Anda di halaman 1dari 13

Pada suatu hari, 7 putri itu sedang mandi dilubuk Sarang Umal.

Namun, tanpa
sadar, ternyata ada beberapa pasang mata yang sedang mengamati mereka,
yakni Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya. Pangeran itu telah
terpesona oleh kecantikan Putri Mayang Sari, dan jatuh cinta kepadanya.
Melihat kejadian tersebut, sayang-dayangnya pun terkejut. Ia langsung segera
memanggil sang raja yang merupakan ayah sang putri. Sesampainya di lokasi
permandian, mereka sudah tidak melihat sang putri lagi. Anehnya, mereka justru
hanya melihat seekor ular besar yang bergulung di atas batu.

Pangeran Empang Kuala pun sering bergumam "Gadis cantik di lubuk Umai...
cantik di Umai. Ya, ya... dumai... dumai". Dari cerita itu, konon nama kota Dumai
berasal.

Beberapa hari kemudian, pangeran mengirim utusan untuk meminang putri


Mayang Sari. Pinangan itu disambut baik oleh Ratu Cik Sima. Namun,
berdasarkan adat kerajaan, putri yang tertua yang berhak menerima pinangan
terlebih dahulu.

Mengetahui pinangannya ditolak, Pangeran Empang Kuala pun naik pitam


karena malu. Lalu, ia pun segera memerintahkan para panglima dan prajuritnya
untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung.

Mengetahui hal itu, Ratu Cik Sima segera melarikan ke-7 putrinya ke dalam
hutan dengan membekali mereka makanan untuk 3 bulan. Setelah itu, ratu
kembali ke kerajaan untuk melawan pasukan Pangeran Empang Kuala.

Sudah 3 bulan berlalu, pertempuran antara kedua kerajaan itu tak usai-usai. Di
suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala tengah beristirahat di hilir Umai
dan berlindung di bawah pohon bakau. Ketika menjelang malam, tiba-tiba
mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh hingga menusuk ke badan
mereka.

Saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik
Sima yang meminta pangeran untuk menghentikan peperangan ini. Seketika,
Pangeran Empang Kuala menyadari kesalahannya dan dengan segera
menghentikan peperangan.

7 Anak Lelaki
Ada sebuah kampung di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang tengah
dilanda musim kemarau yang berkepanjangan. Banyak tumbuhan yang mati,
sehingga membuat persediaan makanan semakin menipis. Atas keadaan
tersebut, ada sepasang suami-istri yang mempunyai tujuh orang anak laki-laki
yang masih kecil, lemas kelaparan.

Namun, mereka selalu berhasil mengalahkan gerombolan bajak laut itu. Kabar
tersebut pun tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja
Bintan. Lalu singkat cerita, Raja Bintan tersebut mengangkat mereka sebagai
anak angkat.

Suatu hari di istana Majapahit, telah terjadi kegaduhan. Di mana, prajurit


Majapahit yang sudah tua namun amat tangguh bernama Taming Sari, tiba-tiba
mengamuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah kemudian membuat pilihan
untuk menghadang Taming Sari. Hang Tuah pun berhasil mengalahkannya. Atas
kemenangannya tersebut, Hang Tuang lalu diberi gelar "Laksamana" dan
dihadiahi keris Taming Sari.

Sejak saat itu, Hang Tuah menjadi laksamana yang amat disayang dan
dipercaya raja. Namun, hal itu justru menimbulkan rasa iri pada Patih Kerma
Wijaya, sehingga ia pun menoba menyebar fitnah kepada Hang Tuah. Fitnah itu
kemdian dipercaya raja, sekitika itu baginda raja pun marah lalu mengusir Hang
Tuah,untuk meninggalkan Melaka.

Hang Tuang lalu pergi ke Indrapura. Ketika di sana, Hang Tuah kedatangan
tamu dari Melaka yang memintanya untuk kembali ke Melaka. Ia mendapat tugas
menjadi Laksamana Melaka lagi. Suatu hari, Hang Tuah melakukan pelayaran ke
Cina.

Di pelabuhan negeri Cina, rombongannya sempat berselisih paham dengan


orang-orang Portugis. Saat perjalanan pulang kembali ke Melaka, mereka
akhirnya diserang oleh Portugis. Namun, ia mampu selamat dari serangan itu.

Namun, mereka selalu berhasil mengalahkan gerombolan bajak laut itu. Kabar
tersebut pun tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja
Bintan. Lalu singkat cerita, Raja Bintan tersebut mengangkat mereka sebagai
anak angkat.

