Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Teoritis

1. Model Talking Stick

a. Pengertian

Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi

ajar yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah

pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait

yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses

belajar mengajar.14 Dengan demikian model pembelajaran merupakan

cara-cara yang dilakukan seorang guru mulai dari awal pembelajaran

sampai akhir pembelajaran.

Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris

yang berarti berbicara. Talking Stick (tongkat berbicara) adalah

metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika

untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat

dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Talking Stick (tongkat

berbicara) telah digunakan selama berabad-abad oleh suku-suku

Indian sebagai alat penyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat

berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa

yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai

berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat.

14
Istarani, 58 Model Pembelajaran Inovatif, Jilid 1 (Medan: Media Persada, 2014), hlm. 1.

9
10

Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau

menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah

dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan

pendapatnya. Apabila semua sudah mendapat giliran berbicara,

tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat. Dari

penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Talking Stick dipakai

sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang

diberikan secara bergiliran/bergantian.

Talking Stick merupakan suatu model pembelajaran yang

menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa

yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus

menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke

tangan siswa lainnya secara bergiliran.15 Dengan demikian pada

model ini siswa dituntut mandiri yaitu harus mampu bertanggung

jawab terhadap dirinya sendiri dengan tidak bergantung pada siswa

yang lainnya.

Pembelajaran dengan Talking Stick mendorong peserta didik

untuk berani mengemukakan pendapat. Pembelajaran dengan Talking

Stick ini diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang

akan dipelajari.16 Disamping itu model pembelajaran Talking Stick

juga membuat anak didik ceria, senang dan melatih mental anak didik

15
Ibid., hlm. 281.
16
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012), hlm. 109.
11

untuk siap pada kondisi dan situasi apapun.17 Sehingga dapat

disimpulkan model ini dapat membuat siswa ceria, berani

mengemukakan pendapat, dan melatih mental.

b. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Talking Stick

Langkah-langkah model pembelajaran Talking Stick sebagai

berikut:

1. Guru menyiapkan sebuah tongkat.

2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian

memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan

mempelajari materi.

3. Setelah kelompok selesai membaca materi/buku pelajaran dan

mempelajarinya, peserta didik menutup bukunya.

4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik,

setelah itu guru memberikan pertanyaan dan peserta didik

memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian

seterusnya sampai sebagian besar peserta didik mendapat bagian

untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.

5. Guru memberikan kesimpulan.

6. Evaluasi.

7. Penutup.18

17
Istarani, Op.Cit., hlm. 282.
18
Istarani, Op.Cit., hlm. 285.
12

c. Kelebihan Model Pembelajaran Talking Stick

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan

karena keefektifan setiap model tergantung bagaimana kondisi yang

ada di sekolah atau kelas tersebut. Ada beberapa kelebihan pada

model pembelajaran Talking Stick diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menguji kesiapan peserta didik dalam pembelajaran

2. Melatih peserta didik memahami materi dengan cepat

3. Memacu agar peserta didik lebih giat belajar (belajar dahulu

sebelum pelajaran dimulai)

4. Peserta didik berani mengemukakan pendapat

5. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang

dirasakan lebih baik.19

d. Kekurangan Model Pembelajaran Talking Stick

Kekurangan dari model pembelajaran Talking Stick adalah

sebagai berikut:

1. Kurang terciptanya interaksi antara siswa dalam proses belajar

mengajar.

2. Kurangnya menciptakan daya nalar siswa sebab ia bersifat

memahami apa yang ada di dalam buku.

3. Kemampuan menganalisis siswa hanya mempelajari dari apa-apa

yang ada di dalam buku saja.20

19
Istarani, Op.Cit., hlm. 287.
20
Istarani, Op.Cit., hlm. 288.
13

2. Strategi FIRE-UP

a. Pengertian

Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang

harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat

dicapai secara efektif dan efisien.21 Strategi pembelajaran hendaknya

menitik beratkan pada usaha pengembangan berfikir untuk memproses

informasi yang berguna. Proses berfikir yang sesuai dengan otak siswa

akan membuat siswa dapat menemukan gaya belajar dan teknik yang

memungkinkan membuka kekuatan otak sehingga siswa dapat

menyerap informasi dengan baik.

