Anda di halaman 1dari 8

MENGANALISIS TEKS EDITORIAL

KELOMPOK 5
TAHUN AJARAN 2023/2024

Disusun Oleh :
1. Fiska Aulia (12)
2. Horeb Gomoshe Samosir (13)
3. Nur Hasan (23)
4. Septi Gita Martina (32)
5. Siti Juwairiyah (33)
Menghadapi Era Gelap Ekonomi

Dunia di ambang resesi. Sejumlah pengamat ekonomi, Bank Dunia, maupun


Dana Moneter Internasional (IMF) telah melihat potensi ke arah itu. Indikatornya,
kata mereka, antara lain semakin melambatnya perekonomian di sejumlah negara
maju, seperti Amerika Serikat, sebagian wilayah Eropa, dan Tiongkok.

Selain itu, inflasi yang bergerak cepat di sejumlah negara juga berpotensi
memperparah krisis. Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyebut roda
perekonomian di wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak sebagai
dampak konflik Rusia-Ukraina. Sementara itu, perlambatan ekonomi Tiongkok terjadi
akibat kebijakan zero COVID policy dan volatilitas (melonjaknya harga) di sektor
properti.

IMF memprediksi sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi
setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan. Itu artinya, resesi
global membayang di depan mata. Dunia pun menghadapi era kegelapan ekonomi.

Pada The 1st Joint Finance and Agriculture Ministers Meeting di Washington
DC, Amerika Serikat, Selasa (11/10) malam waktu setempat atau Rabu WIB, Menteri
Keuangan Sri Mulyani juga menyampaikan hal yang kurang lebih senada. Dia
menyebut krisis pangan akan menghampiri dunia dalam kurun waktu 8–12 bulan ke
depan. Kondisi itu, kata dia, diperparah dengan ketersediaan pasokan pupuk sebagai
dampak konflik Rusia-Ukraina.

Dalam menyikapi hal tersebut, Presiden Jokowi memerintahkan Lembaga


Ketahanan Nasional (Lemhannas) untuk membuat kajian yang cepat tentang antisipasi
yang dapat dilakukan pemerintah dalam melakukan mitigasi krisis energi, pangan, dan
keuangan, baik makro maupun mikro. Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dalam
kanal Youtube Sekretariat Presiden, kemarin, mengatakan Presiden mendorong
lembaganya untuk fokus melakukan kajian dalam lima hal, yaitu konsolidasi
demokrasi, transformasi digital, ekonomi hijau, ekonomi biru, dan Ibu Kota Negara
(IKN).

Titah Presiden ini tentu harus dilaksanakan sungguh-sungguh. Pemerintah


memang harus punya cetak biru untuk mengantisipasi krisis, sehingga dapat
mengambil sejumlah langkah yang tepat. Berbeda halnya ketika pandemi COVID-19,
di saat seluruh negara tidak siap, kali ini sejumlah lembaga internasional maupun para
pakar telah memberi warning tentang ancaman resesi global.

Peringatan ini tentu harus ditindaklanjuti dengan menyiapkan sejumlah langkah


strategis yang melibatkan sejumlah instansi/lembaga terkait. Selain membuat kajian
untuk memitigasi risiko di tengah ketidakpastian ini, langkah lain yang diperlukan
ialah meningkatkan kolaborasi, baik di tingkat nasional maupun global. Seperti halnya
saat pandemi, tidak ada satu pun negara yang bisa menghindar dari situasi sulit itu.

Apalagi di era inflasi dan suku bunga tinggi seperti sekarang ini, tentu dibutuhkan
adanya kerja sama di antara negara-negara di dunia. Sikap egois akan membuyarkan
semua upaya keluar dari kondisi yang oleh para pengamat disebut sebagai perfect
long storm (badai panjang yang sempurna).
Di dalam negeri, seluruh elemen bangsa juga harus merapatkan barisan. Apalagi
antarinstansi pemerintah. Tidak boleh ada ego sektoral, baik di antara
kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Tiap-tiap kepala daerah harus
mampu membangun situasi sosial dan politik yang kondusif untuk menjaga stabilitas
ekonomi, terutama dengan menekan laju inflasi, menjaga pasokan dan ketersediaan
pasokan pangan maupun energi.

