Anda di halaman 1dari 60

Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena menyebabkan terjadinya kerugian
negara dan melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Modus yang digunakan
juga semakin beragam dan canggih. Oleh karena itu dikeluarkan Undang-Undang No. 30
Tahun 2002 yang menjadi dasar pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
untuk melakukan tugas pemberantasan korupsi di Indonesia.

Pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan oleh KPK dan penegak hukum saja, tetapi
juga memerlukan sinergi dan kesamaan persepsi dari seluruh komponen bangsa. Di sini,
peran serta masyarakat memiliki arti penting dalam strategi pemberantasan korupsi.
Pada kegiatan yang sifatnya represif, masyarakat dapat langsung menjadi pelapor
dugaan tindak pidana korupsi terutama di birokrasi dan layanan publik, sedangkan dari
sisi preventif, tindakan utama pemberantasan korupsi dapat dimulai dari kesadaran diri
masing-masing untuk mematuhi hukum dan menjauhi tindakan koruptif. Masyarakat
pada umumnya antikorupsi, namun pada realitanya seringkali melakukan tindakan yang
koruptif atau dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjadi lahan korupsi.

Sebagai lembaga publik yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemberantasan


korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002, KPK
diwajibkan untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada publik. Selain pelaporan
ke DPR dan audit BPK, KPK juga perlu mengetahui persepsi dan harapan masyarakat
terhadap kinerja dan capaian KPK sebagai salah satu wujud mekanisme pengawasan
lembaga publik oleh masyarakat. Untuk itu, KPK secara berkala melakukan survei yang
ditujukan untuk mendapatkan pemahaman mengenai persepsi dan harapan masyarakat
terhadap korupsi dan KPK.

Sasaran kegiatan Survei Persepsi Masyarakat terhadap korupsi dan KPK tahun 2011 (SPM
2011) ini adalah untuk memacu pembenahan internal KPK baik berupa kritik, masukan
dan saran agar KPK lebih handal, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 1
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Undang-Undang yang diamanatkan. Selain itu informasi mengenai pemahaman


masyarakat terkait korupsi dan KPK dapat membantu mengembangkan strategi yang
efektif dalam memberantas korupsi, juga menjadi alat ukur efektivitas kinerja KPK dalam
menjalankan tugasnya.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan pelaksanaan SPM tahun 2011 ini adalah untuk:


1. Mendapatkan gambaran perkembangan pemahaman masyarakat mengenai
korupsi. Hal ini meliputi: kesadaran, pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
terhadap korupsi.
2. Mengetahui perkembangan persepsi masyarakat mengenai KPK. Hal ini meliputi
kesadaran, pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap KPK, serta
penilaian dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja KPK.

Hasil SPM tahun 2011 diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan
dalam menyusun strategi pemberantasan korupsi yang efektif maupun evaluasi dari
perencanaan strategis KPK yang sudah dikembangkan sebelumnya.

1.3. Metode Survei

1.3.1. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data primer SPM tahun 2011 menggunakan metode wawancara langsung
(tatap muka) dengan responden. Alat bantu yang digunakan dalam wawancara langsung
ini adalah kuesioner terstruktur.

1.3.2. Lokasi dan Responden

Kriteria pemilihan lokasi survei adalah:


a) Secara geografis mewakili wilayah Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur;
b) Merupakan daerah ibukota provinsi yang merupakan representasi sebagai kota
besar;
c) Memiliki aktivitas ekonomi, politik dan potensi pembangunan yang relatif tinggi,
yang di antaranya dapat dilihat dari jumlah usia produktif, luas wilayah,
kepadatan penduduk, nilai PDRB perkapita, dan indeks pembangunan manusia;

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 2
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

d) Menjadi prioritas utama yang masuk dalam wilayah kegiatan pencegahan KPK di
tahun 2011

Berdasarkan kriteria tersebut terpilih 10 kota besar, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel I.1 Lokasi Sampel dan Sebaran Responden

Indeks Jumlah
No Daerah Usia Produktif Kepadatan PDRB
Pembangunan Sampel
(≥ 20 Tahun) Penduduk Perkapita
Manusia
(25%) (25%) (25%)
(25%)
1 Kota Medan 1,139,147 7,660 20,839 75.40 203

2 Kota Palembang 779,832 3,347 12,856 73.60 136

3 Kota Bandar Lampung 455,073 4,010 8,374 73.50 118

4 DKI Jakarta 5,656,281 13,324 57,290 76.10 506

5 Kota Bandung 1,449,333 13,704 15,101 74.30 247

6 Kota Semarang 892,446 3,847 7,361 75.30 132

7 Kota Surabaya 1,685,228 7,986 34,779 74.60 260

8 Kota Samarinda 353,469 800 22,724 75.10 125

9 Kota Makassar 705,343 6,787 13,097 76.60 162

10 Kota Manado 240,860 2,584 12,607 76.30 111

Total 2000

Sumber: Data diolah

Survei ini menggunakan purposive sampling dalam melakukan pemilihan responden


dengan kriteria responden sebagai berikut:
a) Usia minimal 20 tahun;
b) Pendidikan minimal lulusan SMA;
c) Mewakili kelompok profesi populasi (masyarakat) (meliputi mahasiswa, pegawai
swasta, pegawai negeri/polisi/militer, wiraswasta, profesional dan lainnya (ibu
rumah tangga, pensiunan, dsb);

Kriteria tersebut ditetapkan untuk mendapatkan responden yang dinilai telah memiliki
cukup pengetahuan, serta mengikuti perkembangan informasi mengenai politik,
ekonomi, hukum, dan sosial, sehingga dapat menjawab pertanyaan kuesioner.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 3
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Dengan menggunakan tingkat kepercayaan (confidence level) 99% dan selang


kepercayaan (confidence interval) sebesar 5% serta total populasi (penduduk berusia 20
tahun ke atas) berjumlah 134.202.924 orang (BPS, 2005) maka jumlah minimum
responden berdasarkan perhitungan statistik adalah 666 (Sun Yang: 1998). Dengan
mempertimbangkan waktu survei dan anggaran yang tersedia, maka jumlah responden
untuk survei ini ditetapkan minimal berjumlah 2000 orang. Tabel berikut menjelaskan 10
kota yang terpilih sekaligus penyebaran sampel respondennya pada ke 10 kota tersebut
yang didasarkan pada rasio antara usia produktif, kepadatan penduduk, Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia masing-
masing sebesar 25%:25%:25%: 25%.

