Selesai
Selesai
“HIPERTENSI ”
Disusun Oleh :
Nurul Nuraeni, S.Farm
(2019001205)
Pembimbing PKPA:
Dra Setianti Haryani, M.Farm, Apt
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai Pemantauan terapi
obat pada pasien hipertensi . Tugas ini dibuat sebagai salah satu aspek penilaian dalam Praktek
Kerja Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila agar setiap calon Apoteker
mendapat pengetahuan mengenai pengobatan yang rasional pada pasien hipertensi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih
kepada pembimbing di Rumah Sakit tempat penulis melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker
yaitu Ibu Dra Setianti Haryani, M.Farm, yang telah membimbing penulis dalam melakukan
penyelesaian penulisan dalam melakukan pemantauan terapi obat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tugas ini, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun agar tugas ini dapat menjadi lebih baik.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah
wawasan para pembacanya, khususnya di bidang farmasi.
Jakarta, November
2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi masih menjadi salah satu penyebab utama mortalitas dan morbilitas dinegara
berkembang seperti Indonesia. Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat dari beberapa
interaksi yang berperan sebagai factor resiko. Factor pemicu terjadinya hipertensi dibedakan
menjadi beberapa factor salah satu contohnya yaitu factor yang tidak dapat dikontrol seperti
obesitas, kekurangan aktifitas fisik, perilaku merokok pola konsumsi yang mengandung natrium
dan lemak jenuh, tekanan yang terlampau tinggi.pada umumnya resiko terpenting adalah
serangan otak akibat pecahnya suatu kafiler, Untuk itulah pentingnya diagnosis dini serta
penatalaksanaan yang tepat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang akan terjadi atau
mencegah kerusakan lebih lanjut yang sedang terjadi.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatkan nya tekanan darah arteri yang persisten.
The Seventh Joint National committee mengklasifasikan tekanan darah pada orang dewasa
seperti yang tertera pada table 10.1.
B. Patofisiologi
Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh penyebab yang
spesifik ( hipertensi sekunder ) atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui
penyebabnya ( hipertensi primer atau esensial ). Hipertensi sekunder bernilai kurang dari
10% kasus hipertensi,pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal
kronik atau renovascular. Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder
antara lain pheocrhromocytoma, sindrom Cushing, hipertiroid. Hipertiroid, aldosteronn
primer, kehamilan, obstruktif sleep apnen, dan kerusakan aorta. Beberapa obat yang dapat
meningkatkan tekanan darah adalah kortikosteroid, estrogen, AINS ( Anti Inflamasi Non
Steroid ), amphetamine, sibutramin, siklosporin, tacrolimus, erythropoietin. dan
venlafaxine
D. Faktor resiko
Faktor resiko hipertensi dibedakaan menjadi 2 kelompok yaitu :
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
Faktor resiko yang melekat pada penderita hipertensi dan tidak dapat diubah, antara
lain: umur, jenis kelamin dan genetic.
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, resiko
terkena hipertensi menjadi lebih besar. Merurut riskesdas 2007 pada kelompok umur
>55%. Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan
darah sistolik. Kejadian ini disebabkan oleh perubahan stuktur pada pembuluh darah
besar.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai risiko
sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah sistolik disbanding
dengan perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung
meningkatkan tekanan darah. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi
hipertensi pada perempuanmeningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, hipertensi pada
perempuan lebih tinggi dibanding dengan pria, akibat factor hormonal. Menurut
Riskesdas 2007, prevalensi hipertensi pada perempuan sedikit lebih tinggi dibanding
pria.
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (factor keturunan) juga
meningkatkan risiko hipertensi, terutama hipertensi primer (esensial). Tentunya factor
lingkungan lain ikut barperan. Faktor genetic juga berkaitan dengan metabolism
pengaturan garam dan renin membrane sel. Menurut Davidson bila kedua orang
tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya, dan bila
salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi sekitar 30% akan turun ke anak-
anaknya.