Strategi FIRE-UP merupakan metode belajar yang dipercepat

dengan strategi yang memberi penekanan untuk mempengaruhi pola

interaksi siswa yang melibatkan siswa dalam menelaah materi sebelum

pelajaran dimulai yang diberikan sebagai tugas pengetahuan awal

siswa.22 Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi FIRE-UP

merupakan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan

pemahaman konsep siswa khususnya hidrokarbon, karena pada

hakikatnya strategi ini membuat siswa menjadi pembelajar alami yang

dapat memaksimalkan kemampuan dan menekankan pada proses

belajar yang selaras dengan otak siswa dalam belajar.

21
Istarani, Op.Cit., hlm. 1.
22
Betty M.Turnip dan Tommy Lesmana Sibiruan, Op.Cit., hlm 20.
14

b. Langkah-langkah FIRE-UP

Setiap huruf dari FIRE-UP mewakili masing-masing keenam

langkah tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Foundation (fondasi)

Fondasi merupakan persiapan yang memberikan rasa percaya

diri saat menerima informasi yang dapat dilakukan dengan

mengerjakan tugas baru sebelum menerima informasi.23 Sehingga

dapat disimpulkan dengan adanya tugas awal maka daya ingat

terhadap informasi yang diterima akan menjadi jauh lebih kuat.

Selain itu juga memudahkan siswa untuk menyerap informasi yang

dipelajari dan dapat diingat kembali jika diperlukan.

2. Intake Information (menyerap informasi)

Pada tahap menyerap informasi, guru menjelaskan materi

pelajaran sedangkan siswa menyerap informasi yang diberikan oleh

guru melalui indera yaitu penglihatan, pendengaran, tangan,

penciuman, dan pengecap. Dimana di dalam menyerap informasi ini

siswa dapat menambah pengetahuan awal siswa.24 Sehingga dapat

disimpulkan pada tahap ini pengetahuan siswa akan semakin kuat

dan bertambah.

3. Real Meaning (makna sebenarnya)

Pada tahap ini memberikan peluang bagi siswa menciptakan

makna sebenarnya untuk informasi baru yang baru saja diserap. Ini

23
Miterianifa dan Meliza, Op.Cit., hlm. 288.
24
Miterianifa dan Meliza, Loc.Cit.,
15

dilakukan melalui proses asimilasi. Asimilasi adalah proses

mengaitkan informasi baru ke dalam pengetahuan dasar yang

dimiliki saat ini.25 Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan

adanya tahap ini siswa mendapatkan makna sebenarnya dan

memahami konsep dari materi yang diajarkan. Dalam proses

asimilasi informasi ini, guru membagikan tugas mengaitkan

informasi, dimana siswa menggunakan preferensi yaitu:

a. Kesamaan, yaitu mencari kesamaan antara informasi yang baru

diterimanya dengan pengetahuan awal yang dimilikinya yang

saling berkaitan.

b. Berlawanan, yaitu siswa mempertanyakan apabila terdapat

perbedaan antara pengetahuan awal siswa dengan informasi yang

baru diserapnya

c. Sistematis, yaitu siswa menyusun informasi secara teratur dan

berurutan sehingga mudah dimengerti.26

4. Express Your Knowledge (ungkapkan pengetahuan)

Siswa mengungkapkan pengetahuannya kepada teman

kelompok yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan informasi

yang diserap yang telah dikaitkan dengan pengetahuan awal siswa.27

Sehingga dapat disimpukan dengan adanya tahap ini akan

25
Madden Thomas, FIRE-UP Your Learning (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2002), hlm. 189.
26
Madden Thomas, Op.Cit., hlm. 193.
27
Miterianifa dan Meliza, Op.Cit., hlm. 289.
16

berdampak positif yaitu mampu menambah kepercayaan diri siswa

dan juga dapat melihat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

5. Use Available Resources (memanfaatkan sumber-sumber daya yang

tersedia)

Siswa dalam kelompoknya berdiskusi tentang materi yang

kurang dimengerti. Siswa akan memanfaatkan sumber-sumber daya

yang ada seperti teman yang lebih mengerti dan memahami

pelajaran, buku pelajaran sebagai sumber acuan, guru sebagai

fasilitator.28 Sehingga dapat disimpulkan jika siswa kurang atau

tidak paham tentang materi yang dipelajari maka dapat

memanfaatkan sumber yang ada seperti teman dan buku.