Selain menjaga stabilitas, langkah lain yang diperlukan ialah berhemat.


Kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah harus mengencangkan ikat
pinggang. Kurangi anggaran untuk proyek-proyek yang tidak perlu. Lebih baik dana
itu disimpan untuk membantu masyarakat bila krisis betul-betul terjadi.

Sejauh ini, Indonesia memang belum terdampak krisis. Direktur Pelaksana IMF
bahkan mengapresiasi Indonesia yang bisa meraih pertumbuhan ekonomi tinggi di
tengah kondisi dunia yang berat. Indonesia, kata dia, ibarat titik terang di tengah
kondisi ekonomi global yang memburuk. Namun, pujian ini jangan membuat kita
lengah dan terlena. Kewaspadaan dan kehati-hatian perlu agar kita tidak terombang-
ambing dan tenggelam dalam badai.
 Struktur Teks

Menghadapi Era Gelap Ekonomi

 Tesis

Dunia di ambang resesi. Sejumlah pengamat ekonomi, Bank Dunia, maupun


Dana Moneter Internasional (IMF) telah melihat potensi ke arah itu. Indikatornya,
kata mereka, antara lain semakin melambatnya perekonomian di sejumlah negara
maju, seperti Amerika Serikat, sebagian wilayah Eropa, dan Tiongkok.

Selain itu, inflasi yang bergerak cepat di sejumlah negara juga berpotensi
memperparah krisis. Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyebut roda
perekonomian di wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak sebagai
dampak konflik Rusia-Ukraina. Sementara itu, perlambatan ekonomi Tiongkok terjadi
akibat kebijakan zero COVID policy dan volatilitas (melonjaknya harga) di sektor
properti.

IMF memprediksi sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi
setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan. Itu artinya, resesi
global membayang di depan mata. Dunia pun menghadapi era kegelapan ekonomi.

 Argumentasi

Pada The 1st Joint Finance and Agriculture Ministers Meeting di Washington
DC, Amerika Serikat, Selasa (11/10) malam waktu setempat atau Rabu WIB, Menteri
Keuangan Sri Mulyani juga menyampaikan hal yang kurang lebih senada. Dia
menyebut krisis pangan akan menghampiri dunia dalam kurun waktu 8–12 bulan ke
depan. Kondisi itu, kata dia, diperparah dengan ketersediaan pasokan pupuk sebagai
dampak konflik Rusia-Ukraina.

Dalam menyikapi hal tersebut, Presiden Jokowi memerintahkan Lembaga


Ketahanan Nasional (Lemhannas) untuk membuat kajian yang cepat tentang antisipasi
yang dapat dilakukan pemerintah dalam melakukan mitigasi krisis energi, pangan, dan
keuangan, baik makro maupun mikro. Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dalam
kanal Youtube Sekretariat Presiden, kemarin, mengatakan Presiden mendorong
lembaganya untuk fokus melakukan kajian dalam lima hal, yaitu konsolidasi
demokrasi, transformasi digital, ekonomi hijau, ekonomi biru, dan Ibu Kota Negara
(IKN).

Titah Presiden ini tentu harus dilaksanakan sungguh-sungguh. Pemerintah


memang harus punya cetak biru untuk mengantisipasi krisis, sehingga dapat
mengambil sejumlah langkah yang tepat. Berbeda halnya ketika pandemi COVID-19,
di saat seluruh negara tidak siap, kali ini sejumlah lembaga internasional maupun para
pakar telah memberi warning tentang ancaman resesi global.

Peringatan ini tentu harus ditindaklanjuti dengan menyiapkan sejumlah langkah


strategis yang melibatkan sejumlah instansi/lembaga terkait. Selain membuat kajian
untuk memitigasi risiko di tengah ketidakpastian ini, langkah lain yang diperlukan
ialah meningkatkan kolaborasi, baik di tingkat nasional maupun global. Seperti halnya
saat pandemi, tidak ada satu pun negara yang bisa menghindar dari situasi sulit itu.

Apalagi di era inflasi dan suku bunga tinggi seperti sekarang ini, tentu dibutuhkan
adanya kerja sama di antara negara-negara di dunia. Sikap egois akan membuyarkan
semua upaya keluar dari kondisi yang oleh para pengamat disebut sebagai perfect
long storm (badai panjang yang sempurna).

