Ada perkataan Romo Santo: ‘Aku memang pendosa, namun tidak memberontak kepada Tuhan
seperti kamu!”. Dan pada akhir cerita, Romo yang didakwa si iblis sebagai pendosa, tetap berhasil
menjadi alat Tuhan untuk mematahkan kuasa si jahat.
Masih ada beberapa hal yang kurang saya pahami selama ini:
2. Apakah ini berarti, meskipun saya pendosa berat, Tuhan masih mau memakai saya sebagai alat
keselamatan dari-Nya? Ini berkaitan dengan pertanyaan saya no. 3.
3. Saya merasa amat sering diganggu si jahat, dalam rupa dosa2 berat. Maksud saya, amat sering
saya jatuh ke dalam dosa berat: percabulan dan amarah. Baru saja menerima Sakramen Tobat,
beberapa hari berikutnya sudah jatuh lagi. Dosa berat yang pertama tidak perlu saya jelaskan lagi.
Saya sudah mendengar saran agar berdoa saja jika saat2 seperti itu tiba. Tapi pada prakteknya, saya
benar2 tidak mampu berdoa jika saat itu tiba. Pertanyaan saya no. 3, apa yang bisa saya lakukan
untuk mengatasi hal ini?
Saya tahu saya pendosa, tapi saya benar2 tidak ingin hidup seperti itu.
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaannya dan juga terima kasih atas keterbukaan anda. Mari kita membahas
pertanyaan-pertanyaan yang anda ajukan satu persatu.
a. Definisi iman:
Iman, berasal dari kata pistis (Yunani), fides (Latin) secara umum artinya adalah persetujuan pikiran
kepada kebenaran akan sesuatu hal berdasarkan perkataan orang lain, entah dari Tuhan atau dari
manusia. Persetujuan ini berbeda dengan persetujuan dalam hal ilmu pengetahuan, sebab dalam hal
pengetahuan, maka persetujuan diberikan atas dasar bukti nyata, bahkan dapat diukur dan diraba,
namun perihal iman, maka persetujuan diberikan atas dasar perkataan orang/ pihak lain. Namun
meskipun dari pihak lain, kita dapat yakin akan kebenarannya, sebab ‘pihak’ lain tersebut adalah
Allah sendiri. Maka iman yang ilahi (Divine Faith), adalah berpegang pada suatu kebenaran sebagai
sesuatu yang pasti, sebab Allah, yang tidak mungkin berbohong dan tidak bisa dibohongi, telah
mengatakannya. Dan jika seseorang telah menerima/setuju akan kebenaran yang dinyatakan Allah
ini, maka selayaknya ia menaatinya.
b. Definisi dosa:
Ada begitu banyak definisi tentang dosa. Namun, secara prinsip, dosa dapat dikatakan sebagai suatu
keputusan[1] dari pilihan[2] untuk menempatkan apa yang kita pandang lebih utama, lebih baik atau
menyenangkan daripada hukum Tuhan (1 Yoh 3:4). Pada saat seseorang menempatkan ciptaan lebih
tinggi daripada Penciptanya, maka orang tersebut melakukan dosa (St. Bonaventura). Katekismus
Gereja Katolik (KGK) mendefinisikan bahwa dosa adalah melawan Tuhan (KGK, 1850), namun
secara bersamaan melawan akal budi, kebenaran, dan hati nurani yang benar. (KGK, 1849)
Kalau kita menganalisa, maka dosa terletak bukan pada pikiran (intellect) namun pada kehendak
(will), karena apapun pikiran kita, namun pada akhirnya kehendak (will) kitalah yang membuat
keputusan apakah kita akan melakukan dosa tersebut atau tidak. Dosa dapat disebabkan oleh
sesuatu yang bersifat eksterior (dari luar) maupun sesuatu yang bersifat interior (dari dalam).
Penyebab ekterior/dari luar dapat terjadi karena setan dan manusia, yang menyebabkan manusia
berdosa dengan cara nasehat, pengaruh, godaan maupun dari contoh-contoh yang buruk. Sedangkan
penyebab dari dalam adalah karena (1) ketidakperdulian (ignorance), (2) kelemahan (infirmity)
gairah (passion), (3) penyimpangan kehendak (malice of the will).
Namun, di satu sisi, walaupun iman Katolik yang dipercayainya adalah benar, namun seseorang
dapat saja jatuh ke dalam dosa karena kelemahan gairahnya, yang diakibatkan karena dosa asal.
Dikatakan bahwa roh adalah penurut dan daging adalah lemah (lih. Mt 26:41). Hal ini juga
ditegaskan oleh rasul Paulus yang mengatakan “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang
baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku
perbuat.” (Rom 7:19) Namun, perlu disadari bahwa kelemahan yang disebabkan sebagai akibat dari
dosa asal, tidak menjadikan hal ini sebagai justifikasi akan dosa-dosa yang kita buat. Jadi, kalau kita
berbuat dosa, maka kitalah yang membuat keputusan untuk berbuat dosa. Bahwa ada faktor-faktor
luar maupun kelemahan dari dalam, memang dapat membuat kita berbuat dosa, namun pada
akhirnya kehendak kitalah yang memutuskannya. Untuk itu, masing-masing pribadi harus
bertanggung jawab atas dosa yang dilakukannya.
