Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia

Volume 21 Article 6
Number 1 Januari

1-2021

Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ke Negara-Negara


Asia, Benarkah Terjadi?
Adi Setiawan
BPS Provinsi DKI Jakarta, adi.17347@gmail.com

Fitri Kartiasih
Politeknik Statistika STIS, fkartiasih@gmail.com

Follow this and additional works at: https://scholarhub.ui.ac.id/jepi

Part of the International Economics Commons

Recommended Citation
Setiawan, Adi and Kartiasih, Fitri (2021) "Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ke Negara-Negara
Asia, Benarkah Terjadi?," Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia: Vol. 21: No. 1, Article 6.
DOI: 10.21002/jepi.2021.05
Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/jepi/vol21/iss1/6

This Article is brought to you for free and open access by the Faculty of Economics & Business at UI Scholars Hub.
It has been accepted for inclusion in Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia by an authorized editor of UI
Scholars Hub.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia
Vol. 21 No. 1 Januari 2021: 59–76
p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 59

Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ke Negara-Negara Asia,


Benarkah Terjadi?
Contagion Effect of Argentina and Turkey Crisis to Asian Countries, is it Really
Happening?

Adi Setiawana,∗, & Fitri Kartiasihb


a BPS Provinsi DKI Jakarta
b Politeknik Statistika STIS

[diterima: 20 September 2019 — disetujui: 18 Desember 2019 — terbit daring: 27 Januari 2021]

Abstract
This study aims to examine the contagion effect of the Argentinian and Turkish crises to Asian countries using the
DCC-MGARCH model. The data used is the daily closing price index of the stock index obtained from Thomson Reuters
DataStream covering form the period of January 2, 2014 to May 17, 2019. The results showed that the contagion effect
of the Argentinian crisis occurred in Malaysia, Korea, Thailand and the Philippines, while Indonesia, Singapore, India
and China are only interdependence. The pure contagion test results also show that the contagion effect of the Turkish
crisis occurred in Indonesia, Malaysia, the Philippines, Thailand, India, and China, while Singapore and Korea only
interdependence with the Turkish market.
Keywords: contagion effect; DCC-MGARCH; interdependence; crisis

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya contagion effect dari krisis Argentina dan Turki ke
negara-negara Asia dengan menggunakan model DCC-MGARCH. Data yang digunakan adalah data harian
harga penutupan indeks saham yang diperoleh dari Thomson Reuters DataStream mencakup periode 2
Januari 2014 hingga 17 Mei 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contagion effect dari krisis Argentina
terjadi di Malaysia, Korea, Thailand, dan Filipina, sedangkan Indonesia, Singapura, India, dan Cina
hanya interdependence. Hasil uji pure contagion juga menunjukkan bahwa contagion effect dari krisis Turki
terjadi di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, India, dan Cina, sedangkan Singapura dan Korea hanya
interdependence dengan pasar Turki.
Kata kunci: contagion effect; DCC-MGARCH; interdependence; krisis

Kode Klasifikasi JEL: C10; E42; E62

Pendahuluan bungan dengan Amerika Serikat (AS)1 . Derasnya


arus investasi asing ke dalam negeri juga disinyalir
Krisis ekonomi di Turki dan Argentina telah menim- sebagai penyebab utama terjadinya contagion effect.
bulkan pembicaraan dari berbagai pihak, terutama Sebagai dampak dari krisis ekonomi global 2008,
ekonom, mengenai contagion effect, bahwa bahaya Turki membuka keran masuknya investasi asing ke
masalah keuangan di suatu negara kemungkinan dalam negeri. Investasi asing dimaksudkan agar da-
akan menjangkiti negara lain. Turki telah dihadap- pat segera memulihkan kondisi ekonomi di dalam
kan pada krisis mata uang dan memburuknya hu-
1 Hal ini diawali pada Agustus 2018 ketika AS menaikkan

tarif impor komoditas baja dan aluminium Turki dengan alas-


an keamanan nasional, kemudian Turki membalasnya dengan
∗ Alamat Korespondensi: Politeknik Statistika STIS, Jl. Otista
menggandakan tarif bea cukai sampai 100 persen untuk semua
No.64 C Jakarta 13330. E-mail: adi.17347@gmail.com. produk impor dari AS.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
60 Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ...

negeri. Namun, neraca perdagangan yang defisit, ga pembahasan mengenai risiko contagion terus
disertai dengan merosotnya nilai mata uang Lira bergulir. Sederhananya, contagion adalah proses
Turki, menyebabkan terjadinya krisis keuangan. yang terpenuhi dengan sendirinya ketika masalah
Negara-negara Uni Eropa dan Asia pun dilanda ke- ekonomi di satu negara mendorong investor untuk
khawatiran jika gangguan krisis finansial tersebut menjual aset di ekonomi dengan risiko yang sama.
akan menyebar ke negara-negara tersebut. Di dunia global, krisis di satu negara juga dapat
dengan cepat menyebar ke negara lain melalui hu-
Sementara itu, krisis yang membelit Argentina
bungan dagang atau pinjaman oleh bank. Akibat
mendorong pemerintahannya untuk mengumum-
dari krisis ini dapat dilihat dari merosotnya nilai tu-
kan langkah-langkah penghematan dan meminta
kar secara terus-menerus. Kemerosotan nilai tukar
International Monetary Fund (IMF) untuk memper-
ini berdampak pada defisitnya transaksi, penurun-
cepat pencairan pinjaman sebesar 50 miliar dolar
an cadangan devisa, dan melemahnya daya saing
AS. Krisis ekonomi Argentina dipicu oleh perma-
sehingga pertumbuhan ekspor melambat.
salahan politik dan dorongan inflasi yang tinggi
dan diperparah dengan terjadinya bencana keke- Perdagangan adalah salah satu cara yang jelas
ringan yang melanda negara tersebut. Bencana untuk menyebarkan masalah dari satu negara ke
alam ini menyebabkan gagalnya produksi pertanian negara lain. Ketika ekonomi mulai goyah, peru-
Argentina, yakni jagung dan gandum. Sementara sahaan cenderung memangkas produksi dan ke-
itu, krisis politik yang terjadi menyebabkan pasar mudian jumlah pekerja. Akibatnya, konsumen me-
saham Argentina mengalami kemerosotan. Di la- miliki lebih sedikit uang untuk membeli berbagai
in pihak, banyaknya uang yang beredar menjadi barang, termasuk impor. Kelesuan ekonomi akan
penyebab terjadinya inflasi yang tinggi. Cadang- menyebabkan konsumen kesulitan untuk meng-
an devisa Argentina pun mengalami penurunan akses barang impor. Hal ini adalah berita buruk
cukup tajam demi menjaga stabilitas nilai tukar. bagi bisnis global yang mengekspor banyak barang
Selain itu, kinerja ekspor yang buruk juga menye- ke negara tersebut. Jika krisis juga menyebabkan
babkan defisitnya neraca perdagangan. Keadaan ini mata uang suatu negara melemah dan biaya impor
membuat lembaga pemeringkat internasional pun naik, maka akan makin memengaruhi permintaan.
menurunkan rating utang dan ekuitas Argentina Namun, beberapa ekonom mengatakan Asia memi-
sehingga mendekati gagal bayar (default). liki ”hubungan perdagangan yang sangat rendah”
dengan Argentina dan Turki, ”jadi keadaan terse-
Penurunan tajam dalam nilai mata uang Lira
but tidak terlalu mengkhawatirkan”. Akan tetapi
Turki dan Peso Argentina telah menyebabkan ke-
negara-negara yang bergantung pada uang dari
khawatiran bahwa berbagai mata uang negara lain-
luar negeri dan memiliki arus masuk dana asing
nya, mulai dari Afrika Selatan hingga Rusia, akan
ke pasar saham dan obligasi akan berisiko untuk
ikut melemah. Di Eropa, bursa saham terkoreksi
tertular. Risikonya adalah bahwa ketika sentimen
karena kekhawatiran krisis keuangan Turki akan
berubah lebih negatif, maka investor asing mulai
makin dalam dan menyebar ke negara-negara ber-
menarik dana tersebut. Hal ini akan berdampak
kembang lainnya. Kini, Afrika Selatan pun meng-
pada anjloknya nilai tukar.
alami resesi yang ditandai oleh kelesuan ekonomi
dalam negeri. Hal ini ditandai dengan kontraksi Di Asia, baik India dan Indonesia, sangat ber-
ekonomi pada kuartal kedua dibandingkan dengan gantung pada aliran masuk modal asing. Hal ini
kuartal sebelumnya tahun 2018. Di Asia, Rupee akan menyebabkan mata uang kedua negara sangat
India dan Rupiah Indonesia telah terpukul sehing- melemah. India, sebagai negara pengimpor minyak,
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
Setiawan, A., & Kartiasih, K. 61