6. Plan of Action (perencanaan tindakan)

Perencanaan didefinisikan sebagai proses menetapkan cara

mencapai suatu tujuan yang diinginkan, dan apa yang diperlukan

untuk melakukannya.29 Perencanaan tindakan didasarkan pada

semua yang telah diterapkan siswa. Perencanaan tindakan

merupakan suatu proses menetapkan cara mencapai suatu tujuan

yang diinginkan yaitu bagaimana tindakan siswa mengerjakan LKS.

3. Hasil Belajar

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

28
Miterianifa dan Meliza, Loc.Cit.,
29
Madden Thomas, Op.Cit., hlm. 279.
17

lingkungannya.30 Belajar merupakan proses dalam diri individu yang

berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam

perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung

dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Perubahan itu

diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam

waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman. 31 Sehingga

dapat disimpukan bahwa belajar merupakan suatu proses dari seseorang

yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang

relatif menetap.

Salah satu indikator tercapai atau tidaknya suatu proses

pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Hasil belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan proses belajar yang

telah dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan suatu evaluasi.

Hasil belajar diartikan sebagai hasil akhir pengambilan keputusan tentang

tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses belajar,

pembelajaran berhasil jika tingkat pengetahuan siswa bertambah dari hasil

sebelumnya.32 Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa adalah

kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.

Menurut Bloom dalam Sardiman, perubahan sebagai hasil belajar

siswa dapat diklasifikasikan menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah

30
Slameto, Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hlm. 2.
31
Purwanto, Op.Cit., hlm. 45.
32
Agus Suprijono, Op.Cit., hlm. 5.
18

afektif, dan ranah psikomotor. Masing-masing ranah ini dirincikan lagi

menjadi beberapa jangkauan kemampuan (level of competence) sebagai

berikut:33

a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri

dari enam aspek yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek

yakni penerimaan, jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

c. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ranah ini terdiri dari enam aspek yakni gerakan

refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,

keharmonisan/ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, serta gerakan

ekspresif dan interpretatif.

Ketiga ranah belajar yang telah dikemukakan di atas, tidak dapat

berdiri sendiri tetapi saling berkaitan satu sama lain, bahkan ada dalam

kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya

dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya, ketiga

aspek tersebut saling berkaitan satu sama lainnya dalam membentuk

perubahan perilaku individunya.34 Sehingga dapat disimpulkan ketiga

ranah tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Keberhasilan dalam belajar sangat dipengaruhi oleh berfungsinya

secara integratif dari setiap faktor pendukungnya. Secara global, faktor-


33
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Grafindo Persada,
2011), hlm. 42.
34
Ibid., hlm. 43.
19

faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga

macam, yakni:35

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi

jasmani dan rohani siswa.

a) Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang

menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya,

dapat mempengaruhi semangat dan intesitas siswa dalam mengikuti

pelajaran.

b) Aspek Psikologis

Faktor-faktor rohaniah siswa yang mempengaruhi proses

pembelajaran seperti tingkat kecerdasan/intelegensi siswa, sikap

siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan

disekitar siswa.

a) Lingkungan Sosial

Yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah lingkungan

sekolah, masyarakat, dan tetangga juga teman-teman sepermainan di

sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan sosial yang lebih

banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga

siswa sendiri.

35
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 145-156.
20

b) Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah

gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa

dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang

digunakan siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya

belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa

untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan

mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini, seorang guru yang kompeten

dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-

kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkan gejala

kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang

menghambat proses belajar mereka.