III. Jadi bagaimana seorang pendosa berat dapat menjadi saksi Kristus?
1. Anda mengatakan “Saya merasa amat sering diganggu si jahat, dalam rupa dosa2 berat. Maksud
saya, amat sering saya jatuh ke dalam dosa berat: percabulan dan amarah. Baru saja menerima
Sakramen Tobat, beberapa hari berikutnya sudah jatuh lagi. Dosa berat yang pertama tidak perlu
saya jelaskan lagi.”
a. Seperti yang saya paparkan di atas, kita tahu bahwa penyebab dosa dapat datang dari luar
(exterior) maupun dari dalam (interior). Memang faktor luar – setan maupun manusia – dapat
menyebabkan kita berbuat dosa, namun pada akhirnya, kehendak (will) kitalah yang memutuskan
apakah kita menyetujui tindakan dosa tersebut. Berikut ini adalah langkah-langkah praktis yang
dapat dilakukan (link ini mungkin juga dapat membantu – silakan klik):
1) Mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan, melalui doa pribadi, sakramen-sakramen, devosi
terhadap Bunda Maria. Dosa dan doa senantiasa berbanding terbalik. Kalau kita terus bertekun dan
setia dalam doa, maka biasanya kita tidak akan melakukan dosa berat. St. Teresa dari Avila
mengatakan bahwa salah satu – dosa berat atau doa – harus menyerah dan tidak mungkin kedua-
duanya berjalan bersamaan.
2) Pada saat fantasi maupun keinginan untuk berbuat cabul itu datang, berdoalah dan mohon
kekuatan dari Tuhan dan berdoalah juga agar Bunda Maria membantu. Bunda Maria, wanita tersuci
akan membantu kita untuk mengatasi dosa ketidaksucian. Ucapkan doa yang pendek, namun
berulang-ulang, seperti “Jesus, have mercy on me” atau “Yesus, kasihanilah aku“. Dan setelah itu,
lanjutkan dengan aktifitas yang lain. Kita juga harus mencoba untuk menghindari situasi yang dapat
membangkitkan fantasi seksual, misalkan, website yang tidak benar, buku bacaaan yang tidak
benar, dll.
3) Pada saat kita gagal dan kembali pada dosa yang sama, maka secepatnya kita harus datang
kepada romo untuk menerima Sakramen Tobat. Dan mulai lagi dari awal, dan jangan berputus asa.
Dosa yang telah menjadi kebiasaan (habitual sin) akan membutuhkan waktu untuk dipatahkan.
Hanya berkat Tuhan dan kerjasama dari kita, yang dapat mengalahkannya. Alangkah baiknya kalau
anda dapat mempunyai pembimbing rohani dan bapa pengakuan yang sama, sehingga dia dapat
membantu anda untuk mengatasi masalah ini. Habitual sin ini hanya dapat dikalahkan dengan
“virtue” (kebajikan). Karena kebajikan adalah “the habit of the soul to perform good action with
easiness and competent“, maka diperlukan suatu latihan untuk mengerjakan kebajikan tersebut
secara berulang-ulang, sehingga dapat menjadi suatu kebiasaan/habit Pada saat yang bersamaan,
kita dapat minta kepada Tuhan untuk memberikan kebajikan tertentu – dalam hal ini kebajikan
kemurnian – , karena hanya Tuhan yang dapat masuk ke dalam jiwa kita dan memberikan rahmat
yang diperlukan untuk mendapatkan kebajikan yang kita minta.
4. Jangan berputus asa, karena sesungguhnya kesadaran akan kesalahan itu berasal dari karya Roh
Kudus yang dapat membawa seseorang kepada pertobatan dan kerendahan hati.
2. Langkah-langkah praktis di atas dapat juga diterapkan untuk kemarahan yang sering melanda.
Kebajikan yang harus dibina adalah kesabaran dan kelemahlembutan. Kembali kesabaran dan
kelemahlembutan bukanlah sesuatu yang dapat diterapkan secara tiba-tiba kalau kita telah
memupuk dan mengumbar kemarahan secara bertahun-tahun, yang menjadikan marah adalah
merupakan reaksi spontan ketika sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak kita menimpa kita.
Oleh karena itu, latihlah kesabaran dan kelemahlembutan dari hal-hal yang kecil. Pada saat yang
bersamaan mintalah karunia kesabaran dan kelemahlembutan dari Tuhan. Yang tidak kalah
pentingnya adalah untuk terus berakar pada sakramen – terutama Sakramen Ekaristi dan Sakramen
Tobat. Kalau anda mau berusaha lebih keras, anda dapat melakukan jalan salib setiap hari Jumat,
yang mengingatkan kita bahwa Putera Allah telah mengalami begitu banyak penderitaan, namun
Dia menghadapinya dengan sabar dan penuh kelemahlembutan. Dengan demikian setiap peristiwa
akan membantu anda untuk belajar kesabaran dan kelemahlembutan.
3. Akhirnya, kita harus menyadari bahwa kita semua memang pendosa. Oleh karena itu, kita
membutuhkan rahmat Allah, sehingga kita dapat benar-benar menjadi anak-anak-Nya, yang kudus.
Dan kekudusan adalah suatu perjuangan. Oleh karena itu, adalah hal yang wajar kalau kita
mengalami jatuh dan bangun. Yang paling penting adalah kita harus benar-benar berjuang dalam
kekudusan dengan segenap hati, pikiran dan kekuatan kita. Dan ini sekaligus menjadi bukti bahwa
kita mengasihi Allah, bukan hanya dengan kata-kata, namun dengan menuruti segala perintah-Nya.
Mari, kita bersama-sama mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kita. Dan langkah
paling awal adalah “PERTOBATAN“.