Berat Badan ( Kg )
IMT =
Tinggi Badan ( m ) × Tinggi Badan ( m)
Klasifikasi IMT orang Indonesia berdasarkan rekomendasi WHO pada populasi
Asia Pasifik tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 2, dibawah ini :
Tabel 2. Klasifikasi indeks Massa Tubuh (IMT) Populasi Asia Menurut WHO
a. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karnon monoksida yang dihisap melalui
rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusakm lapisan endotel pembuluh darah
arterial, zat tersebut mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada
studi autopsi, dibuktikan adanya kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan proses
artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung
bertambah. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi akan semakin meningkatkan
risiko kerusakan pembuluh darah arteri.
F. Gejala klinis
Penderita hipertensi primer yang sederhana pada umumnya tidak disertai gejala.
Penderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu penyakit. Penderita feokromasitoma
dapat mengalami sakit kepala paroksimal, berkeringat, takikardia, palpitasi, dan hipotensi
ortostati. Penderita hipertensi sekunder pada sindrom Cushing dapat terjadi peningkatan berat
badan, poliuria, edema, menstruasi irregular, jerawat atau kelelahan otot.
1. Faktor risiko
a. Merokok
b. Obesitas (BMI ≥30)
c. Immobilitas
d. Dislipidemia
e. Diabetes mellitus
f. Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR<60 ml/min
g. Umur (>55 tahun untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan)
h. Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki < 55 tahun atau
perempuan < 65 tahun)
2. Kerusakan organ target penderita hipertensi
Didapat melalui anamnesis mengenai riwayat penyakit atau penemuan diagnosis
sebelumnya yang bertujuan membedakan penyebab yang mungkin, apakah sudah ada
kerusakan organ target sebelumnya atau disebabkan hipertensi. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik harus meliputi hal-hal seperti:
a. Penyakit jantung (angina, gagal jantung, PTCA, bypass)
b. Stroke
c. Nefropati
d. Retinopati
e. Penyakit arteri perifer
G. Komplikasi
1. Ada enam compeling inditions yang didentifikasi oleh JNC 7 menunjuakn
antihipertensi spesifik. Hal ini didukung oleh data klinik compeling indications
2. Rekomendasi terapi obat adalah kombinasi dengan diuretic thiazide.
A. Gagal Jantung
Diuretik merupakan salah satu terapi tahap pertama karena
diuretikmemperbaiki gejala edemadengan diuresis. Diuretik Jerat Henle
diperlukan terutama untuk penderita gagal sistolik.
nhibitor ACE merupakan pilihan obat yang terutama berdasarkan pada
penelitian dimna terjadi penurunan morbiditas dan kematian pada penderita
gagal jantung terjadi kadr renin dan angiotensisn II yang tinggi, maka terapi
seharusnya diawali dengan dosis rendah untuk enghindari hipotensi ortostatik.
Terapi bloker dapat digunakan untuk penyakit dengan komplikasi gagal
jantung sistolik. Karena resiko gagal jantung yang mengalami eksaserbas
maka pengobatan dimulai dengan dosis yang rendah kemudian ditambahkan
dosis tinggi sesuai dengan tpleransinya.
ARB dapat juga digunakan sebagai terapi alternative untuk penderita yang
tidak dapat mentolesari inhibitor ACE dan juga bagi penderita yang sudah
mendapatkan tiga pengobatan standar.
Antagonis aldosterone dapat dipertimbangkan pada gejalan gagal jantung
sisitolik tetapi jika ditambahkan dengan diuretic, inhibitor dan β bloker.
B. Infarnk Postmyocardial
β bloker menurunkan simulasi adrenergic jantung dan mengurangi resiko
infark miokardial atau kematian jantung yang mendadak.
Inhibitor ACE meningkatkan fungsi jantung dan mengurangi kejadian
kardivaskular setelah infark miokardil.
Eleprenon yang merupakan antagonis aldosterone yang memberikan manfaat
yang segera setelah infark miokardial pada penderita gagal jantung sistolik. Hal
ini sebaliknya di gunakan hanya untuk pasien tertentu.
