Anda di halaman 1dari 10

I.

LATAR BELAKANG

Runtuhnya kekuasaan Uni Sovyet sebagai salah satu kekuatan dunia sebelum
tahun 1990-an, telah menjadikan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa tunggal
dan menandai kemenangan kapitalisme gaya Amerika atas sosialisme. Kemudian
seiring proses globalisasi, maka terjadilah penyebaran kapitalisme gaya Amerika ke
seluruh dunia. Semua pihak pada awal era ekonomi baru seolah memperoleh manfaat
dari tatanan Economia Americana.

Tatanan ini mendorong peningkatan dana yang belum pernah tejadi


sebelumnya, dari Negara maju ke dunia berkembang, yakni enam kali lipat dalam
enam tahun, dan angka pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Namun memasuki
abad 21, kapitalisme gaya Amerika mulai dirasakan menimbulkan permasalahan
ekonomi dunia, terutama hal-hal yang menyangkut kesejahteraan umat manusia.

Telah kita ketahui saat ini Amerika Serikat sedang berada di ambang
kehancuran financial sebagai imbas dari krisis ekonomi. Trauma akan krisis ekonomi
di tahun 1929 yang sering disebut Great Depression kembali menghantui. Pada saat
itu dampak krisis itu menasional bagi rakyat Amerika Serikat, seperti kesulitan
keuangan karena lapangan pekerjaan sedikit hingga kelaparan.

Seperti mengulang kejadian Great Depression, dimana saat ini banyak saham-
saham yang menjadi maskot Wall Street berguguran. Apalagi perusahaan sekelas
Lehman brothers dan Washington Mutual menyatakan kebangkrutan. Belum lagi
raksasa Asuransi AIG, sahamnya turun hingga 50 persen. Efek dari krisis ekonomi
dan finansial di USA telah merambat ke negara-negara di Asia dan Eropa. Banyak
negara yang memberikan suntikan dana kepada lembaga keuangan supaya tidak
tergerus arus krisis Ekonomi yang berasal dari Amerika Serikat.

1
Tersiar kabar menyebutkan Kongres AS kemungkinan besar menyetujui
rencana bailout ini. Walau masih belum terlihat dampaknya, namun mudah-mudahan
dunia tidak terpuruk dalam krisis ekonomi berkepanjangan. Penting bagi pemerintah
Indonesia untuk memberikan informasi sebanyak mungkin untuk mencegah
terjadinya rush besar-besaran terhadap bank-bank di Indonesia. Tentunya Krisis
Ekonomi yang terjadi tahun 1997 tidak ingin kita rasakan lagi. Berita terakhir
menyebutkan rencana Bailout ditolak Oleh Kongres As. namun setelah melakukan
pendekatan dan revisi draft bailout, senat as menyetujui bailout tersebut. kemudian
DPR AS pun menyetujui dengan ditandatanganinya UU Bailout oleh presiden Bush.

Menurut kompas penyebab dari krisis ekonomi AS adalah penumpukan hutang


nasional yang mencapai 8.98 triliun USD, pengurangan pajak korporasi,
pembengkakan biaya perang irak dan afghanistan, dan yang paling krusial adalah
Subprime Mortgage: Kerugian surat berharga property sehingga membangkrutkan
Lehman Brothers, Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock,UBS, Mitsubishi
UF.

Saat ini Amerika Serikat dilanda resesi yang sangat serius dan menyakitkan.
Kini pertanyaanya adalah: Seburuk apa fase konjunktur ini, dan apakah akan dapat
meruntuhkan ekonomi Amerika Serikat secara mendadak? Di Eropa, terutama  Bank
Sentral Eropa walaupun menyadari hal itu merupakan ilusi, masih tetap
mengharapkan bahwa mereka masih dapat melindung kawasannya atau menepis
dampak dari krisis berat ekonomi di Amerika Serikat. Namun, di tahun 2008 ini
Eropa tidak akan lagi mampu menahan dampak krisis ekonomi dari Amerika Serikat
dan akan ikut tergilas.
Krisis kuangan yang menimpa amerika jelas juga berdampak di Indonesia,
seperti harga rupiah yang terus melemah, IHSG yang juga tidak sehat, ekspor
diperkirakan juga menjadi terhambat karena perusahaan- perusahaan AS akan
melakukan politik banting harga. Namun apakah krisis ekonomi yang terjadi di