Suatu hari di istana Majapahit, telah terjadi kegaduhan. Di mana, prajurit


Majapahit yang sudah tua namun amat tangguh bernama Taming Sari, tiba-tiba
mengamuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah kemudian membuat pilihan
untuk menghadang Taming Sari. Hang Tuah pun berhasil mengalahkannya. Atas
kemenangannya tersebut, Hang Tuang lalu diberi gelar "Laksamana" dan
dihadiahi keris Taming Sari.

Sejak saat itu, Hang Tuah menjadi laksamana yang amat disayang dan
dipercaya raja. Namun, hal itu justru menimbulkan rasa iri pada Patih Kerma
Wijaya, sehingga ia pun menoba menyebar fitnah kepada Hang Tuah. Fitnah itu
kemdian dipercaya raja, sekitika itu baginda raja pun marah lalu mengusir Hang
Tuah,untuk meninggalkan Melaka.
Pada suatu hari, 7 putri itu sedang mandi dilubuk Sarang Umal. Namun, tanpa
sadar, ternyata ada beberapa pasang mata yang sedang mengamati mereka,
yakni Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya. Pangeran itu telah
terpesona oleh kecantikan Putri Mayang Sari, dan jatuh cinta kepadanya.
Pangeran Empang Kuala pun sering bergumam "Gadis cantik di lubuk Umai...
cantik di Umai. Ya, ya... dumai... dumai". Dari cerita itu, konon nama kota Dumai
berasal.

Beberapa hari kemudian, pangeran mengirim utusan untuk meminang putri


Mayang Sari. Pinangan itu disambut baik oleh Ratu Cik Sima. Namun,
berdasarkan adat kerajaan, putri yang tertua yang berhak menerima pinangan
terlebih dahulu.

Mengetahui pinangannya ditolak, Pangeran Empang Kuala pun naik pitam


karena malu. Lalu, ia pun segera memerintahkan para panglima dan prajuritnya
untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung.

Mengetahui hal itu, Ratu Cik Sima segera melarikan ke-7 putrinya ke dalam
hutan dengan membekali mereka makanan untuk 3 bulan. Setelah itu, ratu
kembali ke kerajaan untuk melawan pasukan Pangeran Empang Kuala.

Sudah 3 bulan berlalu, pertempuran antara kedua kerajaan itu tak usai-usai. Di
suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala tengah beristirahat di hilir Umai
dan berlindung di bawah pohon bakau. Ketika menjelang malam, tiba-tiba
mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh hingga menusuk ke badan
mereka.

Saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik
Sima yang meminta pangeran untuk menghentikan peperangan ini. Seketika,
Pangeran Empang Kuala menyadari kesalahannya dan dengan segera
menghentikan peperangan.

7 Anak Lelaki
Ada sebuah kampung di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang tengah
dilanda musim kemarau yang berkepanjangan. Banyak tumbuhan yang mati,
sehingga membuat persediaan makanan semakin menipis. Atas keadaan
tersebut, ada sepasang suami-istri yang mempunyai tujuh orang anak laki-laki
yang masih kecil, lemas kelaparan.

Namun, mereka selalu berhasil mengalahkan gerombolan bajak laut itu. Kabar
tersebut pun tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja
Bintan. Lalu singkat cerita, Raja Bintan tersebut mengangkat mereka sebagai
anak angkat.

Suatu hari di istana Majapahit, telah terjadi kegaduhan. Di mana, prajurit


Majapahit yang sudah tua namun amat tangguh bernama Taming Sari, tiba-tiba
mengamuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah kemudian membuat pilihan
untuk menghadang Taming Sari. Hang Tuah pun berhasil mengalahkannya. Atas
kemenangannya tersebut, Hang Tuang lalu diberi gelar "Laksamana" dan
dihadiahi keris Taming Sari.
Sejak saat itu, Hang Tuah menjadi laksamana yang amat disayang dan
dipercaya raja. Namun, hal itu justru menimbulkan rasa iri pada Patih Kerma
Wijaya, sehingga ia pun menoba menyebar fitnah kepada Hang Tuah. Fitnah itu
kemdian dipercaya raja, sekitika itu baginda raja pun marah lalu mengusir Hang
Tuah,untuk meninggalkan Melaka.

Hang Tuang lalu pergi ke Indrapura. Ketika di sana, Hang Tuah kedatangan
tamu dari Melaka yang memintanya untuk kembali ke Melaka. Ia mendapat tugas
menjadi Laksamana Melaka lagi. Suatu hari, Hang Tuah melakukan pelayaran ke
Cina.