Di dalam negeri, seluruh elemen bangsa juga harus merapatkan barisan. Apalagi
antarinstansi pemerintah. Tidak boleh ada ego sektoral, baik di antara
kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Tiap-tiap kepala daerah harus
mampu membangun situasi sosial dan politik yang kondusif untuk menjaga stabilitas
ekonomi, terutama dengan menekan laju inflasi, menjaga pasokan dan ketersediaan
pasokan pangan maupun energi.

Selain menjaga stabilitas, langkah lain yang diperlukan ialah berhemat.


Kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah harus mengencangkan ikat
pinggang. Kurangi anggaran untuk proyek-proyek yang tidak perlu. Lebih baik dana
itu disimpan untuk membantu masyarakat bila krisis betul-betul terjadi.

 Penegasan ulang (reiteration)

Sejauh ini, Indonesia memang belum terdampak krisis. Direktur Pelaksana IMF
bahkan mengapresiasi Indonesia yang bisa meraih pertumbuhan ekonomi tinggi di
tengah kondisi dunia yang berat. Indonesia, kata dia, ibarat titik terang di tengah
kondisi ekonomi global yang memburuk. Namun, pujian ini jangan membuat kita
lengah dan terlena. Kewaspadaan dan kehati-hatian perlu agar kita tidak terombang-
ambing dan tenggelam dalam badai.
 Analisis Kebahasaan

1. Verba/Kata Kerja

 Verba Material
1) Dalam menyikapi hal tersebut, Presiden Jokowi memerintahkan Lembaga
Ketahanan Nasional (Lemhannas) untuk membuat kajian yang cepat tentang
antisipasi yang dapat dilakukan pemerintah dalam melakukan mitigasi krisis
energi, pangan, dan keuangan, baik makro maupun mikro.
2) Indikatornya, kata mereka, antara lain semakin melambatnya perekonomian di
sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat, sebagian wilayah Eropa, dan
Tiongkok.
3) Selain itu, inflasi yang bergerak cepat di sejumlah negara juga berpotensi
memperparah krisis.
4) Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyebut roda perekonomian di
wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak sebagai dampak konflik
Rusia-Ukraina.
5) IMF memprediksi sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi
setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan.
6) Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyampaikan hal yang kurang lebih senada
7) Peringatan ini tentu harus ditindaklanjuti dengan menyiapkan sejumlah langkah
strategis yang melibatkan sejumlah instansi/lembaga terkait.
8) Pemerintah memang harus punya cetak biru untuk mengantisipasi krisis, sehingga
dapat mengambil sejumlah langkah yang tepat.

 Kata Kerja Mental


1) Sejumlah pengamat ekonomi, Bank Dunia, maupun Dana Moneter Internasional
(IMF) telah melihat potensi ke arah itu.
2) Sikap egois akan membuyarkan semua upaya keluar dari kondisi yang oleh para
pengamat disebut sebagai perfect long storm (badai panjang yang sempurna).
3) Kewaspadaan dan kehati-hatian perlu agar kita tidak terombang-ambing dan
tenggelam dalam badai.
4) Namun, pujian ini jangan membuat kita lengah dan terlena.
5) Direktur Pelaksana IMF bahkan mengapresiasi Indonesia yang bisa meraih
pertumbuhan ekonomi tinggi di tengah kondisi dunia yang berat.

 Verba Relasional
1) Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyebut roda perekonomian di
wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak sebagai dampak konflik
Rusia-Ukraina.
2) Selain membuat kajian untuk memitigasi risiko di tengah ketidakpastian ini,
langkah lain yang diperlukan ialah meningkatkan kolaborasi, baik di tingkat
nasional maupun global.
3) Selain menjaga stabilitas, langkah lain yang diperlukan ialah berhemat.
2. Adverb

 Kata Keterangan
1) Apalagi di era inflasi dan suku bunga tinggi seperti sekarang ini, tentu dibutuhkan
adanya kerja sama di antara negara-negara di dunia.
2) Seperti halnya saat pandemi, tidak ada satu pun negara yang bisa menghindar dari
situasi sulit itu.
3) Pada The 1st Joint Finance and Agriculture Ministers Meeting di Washington DC,
Amerika Serikat, Selasa (11/10) malam waktu setempat atau Rabu WIB, Menteri
Keuangan Sri Mulyani juga menyampaikan hal yang kurang lebih senada.
4) Dia menyebut krisis pangan akan menghampiri dunia dalam kurun waktu 8–12
bulan ke depan.
5) IMF memprediksi sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi
setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan.