1.3.3. Pelaksana

SPM tahun 2011 dilakukan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK. Dalam
rangka efektivitas dan efisiensi, pada tahap pengumpulan data primer, KPK melakukan
kerjasama melalui sistem swakelola dengan pihak perguruan tinggi di 10 wilayah survei.

1.3.4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif statistik (nilai tengah, ukuran dispersi, dan
tabulasi silang) yang digunakan untuk menggambarkan baik karakteristik, kesadaran,
pengetahuan, sikap, maupun perilaku responden terhadap korupsi ataupun KPK.

1.3.4. Keluaran

Keluaran SPM tahun 2011 ini berupa laporan hasil analisis data secara nasional. Namun
demikian, untuk kebutuhan internal, isi laporan dapat dielaborasi berdasarkan daerah
maupun karakteristik tertentu yang telah didefinisikan dalam kuesioner.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 4
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

BAB II
KARAKTERISTIK RESPONDEN

Jumlah responden dalam SPM 2011 secara keseluruhan adalah 2000 orang, terdiri dari
61 persen pria (1 211 orang) dan 39 persen wanita (789 orang). Responden tersebut
tersebar di 10 kota pada 10 wilayah sampel, dengan rincian sebaran sebagai berikut.

Tabel II.1. Jumlah Responden Berdasarkan Lokasi dan Wilayah Sampel dan Sebarannya

No Lokasi Provinsi Jumlah (%)


Responden
1 Medan Suma te ra Utara 203 10.15

2 Bandar Lampung Lampung 118 5.90

3 Palembang Suma te ra Se latan 136 6.80

4 Jakarta DKI Jakarta 506 25.30

5 Bandung Ja w a Barat 247 12.35

6 Surabaya Ja w a Timur 260 13.00

7 Semarang Ja w a Tengah 132 6.60

8 Makassar Sulaw e si Se latan 162 8.10

9 Manado Sulaw e si Utara 111 5.55

10 Samarinda Kalimantan Timur 125 6.25

Total 2000 100

Sumber: Data diolah

Ditinjau dari tingkat pendidikan, sebagian besar responden adalah tamatan SMA
(57,65%), kemudian diikuti oleh tamatan S-1 (29,05%), dan sisanya adalah lulusan
Akademi dan Pascasarjana seperti ditunjukkan oleh tabel II.2 berikut:

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 5
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Tabel II.2 Status Pekerjaan Responden

Jumlah
No Tingkat Pendidikan %
Responden
1 Tamat SMA 1153 57.65

2 Tamat Akademi 144 7.20

3 Tamat S1 581 29.05

4 Tamat S2/S3 122 6.10

Total 2000 100

Sumber: Data diolah

Apabila dikaitkan dengan status pekerjaan, maka mahasiswa menduduki porsi terbesar
yaitu 20,45% kemudian diikuti oleh pegawai swasta dengan 15,5%, PNS 14,95% dan
wiraswasta/pengusaha sebesar 11,75%, sisanya adalah TNI/POLRI, profesional, ibu
rumah tangga dan pekerja sektor informal dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel II.3 di bawah ini.

Tabel II.3 Tingkat Pendidikan Responden

No Status Pekerjaan Jumlah %


1 Mahasisw a 409 20.45

2 Pegaw ai Negeri Sipil (PNS) 299 14.95

3 TNI/POLRI 151 7.55

4 Pegaw ai Sw asta 310 15.50

5 W irasw asta/Pe ngusaha 235 11.75

6 Profe sional 126 6.30

7 Ibu Rumah Tangga 177 8.85

8 Sektor Informal 113 5.65

9 Lain-lain 180 9.00

Total 2000 100

Sumber: Data diolah

Sebagian besar responden dalam survei ini pengeluaran per bulannya berada di sekitar
Rp. 1 juta sampai Rp. 2,5 juta dan di bawah Rp. 1 juta, dan hanya sebagian kecil yang
berada di antara Rp. 2,5 juta sampai 5 juta dan di atas Rp. 5 juta, seperti ditunjukkan
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 6
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

oleh Tabel II.4 berikut.

Tabel II.4 Nilai Pengeluaran Rata-rata Responden/Bulan

Jumlah
No Pengeluaran (Rp) %
Responden
1 Di baw ah 1 juta 617 30.85

2 1 juta sd. 2.5 juta 852 42.60

3 Diatas 2.5 juta sd. 5 juta 400 20.00

4 Di atas 5 juta 131 6.55

Total 2000 100

Sumber: Data diolah

Karakteristik responden yang ditampilkan tersebut diharapkan memberikan gambaran


mengenai kondisi nyata responden sehingga mempermudah dalam menganalisis hasil
survei SPM 2011 serta menetapkan program kerja pada tahun-tahun berikutnya.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 7
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

BAB III
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KORUPSI

Survei Persepsi Masyarakat mengenai Korupsi membagi pembahasan menjadi 4 (empat)


bagian, yaitu persepsi masyarakat mengenai kesadaran korupsi, pengetahuan mengenai
korupsi, sikap terhadap korupsi, serta persepsi masyarakat terhadap kecenderungan
perilaku korupsi. Output dari bagian ini adalah pengukuran indeks pengetahuan
masyarakat mengenai korupsi yang akan digunakan sebagai evaluasi pencapaian salah
satu target bidang pencegahan KPK seperti yang disyaratkan dalam perencanaan
strategis KPK.