telah memiliki tagihan impor yang meningkat sei- saat ini relatif tidak dapat disimpulkan dan sangat
ring dengan kenaikan harga minyak. Keadaan ini bervariasi di setiap negara, per sampel dan per
telah menyebabkan defisit neraca berjalannya me- periode. Calvo & Reinhart (1996) menguji conta-
lebar. Negara yang memiliki defisit neraca berjalan gion selama krisis Peso Meksiko dan menemukan
mungkin bergantung pada arus masuk uang asing bukti contagion dengan pasar Amerika Latin. Baur
untuk membiayai pengeluaran dan investasi. Se- (2003) juga tidak menolak hipotesis contagion sela-
mentara itu, Indonesia memiliki cadangan devisa ma krisis Asia. Jawadi et al. (2015) menguji volatility
yang rendah dan tingkat kepemilikan asing yang spillover dan tidak menolak adanya contagion antara
tinggi di pasar saham dan obligasi lokal. Sama pasar saham AS dan tiga pasar saham utama Eropa
seperti India, fundamental ekonomi dengan arus (Jerman, Inggris, dan Prancis). Alat standar dalam
devisa yang masuk lebih sedikit dibandingkan de- mencari hubungan antara pasar saham yang sebe-
ngan arus devisa yang keluar. Hal ini menyebabkan lumnya berbeda sesuai jenis korelasi liniernya (Asai
Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan. Se- & McAleer, 2009; Colacito et al., 2011; Boubaker et al.,
lain itu, Indonesia sangat rentan terhadap investor 2016). Namun, korelasi linear tidak lagi dapat dian-
yang menarik uangnya keluar dari negara. dalkan untuk mengukur ketergantungan hubungan
karena statis dan tidak menangkap hubungan dina-
Pasar-pasar saham tampak bergerak sejalan sa-
mis yang berkembang antarpasar (Christoffersen et
tu sama lain selama periode sebelum dan setelah
al., 2012). Philippas & Siriopoulos (2013) menafsir-
krisis. Hal ini membuktikan adanya co-movements
kan perubahan dalam korelasi linier antara pasar
dan interdependency. Co-movements ini telah diana-
sebagai tanda penularan mungkin menyesatkan.
lisis dengan berbagai cara oleh para peneliti. Be-
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini
berapa peneliti menganggap co-movements sebagai
bertujuan untuk menguji contagion effect dari kri-
bentuk integrasi keuangan, ketika sebuah negara
sis Argentina dan Turki terhadap pasar saham di
berhubungan dengan negara lain melalui contagion
beberapa negara Asia.
effect. Menurut Forbes & Rigobon (2000), setidak-
nya terdapat empat definisi konsep contagion effect.
Para ekonom telah mengembangkan pendekatan
Pertama, contagion merefleksikan guncangan (shock)
langsung untuk mengukur contagion di pasar saham
transmisi yang berlebihan sehubungan dengan va-
dengan membandingkan korelasi (atau kovarians)
riasi fundamental. Kedua, contagion adalah hasil dari
antara dua pasar saham selama periode yang relatif
guncangan transmisi yang disebabkan oleh peri-
stabil (umumnya diukur sebagai rata-rata historis)
laku investor. Ketiga, contagion adalah hasil dari
dengan periode selama kekacauan (turmoil) (lang-
ko-evolusi pasar karena faktor eksternal. Keempat,
sung setelah guncangan terjadi). Contagion didefini-
shift contagion menunjukkan peningkatan keterkait-
sikan sebagai peningkatan yang signifikan dalam
an pasar karena efek guncangan yang lebih besar
korelasi lintas pasar selama periode kekacauan. Me-
pada periode krisis daripada di waktu normal.
nurut pendekatan ini, jika dua pasar berkorelasi
Beberapa peneliti telah mempelajari contagion selama periode stabil, seperti Jerman dan Italia, dan
dalam bentuk yang berbeda menggunakan uji eko- kemudian guncangan terhadap satu pasar memiliki
nometrika yang berbeda. Misalnya, uji linear co- efek riak dan mengarah ke peningkatan yang signi-
integration, model nonlinear error-correction, dan fikan dalam pergerakan bersama pasar, keadaan ini
dynamic correlations (Kaminsky & Reinhart, 2000; akan menjadi contagion. Di sisi lain, jika dua pasar,
Forbes & Rigobon, 2002; Baur, 2003; Yang & Bessler, secara tradisional sangat berkorelasi, seperti AS dan
2008). Namun, temuan-temuan yang ada sampai Kanada, bahkan jika keduanya tetap memiliki ko-
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
62 Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ...

relasi yang tinggi setelah guncangan di satu pasar, perdagangan) dan hubungan keuangan (eksposur
keadaan ini mungkin tidak selalu merupakan con- aset asing) yang memungkinkan krisis AS 2008 me-
tagion. Kejadian ini disebut contagion jika korelasi nyebar ke negara lain. Rose & Spiegel menemukan
lintas pasar meningkat secara signifikan. Jika ko- sedikit bukti bahwa saluran-saluran ini terkait erat
relasinya tidak meningkat secara signifikan, maka dengan kejadian krisis, seperti penelitian yang di-
setiap pergerakan bersama (co-movement) pasar ting- lakukan oleh Forbes & Chinn (2004). Menariknya,
kat tinggi menunjukkan hubungan nyata yang kuat Okubo et al. (2014) dan Ando & Kimura (2012) me-
antara kedua perekonomian, keadaan ini disebut nunjukkan jaringan produksi yang terfragmentasi
interdependence. Berdasarkan pendekatan ini, con- di Asia, dalam kombinasi dengan hubungan perda-
tagion menyiratkan bahwa hubungan lintas pasar gangan yang dekat, mungkin telah menghasilkan
secara fundamental berbeda setelah guncangan ke efek jangka pendek dari krisis keuangan baru-baru
satu pasar, sementara interdependence menunjukkan ini di Asia. Namun, contagion akibat saluran keuang-
tidak ada perubahan signifikan dalam hubungan an tampaknya sangat masuk akal karena eksposur
lintas pasar (Forbes & Rigobon, 2002). yang tinggi terhadap aset asing dapat menyebab-
kan pemburukan cepat dalam neraca suatu negara
Meskipun definisi contagion ini bersifat restriktif,
ketika terjadi guncangan asing yang merugikan
akan tetapi definisi tersebut memberikan dua ke-
dari luar. Salah satu cara untuk menyelidiki peran
untungan penting. Pertama, hal ini memberikan ke-
keterkaitan keuangan dalam memperburuk conta-
rangka kerja langsung untuk pengujian jika terjadi
gion effect adalah dengan membandingkan korelasi
contagion. Perbandingan sederhana dari hubungan
kondisional yang dinamis di seluruh negara dan lin-
antara dua pasar (seperti koefisien korelasi lintas pa-
tas variabel ekonomi yang relevan (Frank & Hesse,
sar) selama periode yang relatif stabil (umumnya di-
2009).
ukur sebagai rata-rata historis) dengan keterkaitan
langsung setelah guncangan atau krisis. Contagion Untuk menangani masalah pertama, para peneli-
adalah peningkatan signifikan dalam hubungan ti biasanya menggunakan analisis subsampel untuk
lintas pasar setelah guncangan. Tes intuitif untuk structural break (dengan tanggal structural break yang
contagion ini telah menjadi dasar literatur sampai diketahui) dalam koefisien korelasi lintas pasar tan-
krisis keuangan pada akhir 1990-an. Manfaat ke- pa syarat pada periode sebelum dan sesudah krisis.
dua dari definisi ini adalah menyediakan metode Jika koefisien korelasi meningkat secara signifikan
langsung untuk membeda- kan antara penjelasan selama krisis, keadaan ini mungkin menyiratkan
alternatif tentang bagaimana krisis ditransmisikan tingkat hubungan lintas pasar yang lebih tinggi
ke seluruh pasar. secara statistik, dengan kata lain, contagion. Contoh
studi yang menggunakan metode tersebut terma-
Literatur empiris tentang contagion atau spillover
suk Calvo & Reinhart (1996), Baig & Goldfajn (1999),
sangat luas. Setidaknya ada dua masalah penting
dan Lin (2012). Penelitian-penelitian tersebut me-
yang diamati, antara lain: (1) apakah contagion benar-
nemukan perbedaan koefisien korelasi yang cukup
benar terjadi antarnegara (pasar) selama krisis keu-
besar dan menyimpulkan bahwa contagion terjadi
angan di masa lalu; dan (2) melalui saluran (channel)
selama krisis.
apa guncangan yang merugikan dan dapat meram-
bat ke negara lain (pasar) dari negara sumber. Untuk Forbes & Rigobon (2002) menunjukkan bahwa
menangani masalah kedua, Rose & Spiegel (2010), berdasarkan perbandingan subsampel dari koefisi-
melakukan penelitian yang mencakup 85 negara, de- en korelasi uji-uji ini dapat mengalami bias karena
ngan mempertimbangkan hubungan nyata (saluran heteroskedastisitas. Untuk mengoreksi bias, Forbes
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
Setiawan, A., & Kartiasih, K. 63