Di pelabuhan negeri Cina, rombongannya sempat berselisih paham dengan


orang-orang Portugis. Saat perjalanan pulang kembali ke Melaka, mereka
akhirnya diserang oleh Portugis. Namun, ia mampu selamat dari serangan itu.

Namun, mereka selalu berhasil mengalahkan gerombolan bajak laut itu. Kabar
tersebut pun tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja
Bintan. Lalu singkat cerita, Raja Bintan tersebut mengangkat mereka sebagai
anak angkat.

Suatu hari di istana Majapahit, telah terjadi kegaduhan. Di mana, prajurit


Majapahit yang sudah tua namun amat tangguh bernama Taming Sari, tiba-tiba
mengamuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah kemudian membuat pilihan
untuk menghadang Taming Sari. Hang Tuah pun berhasil mengalahkannya. Atas
kemenangannya tersebut, Hang Tuang lalu diberi gelar "Laksamana" dan
dihadiahi keris Taming Sari.

Sejak saat itu, Hang Tuah menjadi laksamana yang amat disayang dan
dipercaya raja. Namun, hal itu justru menimbulkan rasa iri pada Patih Kerma
Wijaya, sehingga ia pun menoba menyebar fitnah kepada Hang Tuah. Fitnah itu
kemdian dipercaya raja, sekitika itu baginda raja pun marah lalu mengusir Hang
Tuah,untuk meninggalkan Melaka.

Hang Tuang lalu pergi ke Indrapura. Ketika di sana, Hang Tuah kedatangan
tamu dari Melaka yang memintanya untuk kembali ke Melaka. Ia mendapat tugas
menjadi Laksamana Melaka lagi. Suatu hari, Hang Tuah melakukan pelayaran ke
Cina.

Di pelabuhan negeri Cina, rombongannya sempat berselisih paham dengan


orang-orang Portugis. Saat perjalanan pulang kembali ke Melaka, mereka
akhirnya diserang oleh Portugis. Namun, ia mampu selamat dari serangan itu.

Pada zaman dahulu kala, ada seorang raja yang baik dan arif yang memimpin
suatu negeri di kawasan Simalungun. Raja itu memiliki seorang putri yang
rupanya cantik jelita. Hebatnya, kecantikan putri raja itu bahkan telah diketahui
ke seluruh pelosok negeri, bahkan sampai diketahui juga oleh seorang raja muda
tampan yang memimpin sebuah kerajaan yang letaknya tidak jauh dari kerajaan
ayah sang putri cantik itu. Sontak, ketika raja muda itu mendengar kabar
kecantikan putri, ia pun berniat untuk melamar sang putri.

Lalu pada keesokan harinya, rombongan utusan raja muda tampan itu datang ke
wilayah kerajaan di mana tempat tinggal sang putri. Sesampainya di sana,
rombongan itu segera menyampaikan pinangan dari rajanya. Dengan sukacita,
pinangan raja muda itu pun diterima oleh ayah sang putri. Mengetahui hal
tersebut, raja muda tentu sangat gembira.

Pada malamnya, sang raja kemudian memberitahu ke putrinya bahwa ada


seorang raja muda yang telah meminangnya. Sang putri pun sontak malu-malu
putri, dengan mengangguk bersedia menerima lamaran itu. Namun, sang raja
mengingatkan putrinya untuk menjaga diri baik-baik, agar tidak ada sesuatu yang
bisa membatalkan pernikahanya.

Di suatu hari, putri sedang mandi si sebuah kolam di belakang istana sambil
ditemani beberapa orang dayangnya. Setelah beberapa waktu berendam, sang
putri duduk pun duduk di atas batu yang berada di tepi kolam sambil. Ia pun
duduk sembari membayangkan betapa bahagianya ia saat pernikahan nanti.
Ketika sang putri asyik menghayal, tiba-tiba ada angin yang bertiup kencang.
Malangnya, ada sebuah ranting pohon berujung tajam mendadak jatuh, tepat
mengenai hidung dan melukai sang putri.

Seketika sang putri pun panik, ia langsung membayangkan pernikahannya


dengan raja muda itu akan gagal. Pikiran itu pun terus terbayang di kepalanya
hingga ia menjadi putus asa. Sambil bersedih, ia pun berdoa untuk meminta
dihukum atas perbuatannya tersebut.

Lalu, tidak lama kemudian ada petir yang menyambar-nyambar di sekitarnya.


Petir itu pun seketika menyambar kaki sang putri, anehnya sambaran itu
membuat kaki putri mengeluarkan sisik. Lama kelamaan, sisik tersebut semakin
merambat ke atas.