2
Indonesia pada tahun 1997/98 akan terjadi lagi? Menurut Ekonom UGM Sri
Adiningsih menilai sampai sejauh ini pemerintah Indonesia belum mempunyai
langkah strategis untuk mengantisipasi dampak krisis financial AS, padahal jika krisis
financial AS tidak segera teratasi maka dampaknya terhadap perekonomian Indonesia
bisa lebih buruk dibanding krisis ekonomi tahun 1997/98. Setidaknya kita berharap
pasar asia masih bertahan dalam menghadapi krisis yang terjadi di AS, karena saat ini
pemerintah hanya memiliki strategi untuk fokus kepada jalur distribusi ekspor, akan
tetapi apabila pasar asia ikut hancur maka dipastikan Indonesia akan mengalami krisis
ekonomi yang lebih parah dari tahun 1997/98

3
II. PERMASALAHAN

Pemerintah dinilai tidak siap menghadapi krisis ekonomi. Steve Hanke,


Ekonom Senior dari John Hopkins University mengatakan, kebijakan ekonomi tahun
ini tidak konsisten dan tidak realistis. "Indonesia tidak siap menghadapi krisis,"
katanya dalam kuliah umum di Universitas Pelita Harapan, Tangerang. Contohnya,
pemerintah sudah menurunkan target inflasi menjadi 5 plus minus 1 persen. Namun
di sisi lain Bank Indonesia berencana menurunkan tingkat suku bunga acuan. "Target
inflasi sudah turun, Bank Indonesia seharusnya tidak berencana menurunkan suku
bunga," kata dia. Hanke menyarankan Bank Indonesia menggunakan dana asing yang
masuk ke dalam negeri untuk menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat.

Senada dengan itu, Mantan Gubernur Bank Indonesia Adrianus Mooy


mengatakan BI rate sebaiknya tetap dipertahankan pada level 8 persen selama
beberapa bulan ke depan. Bank Indonesia seharusnya bisa
memanfaatkan momen selisih suku bunga yang cukup besar dengan Bank Sentral "BI
sebaiknya serius dengan target inflasi. Stop memikirkan penurunan suku bunga,"
katanya. Amerika Serikat Federal Reserve, untuk memasukkan aliran dana asing ke
Indonesia. (tempointeraktif.com / 18 oktober 2008)

Pemerintah selalu berupaya mengelola perekonomian meski pemerintah telah


mengeluarkan sejumlah langkah antisipasi dampak perekonomian global.
Demikian dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai melaksanakan
salat Jumat di Komplek Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat,
Jumat(17/10/2008).

Selain itu Presiden SBY mengungkapkan hingga saat ini gejolak keuangan
dunia belum berakhir, maka segala dampak yang berimbas ke Indonesia harus
diminimalkan. "Gejolak keuangan dunia belum berakhir," tambahnya.

4
Presiden mengatakan, pemerintah telah melakukan sejumlah langkah nasional antara
lain mengundang gubernur, BI, pelaku usaha, dan BUMN untuk membahas
penanganan dampak krisis finansial global. Namun, Presiden menegaskan tugas
belum selesai.Apa yang kita lakukan terus kita lakukan agar dampak itu kita
minimalkan. Kita moderatkan sehingga perekonomian kita masih tetap terjaga dan
yang penting rakyat bisa kita lindungi," paparnya. (okezone.com)

Di Jerman serikat buruh menuntut kenaikan gaji sampai 8 persen untuk


mengimbangi daya beli yang terus menurun. Juga di Perancis menurunnya daya beli
menjadi topik bahasan. Namun dalam kenyataannya penurunan daya beli ini adalah
masalah seluruh Eropa. Di mana-mana pertumbuhan ekonomi harus dikoreksi ke
bawah. Bank Sentral Eropa mengecam tuntutan serikat buruh khususnya dengan
menyoroti Jerman sebagai penggerak ekonomi Eropa. Ekonomi global mengalami
perubahan drastis. Krisis kredit di Amerika Serikat menunjukkan betapa rentannya
globalisasi moneter. Para aktor baru ekonomi juga muncul di luar rencana. Seperti
halnya dana simpanan jangka panjang dari negara-negara penghasil minyak bumi,
yang merupakan investasi jangka panjang. Yang berbeda dari dana pensiun, yang
hanya tertarik pada keuntungan jangka pendek. Perubahan drastis dalam sirkulasi
keuangan tidak dapat diabaikan lagi (hizbut-tahrir.or.id)

Di lain kesempatan Presiden SBY mengatakan, khawatir dengan dampak yang


lebih besar melanda perekonomian Asia, khususnya Asia Tenggara akibat krisis
global, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai perlu adanya pertemuan
pimpinan negara-negara ASEAN untuk membahas hal buruk dan bagaimana mencari
jalan keluarnya. Presiden menyampaikan, perlunya belajar dari pengalaman 1997
menghadapi krisis saat ini, karena saat itu kerja sama negara-negara Asia Tenggara
dalam menghadapi krisis kurang efektif. Namun hal tersebut diharapkan bisa
dihindari. Pasalnya negara ASEAN sudah memiliki konsep ASEAN Economy
Community dan terlebih sudah hadir anggota baru negara Asia di kawasan timur,
seperti Jepang, China, dan Korsel.