& Rigobon melaporkan hampir tidak ada bukti con- setidaknya dalam dua keadaan. Pertama, mengingat
tagion selama krisis di masa lalu, termasuk krisis keadaan depresi hebat, investor cenderung berpe-
Asia 1997, krisis Peso Meksiko (devaluasi) 1994, dan rilaku mimesis2 dan lebih dipengaruhi oleh opini
krisis pasar saham AS 1987. Sebaliknya, Forbes & pasar daripada fundamental pasar. Kedua, beberapa
Rigobon menemukan tingkat korelasi yang tinggi pembuat kebijakan, ekonom, dan lembaga moneter
di semua periode, yang disebut interdependence. A- sudah mulai berbagi proyek baru bersama yang
kan tetapi, Corsetti et al. (2005) menunjukkan bahwa bertujuan untuk membentuk kembali keuangan
uji yang dilakukan oleh Forbes & Rigobon (2002) dan kontrol sistem perbankan dan keuangan lemba-
bias terhadap hipotesis nol tanpa contagion. Dengan ga. Hal ini bisa menjadi pedoman tindakan umum
menggunakan model faktor standar, Corsetti et al. yang lain bagi investor dan pasar saham.
melaporkan bukti contagion yang kuat selama krisis Kelompok peneliti lain menggunakan model
pasar saham Hongkong 1997. Way & Saida (2018) DCC-MGARCH yang dikembangkan oleh Engle
menegaskan bahwa krisis sangat tidak mungkin (2002) untuk memperkirakan time-varying conditio-
untuk dimulai secara simultan di semua pasar, na- nal correlations. Pendekatan ini tidak memerlukan
mun dapat menyebar dari satu pasar ke pasar lain pengetahuan tentang tanggal pasti ketika contagion
mengikuti jalur transmisi. terjadi. Dengan kata lain, peneliti tidak membuat
asumsi sewenang-wenang pada waktu periode ke-
Sejumlah penelitian menggunakan model tipe
kacauan (turmoil) karena tidak bergantung pada
Generalized AutoRegressive Conditional Heteroskedas-
analisis subsampel, contohnya penelitian Chiang
ticity (GARCH) yang berfokus pada spillover effect
et al. (2007), Syllignakis & Kouretas (2011), dan
volatilitas harga. Sebagai contoh, Hamao et al. (1990)
Tamakoshi & Hamori (2014).
menggunakan model GARCH-M (GARCH in me-
Penelitian ini berangkat dari motivasi bahwa
an) dan melaporkan beberapa spillover effect pada
penelitian mengenai contagion effect dari krisis
rata-rata bersyarat dan varian di pasar saham sete-
Argentina dan Turki terhadap pasar saham di be-
lah crash pasar saham AS 1987. Bekaert et al. (2005)
berapa negara Asia yang belum pernah dilakukan
tidak menemukan bukti peningkatan korelasi pa-
sebelumnya. Kemudian, untuk menguji apakah ter-
sar saham atas korelasi yang diharapkan berdasar-
jadi contagion effect, dalam penelitian ini digunakan
kan fundamental ekonomi (misal, contagion) setelah
model DCC-MGARCH. Pendekatan ini setidaknya
krisis Peso 1994 dan menemukan beberapa buk-
memiliki dua keunggulan. Pertama, membantu un-
ti contagion setelah krisis Asia 1997. Bagaimana-
tuk menguji contagion selama kondisi stabil dan
pun, penelitian-penelitian ini tidak memberikan
kondisi bergejolak (krisis), serta untuk merepro-
bukti langsung terhadap Forbes & Rigobon (2002).
duksi korelasi lintas pasar yang dinamis. Kedua,
Hwang et al. (2010) mempelajari efek contagion dari
memungkinkan efek contagion ditransmisikan se-
penurunan pasar real estat AS pada beberapa pa-
cara asimetris dari satu pasar ke yang lain dan
sar saham global menggunakan dynamic conditional
memungkinkan terjadinya efek contagion yang ber-
correlation (DCC)-GARCH model. Temuan Hwang
variasi dari waktu ke waktu. Dengan demikian,
et al. menunjukkan efek contagion yang signifikan
dapat dihasilkan kemungkinan perubahan dalam
untuk perkembangan dan kemajuan pasar. Hemche
korelasi bersyarat dari waktu ke waktu, khususnya
et al. (2016) mengidentifikasi peningkatan korelasi
pada periode krisis.
pasar saham sejak krisis subprime yang menunjuk-
kan bukti lebih lanjut efek contagion, baik selama
dan setelah krisis subprime. Hal ini bisa dibenarkan 2 tiruan perilaku atau peristiwa antarmanusia.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
64 Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ...

Deskripsi Singkat Krisis Ekonomi ini merupakan kenaikan yang tertinggi di dunia,
Argentina dan Turki dan pemerintah berkomitmen untuk mempercepat
langkah reformasi fiskal.
Argentina merupakan negara dengan perekonomi-
Meskipun pemerintah Argentina berkomitmen
an terbesar ke-21 di dunia yang saat ini sedang
untuk mengimplementasikan langkah-langkah ke-
menghadapi krisis ekonomi. Mata uangnya, Peso,
bijakan yang ditentukan, termasuk reformasi fiskal,
telah kehilangan lebih dari setengah nilainya ter-
suku bunga yang lebih tinggi, dan bantuan IMF,
hadap dolar AS selama tahun 2018. Pemerintah
prospek ekonomi tetap sulit. Hal ini karena US
Argentina pada Juni 2018 beralih ke IMF untuk
Federal Reserve (Fed) terus menaikkan suku bunga
membiayai defisit anggarannya. Terlepas dari sum-
sehingga kapital untuk pasar negara berkembang
ber daya IMF dan rencana langkah-langkah peng-
cenderung menjadi lebih mahal dan atau langka.
hematan yang agresif, Pemerintah Argentina masih
Kombinasi langkah-langkah penghematan fiskal
berjuang untuk memulihkan stabilitas ekonomi.
dan tingkat suku bunga yang tinggi dapat memper-
Argentina memiliki sejarah panjang krisis ekono-
sulit perekonomian untuk keluar dari krisis.
mi, salah satunya adalah gagal dalam utang luar
negerinya (default) sebanyak delapan kali sejak ke- Turki yang merupakan negara yang memiliki
merdekaan tahun 1816. Krisis ekonomi saat ini perekonomian terbesar ke-17 di dunia juga meng-
yang dihadapi Argentina bermula dari tantangan hadapi krisis mata uang yang signifikan. Nilai mata
yang sudah lama ada, serta perkembangan yang le- uangnya, Lira, telah turun sekitar 40 persen ter-
bih baru. Meningkatnya ketergantungan Argentina hadap dolar AS sejak awal 2018. Lira kehilangan
pada pembiayaan eksternal untuk mendanai ang- sekitar 25 persen dari nilainya dalam dua ming-
garannya dan defisit transaksi berjalan membuat gu pertama Agustus 2018. Krisis mata uang Turki
Argentina rentan terhadap perubahan dalam ke- berisiko berdampak pada bank-bank Eropa dan me-
tersediaan pembiayaan. Dimulai pada akhir 2017, limpah (spilling over) ke pasar-pasar berkembang
sejumlah faktor mulai menciptakan masalah, di lainnya. Krisis tersebut juga menciptakan gelom-
antaranya US Federal Reserve (Fed) mulai menaik- bang default di seluruh bank dan korporasi Turki,
kan suku bunga, mengurangi minat investor pada yang utang-utangnya kepada kreditor asing men-
obligasi Argentina; bank sentral Argentina mereset capai hampir dua kali lipat sejak 2010.
target inflasi; dan kekeringan terburuk di Argentina Sejak krisis keuangan global 2008–2009, suku bu-
dalam 50 tahun merusak hasil komoditas yang seca- nga di negara maju berada pada posisi terendah
ra signifikan mengikis pendapatan ekspor pertani- dalam sejarah. Investor internasional makin beralih
an. Para investor mulai menjual aset Argentina yang ke pasar negara berkembang untuk mencari ting-
memberikan tekanan pada Peso. Dengan sebagian kat pengembalian investasi yang lebih tinggi. Turki
besar utangnya dalam Dolar, Peso yang terdepresi- adalah tujuan yang menarik karena reformasi eko-
asi meningkatkan nilai utang dalam Dolar. Untuk nomi pada awal 2000-an, pertumbuhan yang baik
meningkatkan kepercayaan investor, pada April (rata-rata 6,9 persen per tahun antara 2010 dan 2017,
dan Mei 2018 bank sentral dan pemerintah meng- dibandingkan dengan 3,8 persen secara global), dan
umumkan suku bunga yang lebih tinggi (menjadi pasar domestiknya yang besar (memiliki populasi
40 persen) dan reformasi fiskal untuk memotong sekitar 80 juta orang). Bank-bank dan perusahaan-
defisit anggaran. Namun, volatilitas pasar terus ber- perusahaan besar di Turki banyak meminjam dari
lanjut. Bank sentral menaikkan suku bunga menjadi investor asing. Kemudahan akses ke pembiayaan
60 persen pada akhir Agustus 2018, yang pada saat asing mendukung defisit neraca berjalan tahunan
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
Setiawan, A., & Kartiasih, K. 65