Melihat kejadian tersebut, sayang-dayangnya pun terkejut. Ia langsung segera


memanggil sang raja yang merupakan ayah sang putri. Sesampainya di lokasi
permandian, mereka sudah tidak melihat sang putri lagi. Anehnya, mereka justru
hanya melihat seekor ular besar yang bergulung di atas batu.

Ular besar itu merupakan penjelmaan sang putri. Ular itu pun dengan cepat pergi
meninggalkan mereka semua dan masuk ke dalam semak belukar. Sang raja,
permaisuri, dan dayang-dayang pada saat itu tidak bisa berbuat apa-apa.
Akhirnya, dengan sedih mereka pun menyesali nasib malang sang putri cantik
tersebut.
Hang Tuang lalu pergi ke Indrapura. Ketika di sana, Hang Tuah kedatangan
tamu dari Melaka yang memintanya untuk kembali ke Melaka. Ia mendapat tugas
menjadi Laksamana Melaka lagi. Suatu hari, Hang Tuah melakukan pelayaran ke
Cina.

Di pelabuhan negeri Cina, rombongannya sempat berselisih paham dengan


orang-orang Portugis. Saat perjalanan pulang kembali ke Melaka, mereka
akhirnya diserang oleh Portugis. Namun, ia mampu selamat dari serangan itu.

Pada zaman dahulu kala, ada seorang raja yang baik dan arif yang memimpin
suatu negeri di kawasan Simalungun. Raja itu memiliki seorang putri yang
rupanya cantik jelita. Hebatnya, kecantikan putri raja itu bahkan telah diketahui
ke seluruh pelosok negeri, bahkan sampai diketahui juga oleh seorang raja muda
tampan yang memimpin sebuah kerajaan yang letaknya tidak jauh dari kerajaan
ayah sang putri cantik itu. Sontak, ketika raja muda itu mendengar kabar
kecantikan putri, ia pun berniat untuk melamar sang putri.

Lalu pada keesokan harinya, rombongan utusan raja muda tampan itu datang ke
wilayah kerajaan di mana tempat tinggal sang putri. Sesampainya di sana,
rombongan itu segera menyampaikan pinangan dari rajanya. Dengan sukacita,
pinangan raja muda itu pun diterima oleh ayah sang putri. Mengetahui hal
tersebut, raja muda tentu sangat gembira.

Pada malamnya, sang raja kemudian memberitahu ke putrinya bahwa ada


seorang raja muda yang telah meminangnya. Sang putri pun sontak malu-malu
putri, dengan mengangguk bersedia menerima lamaran itu. Namun, sang raja
mengingatkan putrinya untuk menjaga diri baik-baik, agar tidak ada sesuatu yang
bisa membatalkan pernikahanya.

Di suatu hari, putri sedang mandi si sebuah kolam di belakang istana sambil
ditemani beberapa orang dayangnya. Setelah beberapa waktu berendam, sang
putri duduk pun duduk di atas batu yang berada di tepi kolam sambil. Ia pun
duduk sembari membayangkan betapa bahagianya ia saat pernikahan nanti.
Ketika sang putri asyik menghayal, tiba-tiba ada angin yang bertiup kencang.
Malangnya, ada sebuah ranting pohon berujung tajam mendadak jatuh, tepat
mengenai hidung dan melukai sang putri.

Seketika sang putri pun panik, ia langsung membayangkan pernikahannya


dengan raja muda itu akan gagal. Pikiran itu pun terus terbayang di kepalanya
hingga ia menjadi putus asa. Sambil bersedih, ia pun berdoa untuk meminta
dihukum atas perbuatannya tersebut.

Lalu, tidak lama kemudian ada petir yang menyambar-nyambar di sekitarnya.


Pada suatu hari, 7 putri itu sedang mandi dilubuk Sarang Umal. Namun, tanpa
sadar, ternyata ada beberapa pasang mata yang sedang mengamati mereka,
yakni Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya. Pangeran itu telah
terpesona oleh kecantikan Putri Mayang Sari, dan jatuh cinta kepadanya.
Melihat kejadian tersebut, sayang-dayangnya pun terkejut. Ia langsung segera
memanggil sang raja yang merupakan ayah sang putri. Sesampainya di lokasi
permandian, mereka sudah tidak melihat sang putri lagi. Anehnya, mereka justru
hanya melihat seekor ular besar yang bergulung di atas batu.

Pangeran Empang Kuala pun sering bergumam "Gadis cantik di lubuk Umai...
cantik di Umai. Ya, ya... dumai... dumai". Dari cerita itu, konon nama kota Dumai
berasal.