5
Permintaan Presiden SBY tersebut akan disampaikan melalui surat tertulis
kepada pimpinan negara ASEAN dan termasuk PM Thailand yang menjadi Chairman
ASEAN. Selain itu, presiden berpendapat pertemuan pimpinan negara ASEAN akan
lebih baik bila dilanjutkan pula dengan pembicaraan antar para menteri luar negeri
ASEAN dan Sekjen ASEAN yang tentunya juga melibatkan tiga anggota negara Asia
lainnya atau ASEAN plus tiga. Maka diharapkan dengan pertemuan ini, nantinya
langkah-langkah regional akan lebih efektif, sumber daya lebih besar, dan kerja sama
lebih kredibel.

Lebih lanjut, presiden menegaskan, bilamana negara China, Jepang, Korsel dan
anggota ASEAN menyerasikan langkah yang diusulkan menghadapi krisis global
dengan mengadakan pertemuan tadi, diyakini dampak krisis global bisa diatasi dan
dihindari. Presiden menuturkan, sebagaimana yang diwartakan media, Indonesia akan
mendengarkan apa yang disampaikan Presiden Arroyo tentang pemikiran soal
perlunya membangun semacam pooling dari sumber-sumber keuangan untuk
mengatasi masalah-masalah di ASEAN. Namun, pemerintah Idonesia tetap
menyampaikan pendapat sambil mendengarkan pandangan dari presiden Filipina.
"Mari kita tindak lanjuti upaya untuk merumuskan Chiangmai Initiative, yaitu
ASEAN plus tiga dengan mengumpulkan sebuah dana ASEAN plus tiga atau dana
kawasan yang tentunya dengan aturan tertentu diharapkan bisa membantu negara-
negara yang kesulitan keuangan," jelasnya. Disampaikan presiden, usulan ini tetap
berjalan dan sedang merumuskan seperti apa aturan mainnya disamping tetap
menerima pandangan dan usulan Presiden Arroyo dan mudah-mudahkan bisa
dikombinasikan dengan apa yang disebut Chiangmai Initiative (okezone.com)

Kepala Ekonom Bank Dunia Justin Yifu Lin memperingatkan krisis keuangan
telah berimbas ke sejumlah negara berkembang. Demikian dikatakan Lin dalam
sebuah konfrensi pers di Tokyo, Jepang, Senin (20/10). Menurut Lin, perlambatan

6
ekonomi di negara maju telah mempengaruhi negara berkembang lewat investasi
asing dan pengurangan jumlah expatriat. Tapi krisis tak berpengaruh besar bagi
China. Sebab China adalah katalis utama ekonomi Asia.

Lin mengatakan, China mampu bertahan karena pertumbuhan tahunan mereka


mencapai 8 persen. Pasar domestik China pun cukup besar untuk menjaga
pertumbuhan ekonomi, meski terjadi perlambatan ekspor. (metrotvnews.com)

7
III. SOLUSI

1. Indonesia harus menstabilkan perekonomian kembali dan tidak ketergantungan


terhadap negara maju dan berikan jaminan keamanan kepada masyarakat dan
para investor untuk berinvestasi.

2. Pemerintah melakukan Buyback untuk menyelamatkan Indek Harga Saham


Gabungan

3. Pemerintah harus menjamin tabungan masyarakat di bank-bank tertentu. Dengan


tujuan untuk menghindari masyarakat menarik simpanan pada bang tersebut. Jika
masyarakat berbondong-bondong menarik tabungannya, maka bank tersebut
akan mengalami kolaps atau bankrut

8
IV. SARAN

Sudah saatnya pemerintah mensosilisasikan sistem ekonomi islam,


menyadarkan masyarakat akan pentingnya sistem ekonomi islam di indonesia. Krisis
glogal adalah peringatan bagi Negara-negara di dunia terutama Indonesia akan
perintah Allah bahwa kita telah wajib untuk beralih kepada sistem ekonomi islam,
tidak ada alasan lagi karena sudah jelas ada bank yang sudah syariah dan karenanya
kita telah wajib untuk kembali ke pada syariat.

9
V. DAFTAR PUSTAKA

1. tempointeraktif.com / 18 oktober 2008

2. okezone.com

3. hizbut-tahrir.or.id

4. metrotvnews.com

10

Anda mungkin juga menyukai