G. Penatalaksanaan ( guideline )
H. TERAPI NON-FARMAKOLOGI
Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya dilanjutkan untuk
memodifikasi gaya hidup, termasuk
penurunan berat badan jika kelebihan berat badan,
melakukan diet makanan yang diambil DASH (Dietary Approaches to stop
hypertensi
mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 2.4 g/hari (6
g/hari NaCI).
melakukan aktifitas fisik seperti aerobik
mengurangi konsumsi alkohol
menghentikan kebiasaan merokok.
Penderita yang didiagnosis hipertensi tahap 1 atau 2 sebaiknya ditempatkan
pada terapi modifikasi gaya hidup dan terapi obat secara bersamaan.
I. TERAPI FARMAKOLOGI
pemilihan obat tergantung pada derajat meningkatnya tekanan darah dan
keberadaan compeling indications.
Kebanyakan penderita hipertensi tahap 1 sebaiknya terapi diawali dengan
diuretic thiazide. Penderita hipertensi tahap 2 pada umumnya diberikan terapi
kombinasi, salah satu obatnya diuretic thiazide kecuali terdapat kontraindikasi.
Ada enam compeling indications yang spesifik dengan obat antihipertensi
sertamemberikan keuntungan yang unik.
Diuretik, β bloker,inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme (ACE),
Angiotensin II, Receptor Bloker (ARB), dan Calcium Channel Bloker (CCB)
merupakan agen primer berdasarkan pada data kerusakan organ target atau
mobiditas dankematian kardiovaskur
α Bloker, α-agonis sentral, inhibitor adrenergic, dan vasodilator merupakan
alternative yang dapat digunakan penderita setelah mendapatkan obat pilihan
pertama.
1. Diuretik
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi
golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah, Penderita
dengan fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi Glomerolus (LFG)
diatas 30 ml,/menit, thiazide merupakan agen diuretic yang paling efektif
untuk menurunkan tekanan darah. Dengan menurunkannya fungsi ginjal,
natrium dan cairan akan terakumulai maka diuretic jerat Heple perlu
digunakan untuk mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium
tersebut. Hal ini akan mempengaruhi tekanan darah arteri.
Diuretik Hemat Kalium merupakan antihipertensi yang lemah jika
digunakan tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretic
dikombinasikan dengan diuretic hemat kalium thiazide atau jerat Henle.
Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium
yang disebabkan oleh diuretic lainnya.
Antagonis aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih
berpotensi sebagai antihipertensi dengan onsel aksi yang lama (hingga 6
minggu dengan spironolaktron).
Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis.
Pengurangan volume plsma dan stroke volume (SV) berhubungan dengan
diuresis dalam penurunan curah jantug (cardiac output, CO) dan tekanan
darah pada akhirnya penurunan curah jantung yang utama menyebabkan
peningkatan misalnya perifer. Pada terapi diuretic pada hipertensi kronik,
volume cairan ekstraselulet dan volume plasma hampir kembali kondisi
pretreatment. Penurunan pada akhirnya resistensi vascular
periferbertanggung jawab atas efek hipotensi jangka panjang dapat
menurunkan tekanan darah dengan cara memobilisasinatrium dan air dari
dinding arteriolar yang berperan dalam penurunan resistensi vascular
perifer.
Jika diuretic dikombinasikan dengan antihipertensi lain akan muncul efek
hipotensi yang disebabakan oleh mekanisme aksi. Banyak antihipertensi
selain diuretik menginduksi retensi garam dan air yang di lawan aksinya
oleh penggunaan bersama diuretic.
Efek samping thiazide adalah hypokalemia, dan disfungsi seksual,
Diuretik Henle memiliki efek samping yang lebih kecil pada lipid serum
dan glukosa tetapi hypokalemia dapat terjadi.
Hipokalemia dan hipomagnesemia dapat menyebabkan kelelahan obat atau
kejang, Aritmia jantung dapat terjadi terutama pada penderita yang
mendapatkan terapi digitalis, penderita dengan hipertropi ventricular kiri,
dan penyakit jantung iskemia. Tetapi dosis rendah (misalnya 25 mg
Hidroklortiazid atau 12.5 mg Kloralidon setiap harinya) jarang
menyebabkan kekurangan elektrolit yang signifikan.