Beberapa hari kemudian, pangeran mengirim utusan untuk meminang putri


Mayang Sari. Pinangan itu disambut baik oleh Ratu Cik Sima. Namun,
berdasarkan adat kerajaan, putri yang tertua yang berhak menerima pinangan
terlebih dahulu.

Mengetahui pinangannya ditolak, Pangeran Empang Kuala pun naik pitam


karena malu. Lalu, ia pun segera memerintahkan para panglima dan prajuritnya
untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung.

Mengetahui hal itu, Ratu Cik Sima segera melarikan ke-7 putrinya ke dalam
hutan dengan membekali mereka makanan untuk 3 bulan. Setelah itu, ratu
kembali ke kerajaan untuk melawan pasukan Pangeran Empang Kuala.

Sudah 3 bulan berlalu, pertempuran antara kedua kerajaan itu tak usai-usai. Di
suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala tengah beristirahat di hilir Umai
dan berlindung di bawah pohon bakau. Ketika menjelang malam, tiba-tiba
mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh hingga menusuk ke badan
mereka.

Saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik
Sima yang meminta pangeran untuk menghentikan peperangan ini. Seketika,
Pangeran Empang Kuala menyadari kesalahannya dan dengan segera
menghentikan peperangan.

7 Anak Lelaki
Ada sebuah kampung di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang tengah
dilanda musim kemarau yang berkepanjangan. Banyak tumbuhan yang mati,
sehingga membuat persediaan makanan semakin menipis. Atas keadaan
tersebut, ada sepasang suami-istri yang mempunyai tujuh orang anak laki-laki
yang masih kecil, lemas kelaparan.

Namun, mereka selalu berhasil mengalahkan gerombolan bajak laut itu. Kabar
tersebut pun tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja
Bintan. Lalu singkat cerita, Raja Bintan tersebut mengangkat mereka sebagai
anak angkat.

Suatu hari di istana Majapahit, telah terjadi kegaduhan. Di mana, prajurit


Majapahit yang sudah tua namun amat tangguh bernama Taming Sari, tiba-tiba
mengamuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah kemudian membuat pilihan
untuk menghadang Taming Sari. Hang Tuah pun berhasil mengalahkannya. Atas
kemenangannya tersebut, Hang Tuang lalu diberi gelar "Laksamana" dan
dihadiahi keris Taming Sari.

Sejak saat itu, Hang Tuah menjadi laksamana yang amat disayang dan
dipercaya raja. Namun, hal itu justru menimbulkan rasa iri pada Patih Kerma
Wijaya, sehingga ia pun menoba menyebar fitnah kepada Hang Tuah. Fitnah itu
kemdian dipercaya raja, sekitika itu baginda raja pun marah lalu mengusir Hang
Tuah,untuk meninggalkan Melaka.

Hang Tuang lalu pergi ke Indrapura. Ketika di sana, Hang Tuah kedatangan
tamu dari Melaka yang memintanya untuk kembali ke Melaka. Ia mendapat tugas
menjadi Laksamana Melaka lagi. Suatu hari, Hang Tuah melakukan pelayaran ke
Cina.

Di pelabuhan negeri Cina, rombongannya sempat berselisih paham dengan


orang-orang Portugis. Saat perjalanan pulang kembali ke Melaka, mereka
akhirnya diserang oleh Portugis. Namun, ia mampu selamat dari serangan itu.

Namun, mereka selalu berhasil mengalahkan gerombolan bajak laut itu. Kabar
tersebut pun tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja
Bintan. Lalu singkat cerita, Raja Bintan tersebut mengangkat mereka sebagai
anak angkat.

Suatu hari di istana Majapahit, telah terjadi kegaduhan. Di mana, prajurit


Majapahit yang sudah tua namun amat tangguh bernama Taming Sari, tiba-tiba
mengamuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah kemudian membuat pilihan
untuk menghadang Taming Sari. Hang Tuah pun berhasil mengalahkannya. Atas
kemenangannya tersebut, Hang Tuang lalu diberi gelar "Laksamana" dan
dihadiahi keris Taming Sari.

Sejak saat itu, Hang Tuah menjadi laksamana yang amat disayang dan
dipercaya raja. Namun, hal itu justru menimbulkan rasa iri pada Patih Kerma
Wijaya, sehingga ia pun menoba menyebar fitnah kepada Hang Tuah. Fitnah itu
kemdian dipercaya raja, sekitika itu baginda raja pun marah lalu mengusir Hang
Tuah,untuk meninggalkan Melaka.
Pada suatu hari, 7 putri itu sedang mandi dilubuk Sarang Umal. Namun, tanpa
sadar, ternyata ada beberapa pasang mata yang sedang mengamati mereka,
yakni Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya. Pangeran itu telah
terpesona oleh kecantikan Putri Mayang Sari, dan jatuh cinta kepadanya.
Pangeran Empang Kuala pun sering bergumam "Gadis cantik di lubuk Umai...
cantik di Umai. Ya, ya... dumai... dumai". Dari cerita itu, konon nama kota Dumai
berasal.