3.1 Kesadaran Mengenai Korupsi

Untuk mengukur kesadaran masyarakat mengenai korupsi, penelitian ini


mengembangkan beberapa instrumen pertanyaan. Pertanyaan pertama mengukur
secara langsung paparan (exposure) kasus-kasus korupsi terhadap masyarakat untuk
melihat apakah masyarakat sadar mengenai korupsi yang terjadi di sekitar mereka.
Pertanyaan kedua dilakukan untuk melihat kasus-kasus yang mendapatkan perhatian
lebih dari masyarakat. Pertanyaan terakhir pada bagian ini menggambarkan persepsi
masyarakat mengenai kelaziman korupsi di Indonesia. Sebagai pembanding, survei
korupsi di Hongkong ditunjukkan untuk membandingkan perbedaan persepsi masyarakat
Hongkong dan masyarakat Indonesia terhadap kelaziman korupsi di masing-masing
Negara/Wilayah.

Sebagian besar jawaban responden pada pertanyaan pertama menyatakan pernah


mendengar atau mengetahui kasus korupsi dalam 1 tahun terakhir (99,05%). Pertanyaan
ini menunjukkan tingkat kesadaran yang tinggi dari responden terhadap korupsi.
Jawaban dari responden secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.1.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 8
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Persentase 99.05 0.95 Tidak


Ya

0 20 40 60 80 100

Gambar 3.1 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Apakah anda mengetahui/mendengar kasus
korupsi yang pernah terjadi dalam 1 tahun terakhir?”.

Terdapat tiga besar (modus) kasus korupsi yang mendapatkan perhatian masyarakat dan
sering disebutkan yaitu kasus pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, kasus Bank
Century, Wisma Atlet dan Nazaruddin. Kasus korupsi lain yang menjadi perhatian
sebagian kecil responden adalah kasus penyuapan yang melibatkan Arthalita Suryani,
Kasus Bank Indonesia yang melibatkan Aulia Pohan, Kasus BLBI, Kasus korupsi APBD di
sejumlah daerah, Kasus kriminalisasi KPK yang melibatkan pimpinan KPK, dan kasus yang
melibatkan Anggodo serta kasus-kasus korupsi lain di daerah di mana responden
berdomisili.

Mengenai kelaziman korupsi di Indonesia, sebagian besar responden mengatakan bahwa


korupsi merupakan hal yang lazim terjadi di Indonesia. Jumlah responden yang
menyatakan korupsi merupakan suatu hal yang lazim mencapai 92,1% responden,
sisanya menyatakan sebaliknya (6,6%) atau tidak tahu (1,3%) (Tabel III.1). Respon ini
dapat dijadikan barometer mengenai hal berikut: (1) Seberapa jauh/dekat kejadian
korupsi pada kehidupan masyarakat Indonesia. Sehingga Tindak Pidana Korupsi dapat
dikatakan masih banyak terjadi di masyarakat, dan masyarakat dapat dengan mudah
menemukan perbuatan ini di lingkungan mereka, (2) Sebagai alat ukur/evaluasi KPK
secara tidak langsung untuk melihat sejauh mana dampak keberhasilan upaya-upaya
dari sisi pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi. Dalam bidang pencegahan
hasil ini dapat digunakan untuk mengukur apakah upaya yang telah dilakukan KPK
dapat mengubah persepsi masyarakat mengenai kelaziman korupsi di Indonesia. Dalam
bidang penindakan apakah penanganan kasus saat ini telah memberikan efek jera
kepada masyarakat sehingga mengurangi tindak pidana korupsi.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 9
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Tabel III.1 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Apakah korupsi merupakan suatu hal yang umum
(lumrah/sering) terjadi di Indonesia”? (%)

No Respon 2011

1 Ya 92.10

2 Tidak 6.60

3 Tidak Tahu 1.30

Total 100

Sumber: Data diolah

Hasil survei yang menunjukkan tingkat kesadaran yang tinggi terhadap korupsi pada
penelitian ini serupa dengan hasil yang didapatkan pada penelitian sejenis mengenai
korupsi pada Desember 2006 (Inacon, 2006). Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa
kesadaran responden terhadap fenomena korupsi cukup tinggi dan pengetahuan mereka
terhadap kasus-kasus korupsi terkini juga baik.

Bandingkan hasil tersebut dengan hasil survei pada pertanyaan yang sama yang
diperoleh Hongkong selama tahun 2005-2008 seperti yang terlihat pada Tabel III.2.
Tabel tersebut menunjukkan secara tidak langsung keberhasilan upaya-upaya
pemberantasan korupsi di Hongkong dalam hal ini Independent Comission Against
Corruption (ICAC) sehingga dapat mengubah persepsi kelaziman korupsi. Jika tahun
2005 jumlah yang menyatakan korupsi sebagai suatu hal yang tidak biasa berjumlah
67,6% , pada tahun 2008 jumlahnya meningkat menjadi 71,2%. Walaupun kemudian
terjadi penurunan di tahun 2009 menjadi 59,90%, namun kemudian kembali meningkat
menjadi 71% di tahun 2010. Perbandingan antara Hongkong dan Indonesia paling tidak
memberikan gambaran mengenai perbedaan persepsi yang terjadi di antara masyarakat
Indonesia dan Hongkong.