Diuretik hemat kalium dapat menyebabkan hyperkalemia terutama pada
penderita penyakit ginjal kronik atau diabetes dan penderita yang
diberikan inhibitor ACE, ARB,AINS, atau suplemen kalium secara
bersamaan. Eplerenon dapat meningkatkan factor resiko hyperkalemia dan
kontraindikasi dengan penderita gangguan fungsi ginjal atau diabetes tipe
2 disertai proteinuria. Spironolakton dapat menyebabkan ginekomastia
pada 10% penderita, efek ini jarang terjadi pada penggunaan eplorenon.
2. Inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme (ACE)
ACE membantu produksi II (berperan penting dalam regulasi tekanan
darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan ada pada
beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada prinsip merupakan sel endotbelia.
Kemudian, tempat utama produksi angiotensin II adalah pembuluh darah
bukan ginjal. Inhibitor ACE mencegah perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II (vasokonstriktor potensial dan stimulus sekresi aldosterone).
Inhibitor ACE ini juga mencegah degrasi bradiknin dan menstimulasi
sinresissenyawa vasodilator lainnya termasuk prostaglandin E, dan
prostasiklin. Pda kenyataanya, inhibitor ACE menurunkan tekanan darah
pada penderita dengan aktivitas renin plasma normal, bradikinin, dan
produksi jaringan ACE yang penting dalam hipertensi.
Dosis awal inhibitor ACE sebaiknya dosis rendah kemudian ditambahkan
perlahan. Hipertensi akut dapat terjadi pada onset terapi inhibitor ACE,
terutama pada penderita yang kekurangan natrium atau volum, gagal
jantung, orang lanjut usia, pengguanaan bersama dengan vasodilator atau
diuretik. Penderita dengan factor resiko tersebut dosisnya diawali setengah
dosis normal kemudian diikuti dengan penambahan dosis (interval waktu 6
minggu).
Efek samping serius yang dapat ditimbulkan pada penggunaan Inhibitor
ACE adalah neutropenia dan agronulisit , proteinuria, glomerulonephritis,
dan gagal ginjal akut efek ini terjadi pada penderita dari 1% stenosis
bilateral arteri ginjal atau stenosis unilateral dari pungsi ginjal
penderitatergantung pada efek vasokontriksi angiotensin II di atereol
eferen membuat penderita tersebut gagal ginjal akut.
Presistensi batuk kering lebih dari 20% penderita dan hal ini berupa
inhibisi pemecahaan bradikinin jika sebuah Inhibitor ACE diindikasikan
karena compelling indications, terapi sebaliknya diganti oleh ARB
Inhibitor ACE absolut kontraindikasi untuk ibu hamil karena menimbulkan
masalah neonatal, termasuk gagal ginjal dan kematian janin. Hal ini
dilaporkan unruk ibu hamil trimester kedua dan ketiga.
6. Penghambat reseptor α 1
Prasozin, terasozin, dan doxazosin merupakaan penghambat reseptor α 1
yang menginhibisi ketokolamin pada sel otot polos vascular, perifer
yang memberikan efek vasodilatasi kelompok ini tidak mengubaah
aktifitas reseptor α 2 sehingga tidak menimbulkaan efek takikardia.
Efek samping berat yang mungkin terjadi merupakaan gejala dosis awal
yang ditandai dengan hipotensi ortostatik yang disertai dengan pusing atau
dosis pertama terjadi lebh lambat setelah dosis yang lebih tinggi hal Ini
dapat dihindari dengan cara pemberian dosis awal dan diikuti dengan
peningkataan dosis awal pada saat mau tidur, terkadang pusing ortostatik
berlanjut dwngan pemberian kronik.
Efek pada sistem saraf pusat adalah ganguan tidur mimpi yang jelas dan
defresi.