Beberapa hari kemudian, pangeran mengirim utusan untuk meminang putri


Mayang Sari. Pinangan itu disambut baik oleh Ratu Cik Sima. Namun,
berdasarkan adat kerajaan, putri yang tertua yang berhak menerima pinangan
terlebih dahulu.

Mengetahui pinangannya ditolak, Pangeran Empang Kuala pun naik pitam


karena malu. Lalu, ia pun segera memerintahkan para panglima dan prajuritnya
untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung.

Mengetahui hal itu, Ratu Cik Sima segera melarikan ke-7 putrinya ke dalam
hutan dengan membekali mereka makanan untuk 3 bulan. Setelah itu, ratu
kembali ke kerajaan untuk melawan pasukan Pangeran Empang Kuala.

Sudah 3 bulan berlalu, pertempuran antara kedua kerajaan itu tak usai-usai. Di
suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala tengah beristirahat di hilir Umai
dan berlindung di bawah pohon bakau. Ketika menjelang malam, tiba-tiba
mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh hingga menusuk ke badan
mereka.

Saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik
Sima yang meminta pangeran untuk menghentikan peperangan ini. Seketika,
Pangeran Empang Kuala menyadari kesalahannya dan dengan segera
menghentikan peperangan.

7 Anak Lelaki
Ada sebuah kampung di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang tengah
dilanda musim kemarau yang berkepanjangan. Banyak tumbuhan yang mati,
sehingga membuat persediaan makanan semakin menipis. Atas keadaan
tersebut, ada sepasang suami-istri yang mempunyai tujuh orang anak laki-laki
yang masih kecil, lemas kelaparan.

Namun, mereka selalu berhasil mengalahkan gerombolan bajak laut itu. Kabar
tersebut pun tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja
Bintan. Lalu singkat cerita, Raja Bintan tersebut mengangkat mereka sebagai
anak angkat.

Suatu hari di istana Majapahit, telah terjadi kegaduhan. Di mana, prajurit


Majapahit yang sudah tua namun amat tangguh bernama Taming Sari, tiba-tiba
mengamuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah kemudian membuat pilihan
untuk menghadang Taming Sari. Hang Tuah pun berhasil mengalahkannya. Atas
kemenangannya tersebut, Hang Tuang lalu diberi gelar "Laksamana" dan
dihadiahi keris Taming Sari.
Sejak saat itu, Hang Tuah menjadi laksamana yang amat disayang dan
dipercaya raja. Namun, hal itu justru menimbulkan rasa iri pada Patih Kerma
Wijaya, sehingga ia pun menoba menyebar fitnah kepada Hang Tuah. Fitnah itu
kemdian dipercaya raja, sekitika itu baginda raja pun marah lalu mengusir Hang
Tuah,untuk meninggalkan Melaka.

Hang Tuang lalu pergi ke Indrapura. Ketika di sana, Hang Tuah kedatangan
tamu dari Melaka yang memintanya untuk kembali ke Melaka. Ia mendapat tugas
menjadi Laksamana Melaka lagi. Suatu hari, Hang Tuah melakukan pelayaran ke
Cina.

Di pelabuhan negeri Cina, rombongannya sempat berselisih paham dengan


orang-orang Portugis. Saat perjalanan pulang kembali ke Melaka, mereka
akhirnya diserang oleh Portugis. Namun, ia mampu selamat dari serangan itu.

Namun, mereka selalu berhasil mengalahkan gerombolan bajak laut itu. Kabar
tersebut pun tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja
Bintan. Lalu singkat cerita, Raja Bintan tersebut mengangkat mereka sebagai
anak angkat.

Suatu hari di istana Majapahit, telah terjadi kegaduhan. Di mana, prajurit


Majapahit yang sudah tua namun amat tangguh bernama Taming Sari, tiba-tiba
mengamuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah kemudian membuat pilihan
untuk menghadang Taming Sari. Hang Tuah pun berhasil mengalahkannya. Atas
kemenangannya tersebut, Hang Tuang lalu diberi gelar "Laksamana" dan
dihadiahi keris Taming Sari.