4. Hidrokarbon

Dalam mempelajari senyawa organik, selalu dimulai dengan

senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa yang hanya mengandung unsur

hidrogen dan karbon. Senyawa ini dibagi atas hidrokarbon alifatik dan

aromatik. Hidrokarbon alifatik adalah senyawa hidrokarbon yang tidak

mengandung inti benzena, baik dalam senyawa berantai lurus dan

bercabang maupun yang siklik. Hidrokarbon aromatik adalah senyawa


21

hidrokarbon yang mengandung inti benzena, yaitu rantai enam karbon

yang melingkar tetapi stabil.36

a. Kekhasan Atom Karbon

Hal khusus dari atom karbon adalah kemampuannya untuk

mengikat atom karbon lain menghasilkan rantai atau cincin dengan

panjang beragam. Beberapa unsur memiliki kemampuan terbatas untuk

membentuk rantai atau cincin seperti atom karbon, hanya atom karbon

yang dapat melakukan hal ini dengan sejumlah atom lain.

Karbon memiliki empat elektron terluar yang berikatan kovalen

dengan atom karbon lain membentuk rantai bercabang atau melingkar

berupa cincin. Selain itu, atom lain seperti oksigen, nitrogen, dan

belerang dapat terikat pada atom karbon melalui ikatan tunggal dan

rangkap.37

b. Posisi Atom C dalam Rantai Karbon

Berdasarkan jumlah atom C yang diikat oleh setiap atom C, ada 4

kemungkinan posisi atom C dalam rantai karbon, yaitu sebagai berikut:

Atom C primer : Atom C yang hanya mengikat 1 atom C lainnya

Atom C sekunder : Atom C yang mengikat 2 atom C lainnya

Atom C tersier : Atom C yang mengikat 3 atom C lainnya

Atom C kuarterner : Atom C yang mengikat 4 atom C lainnya

36
Syukri S., Op.Cit., hlm. 686.
37
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2 (Bandung: Yrama Widya, 2012), hlm. 448-449.
22

c. Alkana

Sebagai hidrokarbon jenuh, semua atom karbon dalam alkana

mempunyai empat ikatan tunggal dan tidak ada pasangan elektron bebas.

Semua elektron terikat kuat oleh kedua atom. Akibatnya, senyawa ini

cukup stabil dan disebut juga parafin yang berarti kurang reaktif.

Rumus senyawa alkana bergantung pada jumlah atom C,

sedangkan jumlah H ditentukan oleh jumlah C tersebut. Karena atom C

bertangan empat dan H bertangan satu, maka rumus alkana beratom C

=1, 2, 3 berturut-turut adalah CH4, C2H6, dan C3H8. Dengan demikian

didapatkan rumus umum alkana CnH2n+2. Nama senyawa alkana harus

sesuai dengan jumlah atom C-nya, dan diberi akhiran ‘ana’.

Tabel II.1 Rumus, Nama, serta Sifat Fisik Alkana38


Rumus Nama Titik Didih (oC) Titik Leleh (oC) Wujud
CH4 Metana -183 -162 Gas
C 2 H6 Etana -172 -89 Gas
C 3 H8 Propana -187 -42 Gas
C4H10 Butana -135 0 Gas
C5H12 Pentana -130 36 Cair
C6H14 Heksana -94 69 Cair
C7H16 Heptana -91 98 Cair
C8H18 Oktana -57 126 Cair
C9H20 Nonana -54 151 Cair
C10H22 Dekana -30 171 Cair

38
Syukri S., Op.Cit., hlm. 687.
23

Tatanama Alkana

Nama alkana pada tabel adalah untuk rantai yang lurus, sedangkan

untuk yang bercabang harus diberi nama lain. Nama cabang disebut alkil,

yaitu alkana yang kehilangan satu atom H dengan rumus CnH2n+1. Nama

satu gugus sesuai dengan alkananya dan mengganti akhiran ‘ana’ dengan

‘il’. Menurut badan dunia IUPAC, tatanama alkana bercabang disusun

dengan cara berikut.

1) Carilah rantai C terpanjang dan tuliskan nama induk sesuai dengan

jumlah C tersebut.

2) Berikan nomor mulai dari arah cabang terdekat.

3) Tuliskan nama gugus alkil di depan nama induk dan berikan nomor

alkil tersebut sesuai nomor cabangnya.