Karena data menunjukaan bahwa doxazosin dan mungkin penghambat
reseptor α 1lainya tidak melindungi peristiwa kardiovaskular seperti terapi
yang lainnya . obat ini hanya digunakaan untuk kasus yang unik seperti
pada pria yang menderita hyperplasia prostat jinak . jika pasien tersebut
sudah mendapat kan terapi anti hipertensi standar lainnya ( diuretic, beta
bloker, atau Inhibitor ACE
7. Antagonis α2 – pusat
Clonidine, guanabenz,guanfacine dan methyldopa menurunkaan tekanaan
darah pada umumnya dengan cara menstimulasi reseptor α2 adrenergik
diotak , yang mengurangi aliran simpatetik dari pusat vasomotor dan
meningkatkan tonus vagal stimulasi reseptor α2 presineptik secara perifer
menyebabkaan penurunan tonus simpatetik. Oleh karena itu, dapat terjadi
penurunan denyut jantung curah jantung resistensi perifer total aktifitas
renin plasma dan refleks baroreseptor.
Penggunaan kronik menyebabkaan retensi air dan natrium hal ini terlihat
pada pengunaan metildopa . Dosis rendah clonidine , gunafacine, atau
guanabenz dapat digunakaan untuk menangani hipertensi ringan tanpa
penambahan diuretuk.
Sedasi dan mulut kering merupakaan efek samping umum yang dapat
dihalangkan dengan pemberian dosis rendah kronik, sebagaimana
pemberian hipertensi bekerja secara sentral , obat ini juga dapat
menyebabkaan depresi .
Penghentian mendadak dapat menimbulkaan hipertensi
balik( peningkataan tekanan darah secara tiba-tiba kenilai sebelum
penanganan ) atau overshoot hypertension (peningkatan tekanan darah
kenilai yang lebih tinggi dari sebelum penanganan) hal ini diperkirakaan
merupakaan akibat sekunder dari peningkataan pelepasan norefineprin
yang mengikuti penghentian stimulasi reseptor α presineptik.
Methyldopa jarang menyebakaan hepatitis atau anemia hemolitik
peniongkataan sesaat transaminase hepatic kadang terjadi pada
penggumnaan methyldopa, tapi tidak penting secara klinik peningkataan
presisten serum transaminase atau alkalin fosfat dapat menjadi pertanda
serangan hepatitis fulminant yang dapat menjadi fatal anemia hemolitik
yang menunjukan hasil positif pada Coombs test terjadi kurang dari 1%
penderita yang meneri,a metildopa, walaupun 20% memberikaan hasil
positip tanpa anemia oleh karena itu metildopa memiliki kegunaan yang
terbatas.
Clonidine transdermal dapat menimbulkaan efek samping yang lebih
sedikit dan kepatuhaan yang lebih baik daripada pemberiaan oral .patch
ditempelkaan ke kulit dan igantikaan satu minggu sekali .clonidine
trasnsdermal menurunkaan tekanaan darah dan menghindarkaan
konsentrasi puncak obat dalam serum yang tinggi yang diperkirakaan
menyebabkaan efek sampingnya kerugiannya harganya mahal , iritasi kulit
local terjadi pada 20% dan terjadinyaa penundaaan onset efek 2-3 hari.
Sediaan beredar
8. Reserpin
Resepin mengosongkaan norepinefrin dari saraf akhir simpatik dan
memblok transfor norefinefrin kedalam granul penyimpanan pada saat
saraf terstimulasi sejumlah norefinefrin ( kurang dari jumlah biasanya)
dilepas kedalam sinap pengurangan tonus simpatetik menurunkaan
resistensi perifer dan tekanan darah.
Resipin memiliki waktu paruh yang panjang serta dosis satu kali sehari
dapat diberikaan terafi hal ini dapat dilakukaan 2 sampai 6 minngu
sebelum efek antihipertensi maksimal terlihat.