Tabel III.2 Respon Masyarakat Hongkong Terhadap Kelaziman Korupsi 2005-2010 (%)
No Respon 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Ya 29,1 33,,7 28,8 28,6 30,9 20,9


2 Tidak 67,6 65,4 68,8 71,2 59,9 71,0
3 Tidak Tahu 3,3 1,0 2,6 0,2 9,2 8,1
Sumber: Independent Comission Against Corruption (ICAC) Annual Survei 2010

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 10
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

3.2 Pengetahuan Mengenai Korupsi


Pengetahuan responden mengenai korupsi pada penelitian ini diukur dengan
menggunakan beberapa indikator. Pertama dengan melihat apakah responden dapat
mengidentifikasi jenis-jenis korupsi sesuai dengan yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Kedua dengan melihat apakah responden
memahami bahaya dan tingkatan dampak korupsi. Ketiga dengan melihat
pengetahuan responden terhadap sektor-sektor yang menurut mereka paling parah
tingkat korupsinya sehingga perlu diprioritaskan penanganannya.

3.2.1 Identifikasi Kategori Perbuatan Korupsi

Jenis-jenis korupsi berdasarkan perundangan dipaparkan secara tidak langsung


dengan menggunakan contoh perilaku yang masuk kategori pada tindak pidana
korupsi tertentu berdasarkan peraturan yang berlaku. Responden kemudian diminta
pendapatnya mengenai apakah tindakan tersebut masuk dalam kategori korupsi atau
tidak. Pendekatan ini lebih sesuai digunakan dibanding jika responden ditanyakan
mengenai apakah mereka mengetahui mengenai definisi korupsi sesuai dengan
peraturan yang ada atau menanyakan mengenai apakah mereka mengetahui
mengenai peraturan tersebut.

Survei ini mengelompokkan dan memberikan contoh tindak pidana korupsi kedalam
beberapa kelompok yaitu: (1) korupsi yang menyangkut kerugian keuangan negara,
(2) korupsi yang menyangkut suap menyuap, (3) korupsi yang menyangkut
penggelapan dalam jabatan, (4) korupsi yang menyangkut pemerasan, (5) korupsi
yang menyangkut perbuatan curang, (6) korupsi yang menyangkut benturan
kepentingan dalam pengadaan, (7) korupsi terkait gratifikasi, dan (8) tindak pidana
lain terkait tindak pidana korupsi. Pengembangan contoh dibuat sedekat mungkin
dengan realitas kejadian korupsi yang mungkin dialami dan mudah dipahami oleh
responden.

1. Pendapat Masyarakat Secara Umum Terhadap Kategori Perbuatan Korupsi

Untuk menilai apakah masyarakat dapat mengidentifikasi jenis korupsi yang


menyangkut kerugian keuangan Negara sebuah pertanyaan diajukan mengenai
apakah perbuatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai panitia pengadaan barang/jasa
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 11
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

yang memenangkan tender kepada perusahaan saudaranya sendiri, meski


penawarannya bukan yang paling baik dan paling murah dapat digolongkan ke dalam
korupsi. Jawaban responden terkait contoh perbuatan di atas adalah 72,15%
menyatakan bahwa tindakan tersebut termasuk korupsi, 16,7% menyatakan bukan
merupakan korupsi dan 11,15% tidak mengetahui apakah tindakan tersebut
merupakan korupsi atau bukan. Meski sebagian besar responden dapat
mengidentifikasi bahwa perbuatan tersebut termasuk korupsi, masih terdapat
sejumlah 16,7% responden yang memiliki pemahaman yang salah dan 11,15% yang
bahkan tidak tahu mengenai apakah perbutan tersebut korupsi atau bukan. Tabel
III.3 menjelaskan respon masyarakat terhadap pertanyaan yang disampaikan terkait
kategori perbuatan korupsi berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Penilaian korupsi yang menyangkut suap-menyuap dilakukan dengan mengajukan


sebuah pertanyaan mengenai ‘apakah pelanggar lalu lintas yang memberikan uang
damai kepada polisi lalu lintas daripada ditilang dan menjalani persidangan dapat
digolongkan ke dalam korupsi?’ Respon dari responden umumnya berpendapat bahwa
hal tersebut merupakan perbuatan korupsi (83,45%), sisanya sebesar 12,05%
berpendapat sebaliknya dan sebanyak 4,5% responden yang tidak tahu mengenai
apakah perbuatan tersebut masuk ke dalam kategori perbuatan korupsi. Jika
dibandingkan respon pada kategori jawaban sebelumnya, nampak bahwa pada
kategori ini, semakin banyak responden yang dapat mengidentifikasi perbuatan
tersebut masuk dalam kategori korupsi. Dimasa mendatang, dengan usaha sosialisasi
berkelanjutan, konsisten dan terintegrasi dari KPK beserta pihak terkait diharapkan
jumlah masyarakat yang dapat mengidentifikasi perbuatan ini sebagai korupsi
semakin meningkat.

Untuk mengukur tingkat pengetahuan mayarakat terhadap jenis korupsi yang


menyangkut penggelapan dalam jabatan, pertanyaan situasional seperti ‘Apakah
pegawai negeri yang sengaja memalsu laporan keuangan tidak sesuai dengan yang
sebenarnya termasuk ke dalam korupsi?’ disampaikan kepada masyarakat. Sebanyak
94% responden dapat mengidentifikasi perbuatan ini sebagai korupsi. Sisanya
sebesar 2,5% mengatakan hal ini bukan merupakan korupsi dan sebanyak 3,5%
responden yang tidak tahu mengenai apakah perbuatan tersebut termasuk korupsi

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 12
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

atau bukan. Respon ini tentunya sangat baik dan menunjukkan tingkat pengetahuan
yang cukup dari masyarakat dalam mengidentifikasi korupsi yang tergolong pada
penggelapan dalam jabatan.

