Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asma
1. Definisi
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik
saluran nafas. Menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa
mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa berat didada terutama pada malam
dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau
tanpa pengobatan (Nugroho, dkk, 2016)
Asma adalah suatu keadaan kondisi paru-paru kronis yang ditandai
dengan kesulitan bernafas, dan menimbulkan gejala sesak nafas, dada
terasa berat dan batuk, terutama pada malam menjelang dini hari,
dimana saluran pernafasan mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
penyempitan atau peradangan yang bersifat sementara (Masriadi,
2016)
Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas dan
dikarakteristikan dengan hiperresponsivitas, produksi mukus, dan
edema mukosa. Inflamasi ini berkembang menjadi episode gejala asma
bronchial yang berkurang yang meliputi batuk, nyeri dada, mengi, dan
dispnea. Penderita asma mungkin mengalami periode gejala secara
bergantian dan berlangsung dalam hitungan menit, jam, sampai hari
(Brunner & Studdarth, 2017)
2. Etiologi
Menurut Global Initiative for Asthma tahun 2016, faktor resiko
penyebab asma bronchial dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Faktor genetic
1) Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya.
2) Hiperaktivitas bronkus
Saluran nafas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen
maupun iritan.
3) Jenis kelamin
Anak laki-laki sangat beresiko terkena asma bronchial sebelum
usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2
kali disbanding anak perempuan.
4) Ras/etnik
5) Obesitas
Obesitas atau peningkatan/body masa index (BMI), merupakan
faktor resiko asma.
b. Faktor lingkungan
1) Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa,
serpihan kulit bintang seperti anjing, kucing, dan lain
sebagainya).
2) Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
c. Faktor lain
1) Alergen dari makanan
2) Alergen obat-obatan tertentu
3) Exercise-induced asthma
3. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita
asma bronchial adalah spasme otot polos edema dan inflamasi
memakan jalan nafas dan edukasi muncul intra minimal, sel-sel radang
dan deris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan
udara yang meredahkan volume ekspirasi paksa dan kecepatan aliran
penutupan prematur jalan udara, hiperinflamasipatu. Bertambahnya
kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan
dapat menyebabkan gangguan kebutuhan istirahat dan tidur. walaupun,
jalan nafas bersifat difusi, obstruksi menyebabkan perbedaan suatu
bagian dengan bagian lain ini berakibat perfusi bagian paru tidak
cukup mendapat ventilasi yang menyebakan kelainan gas-gas terutama
CO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi disaluran nafas antibodi COE berikatan dengan
alergi degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin di
lepaskan. Histomin menyebabkan kontruksi otot polos bronkiolus.
Apabila responhistamin juga merangsang pembentukuanmulkus dan
peningkatan permiabilitas kapiler maka juga akan terjadi kongesti dan
pembangunan ruang intensium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu
mudah mengalami degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas
respon peradangan tersebut. Hasil akhirnya adalah bronkospasme,
pembentukan mukus edema dan obstruksi aliran udara (Amin, 2015).
4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah
batuk dispnea dan mengi. Selain gejala di atas ada beberapa gejala
yang menyertai di antaranya sebagai berikut (Mubarak 2016 :198) :
a. Takipnea dan Orthopnea
b. Gelisah
c. Nyeri abdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan
d. Kelelahan
e. Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan
berbicara
f. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam
dada disertai pernafasan lambat
g. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang di banding inspirasi
h. Gerakan-gerakan retensi karbondioksida, seperti berkeringat,
takikardi dan pelebaran tekanan nadi
i. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam
dan dapat hilang secara spontan.
5. Penatalaksanaan
6. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma bronchial
diantaranya (Kurniawan Adi Utomo, 2015) :
a. Pneumonia
Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau
kedua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
b. Atelektasis
Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus).
c. Gagal nafas
Terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan
terjadi pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
d. Bronkitis
Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran
pernafasan di paru-paru yang kecil (bronkiolus) mengalami
bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan lendir (dahak).
Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam
upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.
e. Fraktur iga
Adalah patah tulang yang terjadi akibat penderita terlalu sering
bernafas secara berlebihan pada obstruksi jalan nafas maupun
gangguan ventilasi oksigen.
B. Sesak Nafas (Dyspnea)
1. Definisi
Dyspnea merupakan kondisi pernafasan yang abnormal apabila
dibandingkan dengan keadaan normal. Dyspnea merupakan gejala
yang umum ditemui dan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi dan
etiologi. Organ yang paling sering berkontribusi dalam dyspnea
adalah jantung dan paru.
