Komplek Terminal
Madya Tarutung, Perumahan Ganda Uli dan termasuk ke Hotel Hineni selalu didasarkan pada
kepemilikan atas warisan dari Hutabarat Partali yang diakui pemerintah setempat sesuai dengan
regulasi yang berlaku. Sangat langkah ditemukan kepemilikan ini didasarkan dari surat
kepemilikan ataupun pengukuran pada jaman Belanda tahun 1920an.

Terkait lokasi yang menjadi persoalan, yang saya pahami adalah tanah tersebut dulunya
adalah ulayat dari Hutabarat Partali, sekarang menjadi milik dari sub Hutabarat Partali yakni
Baut Raja, dari timur ke barat merupakan satu kesatuan mulai dari Aek Ristop sampai ke
perbatasan Simamora yang namanya saya sebut sebagai parit/ aek sising. Tidak pernah saya tahu
diperjual belikan kepada pihak lain yang dalam hal ini adalah mereka yang mengklaim lokasi
tersebut sekarang. Program pertanian Belanda yaitu pencetakan sawah di wilayah tersebut secara
khusus di wilayah Hutabarat Partali tidak serta merta membuat pengelolah sawah atau yang
namanya terdaftar pada surat-surat ukuran yang dikeluarkan Belanda tersebut menjadi pemilik di
atas tanah ulayat tersebut. Program pertanian melalui pembuatan sawah-sawah pada jaman
Belanda bukan untuk membagi-bagi kepemilikan tanah, tetapi untuk memperkenalkan pertanian
yang lebih modern kepada masyarakat agar masyarakat bisa bertani dengan baik dan benar.

Demikian surat pemberitahuan untuk klarifikasi ini saya perbuat, pembuatan sertifikat
dengan dasar surat-surat kepemilikan ataupun surat ukur pada jaman Belanda sebelum Indonesia
merdeka,yang mana ketika itu diurus di atas tahun 1980an sudah ada mekanisme tertentu. Maaf
Ibu jika ada terkesan tulisan saya mengajari/menggurui, tidak ada sedikit pun niat seperti itu,
ataupun jika ada tutur kata yang tidak pas saya mohon maaf sebesar-besarnya, kiranya Ibu bisa
memahami hal-hal yang saya sampaikan.

Atas perhatian dan waktu yang Ibu berikan saya ucapkan banyak terima kasih.

Hormat saya

David PPH Hutabarat.

Anda mungkin juga menyukai