Jika seseorang mendapatkan tugas sebagai Panitia pengadaan barang/jasa kemudian


ikut terlibat langsung dalam pengadaan yang diurus/diawasinya, hal ini
menempatkan seseorang/panitia tersebut pada posisi yang dapat mengakibatkan
benturan/konflik kepentingan. Jika mengacu pada peraturan yang ada, perbuatan ini
dapat dikategorikan sebagai perbuatan korupsi terkait benturan kepentingan dalam
pengadaan. Hanya 52,5% responden beranggapan perbuatan ini termasuk korupsi.
Masih terdapat 32,2% beranggapan perbuatan itu bukan korupsi dan 15,3%
menyatakan tidak tahu. Di antara kategori jenis tindak pidana korupsi, kategori
perbuatan korupsi yang berhubungan benturan/konflik kepentingan dalam pengadaan
barang dan jasa (PBJ) merupakan salah satu kategori korupsi yang masih
membutuhkan peningkatan pemahaman masyarakat lebih jauh.

Perbuatan pejabat yang meminta tips atau fasilitas lain pada pengusaha yang sedang
mengikuti tender di instansi pejabat tersebut seringkali menempatkan pengusaha
pada posisi yang serba salah. Jika tidak mengikuti permintaan, maka resiko
kehilangan tender merupakan sebuah kemungkinan yang harus dihadapi. Tindakan
dari pejabat tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang mengarah kepada
pemerasan. Menyikapi hal ini, sebanyak 75,05% responden beranggapan bahwa
tindakan tersebut merupakan korupsi. Sebanyak 15,15% beranggapan bahwa
tindakan tersebut bukan merupakan korupsi dan 9,80% tidak tahu bahwa hal
tersebut merupakan korupsi/bukan.

Perbuatan pengawas bangunan yang dengan sengaja membiarkan pembangunan


gedung tidak sesuai dengan standar dapat dikategorikan sebagai perbuatan curang
dan masuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Sebanyak 81,80% responden dapat
mengidentifikasikan hal ini dengan baik. Meski demikian, masih terdapat 9,60%
responden yang salah mengidentifikasi dan 8,60% bahkan tidak mengetahui bahwa
perbuatan ini tergolong dalam tindak pidana korupsi atau bukan.

Meski bukan kosa kata baru dalam kamus Indonesia, gratifikasi dan pengaturannya

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 13
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

relatif baru diundangkan jika dibandingkan dengan tindak pidana korupsi lainnya
yang dituangkan dalam Pasal 12 B Undang Undang No. 20 Tahun 2001. Hasil survei
pada tindakan pegawai negeri yang menerima gratifikasi menunjukkan bahwa hanya
56,55% responden yang beranggapan bahwa perbuatan ini termasuk korupsi
sedangkan 31,15% beranggapan bukan korupsi. Masih ada 12,3% responden yang
tidak tahu apakah perbuatan tersebut tergolong korupsi atau bukan. Hal ini
mengindikasikan kurangnya pemahaman terhadap jenis korupsi menyangkut
gratifikasi sehingga mengisyaratkan kebutuhan sosialisasi lebih jauh oleh KPK pada
masyarakat.

Tabel III.3 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Menurut anda, apakah kondisi berikut ini
merupakan korupsi?”.
No Jenis Korupsi Pertanyaan Respon (%)
Ya Tidak Tidak tahu
1 Korupsi yang Apakah pe rbuatan PNS se bagai Panitia 72.15 16.70 11.15
Menyangkut Ke rugian Pengadaan Barang dan Jas a yang
Ne gara me me nangkan tender kepada
perusahaan saudaranya sendiri me ski
penaw arannya bukan yang paling baik
dan paling murah dapat dikategorikan
perbuatan korupsi?

2 Korupsi yang Apakah pe langgar lalu lintas yang 83.45 12.05 4.50
Menyangkut Suap me mberikan uang damai kepada polisi
Menyuap lalu lintas daripada ditilang dan
me njalani persidangan dapat
digolongkan ke dalam korupsi?

3 Korupsi yang Apakah Pe gaw ai Ne ge ri yang se ngaja 94.00 2.50 3.50


menyangkut me malsukan laporan keuangan tidak
Pe ngge lapan dalam sesuai dengan pengeluaran
Jabatan sebenarnya dapat digolongkan ke
dalam korupsi?

4 Korupsi yang Apakah pe rbuatan yang dilakukan 52.50 32.20 15.30


te rmasuk Be nturan sebagai panitia pengadaan barang dan
Ke pe ntingan dalam jasa ikut te rlibat langsung dalam
Pe ngadan Barang pengadaan yang se dang
dan Jasa diurus/diaw asinya dapat dikategorikan
ke dalam korupsi?
5 Korupsi yang Apakah pe jabat Pemerintah yang 75.05 15.15 9.80
Menyangkut me minta tips atau fasilitas ke pada
Pe me rasan pengusaha yang se dang mengikuti
tende r di instansinya dapat
digolongkan ke dalam korupsi?

6 Korupsi yang Apakah pe rbuatan pengaw as 81.80 9.60 8.60


Menyangkut bangunan yang dengan sengaja
Pe rbuatan Curang me mbiarkan pembangunan gedung
tidak sesuai dengan standar dapat
dikate gorikan se bagai perbuatan
curang dan masuk ke dalam korupsi?