Sebagai contoh:

CH3 CH2 – CH3

CH3 – CH – CH2 – CH – CH2 – CH2 – CH3

a) Rantai terpanjang terdiri dari 7 karbon, sehingga nama induk

adalah heptana.

b) Pemberian nomor dimulai dari kiri.

c) Terdapat dua cabang, yaitu metil dan etil, masing-masing pada

atom C nomor 2 dan 4.

d) Jadi, nama lengkap senyawa adalah 4etil-2metil-heptana39

39
Ibid., hlm. 690-691.
24

d. Alkena

Alkena adalah senyawa alkana yang kehilangan sepasang

hidrogen dari dua karbon yang berdekatan, sehingga ada ikatan rangkap

antara karbon tersebut. Rumus umum alkena adalah CnH2n. Nama

alkena diturunkan dari alkana dengan mengganti akhiran ‘ana’ dengan

‘ena’. Alkana dapat merupakan gugus pada cabang dengan kehilangan

satu atom H di tempat cabang tersebut. Nama gugus itu sesuai dengan

nama alkenanya dan diberi akhiran ‘il’.40

Tatanama untuk alkena menurut IUPAC didasarkan pada rantai

terpanjang yang mengandung ikatan rangkap dua. Seperti pada alkana,

rantai terpanjang ini merupakan nama induk dimana akhiran –ana pada

alkena diganti dengan –ena. Rantai karbon terpanjang dinomori dari

ujung terdekat ikatan rangkap dua karbon-karbon. Nomor posisi ini

ditulis di depan nama induk alkena. Rantai cabang dinamai seperti pada

alkana.41 Contoh:

CH2 = CH – CH = CH – CH3

(1,3-pentadiena)

CH2 = CH – CH = CH – CH = CH2

(1,3,5-heksatriena)

40
Ibid., hlm. 693-694.
41
Yayan Sunarya, Op.Cit., hlm. 455.
25

e. Alkuna

Alkuna adalah alkana yang telah kehilangan dua pasang hidrogen

pada atom karbonnya yang berdekatan, sehingga membentuk ikatan

rangkap tiga. Rumus umum alkuna adalah CnH2n-2 .42 Alkuna dinamai

menurut aturan IUPAC sama seperti pada alkena, dengan pengecualian

bahwa rantai induk yang sama ditentukan dari rantai terpanjang yang

mengandung ikatan rangkap tiga karbon-karbon. Akhiran untuk nama

induk ini adalah –una.43

Contoh:

C2H2 (etuna)

C5H8 (pentuna)

CH ≡ C – CH2 – CH3 (1-butuna)

CH3 – C ≡ C – CH3 (2-butuna)44

f. Isomer
Isomer adalah senyawa yang mempunyai rumus molekul sama tetapi

dapat disusun dengan struktur molekul berbeda. Semakin banyak atom C

semakin banyak pula bentuk isomernya, contoh isomer C5H12 ada tiga,

yaitu:

CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH3 (n pentana)

CH3

CH3 – C – CH3 (2,2 dimetil propana)

CH3

42
Syukri S., Op.Cit., hlm. 695.
43
Yayan Sunarya, Op.Cit., hlm. 458.
44
Syukri S., Loc.Cit.,
26

CH3 – CH – CH2 – CH3 (2 metil butana) 45

CH3

1) Isomer pada alkana

Alkana hanya mempunyai isomer kerangka. Isomer kerangka

adalah kelompok senyawa yang memiliki Mr sama, tetapi berbeda

kerangka karbonnya.

2) Isomer pada alkena

a) Isomer kerangka. Seperti halnya alkana, isomer kerangka pada

alkena disebabkan oleh kerangka karbon yang berbeda. Selain itu,

isomer kerangka pada alkena harus memiliki nomor ikatan rangkap

yang sama.

b) Isomer posisi adalah kelompok senyawa isomer yang disebabkan

oleh perbedaan posisi ikatan rangkap pada rantai karbon.

c) Isomer geometris adalah kelompok senyawa isomer yang disebabkan

oleh perbedaan letak geometris dari gugus yang terikat pada atom C

berikatan rangkap.

3) Isomer pada alkuna

Pada alkuna, terdapat tiga jenis isomer, yaitu isomer kerangka,

isomer posisi, dan isomer fungsi. Penyebab isomer kerangka dan isomer

posisi pada alkuna sama seperti yang terjadi pada alkena.