 Kata Sifat/Adjektif
1) Namun, pujian ini jangan membuat kita lengah dan terlena.
2) Kewaspadaan dan kehati-hatian perlu agar kita tidak terombang-ambing dan
tenggelam dalam badai.
3) Sikap egois akan membuyarkan semua upaya keluar dari kondisi yang oleh para
pengamat disebut sebagai perfect long storm (badai panjang yang sempurna).

3. Modalitas
1) Namun, pujian ini jangan membuat kita lengah dan terlena.
2) Lebih baik dana itu disimpan untuk membantu masyarakat bila krisis betul-betul
terjadi.
3) Kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah harus mengencangkan ikat
pinggang.
4) Di dalam negeri, seluruh elemen bangsa juga harus merapatkan barisan.
5) Tidak boleh ada ego sektoral, baik di antara kementerian/lembaga maupun
pemerintah daerah.
6) Tiap-tiap kepala daerah harus mampu membangun situasi sosial dan politik yang
kondusif untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama dengan menekan laju inflasi,
menjaga pasokan dan ketersediaan pasokan pangan maupun energi.

4. Konjungsi

 Konjungsi Urutan
(-)

 Konjungsi Penegasan
1) Indikatornya, kata mereka, antara lain semakin melambatnya perekonomian di
sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat, sebagian wilayah Eropa, dan
Tiongkok.
2) Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden,
kemarin, mengatakan Presiden mendorong lembaganya untuk fokus melakukan
kajian dalam lima hal, yaitu konsolidasi demokrasi, transformasi digital, ekonomi
hijau, ekonomi biru, dan Ibu Kota Negara (IKN).
3) Selain menjaga stabilitas, langkah lain yang diperlukan ialah berhemat.

 Konjungsi Kausalitas
1) Pemerintah memang harus punya cetak biru untuk mengantisipasi krisis, sehingga
dapat mengambil sejumlah langkah yang tepat.
2) Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyebut roda perekonomian di
wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak sebagai dampak konflik
Rusia-Ukraina
3) Sementara itu, perlambatan ekonomi Tiongkok terjadi akibat kebijakan zero
COVID policy dan volatilitas (melonjaknya harga) di sektor properti.
4) Kondisi itu, kata dia, diperparah dengan ketersediaan pasokan pupuk sebagai
dampak konflik Rusia-Ukraina.

 Konjungsi Tujuan
1) Dalam menyikapi hal tersebut, Presiden Jokowi memerintahkan Lembaga
Ketahanan Nasional (Lemhannas) untuk membuat kajian yang cepat tentang
antisipasi yang dapat dilakukan pemerintah dalam melakukan mitigasi krisis
energi, pangan, dan keuangan, baik makro maupun mikro.
2) Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden,
kemarin, mengatakan Presiden mendorong lembaganya untuk fokus melakukan
kajian dalam lima hal, yaitu konsolidasi demokrasi, transformasi digital, ekonomi
hijau, ekonomi biru, dan Ibu Kota Negara (IKN).
3) Pemerintah memang harus punya cetak biru untuk mengantisipasi krisis, sehingga
dapat mengambil sejumlah langkah yang tepat.
4) Selain membuat kajian untuk memitigasi risiko di tengah ketidakpastian ini,
langkah lain yang diperlukan ialah meningkatkan kolaborasi, baik di tingkat
nasional maupun global.
5) Tiap-tiap kepala daerah harus mampu membangun situasi sosial dan politik yang
kondusif untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama dengan menekan laju inflasi,
menjaga pasokan dan ketersediaan pasokan pangan maupun energi.
6) Kurangi anggaran untuk proyek-proyek yang tidak perlu.
7) Lebih baik dana itu disimpan untuk membantu masyarakat bila krisis betul-betul
terjadi.

Anda mungkin juga menyukai