Turki (rata-rata 5,5 persen dari Produk Domestik pasar yang berbeda. Investigasi empiris mencakup
Bruto (PDB) per tahun) antara 2010 dan 2017. sepuluh pasar saham, yaitu (1) Argentina (Merval),
Ketergantungan Turki pada pembiayaan ekster- (2) Turki (BIST National 100), (3) Indonesia (IDX
nal membuatnya rentan terhadap perubahan dalam Composite), (4) Malaysia (FTSE Bursa Malaysia KCLI),
hal ketersediaan kredit. Peningkatan pembiayaan (5) Filipina (PSEI), (6) Singapura (MSCI Singapore),
eksternal tersebut terjadi saat US Federal Reserve (7) Thailand (Bangkok SET), (8) Korea (Korea SE
(Fed) mulai menaikkan suku bunga. Selain itu, per- Composite), (9) Cina (Shanghai SE A Share), dan (10)
sepsi investor tentang kelayakan kredit Turki mulai India (Nifty 500). Indeks harga saham Argentina
berubah. Investor mulai mempertanyakan keber- dan Turki akan menjadi benchmark/indeks patokan
lanjutan booming konstruksi Turki dan kebijakan untuk menghitung co-movement dari indeks harga
fiskal dan moneter ekspansif dalam bulan-bulan se- saham di negara-negara Asia pada periode krisis
belum pemilihan presiden dan parlemen pada Juni Argentina dan Turki. Data yang digunakan untuk
2018. Ketegangan politik yang meningkat antara estimasi harus stasioner pada level, akan tetapi da-
Turki dan AS juga mengikis kepercayaan investor. ta dalam penelitian stasioner pada first difference.
Ketika investor makin enggan untuk berinvestasi di Dengan demikian, return saham dihitung dengan
Turki, permintaan akan Lira mulai turun dan mata menggunakan first logarithmic difference dari harga
uangnya terdepresiasi. Kemudian, nilai nominal saham dikalikan 100.
utang Turki (nilai utang dalam Lira) naik sehing- Selain itu, digunakan juga data pendukung beru-
ga memperburuk kekhawatiran investor tentang pa data harian nilai tukar dan utang. Data nilai tukar
keberlanjutan utang di Turki, membuat investor yang digunakan adalah nilai kurs tengah. Sumber
makin enggan untuk berinvestasi, dan makin me- data harian nilai tukar Lira Turki terhadap Dolar
nekan nilai Lira sehingga menciptakan lingkaran AS dan data utang sektor swasta Turki tahun 2000–
setan. 2018 diperoleh dari Bank Sentral Turki, sedangkan
data harian nilai tukar Peso Argentina terhadap
Data Dolar AS diperoleh dari Bank Sentral Argentina.
Sementara itu, data utang luar negeri Argentina
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2011–2023 diperoleh dari Staff Report IMF
data harian harga penutupan indeks saham (clo- Argentina.
sing price) yang dinyatakan dalam dolar AS agar
data menjadi homogen dan untuk menghindari
Metode Analisis
currency risk. Data diperoleh dari Thomson Reuters
DataStream yang mencakup periode dari 2 Januari Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada-
2014 hingga 17 Mei 2019, yang memungkinkan un- lah model DCC-MGARCH yang dapat dituliskan
tuk menguji contagion effects pada periode tenang sebagai berikut:
(sebelum krisis) dan krisis. Periode ini kemudian Arg
dibagi menjadi dua subperiode: periode prakrisis rt = γ0 + γ1 rt−1 + γ2 rt−1 + ut , ut → N(0, Ht ) (1)
(2 Januari 2014–30 Desember 2016) dan periode
rt = δ0 + δ1 rt−1 + δ2 rTur
t−1 + vt , vt → N(0, Ht ) (2)
krisis (2 Januari 2017–17 Mei 2019). Pada peneliti-
an ini terdapat dua sampel, dengan 781 observasi dengan rt−1 adalah lag dari imbal hasil indeks saham
Arg
untuk periode sebelum krisis dan 619 observasi lokal, rt−1 adalah lag dari imbal hasil indeks saham
untuk periode krisis, yang memungkinkan untuk Argentina, rTur
t−1
adalah lag dari imbal hasil indeks
menangkap berbagai aspek contagion effect untuk saham Turki, dan Ht adalah matriks kxk varian dari
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
66 Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ...

variasi waktu. δi,t = aε


, i,t

hi,t
Matriks varian-kovarian kondisionalnya dapat s = E[δt , δt ],
Q
0

dituliskan sebagai berikut: α + β < 1,


α dan β adalah parameter tidak negatif yang di-
Ht = Dt Rt Dt (3)
estimasi, α mengukur efek kejutan yang diberi-
kan, β menunjukkan korelasi dinamis yang ter-
dengan Rt adalah matriks korelasi variasi waktu
tunda, Qt = |qi j,t | melambangkan matriks varians-
dan Dt adalah matriks diagonal dari standar deviasi
kovarians δi,t , dan Q∗t =
?qi j,t merupakan sebuah
kondisional untuk series imbal hasil.
matriks diagonal yang termasuk dalam akar kua-
a
Matriks Dt diperoleh dari estimasi model
drat dari unsur utama Qt .
GARCH univariat dengan hit pada diagonal yang
Dengan demikian, akan dapat ditentukan matriks
ke-i, ∀i = 1, 2, . . . n.
korelasi kondisional sebagai:
qi
X pi
X −1 −1
hi,t = αi0 + biq ε2it−q + cip hit−p (4) Rt = (diag(Qt )) 2 Qt (diag(Qt )) 2 (6)
q=1 p=1

dengan αi0 adalah konstanta, bi dan ci masing-
(diag(Qt ))
−1
2 = diag ?q111,t , · · · , ?q1 (7)
kk,t
masing adalah koefisien ARCH dan GARCH.
Matriks korelasi bersyarat yang bervariasi waktu
Jadi, korelasi kondisional pada waktu t dapat
(Rt ) dihitung menggunakan residu standar yang
didefinisikan sebagai:
diperoleh dari estimasi GARCH. Menurut Engle &
Sheppard (2001), Rt didefinisikan sebagai berikut: qi j,t
ρi j,t = a , ∀i, j=1,···,n.i6= j (8)
qii,t q j j,t
Rt = Q∗−1 ∗−1
t Qt Qt (5)
dengan qi j,t adalah elemen baris ke-i dan kolom ke- j
s + αδt−1 δt−1 + βQt−1 ,
dengan Qt = (1 − α − β)Q
0
dari matriks Qt .

0
(1 − α − β)q̄i j + αδt−1 δt−1 + βQi j,t−1
ρi j,t = b b (9)
(1 − α − β)q̄ii + αδt−1 δt−1 + βQii,t−1 (1 − α − β)q̄ j j + αδt−1 δt−1 + βQ( j jt−1
0 0

Parameter diperkirakan menggunakan kemungkinan kuasi-maksimum yang diperkenalkan oleh Bollerslev


et al. (1992), yang menyediakan estimator yang konsisten. Persamaan fungsi log-likelihood dapat dinyatakan
dengan:

1 X 
T
L(∅) = −
2
p 0
nlog(2π) + log|Dt |2 +εt D−1
0 0
q p 0
t εt + log|Rt |+δt Rt δt − δt δt
−1
q (10)
t=1

dengan n menunjukkan jumlah persamaan, T Lebih khusus lagi, fungsi log-likelihood ini dipi-
mengacu pada jumlah pengamatan, dan ∅ menun- sahkan menjadi fungsi log-likelihood dari varians
jukkan vektor parameter yang akan diestimasi. (Persamaan (11)) dan korelasi (Persamaan (12)):

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
Setiawan, A., & Kartiasih, K. 67

L(∅) = l1 + l2 . Sementara parameter varians dalam r2,t .


l1 ditentukan dengan memaksimalkan l1 , untuk ko- Collins & Biekpe (2003) menunjukkan bahwa di
relasi yang bervariasi waktu ditentukan dengan bawah hipotesis nol, uji statistik ini mengikuti stu-
memaksimalkan fungsi log-likelihood: l2 . dent test dengan derajat bebas (ncrisis + npre−crisis − 4),
dengan ncrisis dan npre−crisis masing-masing meru-
1 X 
T
l1 =
0
nlog(2π) + log|Dt |2 +εt D−1
0 pakan jumlah observasi selama periode krisis dan
t εt (11)
2 tenang.
t=1
d
1X
T
(ncrisis + npre−crisis − 4)
l2 =
0
[log|Rt |+δt R−1
0
t δt − δt δt ] (12) t = (ρ ∗crisis
−ρ ∗pre−crisis
)
2 1 − (ρ∗crisis − ρ∗pre−crisis )
t=1
→ H0 Student(ncrisis + npre−crisis − 4) (15)
Uji contagion berguna untuk memeriksa pening-
katan korelasi dari waktu ke waktu menggunakan Oleh karena itu, uji contagion bertujuan untuk
matriks korelasi bersyarat dinamis. Hal ini dikare- membandingkan korelasi selama periode tenang
nakan untuk mengidentifikasi pure contagion dari dan krisis dengan menguji hipotesis berikut:
interdependence sederhana, perlu diuji apakah pe- H0 : ρ∗crisis = ρ∗pre−crisis
ningkatan korelasi selama krisis signifikan secara H1 : ρ∗crisis 6= ρ∗pre−crisis
statistik. Forbes & Rigobon (2001) menunjukkan dengan ρ∗crisis dan ρ∗pre−crisis masing-masing menun-
bahwa korelasi yang meningkat mungkin bias di- jukkan koefisien korelasi yang disesuaikan selama
karenakan adanya varian dari variasi volatilitas periode krisis dan tenang.
dan menyiratkan adanya masalah heteroskedastisi- Penolakan hipotesis nol menunjukkan bahwa
tas. Oleh karena itu, Hemche et al. (2016) mereko- koefisien korelasi yang disesuaikan antara kedua
mendasikan untuk membuat penyesuaian untuk pasar meningkat secara signifikan antara dua peri-
memperbaiki bias ini. ode dan menunjukkan bukti lebih lanjut dari pure
Misalkan r1,t dan r2,t adalah imbal hasil saham contagion, sedangkan penerimaan H0 merupakan
dari dua jenis aset yang berbeda, maka: indikasi interdependence.

