Merdeka.com - Mata uang Turki Lira mengalami kemerosotan paling besar dalam
satu dasawarsa setelah presiden Donald Trump mengumumkan Amerika Serikat
akan menaikkan tarif atas impor baja dan aluminium dari negara itu.
Trump mengumumkan hal itu dalam sebuah cuitan pada Jumat 10 Agustus 2018.
"Hubungan kami dengan Turki tidak baik saat ini!," kata Trump, demikian dikutip dari
laman VOA Indonesia, Minggu 12 Agustus 2018.
Masalah pendeta Andrew Brunson itu mengakibatkan ambruknya nilai mata uang
Turki karena para investor takut Amerika Serikat akan menjalankan sanksi-sanksi
ekonomi.
Selama seminggu terakhir, mata uang lira mengalami tekanan kuat, dan ini
dipergawat oleh gagalnya pembicaraan diplomatik di Washington minggu ini.
Kesabaran Amerika Serikat menghadapi Turki agaknya telah berakhir, kata para
pengamat.
"Menjadi muncul secara global, karena tidak dari sisi magnitude-nya yang terjadi
dinamika di Turki, tapi juga karena nature atau karakter persoalannya yang
sebetulnya ada persoalan serius, mulai masalah currency-nya juga pengaruh
terhadap ekonomi domestik, dan terutama juga dimensi politik dan security di sana,"
ujarnya.
Dampak lain dari depresiasi ini yaitu terhadap industri manufaktur, di mana akan
membuat industri menahan ekspansinya karena naiknya biaya bahan baku dan
barang modal yang masih diimpor. "Ongkos logistik juga semakin mahal karena 90
persen kapal untuk ekspor impor pakai kapal asing yang hanya terima valas," tandas
dia.
Meski demikian, Indonesia pun diimbau tak perlu khawatir dengan adanya krisis ini