7 Korupsi te rkait Apakah perbuatan Pegaw ai Ne geri 56.55 31.15 12.30


Gratifikasi menerima diskon khusus/voucher
belanja dan pihak pemasok barang di
instansinya dapat dikate gorikan ke
dalam korupsi?
8 Tindak Pidana Lain Apakah perbuatan orang yang menolak 51.70 29.50 18.80
te rkait Korupsi membe rikan ke te rangan sebagai saksi
dalam kasus korupsi yang dike tahuinya
dapat di kategorikan ke dalam korupsi?

Sumber: Data diolah

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 14
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Dalam rangka menilai kategori Tindak pindana lain terkait korupsi, survei ini
mangajukan pertanyaan ‘apakah orang yang menolak memberikan keterangan
sebagai saksi dalam kasus korupsi yang diketahuinya termasuk ke dalam korupsi?’
terdapat 51,7% responden beranggapan perbuatan ini termasuk korupsi sedangkan
29,5% beranggapan perbuatan itu bukan korupsi dan 18,8% menyatakan tidak tahu.

Bila dibandingkan dengan hasil survei tahun 2010, tidak terdapat perbedaan
signifikan dalam hal tingkat pengetahuan masyarakat dalam mengkategorikan
perbuatan korupsi. Tiga kategori korupsi yang paling tidak diketahui oleh masyarakat
bahwa perbuatan tersebut tergolong dalam korupsi adalah benturan kepentingan
dalam PBJ, korupsi terkait gratifikasi dan tindak pidana lain terkait korupsi. Jika pada
tahun 2010 masyarakat yang tahu bahwa panitia pengadaan barang dan jasa yang
ikut terlibat langsung dalam pengadaan yang sedang diurusnya termasuk melakukan
korupsi 52,7 % maka pada tahun 2011 relatif stagnan 52,5%. Sedangkan terkait
gratifikasi, pada tahun 2010, 61% masyarakat tahu bahwa perbuatan PNS menerima
diskon khusus/voucher dari pemasok adalah korupsi. Angka tersebut menurun
menjadi 56,55% di tahun 2011. Sedangkan untuk tindak pidana lain terkait korupsi,
responden yang menyatakan perbuatan tersebut termasuk korupsi sebesar 54,6%
menurun menjadi 51,7% di tahun 2011.

Berdasarkan data tersebut, maka secara umum pandangan masyarakat tentang


korupsi belum banyak berubah sehingga masih diperlukan upaya yang sistematis
untuk memberikan pemahaman yang komprehensif terkait kategori perbuatan
korupsi kepada masyarakat.

2. Kategori Pekerjaan yang Masih Membutuhkan Usaha Sosialisasi Lebih


Intensif

Terdapat perbedaan variasi pemahaman dalam mengidentifikasi korupsi pada


responden dengan latar belakang profesi/perkerjaan berbeda. Berdasarkan hasil
survei terlihat bahwa kategori korupsi yang menyangkut benturan kepentingan,
gratifikasi dan tindak pidana lain terkait korupsi paling tidak mengindikasikan adanya
perbedaan tersebut.

Tabulasi silang yang dilakukan pada data pekerjaan dan respon dari responden pada

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 15
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

pertanyaan terkait kategori korupsi yang menyangkut benturan kepentingan dalam


pengadaan barang dan jasa menghasilkan informasi tambahan bahwa kelompok
terbanyak dari mereka yang memberikan jawaban yang keliru justeru terdapat pada
Mahasiswa (45,41%), TNI/POLRI (35,33%), sektor informal (32,14%), ibu
rumahtangga (27,84%), serta Pegawai Negeri Sipil (27,09%). Persentase yang
menjawab tidak tahu juga paling besar pada Mahasiswa (17,63%) dan Ibu Rumah
Tangga (17,05%). Kondisi ini cukup wajar mengingat mahasiswa dan Ibu Rumah
Tangga bukanlah pihak yang sering bersentuhan dengan proses pengadaan barang
dan jasa. Namun jawaban tidak tahu yag disampaikan oleh PNS sebesar 15,05% dan
TNI/ POLRI sebesar 12,67% cukup mengecewakan karena kedua profesi ini yang
paling sering bersentuhan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa. Informasi ini
sekaligus memberikan arah pada usaha sosialisasi yang dapat dilakukan oleh KPK ke
depan terkait masih kurangnya pemahaman kelompok masyarakat tertentu terhadap
jenis korupsi yang menyangkut benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan
jasa. Selengkapnya mengenai informasi ini dapat dilihat pada Gambar3.2.

Mahasiswa 36.96 45.41 17.63


Pegawai Negeri Sipil (PNS) 57.86 27.09 15.05
TNI/POLRI 52 35.33 12.67
Pegawai Swasta 52.75 30.74 16.5
Wiraswasta/ Pengusaha 61.7 22.98 15.32 Tidak Tahu
Tidak
Profesional 57.6 32.8 9.6
Ya
Ibu Rumah Tangga 55.11 27.84 17.05
Sektor Informal 50.89 32.14 16.96
Lain-lain 66.11 22.78 11.11

0 20 40 60 80 100

Gambar 3.2. Identifikasi Jenis Korupsi Terkait Benturan Kepentingan dalam PBJ berdasarkan
Pekerjaan (%)

Tabulasi silang yang dilakukan terhadap kategori korupsi terkait gratifikasi dengan
variabel pekerjaan menunjukkan bahwa TNI/POLRI (38,67%), mahasiswa (38,41%),
dan PNS (31,44%) merupakan pihak yang masih membutuhkan penjelasan mengenai
jenis korupsi ini (Lihat Gambar 3.3). Kondisi ini tidak berbeda jauh dengan
pengetahuan 3 kelompok ini terhadap kategori korupsi terkait benturan kepentingan
dalam pengadaan barang dan jasa. Walaupun mengecewakan, fakta ini harus
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 16
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

mendapat perhatian lebih dari KPK mengingat kelompok PNS dan TNI/POLRI
merupakan kelompok yang paling besar terkena kasus korupsi yang masuk dalam
kategori gratifikasi.

Mahasiswa 47.83 38.41 13.77


Pegawai Negeri Sipil (PNS) 55.85 31.44 12.71
TNI/POLRI 50.67 38.67 10.67
Pegawai Swasta 61.82 26.54 11.65
Wiraswasta/ Pengusaha 57.02 28.51 14.47 Tidak Tahu
Tidak
Profesional 60 28.8 11.2
Ya
Ibu Rumah Tangga 61.93 27.84 10.23
Sektor Informal 57.14 29.46 13.29
Lain-lain 67.78 23.33 8.89

0 20 40 60 80 100

Gambar 3.3. Identifikasi Jenis Korupsi terkait Gratifikasi berdasarkan Pekerjaan (%)

Survei yang sama (SPM 2008, 2009,2010) secara konsisten menunjukkan hasil yang
identik mengenai perlunya usaha sosialisasi lebih intensif dilakukan terkait gratifikasi.
Jika pada tahun 2009 jumlah proporsi responden yang setuju bahwa perbuatan ini
bukan merupakan korupsi berjumlah 28,09% tahun 2010, pada tahun 2011 hasilnya
menjadi 31,15% yang mengatakan bahwa perbuatan ini sebagai sesuatu yang wajar
dan bukan sebagai korupsi hal ini berarti bahwa kegiatan sosialisasi tentang
gratifikasi dapat dilakukan lebih intensif.

Pada kategori tindak pidana lain terkait tindak pidana korupsi, pertanyaan 'Apakah
perbuatan orang yang menolak memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus
korupsi yang diketahuinya dapat dikategorikan korupsi', kelompok yang paling
banyak memberikan respon yang salah berasal dari Profesional (41.6%), TNI/POLRI
(37.33%), serta Mahasiswa (30.92%) (Gambar 3.4).

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 17
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Mahasiswa 50.97 30.92 18.12


Pegawai Negeri Sipil (PNS) 51.17 28.09 20.74
TNI/POLRI 46.67 37.33 16
Pegawai Swasta 58.9 22.98 18.12
Wiraswasta/ Pengusaha 52.77 28.51 18.72 Tidak Tahu
Tidak
Profesional 42.4 41.6 16
Ya
Ibu Rumah Tangga 55.11 22.73 22.16
Sektor Informal 52.68 27.68 19.64
Lain-lain 47.78 33.89 18.33

0 20 40 60 80 100

Gambar 3.4. Identifikasi Jenis Tindak Pidana Lain Terkait Korupsi berdasarkan Pekerjaan (%)

Hasil survei di atas memberikan arah bagi KPK mengenai kategori tindakan korupsi
yang masih membutuhkan sosialisasi lebih jauh. Pemahaman mengenai konflik
kepentingan, gratifikasi dan tindak pidana lain terkait korupsi merupakan tiga
kategori tindakan korupsi yang mengemuka dalam penelitian ini. Pengetahuan
mengenai korupsi penting dikarenakan hal ini merupakan dasar dari pembentukan
sikap dan perilaku masyarakat terhadap korupsi. Beberapa kajian dalam ranah
akademis dan praktis menemukan adanya hubungan yang signifikan dan saling
mempengaruhi antara pengetahuan, kesadaran dan sikap serta perilaku yang
terbentuk. Berbagai teori ditawarkan dalam ranah akademis untuk menjelaskan
hubungan antara variabel tersebut.

Hasil survei sejenis pada tahun 2006 (KPK, 2006; INACON, 2006) menemukan
beberapa hal tambahan terkait pengetahuan masyarakat mengenai korupsi, yaitu: (1)
Kemungkinan terdapat perbedaan pemahaman yang diakibatkan adanya perbedaan
jenjang pendidikan dimana responden mahasiswa dan umum cenderung memiliki
pengetahuan yang lebih baik, lebih detail dan lebih konseptual dibandingkan
responden SMP dan SMA (hal ini kemudian dijadikan salah satu alasan munculnya
kriteria pendidikan minimal SMP pada penelitian ini); (2) terkait definisi korupsi
ditemukan bahwa masyarakat cenderung kesulitan mendefinisikan korupsi, definisi
cenderung terlalu sempit atau malah melebar; (3) Tentang aturan hukum,

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 18
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

masyarakat umumnya tahu bentuk hukum secara umum tapi tidak tahu aturan
perundangannya; dan (4) Seperti halnya pada penelitian ini, pada tahun 2006 pun
masyarakat cukup baik dan tahu mengenai kasus korupsi terbaru.

Meski proporsi responden yang berhasil mengidentifikasi perbuatan di atas sebagai


korupsi merupakan mayoritas namun apakah pengetahuan mengenai hal itu saja
cukup untuk membentuk sikap dan perilaku masyarakat, masih diperlukan kajian
lebih mendalam untuk menjawab hal tersebut. Ke depan menjadi tugas KPK untuk
merancang dan memberikan jenis pengetahuan yang diperlukan dan seberapa jauh
tingkat pemahamannya kepada masyarakat sehingga dapat membentuk sikap dan
perilaku anti korupsi.