45
Syukri S., Op.Cit., hlm. 688-689.
27

g. Reaksi Hidrokarbon

1) Reaksi Oksidasi

Semua hidrokarbon terbakar dalam oksigen berlebih

menghasilkan karbon dioksida dan air. Hidrokarbon tak jenuh

dioksidasi pada kondisi lebih rendah dari hidrokarbon jenuh.

2) Reaksi Substitusi Alkana

Reaksi substitusi adalah reaksi dimana bagian dari molekul

pereaksi menggantikan atom H pada hidrokarbon atau gugus

hidrokarbon. Semua atom H dari alkana dapat diganti, menghasilkan

campuran berbagai produk.46

3) Reaksi adisi alkena

Alkena lebih reaktif daripada alkana akibat adanya ikatan rangkap

dua. Banyak pereaksi yang dapat bereaksi dengan ikatan rangkap dua

karbon-karbon. Misalnya penambahan halogen, seperti Br, terhadap

propena. Suatu reaksi adisi adalah reaksi dimana pereaksi ditambahkan

pada tiap atom karbon di bagian ikatan rangkap karbon-karbon.47

B. Pengaruh Penerapan Model Talking Stick dalam Strategi FIRE-UP

terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Materi Hidrokarbon.

Proses pembelajaran akan berlangsung apabila adanya interaksi antara

guru dan siswa. Selama ini proses pembelajaran masih didominasi oleh guru

sehingga siswa hanya menerima informasi dari guru tanpa terlibat aktif dalam

pembelajaran sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa tidak akan bertahan

46
Yayan Sunarya, Op.Cit., hlm. 459.
47
Ibid., hlm. 460.
28

dalam jangka waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena siswa tidak mampu

mengembangkan keterampilan berfikir dalam menyerap informasi.

Keterampilan berpikir siswa dalam menyerap informasi dapat

berkembang apabila siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Salah satu strategi

yang cocok untuk menjadikan siswa turut aktif dalam pembelajaran adalah

strategi FIRE-UP. Dalam strategi FIRE-UP ini siswa lebih banyak untuk

mengerjakan tugas-tugas, yaitu tugas pengetahuan awal, tugas mengaitkan

informasi, lembar kerja siswa dan evaluasi. Oleh sebab itu siswa lebih banyak

dituntut untuk belajar dan siswa semakin terlatih dalam mengerjakan soal.

Dengan adanya pengetahuan awal yang dimiliki siswa maka FIRE-UP

memiliki kesesuaian dengan model Talking Stick. Model pembelajaran Talking

Stick yaitu permainan dengan menggelindingkan tongkat pada semua siswa

dan bila lagu selesai, siswa yang memegang tongkat terakhir harus menjawab

pertanyaan dari guru atau siswa yang lain. Sehingga dapat menguji

pemahaman siswa terhadap materi dengan sebuah permainan dan juga dapat

mengurangi kebosanan siswa belajar di dalam kelas, yakni menyelingi

pembelajaran dengan permainan. Model ini dapat menciptakan suasana yang

menyenangkan dan juga dapat melatih siswa berbicara sehingga siswa lebih

aktif. Hal ini tentu sangat diperlukan dimana saat ini dalam proses

pembelajaran masih jarang digunakan model pembelajaran yang dapat

membuat siswa menjadi antusias dalam mengikuti pelajaran kimia khususnya

pada materi hidrokarbon.


29

C. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan Miterianifa dan Meliza, dalam hasil penelitiannya

menyimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran FIRE-UP di SMA

Muhammadiyah 1 Pekanbaru dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Dibuktikan dari data akhir diperoleh thitung 5,40 dan ttabel 1,67 hal ini

menunjukakan thitung>ttabel maka hipotesis dapat diterima dengan

peningkatan hasil belajar menggunakan rumus gain ternormalisasi 0,79 pada

kategori tinggi.48

2. Penelitian yang dilakukan Betty M.Turip dan Tommy Lesmana Siburian

dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ada pengeruh strategi

pembelajaran FIRE-UP terhadap hasil belajar siswa pada materi Hukum

Newton di kelas VIII semester I SMP PTPN IV Bah Jambi dengan

thitung>ttabel = 2,53>1,65.49

3. Penelitian yang dilakukan Dony Dwi Erwiyanto dalam hasil penelitiannya

menyimpulkan bahwa melalui model Talking Stick dapat meningkatkan

hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Kaliwungu. Hal ini dibuktikan