2. Penyebab
Secara umum dyspnea disebabkan oleh:
a. Sistem kardiovaskular : gagal jantung
b. Sistem pernapasan: PPOK, Penyakit parenkim paru, Hipertensi
pulmonal, kifoskoliosis berat, faktor mekanik di luar paru
(asites, obesitas, efusi pleura)
c. Psikologis (kecemasan)
d. Hematologi (anemia kronik)
e. Penyebab dispnea akut: gagal jantung kiri, bronkospasme,
emboli paru, kecemasan
Dyspnea sebagai upaya peningkatan upaya untuk bernapas dapat
ditemui pada berbagai kondisi klinis penyakit. Penyebabnya adalah
meningkatnya tahanan jalan napas seperti pada obstruksi jalan napas atas,
asma, dan pada penyakit obstruksi kronik. Berkurangnya keteregangan
paru yang disebabkan oleh fibrosis paru, kongesti, edema, dan pada
penyakit parenkim paru dapat menyebabkan dyspnea. Penyebab lainnya
adalah pengurangan ekspansi paru seperti pada efusi pleura,
pneumotoraks, kelemahan otot, dan deformitas rongga dada.
3. Mekanisme Dyspnea
Dyspnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti
jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan
pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan
ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Dyspnea juga
dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap kompliance
paru, semakin rendah kemampuan terhadap kompliance paru maka
semakin besar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama
inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab
menurunnya kompliance paru bisa bermacam salah satunya adalah
digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi iritan
yang sama.
4. Manifestasi klinis
a. Batuk dan produksi skutum
Batuk adalah pengeluaran udara secara paksa yang tiba – tiba dan biasanya
tidak disadari dengan suara yang mudah dikenali.
b. Dada berat
Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada. Biasanya dada
berat diasosiasikan dengan serangan jantung. Akan tetapi, terdapat
berbagai alasan lain untuk dada berat. Dada berat diartikan sebagai
perasaan yang berat dibagian dada. Rata – rata orang juga
mendeskripsikannya seperti ada seseorang yang memegang jantungnya.
c. Mengi
Mengi merupakan bunyi yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul
ktika udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi adalah tanda
seseorang mengalami kesulitan bernapas. Bunyi mengi jelas terdengar saat
ekspirasi, namun bisa juga terdengar saat inspirasi. Mengi umumnya
muncul ketika saluran napas menyempit atau adanya hambatan pada
saluran napas yang besar atau pada seseorag yang mengalami gangguan
pita suara.
d. Perubahan saturasi oksigen
Oksigen dalam darah akan berikatan dengan hemoglobin dan akan
diedarkan ke seluruh tubuh. Apabila terjadi gangguan pada sistem
resspirasi, maupun pada hemoglobin akan mengakibatkan gangguan
jaringan.
Keadaan tubuh yang mengalami kekurangan oksigen ditandai dengan
adanya sianosis. Pada pasien dengan dyspnea yang diakibatkan oleh
ketidakmampuan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan udara. Keadaaan
ini akan menjadi lebih berat karena karbondioksida yang berlebihan dalam
cairan tubuh, akan tetapi dalam suatu waktu karbon dioksidaa dan oksigen
dalam cairan tubuh berada dalam batas normal, namun dibutuhkan usaha
bernafas dengan kuat. Kondisi ini akan membuat penurunan sirkulasi
oksigen ke jaringan menurun yang ditandai dengan pemeriksaan saturasi
oksigen di bawah 90%.
e. Perubahan keseimbangan asam basa
Analisa gas darah (AGD) arteri merupakan pemeriksaan diagnostik
yang dilakukan pada sampel darah arteri. AGD digunakan untuk
mengukur kapabilitas paru untuk menyediakan oksigen untuk mencukupi
kebutuhan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida, membantu
mengevaluasi status metabolik dan respirasi pasien, selain untuk
mengukur pH darah dan integritas keseimbangan asam basa pada tubuh.
Jika terdapat kelainan pada status asam basa, maka harus diperhatikan
status ventilasi karena ventilasi mempengaruhi status asam basa pasien.
PaCO2 merupakan indikator kecukupan dari ventilasi alveolar yang terkait
dengaan produksi CO2. Peningkatan PaCO2 akan merangsang
peningkatan ventilasi untuk mengembalikan PaCO2 ke nilai normal.
Apabila PaO2 dibawah normal, terjadi desaturasi proposional yang
bermakna selama terjadi penurunan pada PaO2 dan kadar oksigen arterial.
Apabila pengiriman oksigen berkurang akibat kadar oksigen arterial yang
rendah atau keluaran jantung inadekuat, hipoksia kritis terjadi di jaringan.

Anda mungkin juga menyukai