Sejak saat itu, Hang Tuah menjadi laksamana yang amat disayang dan
dipercaya raja. Namun, hal itu justru menimbulkan rasa iri pada Patih Kerma
Wijaya, sehingga ia pun menoba menyebar fitnah kepada Hang Tuah. Fitnah itu
kemdian dipercaya raja, sekitika itu baginda raja pun marah lalu mengusir Hang
Tuah,untuk meninggalkan Melaka.

Hang Tuang lalu pergi ke Indrapura. Ketika di sana, Hang Tuah kedatangan
tamu dari Melaka yang memintanya untuk kembali ke Melaka. Ia mendapat tugas
menjadi Laksamana Melaka lagi. Suatu hari, Hang Tuah melakukan pelayaran ke
Cina.

Di pelabuhan negeri Cina, rombongannya sempat berselisih paham dengan


orang-orang Portugis. Saat perjalanan pulang kembali ke Melaka, mereka
akhirnya diserang oleh Portugis. Namun, ia mampu selamat dari serangan itu.

Pada zaman dahulu kala, ada seorang raja yang baik dan arif yang memimpin
suatu negeri di kawasan Simalungun. Raja itu memiliki seorang putri yang
rupanya cantik jelita. Hebatnya, kecantikan putri raja itu bahkan telah diketahui
ke seluruh pelosok negeri, bahkan sampai diketahui juga oleh seorang raja muda
tampan yang memimpin sebuah kerajaan yang letaknya tidak jauh dari kerajaan
ayah sang putri cantik itu. Sontak, ketika raja muda itu mendengar kabar
kecantikan putri, ia pun berniat untuk melamar sang putri.

Lalu pada keesokan harinya, rombongan utusan raja muda tampan itu datang ke
wilayah kerajaan di mana tempat tinggal sang putri. Sesampainya di sana,
rombongan itu segera menyampaikan pinangan dari rajanya. Dengan sukacita,
pinangan raja muda itu pun diterima oleh ayah sang putri. Mengetahui hal
tersebut, raja muda tentu sangat gembira.

Pada malamnya, sang raja kemudian memberitahu ke putrinya bahwa ada


seorang raja muda yang telah meminangnya. Sang putri pun sontak malu-malu
putri, dengan mengangguk bersedia menerima lamaran itu. Namun, sang raja
mengingatkan putrinya untuk menjaga diri baik-baik, agar tidak ada sesuatu yang
bisa membatalkan pernikahanya.

Di suatu hari, putri sedang mandi si sebuah kolam di belakang istana sambil
ditemani beberapa orang dayangnya. Setelah beberapa waktu berendam, sang
putri duduk pun duduk di atas batu yang berada di tepi kolam sambil. Ia pun
duduk sembari membayangkan betapa bahagianya ia saat pernikahan nanti.
Ketika sang putri asyik menghayal, tiba-tiba ada angin yang bertiup kencang.
Malangnya, ada sebuah ranting pohon berujung tajam mendadak jatuh, tepat
mengenai hidung dan melukai sang putri.

Seketika sang putri pun panik, ia langsung membayangkan pernikahannya


dengan raja muda itu akan gagal. Pikiran itu pun terus terbayang di kepalanya
hingga ia menjadi putus asa. Sambil bersedih, ia pun berdoa untuk meminta
dihukum atas perbuatannya tersebut.

Lalu, tidak lama kemudian ada petir yang menyambar-nyambar di sekitarnya.


Petir itu pun seketika menyambar kaki sang putri, anehnya sambaran itu
membuat kaki putri mengeluarkan sisik. Lama kelamaan, sisik tersebut semakin
merambat ke atas.

Melihat kejadian tersebut, sayang-dayangnya pun terkejut. Ia langsung segera


memanggil sang raja yang merupakan ayah sang putri. Sesampainya di lokasi
permandian, mereka sudah tidak melihat sang putri lagi. Anehnya, mereka justru
hanya melihat seekor ular besar yang bergulung di atas batu.

Ular besar itu merupakan penjelmaan sang putri. Ular itu pun dengan cepat pergi
meninggalkan mereka semua dan masuk ke dalam semak belukar. Sang raja,
permaisuri, dan dayang-dayang pada saat itu tidak bisa berbuat apa-apa.
Akhirnya, dengan sedih mereka pun menyesali nasib malang sang putri cantik
tersebut.
Hang Tuang lalu pergi ke Indrapura. Ketika di sana, Hang Tuah kedatangan
tamu dari Melaka yang memintanya untuk kembali ke Melaka. Ia mendapat tugas
menjadi Laksamana Melaka lagi. Suatu hari, Hang Tuah melakukan pelayaran ke
Cina.