Reserpin dapat menyebabkaan retensi natrium dan cairan yang signifikaan
sehingga perlu diberikaan bersama dengan diuretic thiazide
Kekuataan inhibisi reserpine terhadap aktifitas simpatetik membuat
aktifitas parasimpatetik meningkat hal tersebut berperan dalam efek
sampung dihidung, meningkatkaan asam lambung, diare, dan bradikardi
Efek samping yang paling serius adalah berhubungaan dengan dossi
defresi . defresi disebabkaan oleh kososngnya katekolamin dan serotonin
disitem saraf pusat hal ini dapat diminimalkaan dengan cara tidak lebih
dari 0,25 mg tiap harinya
Kombinasi diuretik dan efektif dan tidak mahal.
9. Vasodilator arteri langsung
Hidralazine dan Minoxidil menyebabkaan relaksasi langsung otot polos
arteriol ,aktivitasi refleks baroreseptor dapat meningkatkaan aliran
simpatetik dari pusat vasomotor , meningkatnya denyut jantung ,curah
jantung, dan pelepasaan renin.oleh karena itu ,efek hipotensif dari
vasodilator langsung berkurang pada penderita yang juga mendapatkaan
pengobataan inhibitor simpatetik dan diuretic.
Penderita yang mendapatkaan terapi obat ini sebaliknya mendapatkaan
terapi utama dengan diuretic dan bloker β- adrenergik. Vasodilator
langsung dapat menyebabkaan angina pada penderita arteri coroner
kecuali mekanisme refleks baroreseptor dihambat secara sempurna oleh
inhibitor simpatetik clotidine dapat digunakaan pada penderita yang kontra
indikasi terhadap beta bloker.
Hydralazine dapat menyebabkaan sindrom yang tergantung dosis seperti
lupus yang bersipat reversible yang umum nya pada pasien asetilator
lambat,reaksi lupus umumnya dapat dihindari dengan mengunakaan dosis
total perharinya kurang dari 200 mg efek samping lain hydralzine adalah
dermatitis , demam, neuropatiferiferal , hepatitis dan sakit kepala vascular
oleh karena itu, hydrultazine memiliki kegunaan yang terbatas terhadap
pengobataan hipertensi.
Minoxidil merupakaan vasodilator yang lebih poten dari pada hydralzine
minoxidile dapat meningkatkan denyut jantung , curah jantung pelepasan
renin dan retensi natrium , retensi air dan natrium dapat menyebabkaan
gagal jantung kongestif, minoxidil juga dapat menyebabkaan
hipertriachosis reversible pada wajah , tangan , punggung dan dada efek
samping lainya efusi pericardial dan perubahaan nonspesifik gelombang
T,pada ECG, menoxidil umumnya digunakaan sebagai cadangan untuk
mengontrol hipertensi yang sulit..
BAB III
KASUS
A. PASEIN 1
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. Budi Susanto
No RM : 01641693
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tanggal lahir : Yogyakarta, 18 November 1935
Usia : 85 Tahun
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Alamat : Balimatraman
Tempat Perawatan : Gedung Teratai Lantai 5 Utara
DPJP : dr. Diah Ari
Tanggal Pemeriksaan
Suhu 36-37 0
C 37 36 36 36
Tekanan <120/ mmHg 187/ 177/ 183/ 184/ 182/ 197/ 175/ 166/ 181/ 171/ 160/ 150/
Darah 90 85 82 81 90 74 88 85 67 85 82 80 60
Kondisi 456
Umum
Tanggal Pemeriksaan
Suhu 36-37 0
C 36 36 36 36 36 36
Tekanan <120/ mmHg 138/ 138/ 182/ 177/ 177/ 184/ 162/ 166/ 189/ 182/ 177/ 160/
Darah 90 61 66 81 79 82 80 63 67 85 67 76 84
Kondisi 456
Umum
Tanggal Pemeriksaan
Suhu 36-37 0
C 36
Tekanan <120/ mmHg 169/ 165/ 170/ 142/ 152/ 170/ 174/ 177/ 171/ 164/ 161/ 173/
Darah 90 88 72 84 74 77 81 83 81 79 81 84 80
Kondisi 456
Umum
Tanggal Pemeriksaan
Suhu 36-37 0
C 36 36 37 37 36 36 36 36
Tekanan <120/ mmHg 163/ 158/ 164/ 161/ 160/ 170/ 165/ 164/ 168/ 176/ 174/ 172/
Darah 90 83 72 71 80 70 81 85 71 79 80 80 83
Kondisi 456
Umum
Tanggal Pemeriksaan
Suhu 36-37 0
C 36 36 37 37 36 36 36 36
Tekanan <120/ mmHg 163/ 158/ 164/ 161/ 160/ 170/ 165/ 164/ 168/ 176/ 174/ 172/
Darah 90 83 72 71 80 70 81 85 71 79 80 80 83
Kondisi 456
Umum
Tanggal Pemeriksaan
Suhu 36-37 0
C 37 37 37
Tekanan <120/ mmHg 167/ 172/ 171/ 181/ 184/ 180/ 185/ 180/ 168/ 130/ 143/ 140/
Darah 90 72 80 70 80 77 84 85 71 79 80 62 77
Kondisi 456
Umum
Tanggal Pemeriksaan
Suhu 36-37 0
C 37 37
Hematologi
Hemoglobin 11,7-15,5 g/dl 3.6 6.5 9.4
Hematokrit 33-45 % 13 21 30
Leukosit 5,0-10,0 Ribu/ul 16.7 13.9 13,9
Trombosit 150-440 Ribu/ul 300 243 245
Eritrosit 3,80-5,20 Juta/ul 1.29 2.22 3.28
VER/NER/KHER/RDW
VER 80,0-100 FI 100.5 95.7 91.2
NER 26,0-34,0 Pg 27,8 29.3 28.6
KHER 32,0-36,0 g/dl 27,7 30.6 31.4
RDW 11,5-14,5 % 18.9 16.5 15.9
Hitungan Jenis
Basofil 0-1 % 0 0 0
Eusofil 1,0-3,0 % 0 1 0
Netrofil 50-70 % 88 93 92
Limfosit 20-40 % 7 4 3
Monosit 2,0-8,0 % 4 3 4
Luc <4,5 % 1 0 0
Elektrolit darah
Natrium 135-147 Mmol/l 135 136 134
Kalium 3,10-5,10 Mmol/l 6.30 4.48 4.35
Chlorida 95-108 Mmol/l 120 115 113
Non
Parenteral
1. Kalitake 2x1 1 sct 5-11 5-11
Amlodipine 1x1 10 22 22 22 22 22
mg
Candesartan 3x1 8mg 18 18 18 18 18
Parenteral
BICNAT Tiap 3-11
2 jam
D40% 3-11 3-11
Ca glukonas 1 3-11 3-11
Insulin 8ui 3-11 3-11
Renxamin 2x1 07-11
Nicardipine Titrasi 04-11
Ceftriaxon 1x1 2 gr 05-11 16 16 16 16 16
OMZ 2x1 05-11 04 16 16 04 16 04 16 04 16
RL 2x1 07-11
5. Evaluasi Penggunaan Obat Pasien
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. Uken Rutjina
No RM : 01641693
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tanggal lahir : 05 Mei 1971
Usia : 49 Tahun
Berat Badan : 51 kg
Tinggi Badan : 150cm
Alamat : Pondok Aren
Tempat Perawatan : Gedung Teratai Lantai 5 Utara
DPJP : dr. Elizabeth Yasmine
Tanggal Pemeriksaan
Suhu 36-37 0
C 36 36 36 36
Tekanan <120/ mmHg 125/ 108/ 100/ 100/ 100/ 121/ 77/
Darah 90 83 70 75 72 72 75 44
Kondisi 456
Umum
Tanggal Pemeriksaan
Suhu 36-37 0
C 36 36
Hematologi
Hasil Pemeriksaan
Hemoglobin 11,7-15,5 g/dl 10.8 10.8 10.4
Penunjamg
Hematokrit 33-45 % 34 33 30
Leukosit 5,0-10,0 Ribu/ul 8.7 9.0 9.5
A Non Parenteral
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. Agus Prianto
No RM : 01776446
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tanggal lahir : 19-08-1973
