- detikNews
Kamis, 12 Jun 2014 22:59 WIB
0 komentar
SHARE URL telah disalin
Hal itu diungkapkan peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK)
Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Sukamdi, MSc, di auditporium PSKK UGM,
Kamis (12/6/2014).
Saat bonus demografi kata dia, angka ketergantungan penduduk menjadi lebih
rendah. Jika masyarakat pasca usia produktif 65 tahun ke atas dapat melakukan
saving/menabung lebih banyak, maka tidak akan menjadi beban negara. Namun bila
tidak kondisi tersebut akan menjadi beban negara.
Menurut dia, bonus demografi terjadi karena penurunan fertilitas dan mortalitas
dalam jangka panjang yang mengakibatkan terjadi perubahan struktur umur
penduduk. Penurunan fertilitas akan menurunkan proporsi anak-anak. Hal itu terlihat
dari keberhasilan program KB. Adanya
penurunan kematian bayi juga akan meningkatkan jumlah bayi yang terus hidup dan
mencapai usia kerja.
Namun kondisi bonus demografi ini tidak akan berlangsung lama. Sebab angka
ketergantungan 10 tahun berikutnya atau pada tahun 2030 mencapai 46,9. Pada
tahun 2035 akan meningkat lagi menjadi 47,3. "Sebagai gambaran, angka
ketergantungan kita pada 2010 berada di angka 50,5," katanya.
Sementara itu guru besar Fakultas Geografi UGM, Prof Dr M. Baiquni menilai
persoalan kependudukan memiliki dampak pada lingkungan. Kualitas SDM sangat
menentukan tingkat kesadaran perilaku manusia dalam mengelola lingkungan.
Menurut dia jumlah penduduk besar dan tidak diikuti kualitas kesadaran lingkungan
yang baik, yang terjadi adalah degradasi kerusakan lingkungan. Saat ini Indonesia
begitu agresif mendorong pertumbuhan ekonomi, namun secara tidak sadar
merusak lingkungan.
"Yang terpenting ke depan adalah peningkatan kualitas SDM karena angka Human
Development Index (HDI) Indonesia saat ini menempati urutan ke-111 dari 182
negara. "Di ASEAN, kita berada di urutan keenam dari sepuluh negara," pungkas
Baiqu