Di pelabuhan negeri Cina, rombongannya sempat berselisih paham dengan


orang-orang Portugis. Saat perjalanan pulang kembali ke Melaka, mereka
akhirnya diserang oleh Portugis. Namun, ia mampu selamat dari serangan itu.

Pada zaman dahulu kala, ada seorang raja yang baik dan arif yang memimpin
suatu negeri di kawasan Simalungun. Raja itu memiliki seorang putri yang
rupanya cantik jelita. Hebatnya, kecantikan putri raja itu bahkan telah diketahui
ke seluruh pelosok negeri, bahkan sampai diketahui juga oleh seorang raja muda
tampan yang memimpin sebuah kerajaan yang letaknya tidak jauh dari kerajaan
ayah sang putri cantik itu. Sontak, ketika raja muda itu mendengar kabar
kecantikan putri, ia pun berniat untuk melamar sang putri.

Lalu pada keesokan harinya, rombongan utusan raja muda tampan itu datang ke
wilayah kerajaan di mana tempat tinggal sang putri. Sesampainya di sana,
rombongan itu segera menyampaikan pinangan dari rajanya. Dengan sukacita,
pinangan raja muda itu pun diterima oleh ayah sang putri. Mengetahui hal
tersebut, raja muda tentu sangat gembira.

Pada malamnya, sang raja kemudian memberitahu ke putrinya bahwa ada


seorang raja muda yang telah meminangnya. Sang putri pun sontak malu-malu
putri, dengan mengangguk bersedia menerima lamaran itu. Namun, sang raja
mengingatkan putrinya untuk menjaga diri baik-baik, agar tidak ada sesuatu yang
bisa membatalkan pernikahanya.

Di suatu hari, putri sedang mandi si sebuah kolam di belakang istana sambil
ditemani beberapa orang dayangnya. Setelah beberapa waktu berendam, sang
putri duduk pun duduk di atas batu yang berada di tepi kolam sambil. Ia pun
duduk sembari membayangkan betapa bahagianya ia saat pernikahan nanti.
Ketika sang putri asyik menghayal, tiba-tiba ada angin yang bertiup kencang.
Malangnya, ada sebuah ranting pohon berujung tajam mendadak jatuh, tepat
mengenai hidung dan melukai sang putri.

Seketika sang putri pun panik, ia langsung membayangkan pernikahannya


dengan raja muda itu akan gagal. Pikiran itu pun terus terbayang di kepalanya
hingga ia menjadi putus asa. Sambil bersedih, ia pun berdoa untuk meminta
dihukum atas perbuatannya tersebut.

Lalu, tidak lama kemudian ada petir yang menyambar-nyambar di sekitarnya.


Petir itu pun seketika menyambar kaki sang putri, anehnya sambaran itu
membuat kaki putri mengeluarkan sisik. Lama kelamaan, sisik tersebut semakin
merambat ke atas.

Melihat kejadian tersebut, sayang-dayangnya pun terkejut. Ia langsung segera


memanggil sang raja yang merupakan ayah sang putri. Sesampainya di lokasi
permandian, mereka sudah tidak melihat sang putri lagi. Anehnya, mereka justru
hanya melihat seekor ular besar yang bergulung di atas batu.

Ular besar itu merupakan penjelmaan sang putri. Ular itu pun dengan cepat pergi
meninggalkan mereka semua dan masuk ke dalam semak belukar. Sang raja,
permaisuri, dan dayang-dayang pada saat itu tidak bisa berbuat apa-apa.
Akhirnya, dengan sedih mereka pun menyesali nasib malang sang putri cantik
tersebut.

Petir itu pun seketika menyambar kaki sang putri, anehnya sambaran itu
membuat kaki putri mengeluarkan sisik. Lama kelamaan, sisik tersebut semakin
merambat ke atas.

Melihat kejadian tersebut, sayang-dayangnya pun terkejut. Ia langsung segera


memanggil sang raja yang merupakan ayah sang putri. Sesampainya di lokasi
permandian, mereka sudah tidak melihat sang putri lagi. Anehnya, mereka justru
hanya melihat seekor ular besar yang bergulung di atas batu.

Ular besar itu merupakan penjelmaan sang putri. Ular itu pun dengan cepat pergi
meninggalkan mereka semua dan masuk ke dalam semak belukar. Sang raja,
permaisuri, dan dayang-dayang pada saat itu tidak bisa berbuat apa-apa.
Akhirnya, dengan sedih mereka pun menyesali nasib malang sang putri cantik
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai