Pemilu, Demokrasi Dan Kontestasi Kekuasaan PDF
Pemilu, Demokrasi Dan Kontestasi Kekuasaan PDF
KEKUASAAN
Editor:
Hajraningsih
Indriani
Pengantar:
Syarifuddin Jurdi
Prolog:
Fauzi Hadi Lukita
Kerjasama dengan
Editor : Hajraningsih
Indriani
Layout&Sampul: Gramasurya
BAB I
Media Massa
Oleh: Ahmad Yani
Peran Pers dalam Pemilu
Oleh: Amrullah
Media dan Depolitisasi
Oleh: Misran
Hubungan Birokrasi dan Demokrasi
Oleh: Muh. Zulfajril
Reformasi Media Massa
Oleh: Nurhaena
Kekuasaan dan Media Massa
Oleh: Nurhaliza
Media Massa dan Politik Indonesia
Oleh: Suryanty
BAB II
Pemilu dan Kontestasi Kekuasaan
Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu
Oleh: Ahmad
Identitas di Tengah Pusaran Demokrasi
Oleh: Asmayanti
Demokrasi dan Partai Politik
Oleh: Azwar Aras
Demokrasi Sebagai “RUH” Partai Politik
Oleh: Fauzi Hadi Lukita
Perspektif Pemilih dalam Pemilu
Oleh: Nur Magfirah
Demokrasi dan Pemilu
Oleh: Lucky Pahlawan
Penguatan Demokrasi bagi Pemilih Pemula dalam Pemilu
Oleh: Abd. Wahid
BAB III
Potret Pemilu dan Dinamikanya
Analisis Tentang Implementasi birokrasi di Indonesia
Oleh: Abd. Rahman Syam
Peran Partai Politik dalam Pesta Demokrasi
Oleh: Aswar
Problema Birokrasi
Oleh: Dwi Hermawan Arrisadi
Isu Sara dalam Pusaran Pemilu
Oleh: Faizar Muahrram
Ideologi PKI di Caci dan di Cari
Oleh: Indriani
Sistem Pemilu
Oleh: Kamaluddin
Parpol sebagai kontrol Pemilu yang Demokratis
Oleh: Rohana
BAB IV
Variatif Kekuatan Politik Indonesia
Strategi dalam Politik
Oleh: Ali
Kita Pemilih Adalah Kekuatan utama Pemilu
Oleh: Hajraningsih Thahir
Mita Sabir
Oleh:Partai Politik dan Ormas Islam di Indonesia
Pengantar
Pengantar
Pemilu yang dilakukan setelah pemilu 1955 tidak lagi “semurni”, jujur
dan adil pada pemilu 1955. Keterlibatan berbagai pihak dalam proses pemilu
sulit dihindari, karena penyelenggara pemilu pada masa Orde Baru adalah
pemerintah, mulai dari verifikasi partai sebelum pembatasan jumlah partai
pada tahun 1973 maupun pelaksana teknis pemilu. Sepanjang Orde Baru,
kekuatan politik dominan tetap berada pada Golkar dan tidak pernah
kekuatan penopang utama rejim ini mengalami kekalahan dalam pemilu,
bahkan kemenangan mencapai lebih dari 70 persen. pada dasarnya, praktek
demokrasi substansi telah dilaksanakan secara bebas oleh masyarakat pada unit
yang paling bawah yakni desa. Pemilihan kepala desa sepanjang sejarah politik
Indonesia berjalan sesuai prinsip demokrasi, para peserta berkontestasi dengan
bebas, melakukan lobi politik, menggalang kekuatan untuk memberikan
dukungan dengan berbagai cara yang secara norma hukum dibenarkan.
Praktek demokrasi ini justru tidak muncul pada proses pemilihan anggota
parlemen (DPR), pemerintah mengintervensi penyelenggaraan pemilu
sehingga prinsip jujur dan adil dalam penyelenggaraan terabaikan.
Kedaulatan dapat disebut sebagai posisi tertinggi atau posisi superior atau
juga disebut sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara, ini bermakna
bahwa memiliki otoritas untuk membuat peraturan yang menjadi dasar
kehidupan bersama. Ide kedaulatan hadir untuk merespons kemutlakan
kekuasaan Negara, kekuasaan bukan semata-mata ditempatkan sebagai
tuhan di bumi, melainkan usaha untuk membangun kehidupan rakyat yang
beradab, mengingat dalam masyarakat primitive kehidupan sangat kacau,
setiap orang bebas melakukan apa saja sesuai dengan kehendaknya.
Dalam perkembangannya, ide kekuatan mutlak Negara itu mengalami
transformasi, tidak lagi dimaknai sebagai kemutlakan Negara melakukan apa
saja terhadap warga negara, menurut Goritus bahwa kekuasaan tertinggi untuk
memerintah itu dinamakan kedaulatan. Kedaulatan itu dipegang oleh orang
yang tidak tunduk pada kekuasaan orang lain, sehingga ia tidak dapat
diganggu gugat oleh kemauan manusia. Negara adalah berdaulat (Budiman,
1992). Jean Bodin menyebut bahwa kedaulatan adalah kekuasaan yang
mengatasi warga Negara dan anak buah, malahan mengatasi undang-
undang…kedaulatan adalah kekuasaan yang penuh dan langgeng kepunyaan
satu republik (Yamin, 1952). Dengan kata lain, bahwa Negara dan
kepemimpinan tunduk sepenuhnya kepada kehnedak mayoritas warga
Negara, karena pemimpin merupakan bagian dari warga Negara.
Perkembangan pemikiran mengenai kedaulatan mengalami kemajuan
dengan menempatkan bahwa kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi
atas Negara, wilayah dan daerah dalam suatu Negara. Kedaulatan sebagai
manifestasi kekuasaan tertinggi Negara yang secara langsung dipegang oleh
rakyat itu sendiri, kemauan pribadi masing-masing warga Negara diwujudkan
dan ditentukan melalui suara terbanyak.
Kedaulatan rakyat itulah yang menjadi inti dari pemerintahan yang
melibatkan warga Negara. Setiap warga Negara mempunyai hak suara
dalam pelaksanaan kekuasaan dan ikut ambil bagian secara nyata.
Demokrasi meletakkan suara mayoritas masyarakat sebagai dasar legitimasi
politik penguasa. Suara mayoritas warga dan penempatan wakil-wakil rakyat
yang diawasi secara ketat dan efektif dalam suatu pemilihan umum yang
dilakukan secara berkala dengan prinsip kesamaan antar warga.
Ide mengenai kedaulatan rakyat dan demokrasi merupakan ide yang
hadir untuk merepons pertanyaan kritis dari mana sumber kekuasaan
Negara? Siapakah yang memiliki dan memegang kedaulatan rakyat? Sejumlah
sarjana sudah merumuskan mengenai hal ini, bahwa kedaulatan merupakan
esensial setiap kesatuan politik yang disebut Negara. Tanpa kedaulatan, tidak
ada Negara. Jean Bodin menegaskan soal ini bahwa hakikat kedaulatan
bagi sebuah Negara bersifat imperative, kedaulatan wajib ada sebagai
sebuah syarat eksistensi Negara. Kedaulatan sekaligus merupakan syarat
konstitutif berdirinya Negara.
Oleh sebab itu, dapat disebutkan bahwa penempatan posisi rakyat
sebagai sumbu utama dalam memahami makna kedaulatan, dalam arti
bahwa rakyatlah yang harus berdaulat dan memagang kedaulatan tertinggi
dalam suatu Negara, Hatta pernah mengatakan bahwa kedaulatan rakyat
berarti pemerintahan rakyat, pemerintahan yang dilakukan oleh pemimpin-
pemimpin yang dipercayai oleh rakyat (Santoso, 2009). Inilah demokrasi yang
menempatkan kepentingan bersama sebagai basis utamanya, demokrasi
dipilih sebagai konsekuensi logis bagi penguatan kualitas hidup semua orang,
bukan bersifat pribadi. Untuk menggambarkan demokrasi, Alexis de Tocqueville
menyebut bahwa demokrasi memang tidak memberikan kepada rakyatnya
pemerintahan yang paling cakap, meliankan lebih tepatnya
menghasilkan apa yang kerap kali tak dapat diciptakan oleh pemerintahan-
pemerintahan yang paling cakap, yakni kegiatan yang meluas ke mana-
mana dan tiada hentinya. Menurut Tocqueville bahwa demokrasi membuka
ruang partisipasi rakyat secara bebas, dapat mengungkapkan apa yang
menjadi harapan dan keinginan mereka kepada pemimpin yang terpilih.
Prinsip demokrasi menempatkan kedaulatan rakyat sebagai basis
utamanya, demokrasi tanpa partisipasi itu otoriter, karena hakekatnya rakyat
setidaknya sama atau lebih kuat dari pemerintah, sebab kalau pemerintah lebih
kuat dari rakyat, maka itu otoriter. Apabila ada suatu pemerintahan yang lebih
kuat, menurut Arief Budiman apabila masih mempraktekkan demokrasi, maka
demokrasi itu hanyalah pinjaman, sebab bila dia tidak sejalan lagi dengan
prinsip demokrasi, dengan mudah ditinggalkannya. Dengan baik David Held
menyebut bahwa orang harusnya bebas dan setara dalam menentukan kondisi
kehidupannya, yaitu mereka harus memperoleh hak yang sama dengan
individu lainnya. Suatu demokrasi yang kuat akan ditentukan oleh tersedianya
ruang kebebasan dan kesetaraan, dua hal yang menjadi prasyarat otonomi
demokrasi. Selain hak politik yang harus dipenuhi, menurut David Held otonomi
demokrasi juga membutuhkan pernyataan tentang hak-hak sosial dan
ekonomi untuk memastikan bahwa tersedia sumber daya yang cukup bagi
otonomi daerah (Held, 2007).
Untuk mengeaskan instrument yang menopang praktek demokrasi
diperlukan adanya beberapa nilai dasar yang sama seperti partisipasi dalam
proses pengambilan keputusan, menurut Robert Dahl (1998: 37-38) terdapat lima
hal yang menentukan suatu demokrasi;
1. Partisipasi efektif. Sebelum sebuah kebijakan digunakan oleh
asosiasi, seluruh anggota harus mempunyai kesempatan yang sama
dan efektif untuk membuat pandangan mereka diketahui oleh
anggota-anggota lainnya sebagaimana seharusnya kebijakan itu
dibuat.
2. Persamaan suara. Ketika akhirnya tiba saat dibuatnya keputusan
tentang kebijaksanaan itu, setiap anggota harus mempunyai
kesempatan yang sama dan efektif untuk memberikan suara dan
seluruh suara harus dihitung sama.
3. Pemahaman yang cerah. Dalam batas waktu yang rasional setiap
anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif
untuk mempelajari kebijakan-kebijakan alternative yang relevan dan
konsekuensi-konsekuensi yang mungkin.
4. Pengawasan agenda. Setiap anggota harus mempunyai kesempatan
efektif untuk memutuskan bagaimana dan apa permasalahan yang
dibahas dalam agenda. Jadi proses demokrasi yang dibutuhkan oleh
tiga kriteria sebelumnya tidak pernah tertutup. Berbagai kebijakan
asosiasi tersebut selalu terbuka untuk dapat diubah oleh para
anggotanya, jika mereka menginginkannya begitu.
5. Pencakupan orang dewasa. Semua, atau paling tidak sebagian
besar orang dewasa yang menjadi penduduk tetap seharusnya
memiliki hak kewarnegaraan penuh yang ditunjukkan oleh empat
kriteria sebelumnya.
1
Pada Pemilu 1999, kekuatan politik memiliki orientasi kuat yang
meyakinkan bahwa lembaga penyelenggara pemilu perlu didesain lebih professional
dan mandiri, terlepas dari campur tangan pemerintah eksekutif dalam pelaksanaan
tahapan pemilu, maupun dari keterlibatan unsur partai politik dalam
representasi dari wakil-wakil partai politik dan wakil pemerintah. Pada
pemilu 2004 terjadi perubahan mendasar dan penataan kelembagaan pemilu
yang lebih baik, dimana keanggotaan KPU merupakan hasil dari seleksi yang
dilakukan secara professional oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah dan
hasil seleksi tim dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR RI untuk
memilih anggota KPU yang dipandang cakap untuk menjalankan tugas
penyelengara pemilu.
Seiring dengan perjalanan waktu, reformasi kepemiluan (electoral
reform) terus dilakukan untuk menemukan postur kelembagaan yang tepat
dan ideal, dari pemilu ke pemilu terjadi perubahan dan perbaikan, bahkan
terjadi perubahan fundamental yang terjadi pada hampir semua dimensi, mulai
dari soal sistem yang digunakan, peserta yang berkontestasi, dan tata kelola
teknisnya mengalami perubahan, khususnya antar pemilu 2019 dengan pemilu
sebelumnya. Apabila sebelumnya, posisi dan peran pengawas pemilu tidak
terlalu kuat, pasca perubahan undang-undang Nomor 7 tahun 2017, posisi
dan peran Bawaslu menjadi sangat strategis dan sangat menentukan proses
yang sedang berlangsung.
Dalam konstruksi UU No. 7/2017, penyelenggara pemilu memiliki tugas
dan wewenang untuk menjalankan beberapa fungsi, termasuk menyusun daftar
pemilih, menentukan peserta pemilu yang memenuhi syarat, serta
melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara hingga menetapkan calon
atau pasangan calon terpilih. Dengan melaksanakan fungsi-fungsi tersebut,
lembaga penyelenggara pemilu tidak hanya memastikan bahwa proses pemilu
diselenggarakan secara efisien, tetapi juga secara massif mengampanyekan
nilai-nilai kebaikan kolektif yang termasuk dalam prinsip penyelenggara yakni
kejujuran, keadilan, dan transparansi, sehingga berkontribusi bagi menguatnya
legitimasi demokrasi.
Lembaga penyelenggara pemilu memiliki sifat mandiri, merupakan satu
distribusi kekuasaan eksekutif yang mandiri dan memiliki tangung jawab penuh
dalam menyelenggarakan pemilu dan seringkali pula bertanggung jawab untuk
dalam penyusunan kebijakan maupun pembuatan keputusan yang terkait
dengan proses pemilu. Dalam hal ini, presiden atau pemerintah tidak lagi
diserahi tanggungjawab untuk menyelenggarakan pemilu sebagaimana diatur
dalam TAP MPR tentang pemilu pada era Orde Baru, atau sebagai
penanggungjawab pemilu seperti pada pemilu 1999. Makna mandiri sebagai
bentuk terbebasnya penyelenggara pemilu dari pengaruh kekuasaan manapun,
pemerintah dalam hal pemilu hanya memberi kemudahan dan kelancaran
proses tahapan pemilu yang bersifat administrative seperti halnya dalam soal
pendataan pemilih, pemerintah memberi kemudahan melalui Dinas Catatan
Sipil untuk perekaman data kependudukan.
Penutup
Studi mengenai kedaulatan rakyat merupakan studi yang secara
spesifik meletakkan peran sentral rakyat dalam proses politik dan penentuan
kepemimpinan. Kedaulatan rakyat sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945
merupakan langkah strategis menempatkan rakyat sebagai sumber
kekuasaan tertinggi. Manifestasi dari kedaulatan rakyat diwujudkan dalam
proses pemilihan pemimpin dengan melibatkan partisipasi warga secara
langsung, umum, bebas dan rahasia. Pemerintahan oleh rakyat itulah yang
menjadi jiwa dan semangat dari demokrasi, kekuasaan bersumber dari rakyat
dan akan terus menerus mereproduksi dirinya dalam konteks perubahan sosial
politik bangsa.
Demokrasi menjadikan suara mayoritas yang menjadi dasarnya,
kehendak umum itu hanya dapat diukur melalui pemberian suara dalam proses
pemilihan umum yang terbuka, bebas, jujur dan adil. Kesamaan dan kesetaraan
politik sebagai prinsip demokraqsi dapat diimplementasikan dengan
menerapkan prinsip “one man one vote”. Dalam hal ini dapat disebut bahwa
suara terbanyak menjadi dasar dan indicator untuk memberi penilaian bahwa
apa yang sesungguhnya menjadi kehendak umum rakyat suatu Negara. System
one man one vote sebenarnya dapat saja dimanifestasikan dalam proses
muyawarah mufakat.
Akhirnya, tulisan yang terangkum dalam buku ini merupakan hasil
kolaborasi mahasiswa semester IV Program Studi Ilmu Politik UIN Alauddin
Makassar yang merupakan hasil refleksi bebas mereka terhadap berbagai
persoalan pemilu, demokrasi dan soal kekuasaan. Sebagai refleksi kritis
mahasiswa, buku ini masih jauh dari kesempurnaan, terdapat banyak
kemungkinan adanya berbagai kesalahan dan kekurangan. Atas segala
kekurangan itu dimohon saran dan masukan para pembaca yang budiman
untuk memperkuat refleksi mahasiswa dalam membaca dan menjelaskan
realitas kehidupan politik bangsa. Terakhir, buku ini kami ingin persembahkan
untuk almarhumah anak didik kami Nur Magfirah (Mahasiswa Ilmu Politik
angkatan 2016, almarhumah juga ikut berkontribusi dalam sebagai penulis
dalam buku ini) yang meninggal dunia di penghujung tahun 2018 dalam
kecelakaan tunggal sepeda motor, semoga almarhumah memperoleh tempat
yang layak disisinya, amin yaa rabbal alamin.
Wallahu a’lam bi shawab