Usia : 47 tahun
Berat Badan : 65
Tinggi Badan : 165
Alamat : Pura Bojong Gede
Tanggal masuk RS : 15-11- 2020
Tempat Perawatan : Teratai lantai 5 utara
DPJP : dr. Arpan
Riwayat Penyakit :
Riwayat Alergi :-
Riwayat Pengobatan :-
1. Hasil pemeriksaan fisik
Tanggal Pemeriksaan
Suhu 36-37 0
C 36 36 36, 36 36 36 36 36 36 36 36 36
Tekanan <120/ MmH 155/ 145/ 140/ 135/ 148/ 145/ 150/ 154/ 155/ 120/ 130/ 135/
Darah 90 g 76 89 76 83 90 90 96 93 94 80 80 85
Kondisi 456
Umum
Hasil Pemeriksaan
Hematologi
Keton Negatif
Nitrit Negatif
Glukosa Urine Positif
Epitel <5.7 3,4
Kolestrol total <200 192
2. Penggunaan Obat
No Nama Obat Regimen Dosis TGL TGL
Paten Mulai Stop
/Generik
TANGGAL PEMBERIAN
PEMBAHASAN
A. Kasus Pasien 1
Pada pasien 1 ditemukan Drug Related Problem’s yaitu yang pertama Durasi
Pemberian, untuk pemberian obat Bikarbonat durasi pengobatan nya terlalu pendek
dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan klorida masih pada
kadar yang tinggi atau belum pada rentang normal.
Kemudian masalah yang kedua adalah pada pemberian obat Omeprazole
digunakan sebagai obat tukak lambung akan tetapi tidak tercantum dalam diagnosa
dan SOAP dari dokter sehingga omeprazole sebaiknya tidak perlu diberikan.
Catatan untuk pemberian obat amlodipine bukan lah merupakan guadline pertama
pada penyakit hipertensi kombinasi dengan CKD menurut guadline JNC 8 untuk obat
lini pertama pada penyakit hipertensi dengan CKD adalah golongan obat ACI atau
ARB.
Berikut table DRP menurut PCNE 9 yang didapat dan intervensi yang harus
dilakukan.
I.1.4 Intervensi
dibahas
dengan
presciber.
2. Pemberian Tukak Masalah (P) P.1 Terdapat
Omeprazole Lambung masalah pada
efek
Farmakoterapi
Penyebab (C) C.1 Penyebab
Drug Related
Problem dapat
terkait pada
pemilihan
obat, Terapi
tanpa indikasi
Intervensi I1.4 Intervensi
dibahas
dengan
Prescriber.
B. Kasus Pasien 2
Pada kasus pasien 2 ditemukan Drug Related Problem’s yaitu pemakaian obat
Diltiazem dan Atorvastatin akan meningkatkan kadar atau efek atorvastatin dengan
mempengaruhi metabolisme CYP3A4 enzim hati/usus dan pemakaian secara
bersamaa diperlukaan pantau tanda dan gejala miopati atau rhabdomylysis (nyeri
otot,nyeri tekanan, atau kelemahan, atau urin berubah warna).jika miopati atau
rhabdomylisis didiagnosis atau dicurigai pantau kadar kreatinin kinase (ck) dan
hentikan jika kadar ck menunjukan peningkatan yang nyata.
Kemudian masalah yang ke 2 Pada pemakaian obat hipertensi Ramipril dengan
diltiazem menyebabkan Sinergisme Farmakodinamik gunakan monitor yang
menyebabkan risiko hipotensi akut,insufisiensi ginjal .
Kemudian masalah yang ke 3 yaitu pemberian obat Atorvastatin digunakan
sebagai obat untuk menurunkan kolestrol total akan tetapi pada diagnosa pasien
tersebut tidak ada penyakit kolestrol ataupu tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium
mengenai LDL sehingga obat atorvastatin tidak perlu diberikan.