r1,t = a0 + a1 r2,t + εt (13)


Hasil dan Analisis
Koefisien korelasi yang disesuaikan yang dike-
mukakan oleh Forbes & Rigobon (2001) dapat dide- Pemeriksaan Contagion Effect
finisikan sebagai berikut:
Untuk menginvestigasi efek dari krisis Argentina
ρ
ρ∗ = b (14)
dan Turki terhadap pasar saham di beberapa negara
1 + δ(1 − ρ2 ) Asia, sebelumnya dilakukan perhitungan statistik
deskriptif dan uji normalitas data sebelum dan
dengan ρ mengukur koefisien korelasi yang ti- setelah krisis Argentina dan Turki. Berdasarkan
dak disesuaikan antara r1,t dan r2,t yang bervari- Tabel 1 dapat ditunjukkan bahwa sebelum krisis,
asi dalam periode volatilitas tinggi atau rendah, pasar saham Singapura memiliki rata-rata return
var(r2,t )crise
δ = var(r2,t )pre−crise
− 1 mengukur peningkatan rela- saham yang paling rendah dan Cina memiliki rata-
crise pre−crise
tif varians relatif r2,t , var(r2,t ) dan var(r2,t ) rata return yang tertinggi. Pada saat krisis terjadi,
masing-masing mengukur varians dalam volatilitas rata-rata return saham India menjadi yang tertinggi
tinggi dan rendah, dan εt tidak berkorelasi dengan dan Cina yang terendah.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
68 Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ...

Tabel 1. Statistik Deskriptif

Indeks Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Korea India Cina


Periode sebelum krisis
Mean 0,025883 -0,015497 0,017125 -0,016941 0,028944 0,003801 0,046695 0,049506
Std. Dev. 0,918179 0,572067 0,938156 0,786918 0,813264 0,714971 0,922977 1,720323
Skewness -0,387627 -0,258623 -0,658215 -0,167854 -0,246612 -0,288279 -0,87168 -1,247,326
Kurtosis 5,942817 5,350685 7,943781 5,745064 6,503508 4,962252 7,749963 8,798888
Jarque-Bera 301,374700 188,522500 851,744300 248,881100 407,351300 136,116900 833,113800 1296,79800
Probabilitas 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000
Observasi 781 781 781 781 781 781 781 781
Periode saat krisis
Mean 0,015411 -0,003619 0,016662 0,019830 0,006683 0,002346 0,046355 -0,011908
Std. Dev. 0,763976 0,523657 0,930189 0,743213 0,576469 0,752227 0,708674 1,037462
Skewness -0,526448 -0,80682 0,110782 -0,28397 -0,353529 -0,749522 -0,324717 -0,493819
Kurtosis 5,692197 7,014336 3,472877 4,443567 5,391110 6,737700 3,961466 8,477078
Jarque-Bera 215,528400 482,787200 7,03346600 62,0661200 160,355600 418,277300 34,7202800 798,866200
Probabilitas 0,000000 0,000000 0,029696 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000
Observasi 619 619 619 619 619 619 619 619
Sumber: DataStream, diolah

Untuk menguji normalitas data digunakan uji lam hubungan lintas pasar setelah guncangan ke
Skewness dan Kurtosis. Uji Skewness menunjuk- satu negara (atau sekelompok negara). Menurut
kan bukti lebih lanjut mengenai kecondongan dari definisi ini, jika dua pasar menunjukkan derajat
sebuah data. Apabila data ini menghasilkan sebagi- co-movement yang tinggi selama periode stabilitas,
an besar angka yang mendekati nol, yang artinya bahkan jika pasar terus memiliki korelasi tinggi
data cenderung normal atau simetris (tidak con- setelah goncangan ke satu pasar, keadaan ini mung-
dong ke salah satu sisi). Kemudian, uji Kurtosis kin bukan merupakan contagion. Keadaan ini bisa
menunjuk- kan keruncingan yang dinilai sebagai disebut contagion jika co-movement lintas pasar me-
bentuk distorsi dari kurva normal. ningkat secara signifikan setelah terjadi guncangan.
Sejak awal 2018, pasar saham Argentina menurun Jika co-movement tidak meningkat secara signifi-
tajam dan sangat fluktuatif. Seperti yang ditunjuk- kan, maka korelasi pasar yang tinggi dan berlanjut
kan pada Gambar 1, gerakan ini memengaruhi pa- menunjukkan hubungan yang kuat antara kedua
sar di Asia. Krisis Argentina ini kemudian disusul perekonomian yang ada di semua negara di dunia.
oleh krisis keuangan Turki. Pasar Turki turun secara Kondisi ini hanyalah merupakan interdependence,
signifikan seperti yang ditunjukkan pada Gambar bukan contagion.
2. Penurunan ini dengan cepat tercermin di pasar Selanjutnya, dapat dilihat secara jelas adanya
Asia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa krisis excess volatility melalui plot dari variasi return sa-
ekonomi di Argentina dan Turki memengaruhi pa- ham berdasarkan runtun waktu, terutama pada
sar saham negara-negara di Asia. Kasus-kasus ini sampel saat krisis Argentina dan Turki (Gambar 3).
menunjukkan bahwa pergerakan dramatis dalam Peningkatan volatilitas pada hampir semua pasar di
satu pasar saham dapat berdampak kuat pada pasar periode yang sama dapat dijadikan indikasi dari co-
dengan ukuran dan struktur yang sangat berbeda movements. Hal tersebut secara jelas menunjuk- kan
di antara negara-negara Asia. bahwa kebanyakan pasar di bawah kondisi krisis
Krisis di Argentina dan Turki dapat berdampak Argentina dan Turki memiliki sensitivitas yang ting-
kepada negara-negara di Asia diduga terjadi ka- gi. Untuk mempertegas temuan ini, unconditional
rena adanya contagion. Contagion, dalam hal ini, correlation matrix pada Tabel 2 menunjukkan kondisi
didefinisikan sebagai peningkatan signifikan da- sebelum dan saat krisis Argentina dan Turki. Pada
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
Setiawan, A., & Kartiasih, K. 69

Gambar 1. Indeks Pasar Saham Selama Krisis Argentina


Sumber: DataStream, diolah

Gambar 2. Indeks Pasar Saham Selama Krisis Turki


Sumber: DataStream, diolah

Tabel 2 dapat dilihat bahwa unconditional correlation oleh adanya diversifikasi dari berinvestasi di pasar
dengan pasar Argentina bervariasi antarnegara dan tersebut maupun di pasar Argentina. Menariknya,
antarperiode. Pada periode sebelum krisis Argenti- untuk sampel kedua (periode saat krisis Argen-
na, pasar saham Korea, India, dan Thailand memili- tina), unconditional correlation pasar-pasar di Asia
ki korelasi yang tinggi dengan pasar saham Argen- dengan pasar Argentina mengalami penurunan,
tina, yaitu masing-masing berkorelasi sebesar 16,09 yakni sebesar 13,44 persen untuk pasar Korea dan
persen, 16,08 persen, dan 16,02 persen. Indonesia 11,84 persen untuk pasar India. Secara apriori, pe-
dan Malaysia memiliki korelasi dengan pasar sa- nurunan korelasi dapat dianggap sebagai indikasi
ham Argentina masing-masing sebesar 12,51 persen co-movements antara pasar saham dan menunjukk-
dan 12,42 persen. Unconditional correlation yang le- an bukti contagion lebih lanjut. Namun, beberapa
bih rendah di pasar lainnya mungkin disebabkan peneliti berpendapat bahwa analisis unconditional

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
70 Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ...

Gambar 3. Dinamika Return Saham


Sumber: DataStream, diolah

correlation tidak cukup untuk mencapai kesimpulan sampel kedua, yaitu periode saat krisis Turki, un-
yang akurat mengenai adanya contagion (Hemche conditional correlation pasar-pasar di Asia dengan
et al., 2016) sehingga dalam penelitian ini selanjut- pasar Turki semuanya mengalami penurunan. Un-
nya digunakan kerangka DCC-MGARCH untuk conditional correlation tertinggi dicapai Singapura
menguji adanya contagion effect. sebesar 23,75 persen, kemudian Korea sebesar 21,48
persen. Namun sebaliknya, unconditional correlation
Unconditional correlation dengan pasar Turki ju-
pasar Turki dengan pasar Cina meningkat hingga
ga bervariasi antarnegara dan antarperiode seper-
mencapai 11,91 persen, dengan pasar Korea me-
ti yang ditunjukkan oleh Tabel 3. Untuk sampel
ningkat hingga mencapai 13,44 persen dan dengan
pertama, pada periode sebelum krisis Turki, pa-
pasar India meningkat hingga 11,84 persen.
sar India, Thailand, dan Singapura memiliki ko-
relasi yang tinggi dengan pasar saham Turki, ya-
itu masing-masing berkorelasi sebesar 22,74 per-
Model GARCH
sen, 26,88 persen, dan 25,75 persen. Indonesia dan
Malaysia memiliki korelasi dengan pasar saham Berdasarkan langkah-langkah yang sudah dijelas-
Turki masing-masing sebesar 22,8 persen dan 25,23 kan sebelumnya, proses atau tahap pertama da-
persen, sedangkan Cina memiliki korelasi yang lam estimasi menggunakan DCC-MGARCH ada-
paling rendah, yaitu sebesar 6,08 persen. Untuk lah membuat estimasi model univariate GARCH
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
Setiawan, A., & Kartiasih, K. 71