hasil belajar sebesar 63,625 menjadi 64,50 yaitu dapat dikatakan mengalami

kenaikan sebesar 0,875.50

48
Miterianifa dan Meliza, Op.Cit., hlm. 306.
49
Betty M.Turip dan Tommy Lesmana Siburian, Op.Cit., hlm. 23.
50
Dony Dwi Erwiyanto, Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X E SMA Negeri
1 Kaliwungu Kabupaten Kendal Melalui Model Pembelajaran Talking Stick Tahun Pelajaran
2011/2012 (Semarang: Indonesian Journal of History Education Universitas Negeri Semarang,
ISSN. 2252-6641, 2013), hlm. 54.
30

4. Penelitian yang dilakukan oleh Putu Andika Pratama, Gege Sudirtha dan

Desi Seri Wahyuni menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran

Talking Stick berbantuan Crossword Puzzle dapat meningkatkan hasil

belajar SMP Negeri 2 Singaraja. Dibuktikan dengan dari nilai rata-rata kelas

68,97 dengan presentase ketuntasan klasikal (KK) sebesar 69% meningkat

menjadi 72,50 dengan persentase ketuntasan klasikal (KK) meningkat

menjadi 81%.51

5. Penelitian yang dilakukan oleh Karnia Yaberdak Gintoe, Yusu Kandek dan

Amiruddin Hatibe menyimpulkan bahwa ada pengaruh hasil IPA Fisika

antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dengan siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.52

6. Penelitian yang dilakukan oleh Agustin Purwaningsih, Sulistyo Saputra dan

Sri Retno Dwi Ariani menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh model

pembelajaran Kooperatif tipe Talking Stick dan TGT pada materi hidrolisis

garam terhadap prestasi belajar kognitif siswa dan tidak ada pengaruh pada

prestasi belajar afektif siswa53.

Persamaan penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan

dilakukan peneliti adalah dengan kesamaan menggunakan model Talking

51
Putu Andika Pratama, Op.Cit., hlm. 542.
52
Karnia Yaberdak Gintoe, Yusu Kandek dan Amiruddin Hatibe, Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperati Tipe Talking Stick terhadap Hasil Belajar IPA Fisika pada Siswa Kelas
VII SMP Negeri 9 Palu (Sulawesi Tengah: Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Universitas
Tadulako, ISSN. 23383240, Volume 3, Nomor 4), hlm. 6.
53
Agustin Purwaningsih, Sulistyo Saputra dan Sri Retno Dwi Ariani, Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick dan Team Games Tournamen (TGT) ditinjau dari
Kemampuan Matematik pada Materi Pokok Hidrolisis Garam terhadap Prestasi Belajar Siswa
Kelas XI SMA N Kebakkramat Tahun Pelajaran 2013/2014 (Semarang: Jurnal Pendidikan Kimia
UNS), hlm. 31.
31

Stick dan menggunakan strategi FIRE-UP secara terpisah serta kombinasi

Talking Stick dengan TGT dan Crossword Puzzle. Sedangkan perbedaannya

adalah peneliti menggabungkan model Talking Stick dengan Strategi FIRE-

UP, dan variabel yang diukur yaitu pada penelitian relevan prestasi belajar

sedangkan pada penelitian yang akan diteliti adalah hasil belajar, dan

sampel yang digunakan yaitu Siswa SMP sedangkan penelitian peneliti

yaitu SMA, serta pokok bahasan yaitu, asam basa, sejarah, hukum newton,

IPA fisika dan hidrolisis garam sedangkan penelitian yang akan diteliti yaitu

pokok bahasan hidrokarbon.

D. Konsep Operasional

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 variabel, yaitu:

a. Variabel bebas, yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran

Talking Stick disertai strategi pembelajaran FIRE-UP.

b. Variabel terikat, hasil belajar siswa merupakan hasil belajar terikat. Hasil

belajar ini dapat dilihat dari hasil tes yang dilaksanakan pada akhir

pertemuan.