Tabel 2. Matriks Korelasi (Unconditional Correlation) Sebelum dan pada Saat Krisis Argentina

Argentina Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Korea India Cina


Periode sebelum krisis
Argentina 1 0,1251 0,1242 0,0941 0,1329 0,1602 0,1609 0,1608 0,0756
Indonesia 1 0,4788 0,4713 0,4458 0,3756 0,3859 0,3964 0,1487
Malaysia 1 0,4397 0,5163 0,3667 0,4455 0,3498 0,1119
Filipina 1 0,377 0,3021 0,4097 0,3771 0,2007
Singapura 1 0,3962 0,4754 0,4583 0,2526
Thailand 1 0,3412 0,4096 0,1831
Korea 1 0,4237 0,2140
India 1 0,1958
Cina 1
Periode saat krisis
Argentina 1 0,0854 0,0789 0,0126 0,1270 0,0898 0,1184 0,1344 0,0585
Indonesia 1 0,3535 0,2951 0,3321 0,2458 0,3441 0,2858 0,2227
Malaysia 1 0,3696 0,4375 0,2837 0,4089 0,2512 0,2192
Filipina 1 0,2781 0,2188 0,2812 0,1796 0,1480
Singapura 1 0,3766 0,5502 0,3262 0,4304
Thailand 1 0,3388 0,3080 0,2705
Korea 1 0,3616 0,4288
India 1 0,1983
Cina 1
Sumber: DataStream, diolah

Tabel 3. Matriks Korelasi (Unconditional Correlation) Sebelum dan pada Saat Krisis Turki

Turki Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Korea India Cina


Periode sebelum krisis
Turki 1 0,2280 0,2523 0,1952 0,2575 0,2688 0,2163 0,2774 0,0608
Indonesia 1 0,4788 0,4713 0,4458 0,3756 0,3859 0,3964 0,1487
Malaysia 1 0,4397 0,5163 0,3667 0,4455 0,3498 0,1119
Filipina 1 0,3770 0,3021 0,4097 0,3771 0,2007
Singapura 1 0,3962 0,4754 0,4583 0,2526
Thailand 1 0,3412 0,4096 0,1831
Korea 1 0,4237 0,2140
India 1 0,1958
Cina 1
Periode saat krisis
Turki 1 0,1595 0,1861 0,0719 0,2375 0,1495 0,2148 0,1893 0,1191
Indonesia 1 0,3535 0,2951 0,3321 0,2458 0,3441 0,2858 0,2227
Malaysia 1 0,3696 0,4375 0,2837 0,4089 0,2512 0,2192
Filipina 1 0,2781 0,2188 0,2812 0,1796 0,1480
Singapura 1 0,3766 0,5502 0,3262 0,4304
Thailand 1 0,3388 0,3080 0,2705
Korea 1 0,3616 0,4288
India 1 0,1983
Cina 1
Sumber: DataStream, diolah

untuk delapan return indeks yang dibutuhkan da- ini menunjukkan bukti lebih lanjut dari persisten-
lam menghitung DCC pada tahap kedua. Terda- si dalam dinamika return saham. Pasar Argentina
pat beberapa hal yang menarik yang dihasilkan memiliki efek lagging positif dan signifikan mulai
dari estimasi model DCC-MGARCH untuk krisis dari 0,0004 untuk Singapura hingga 0,076 untuk
Argentina seperti yang ditampilkan pada Tabel 4. Filipina. Hasil ini mengonfirmasi adanya hubungan
Pertama, berkenaan dengan persamaan rata-rata antarpasar saham di dunia. Hal ini sejalan dengan
(persamaan return), koefisien lag (γ2 ) signifikan dan literatur yang ada mengenai integrasi keuangan.
positif untuk semua negara di Asia yang diteliti. Hal
Adapun persamaan varians serta koefisien
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
72 Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ...

GARCH dan ARCH signifikan secara statistik dan Uji Robustness


menunjukkan tanda yang sesuai untuk semua ne-
Untuk menguji robustness dari estimasi GARCH,
gara, kecuali Filipina. Hal ini menjelaskan adanya
maka dalam penelitian ini digunakan beberapa tes
variasi waktu dalam dinamika volatilitas dan pilih-
diagnostik dan hasilnya ditampilkan pada Tabel
an spesifikasi GARCH. Selain itu, koefisien ARCH
6 untuk estimasi model GARCH krisis Argenti-
lebih rendah daripada koefisien GARCH. Hal ini
na. Pengujian normalitas error menggunakan uji
menunjukkan bahwa tingkat perubahan yang ren-
Jargue-Bera. Error terdistribusi normal jika statistik
dah dalam volatilitas pasar bersyarat (conditional
pengujian Jargue-Bera tidak signifikan. Berdasar-
market volatility) dan ketergantungan waktu yang
kan Tabel 5 dapat dilihat bahwa statistik pengujian
signifikan (Lahiani & Nguyen, 2013). Selanjutnya,
Jargue-Bera signifikan secara statistik untuk semua
analisis persistensi varians menunjukkan bahwa
negara. Pada saat estimasi model GARCH diguna-
jumlah estimasi koefisien ARCH dan GARCH men-
kan heteroscedasticity consistent covariance, maka hasil
dekati 1 untuk semua pasar, yang menegaskan
yang didapatkan masih valid secara asimtotik dan
tingginya tingkat persistensi varians.
parameter yang diduga tetap konsisten. Kemudian,
pengujian efek ARCH dilakukan dengan uji ARCH-
Hasil estimasi model DCC-MGARCH untuk kri- LM. Hasil uji ARCH-LM menghasilkan p-value yang
sis Turki pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa pada tidak signifikan secara statistik atau menolak hipo-
persamaan rata-rata (persamaan return), koefisien tesis heteroskedastisitas. Hal ini mengindikasikan
lag (γ2 ) signifikan dan positif untuk semua negara bahwa residual dari model GARCH yang diestimasi
di Asia yang diteliti, kecuali India. Hal ini menun- sudah terbebas dari efek ARCH dan mengonfirmasi
jukkan bukti lebih lanjut dari persistensi dalam kecukupan spesifikasi DCC-MGARCH. Uji robust-
dinamika return saham. Pasar Turki memiliki efek ness dari estimasi GARCH untuk krisis Turki (Tabel
lagging positif dan signifikan mulai dari 0,054 un- 7) juga memiliki hasil yang sama, yaitu uji normali-
tuk Singapura hingga 10,47 untuk Filipina. Hasil tas signifikan dan residual dari model GARCH yang
ini mengonfirmasi adanya hubungan antarpasar diestimasi sudah terbebas dari efek ARCH sehingga
saham di dunia dan hal ini sejalan dengan literatur memenuhi kecukupan spesifikasi DCC-MGARCH.
yang ada mengenai integrasi keuangan.
Uji “Pure” Contagion

Adapun persamaan varians serta koefisien Untuk memeriksa apakah co-movements ini men-
GARCH dan ARCH signifikan secara statistik dan cerminkan market interdependency atau hasil dari
menunjukkan tanda yang sesuai untuk semua ne- contagion effects, maka dilakukan uji pure contagion.
gara. Hal ini menjelaskan adanya variasi waktu Dalam penelitian ini dilakukan uji hipotesis “pure”
dalam dinamika volatilitas dan pilihan spesifikasi contagion menggunakan uji contagion yang didesain
GARCH. Selain itu, koefisien ARCH lebih rendah oleh Forbes & Rigobon (2002), yang menyarankan
daripada koefisien GARCH. Kemudian, analisis penyesuaian koefisien korelasi untuk memperbaiki-
persistensi varians menunjukkan bahwa jumlah es- nya dari bias heteroskedastisitas lebih lanjut. Pengu-
timasi koefisien ARCH dan GARCH mendekati 1 jian serupa juga diterapkan oleh Collins & Biekpe
dan bahkan lebih dari 1 untuk pasar Thailand, In- (2003) untuk menguji hipotesis contagion. Menurut
dia, dan Cina yang menunjukkan tingginya tingkat uji ini, hanya perubahan signifikan dalam korelasi
persistensi varians. pasar antara periode prakrisis dan krisis yang akan
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
Setiawan, A., & Kartiasih, K. 73

Tabel 4. Hasil Estimasi Model DCC-MGARCH untuk Krisis Argentina

Persamaan return Persamaan varians


γ0 γ1 γ2 a b c Persistensi
Indonesia 0,025 -0,001 0,059*** 0,009*** 0,043*** 0,944*** 0,998
(0,02061) (0,02765) (0,00772) (0,00215) (0,00677) (0,00831)
Malaysia -0,011 0,054** 0,034*** 0,005*** 0,077*** 0,906*** 0,983
(0,01258) (0,02691) (0,00501) (0,00143) (0,00969) (0,01125)
Filipina 0,006 0,008 0,076*** 1,618*** -0,00062 -0,918*** -0,918
(0,0249) (0,02324) (0,0102) (0,15840) (0,00428) (0,18100)
Singapura 5,38E-05 0,018 0,0004*** 0,000*** 0,053*** 0,935*** 0,988
(0,00017) (0,02705) (6,94E-05) (2,21E-07) (0,00754) (0,00934)
Thailand 2,34E-02 0,046 0,042*** 0,023*** 0,046*** 0,042*** 0,089
(0,01641) (0,02929) (6,36E-03) (0,016416) (0,02929) (6,36E-03)
Korea 7,00E-03 -0,03 0,058*** 0,028*** 0,053*** 0,892*** 0,945
(0,01912) (0,03159) (7,75E-03) (7,01E-03) (0,01120) (0,02050)
India 0,059*** 0,084*** 0,051*** 0,041*** 0,078*** 0,863*** 0,942
(0,02077) (0,03203) (8,89E-03) (1,14E-02) (0,01260) (0,02643)
Cina 1,80E-02 0,007 0,041*** 0,005*** 0,066*** 0,937*** 1,000
(0,02379) (0,02832) (1,04E-02) (1,43E-03) (0,00583) (0,00445)
Sumber: DataStream, diolah
Keterangan: Nilai dalam tanda kurung merupakan standard error.
*** signifikan pada taraf 1%
** signifikan pada taraf 5%
* signifikan pada taraf 10%

Tabel 5. Hasil Estimasi Model DCC-MGARCH untuk Krisis Turki

Persamaan return Persamaan varians


γ0 γ1 γ2 a b c Persistensi
Indonesia 0,031 -0,002 7,263*** 0,010*** 0,043*** 0,943*** 0,986
(0,021) (0,02747) (1,5010) (0,00239) (0,00660) (0,00841)
Malaysia -0,007 0,032 4,774*** 0,006*** 0,084*** 0,899*** 0,984
(0,01252) (0,02823) (1,00630) (0,00137) (0,01083) (0,01156)
Filipina 0,034 -0,009 10,47*** 0,021*** 0,046*** 0,929*** 0,976
(0,02379) (0,02743) (1,76064) (0,00730) (0,00964) (0,01593)
Singapura 0,001 0,014 0,054*** 0,000*** 0,058*** 0,929*** 0,988
(0,00017) (0,02748) (0,01445) (2,36E-07) (0,00781) (0,00965)
Thailand 0,027 0,045 4,114*** 0,017*** 0,029*** 1,396*** 1,426
(6,43E-03) (0,07923) (0,91049) (1,43E-03) (0,00895) (0,00985)
Korea 0,014 -0,048 9,399*** 0,034*** 0,059*** 0,877*** 0,936
(0,01930) (0,03320) (1,47838) (7,38E-03) (0,01091) (0,02019)
India 0,064*** 0,099*** 1,628 0,045*** 0,083*** 0,854*** 1,714
(0,02114) (0,03276) (1,68111) (1,20E-02) (0,01274) (0,02685)
Cina 0,024 0,009 5,38** 0,024*** 0,028*** 2,289*** 2,318
(4,96E-03) (0,06591) (0,93661) (1,51E-03) (0,00585) (0,00454)
Sumber: DataStream, diolah
Keterangan: Nilai dalam tanda kurung merupakan standard error.
*** signifikan pada taraf 1%
** signifikan pada taraf 5%
* signifikan pada taraf 10%

mengarah pada kesimpulan pure contagion. nurut uji Forbes & Rigobon (2001), hipotesis pure
Hasil uji pure contagion untuk krisis Argentina contagion tidak ditolak untuk pasar-pasar ini. Pe-
pada Tabel 8 dengan hipotesis alternatif (H1 ) menyi- ningkatan korelasi tidak signifikan secara statistik
ratkan peningkatan korelasi yang signifikan, tidak untuk Indonesia, Singapura, India, dan Cina. Oleh
ditolak untuk Malaysia dan Korea pada tingkat karena itu, dapat dikatakan adanya asosiasi inter-
signifikansi 10 persen, sedangkan untuk Thailand dependence lebih lanjut antara pasar-pasar ini dan
dan Filipina pada tingkat signifikansi 1 persen. Me- pasar Argentina.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
74 Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ...

Tabel 6. Uji Robustness Model DCC-MGARCH untuk Tabel 9. Uji Pure Contagion untuk Krisis Turki
Krisis Argentina
Adjusted correlation Student
Uji ARCH (p-value) Jarque-Bera sebelum masa statistics
IDX (Indonesia) 0,2394 391,3024 krisis krisis
FTSE (Malaysia) 0,1492 233,9208 BIST 100-IDX 0,2454 0,1712 2,6722***
PSEI (Filipina) 0,1670 431,8914 BIST 100-FTSE 0,2715 0,1997 2,5913***
MSCI (Singapura) 0,1027 264,1114 BIST 100-PSEI 0,2100 0,0773 4,6588***
Bangkok SET (Thailand) 0,9619 225,7953 BIST 100-MSCI 0,2771 0,2544 0,8365
Korea SE (Korea) 0,5080 495,6596 BIST 100-Bangkok SET 0,2893 0,1606 4,5245***
Nifty 500 (India) 0,3642 649,0769 BIST 100-Korea SE 0,2327 0,2303 0,0901
Shanghai SE (Cina) 0,4004 652,2469 BIST 100-Nifty500 0,2985 0,2031 3,4047***
BIST 100-Shanghai SE 0,0655 0,1280 2,4147**
Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%
Tabel 7. Uji Robustness Model DCC-MGARCH untuk ** signifikan pada taraf 5%
Krisis Turki * signifikan pada taraf 10%

Uji ARCH (p-value) Jarque-Bera


IDX (Indonesia) 0,1378 440,6460 lebih memahami perubahan dalam dinamika pasar
FTSE (Malaysia) 0,1838 295,8353
PSEI (Filipina) 0,8362 1162,0920 saham, pengukuran co-movement, dan untuk meng-
MSCI (Singapura) 0,1905 207,6234 identifikasi contagion dari interdependence. Hal ini
Bangkok SET (Thailand) 0,9257 247,1429
Korea SE (Korea) 0,5967 422,7634 sangat berguna bagi investor untuk mempelajari
Nifty 500 (India) 0,2915 632,1457
Shanghai SE (Cina) 0,3418 657,3967
lebih lanjut tentang peluang diversifikasi dan risiko
sistemik.

Hasil uji pure contagion untuk krisis Turki pada


Tabel 9 menunjukkan bahwa peningkatan korela- Simpulan
si yang signifikan terjadi di Indonesia, Malaysia,
Filipina, Thailand, dan India dengan tingkat signifi- Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat dita-
kansi 1 persen, sedangkan untuk Cina dengan ting- rik beberapa simpulan. Pertama, plot dari variasi
kat signifikansi 5 persen. Peningkatan korelasi ti- return saham berdasarkan runtun waktu secara jelas
dak signifikan secara statistik untuk Singapura dan menunjukkan adanya excess volatility pada hampir
Korea. Oleh karena itu, dapat dikatakan adanya aso- semua pasar di Asia pada periode krisis Argen-
siasi interdependence lebih lanjut antara pasar-pasar tina dan Turki. Hal ini mengindikasikan adanya
ini dan pasar Turki. Secara keseluruhan, temuan co-movements dari pasar-pasar yang diteliti. Kedua,
ini sangat menarik karena dapat digunakan untuk unconditional correlation pasar-pasar di Asia dengan
pasar Argentina dan Turki mengalami penurunan
Tabel 8. Uji Pure Contagion untuk Krisis Argentina pada periode krisis dan ini merupakan bukti kedua
adanya co-movements antarpasar saham sehingga
Adjusted correlation Student
sebelum masa statistics dapat dikatakan adanya bukti contagion lebih lanjut.
krisis krisis Ketiga, hasil uji pure contagion menunjukkan bah-
Merval-IDX 0,1395 0,0951 1,6224
Merval-FTSE 0,1385 0,0879 1,8444* wa contagion effect dari krisis Argentina terjadi di
Merval-PSEI 0,1049 0,0140 3,2506***
Malaysia, Korea, Thailand, dan Filipina, sedangkan
Merval-MSCI 0,1482 0,1413 0,2570
Merval-Bangkok SET 0,1787 0,1000 2,8306*** Indonesia, Singapura, India, dan Cina memiliki aso-
Merval-Korea SE 0,1795 0,1318 1,7417*
Merval-Nifty 500 0,1793 0,1496 1,0956 siasi interdependence. Hasil uji pure contagion untuk
Merval-Shanghai SE 0,0843 0,0652 0,7092 krisis Turki menunjukkan bahwa contagion effect dari
Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%
** signifikan pada taraf 5% krisis Turki terjadi di Indonesia, Malaysia, Filipina,
* signifikan pada taraf 10% Thailand, India, dan Cina, sedangkan Singapura
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
Setiawan, A., & Kartiasih, K. 75