2. Prosedur Penelitian

Prosedur dari penelitian ini adalah:

a. Tahap persiapan

1) Menetapkan kelas penelitian yaitu kelas X SMA Negeri 2 Kampar

tahun ajaran 2016/2017 sebagai subjek penelitian.


32

2) Menetapkan pokok bahasan yang akan disajikan pada siswa yaitu

hidrokarbon.

3) Mempersiapkan perangkat pembelajaran berupa silabus, program

semester, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), soal evaluasi,

soal uji homogenitas, soal pretest dan postest.

4) Melakukan uji homogenitas untuk kedua kelas sampel dan mengolah

tes ulangan siswa dan selanjutnya memilih kelas eksperimen dan kelas

kontrol.

5) Mempersiapkan lembar observasi untuk guru.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Melaksanakan pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2) Pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan materi yang sama

yaitu pokok bahasan hidrokarbon.

3) Pada kelas eksperimen dengan menggunakan model Talking Stick

dalam strategi pembelajaran FIRE-UP sedangkan untuk kelas kontrol

dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab. Adapun langkah-

langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

a) Kelas eksperimen

(1) Peneliti memberikan tugas pendahuluan kepada masing-

masing siswa untuk dikerjakan sebagai pengetahuan dasar

siswa (Foundation).

(2) Peneliti menyampaikan materi yang berkenaan dengan tugas

pendahuluan. (Intake Information)


33

(3) Siswa menciptakan makna sebenarnya melalui proses asimilasi

atau menggabungkan, mengaitkan atau menambahkan

informasi baru ke dalam pengetahuan dasar. Proses asimilasi

ini dapat dilakukan siswa dengan mengaitkan atau

menambahkan informasi yang diterima dari penjelasan peneliti

ke dalam pengetahuan awal yang dimiliki siswa. (Real

Meaning).

(4) Peneliti meminta siswa duduk pada kelompoknya diskusi yang

telah ditentukan sebelumnya dan memberikan soal pada

masing-masing kelompok. Dan Peneliti membimbing siswa

mengungkapkan pengetahuan yang didapat kepada teman

kelompoknya. (Express Your Knowladge)

(5) Siswa berdiskusi di dalam kelompok dan menanyakan hal-hal

yang tidak mengerti dalam mengerjakan soal dengan

memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia seperti teman

maupun buku bacaan. (Use Available Resources).

(6) Peneliti meminta siswa mempresentasikan hasil kerja

kelompoknya. Yang akan mempresentasikan diundi dengan

bantuan tongkat, dimana siswa yang memegang tongkat

terlebih dahulu wajib menjawab satu pertanyaan yang ada di

dalam lembar soal, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus

menerus sampai semua soal habis. (Plan of Action dan Talking

Stick)
34

(7) Peneliti bersama-sama siswa menyimpulkan materi yang telah

dipelajari dan mengklarifikasi sekiranya ada yang perlu

diluruskan dalam pemahaman siswa.

b) Kelas kontrol

(1) Peneliti menjelaskan materi pokok sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai.

(2) Membagikan lembar soal evaluasi.

(3) Membimbing siswa menyelesaikan soal-soal yang ada.

(4) Mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan siswa

(5) Membimbing siswa menyimpulkan materi yang telah

dipelajari.

c. Tahap Akhir

1) Pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah semua materi pokok

bahasan hidrokarbon selesai diajarkan, guru memberikan post-test

mengenai pokok bahasan tersebut untuk menentukan peningkatan

hasil belajar siswa.

2) Data akhir (selisih dari pretest dan posttest) yang diperoleh dari kedua

kelas akan dianalisis dengan menggunakan rumus statistik.

3) Pelaporan.
35

E. Hipotesis

Ha : Ada pengaruh penerapan model Talking Stick dalam strategi FIRE-UP

terhadap hasil belajar kimia siswa pada materi hidrokarbon di kelas X

SMA Negeri 2 Kampar.

Ho : Tidak ada pengaruh penerapan model Talking Stick dalam strategi

FIRE-UP terhadap hasil belajar kimia siswa pada materi hidrokarbon di

kelas X SMA Negeri 2 Kampar.

Anda mungkin juga menyukai