dan Korea hanya memiliki asosiasi interdependence [7] Calvo, S., & Reinhart, C. M. (1996). Capital flows to Latin
dengan pasar Turki. America: Is the evidence of contagion effects? in G. Calvo,
M. Goldstein, & E. Hochreiter (eds.), Private capital flows
Analisis ini memberikan beberapa implikasi ke- to emerging markets after the Mexican crisis, pp. 151-171.
bijakan. Contagion effect dari krisis Argentina dan Washington, DC: Institute for International Economics.
Turki terjadi di beberapa negara Asia. Hal ini me- [8] Chiang, T. C., Jeon, B. N., & Li, H. (2007). Dyna-
mic correlation analysis of financial contagion: Evi-
nyiratkan bahwa negara-negara Asia cukup rentan
dence from Asian markets. Journal of Internatio-
terhadap guncangan eksternal dan dapat mengala- nal Money and Finance, 26(7), 1206-1228. doi: ht-
mi percepatan tiba-tiba dari risiko sistemik melalui tps://doi.org/10.1016/j.jimonfin.2007.06.005.
penurunan, baik di pasar modal maupun pasar va- [9] Christoffersen, P., Errunza, V., Jacobs, K., & Langlois,
H. (2012). Is the potential for international diversifica-
luta asing. Kemungkinan keadaan ini menyerukan
tion disappearing? A dynamic copula approach. The
perlunya membangun mekanisme stabilisasi keu- Review of Financial Studies, 25(12), 3711-3751. doi: ht-
angan terhadap contagion yang berasal dari negara tps://doi.org/10.1093/rfs/hhs104.
lain. Investor asing memegang peran penting yang [10] Colacito, R., Engle, R. F., & Ghysels, E. (2011).
A component model for dynamic correlations.
potensial dalam menyalurkan krisis luar negeri ke
Journal of Econometrics, 164(1), 45-59. doi: ht-
ekonomi domestik. Oleh karena itu, negara-negara tps://doi.org/10.1016/j.jeconom.2011.02.013.
berkembang harus berupaya mengurangi efek ini [11] Collins, D., & Biekpe, N. (2003). Contagion: a fear for African
dengan mendukung peran investor domestik da- equity markets?. Journal of Economics and Business, 55(3),
285-297. doi: https://doi.org/10.1016/S0148-6195(03)00020-1.
lam hal total volume transaksi di pasar keuangan
[12] Corsetti, G., Pericoli, M., & Sbracia, M. (2005).
domestik. ‘Some contagion, some interdependence’: More pitfa-
lls in tests of financial contagion. Journal of Interna-
tional Money and Finance, 24(8), 1177-1199. doi: ht-
tps://doi.org/10.1016/j.jimonfin.2005.08.012.
Daftar Pustaka [13] Engle, R. (2002). Dynamic conditional correlation: A
simple class of multivariate generalized autoregres-
[1] Ando, M., & Kimura, F. (2012). How did the Japanese
sive conditional heteroskedasticity models. Journal of
exports respond to two crises in the international product-
Business & Economic Statistics, 20(3), 339-350. doi: ht-
ion networks? The global financial crisis and the Great East
tps://doi.org/10.1198/073500102288618487.
Japan Earthquake. Asian Economic Journal, 26(3), 261-287.
[14] Engle, R. F., & Sheppard, K. (2001). Theoretical and empiri-
doi: https://doi.org/10.1111/j.1467-8381.2012.02085.x.
cal properties of dynamic conditional correlation multiva-
[2] Asai, M., & McAleer, M. (2009). The structure of dyna-
riate GARCH. NBER Working Paper, 8554. National Bureau
mic correlations in multivariate stochastic volatility mo-
of Economic Research. Diakses 12 September 2019 dari
dels. Journal of Econometrics, 150(2), 182-192. doi: ht-
https://www.nber.org/papers/w8554.
tps://doi.org/10.1016/j.jeconom.2008.12.012.
[15] Forbes, K. J., & Chinn, M. D. (2004). A decomposition
[3] Baig, T., & Goldfajn, I. (1999). Financial market contagion
of global linkages in financial markets over time. Re-
in the Asian crisis. IMF Staff Papers, 46(2), 167-195. doi:
view of Economics and Statistics, 86(3), 705-722. doi: ht-
https://doi.org/10.2307/3867666.
tps://doi.org/10.1162/0034653041811743.
[4] Baur, D. (2003). Testing for contagion—mean and volati-
[16] Forbes, K., & Rigobon, R. (2000). Contagion in Latin
lity contagion. Journal of Multinational Financial Manage-
America: Definitions, measurement, and policy implica-
ment, 13(4-5), 405-422. doi: https://doi.org/10.1016/S1042-
tions. NBER Working Paper, 7885. National Bureau of Eco-
444X(03)00018-5.
nomic Research. Diakses 14 September 2019 dari https:
[5] Bekaert, G., Harvey, C. R., & Ng, A. (2005). Market integra-
//www.nber.org/papers/w7885.
tion and contagion. The Journal of Business, 78(1), 39-69. doi:
[17] Forbes, K., & Rigobon, R. (2001). Measuring contagion:
10.1086/426519.
conceptual and empirical issues. In S. Claessen & K. Forbes
[6] Boubaker, S., Jouini, J., & Lahiani, A. (2016). Financial
(eds.), International financial contagion, pp. 43-66. Springer,
contagion between the US and selected developed and
Boston, MA. doi: https://doi.org/10.1007/978-1-4757-3314-
emerging countries: The case of the subprime crisis. The
3˙3.
Quarterly Review of Economics and Finance, 61, 14-28. doi:
[18] Forbes, K. J., & Rigobon, R. (2002). No contagion,
https://doi.org/10.1016/j.qref.2015.11.001.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76
76 Contagion Effect Krisis Argentina dan Turki ...

only interdependence: measuring stock market como- nal Review of Economics & Finance, 20(4), 717-732. doi: ht-
vements. The Journal of Finance, 57(5), 2223-2261. doi: tps://doi.org/10.1016/j.iref.2011.01.006.
https://doi.org/10.1111/0022-1082.00494. [30] Tamakoshi, G., & Hamori, S. (2014). Co-movements
[19] Frank, N., & Hesse, H. (2009). Financial spillovers to among major European exchange rates: A multiva-
emerging markets during the global financial crisis. riate time-varying asymmetric approach. International
IMF Working Paper, WP/09/104. International Mone- Review of Economics & Finance, 31, 105-113. doi: ht-
tary Fund. Diakses 14 September 2019 dari https: tps://doi.org/10.1016/j.iref.2014.01.016.
//www.imf.org/en/Publications/WP/Issues/2016/12/31/ [31] Yang, J., & Bessler, D. A. (2008). Contagion around
Financial-Spillovers-to-Emerging-Markets-During-the- the October 1987 stock market crash. European Jour-
Global-Financial-Crisis-22936. nal of Operational Research, 184(1), 291-310. doi: ht-
[20] Hamao, Y., Masulis, R. W., & Ng, V. (1990). Correlations tps://doi.org/10.1016/j.ejor.2006.04.046.
in price changes and volatility across international stock
markets. The Review of Financial Studies, 3(2), 281-307. doi:
https://doi.org/10.1093/rfs/3.2.281.
[21] Hemche, O., Jawadi, F., Maliki, S. B., & Cheffou, A. I. (2016).
On the study of contagion in the context of the subprime cri-
sis: A dynamic conditional correlation–multivariate GAR-
CH approach. Economic Modelling, 52, 292-299. doi: ht-
tps://doi.org/10.1016/j.econmod.2014.09.004.
[22] Hwang, I., In, F. H., & Kim, T. S. (2010). Contagion effects of
the US subprime crisis on international stock markets.
Finance and Corporate Governance Conference 2010 Paper.
Diakses 12 September 2019 dari https://ssrn.com/abstract=
1536349.
[23] Jawadi, F., Louhichi, W., & Idi Cheffou, A. (2015). In-
traday bidirectional volatility spillover across interna-
tional stock markets: does the global financial crisis
matter?. Applied Economics, 47(34-35), 3633-3650. doi: ht-
tps://doi.org/10.1080/00036846.2015.1021459.
[24] Kaminsky, G. L., & Reinhart, C. M. (2000). On crises, conta-
gion, and confusion. Journal of International Economics, 51(1),
145-168. doi: https://doi.org/10.1016/S0022-1996(99)00040-9.
[25] Lin, C. H. (2012). The comovement between exchange
rates and stock prices in the Asian emerging markets.
International Review of Economics & Finance, 22(1), 161-172.
doi: https://doi.org/10.1016/j.iref.2011.09.006.
[26] Okubo, T., Kimura, F., & Teshima, N. (2014). Asian
fragmentation in the global financial crisis. Internatio-
nal Review of Economics & Finance, 31, 114-127. doi: ht-
tps://doi.org/10.1016/j.iref.2014.01.001.
[27] Philippas, D., & Siriopoulos, C. (2013). Putting the
“C” into crisis: Contagion, correlations and copulas
on EMU bond markets. Journal of International Financi-
al Markets, Institutions and Money, 27, 161-176. doi: ht-
tps://doi.org/10.1016/j.intfin.2013.09.008.
[28] Rose, A. K., & Spiegel, M. M. (2010). Cross-country causes
and consequences of the 2008 crisis: International linkages
and American exposure. Pacific Economic Review, 15(3), 340-
363. doi: https://doi.org/10.1111/j.1468-0106.2010.00507.x.
[29] Syllignakis, M. N., & Kouretas, G. P. (2011). Dynamic cor-
relation analysis of financial contagion: Evidence from
the Central and Eastern European markets. Internatio-

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 59–76

Anda mungkin juga menyukai