3.2.2 Memahami Bahaya dan Tingkatan Dampak Korupsi

Selain mampu mengidentifikasi korupsi, pengetahuan lain yang dibutuhkan adalah


pemahaman mengenai bahaya korupsi. Pemahaman mengenai hal ini dapat
membantu meningkatkan mengenai dampak yang ditimbulkan dari korupsi baik bagi
diri maupun pihak lain sehingga dapat membantu membentuk sikap dan perilaku anti
korupsi. Berdasarkan Gambar 3.5. diketahui bahwa dampak terbesar korupsi jika
diurutkan dari nilai proporsi, pendapat responden terdapat pada variabel pemborosan
keuangan negara (95,1%) dan terendah pada tidak terjaminnya keamanan
masyarakat (62,55%). Jika dilihat berdasarkan faktor yang terbentuk pada penelitian
ini maka faktor pertama yaitu Bahaya bahwa korupsi dapat menyebabkan kerugian
keuangan negara/perekonomian dan menghambat pembangunan merupakan bahaya
yang dipersepsikan paling berdampak besar diikuti oleh faktor kedua yaitu korupsi
menimbulkan pengurangan penerimaan negara (pajak,cukai,bea masuk) dan faktor
ketiga yang menyatakan bahwa korupsi dapat menciptakan ketidakpercayaan pada
peradilan (lihat Gambar 3.5).

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 19
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

P emboros an Keuangan N egara 95.10 4.550.35


P engurangan P enerimaan N egara (P ajak, C ukai, Bea) 92.05 6.851.10
Ketidakperc ayaan pada P eradilan 88.30 10.25 1.45
Ketidakperc ayaan pada DP R, DP RD dan DP D 86.40 11.35 2.25
Ketidakperc ayaan terhadap P emerintah P us at dan Daerah 85.50 12.85 1.65
Semakin s ulitnya menc ari pekerjaan 75.70 19.35 4.95
Sulitnya mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai 74.55 21.90 3.55
M eningkatkan biaya pembangunan infras truktur 71.75 18.65 9.60
H arga-harga barang menjadi mahal 71.35 22.30 6.35
Sulitnya mendapatkan pelayanan kes ehatan yang memadai 71.25 24.00 4.75
Berkurangnya partis ipas i mas yarakat dalam pemilihan 69.10 26.45 4.45
T idak terjaminnya keamanan mas yarakat 62.55 30.90 6.55

0 20 40 60 80 100

Berdampak Tinggi Berdampak Rendah Tidak Berdampak

Gambar 3.5 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Menurut anda, apakah Korupsi berdampak pada
hal-hal berikut ini?”. (%)

Ketika responden ditanyakan apakah mereka pernah merasakan dampak dari korupsi
dan apakah dampak tersebut terasa secara langsung atau tidak langsung, sebagian
besar responden (74,5%) menyatakan pernah merasakan dampak korupsi, nilai ini
turun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 81,9%. Dari yang merasakan
dampak korupsi sebanyak 46,98% mengatakan merasakan dampak langsung dari
korupsi dan sebagian lagi mengatakan bahwa dampak yang dirasakan bersifat tidak
langsung (52,01%). Pertanyaan ini penting untuk mengelaborasi strategi komunikasi
yang sesuai bagi KPK dalam mengkomunikasikan dan mengkampanyekan gerakan
melawan korupsi. Salah satu tantangan dalam kampanye dan komunikasi
pemahaman mengenai korupsi serta bahaya korupsi adalah bahwa korupsi
merupakan sebuah konsep abstrak yang seperti dikemukakan dari hasil survei
dampaknya bagi sebagian responden tidak dirasakan secara langsung. Tantangan
yang timbul dari hal ini menyangkut bagaimana membuat konsep tersebut relevan
dan kontekstual bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat memvisualkan abstraksi
konsep dan menghubungkan hal tersebut dengan dirinya sehingga dapat mendorong
terbentuknya sikap dan perilaku yang diharapkan oleh KPK. Komunikasi secara intens
mengenai jenis-jenis korupsi, dampak dan bahaya korupsi disamping upaya
penindakan terhadap tindak pidana korupsi yang konsisten diharapkan dapat
membantu masyarakat dalam memvisualkan abstraksi konsep korupsi.
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 20
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

P ers entas e 74.5 25.5 P ers entas e 46.98 52.01 1.01

0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Ya T idak Langs ung T idak T idak tahu
Langs ung

Gambar 3.6 Jawaban atas Pertanyaan “Apakah Gambar 3.7 Jawaban atas Pertanyaan
Anda merasakan dampak dari korupsi?”. (%) “Apakah dampak tersebut langsung atau tidak
langsung?” (%)

Jika dikaitkan dengan dengan daerah survei, maka terlihat bahwa secara umum
masyarakat masih banyak yang belum mengetahui dampak dari korupsi atau
masyarakat semakin permisif dengan korupsi dan dampak yang ditimbulkannya.
Berdasarkan hasil survei terlihat bahwa masyarakat di wilayah Kota Makassar, Bandung
dan Surabaya masih membutuhkan sosialisasi yang lebih intensif dan peran kedeputian
pencegahan untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang dampak korupsi dan
upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan. Gambaran lebih detail ditunjukkan pada
Gambar 3.8.

Surabaya 68.08 31.92


Semarang 87.12 12.88
Bandung 66.26 33.74
Manado 81.98 18.02
Palembang 75 25
Makassar 64.2 35.8
Medan 87.68 12.32
Lampung 73.73 26.27
Samarinda 82.4 17.6
Jakarta 73.12 26.88

0 20 40 60 80 100

Ya Tidak

Gambar 3.8 Jawaban atas Pertanyaan “Apakah Anda merasakan dampak dari korupsi ?
berdasarkan daerah survei” (%)

3.2.3 Prioritas Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Tiga sektor yang diusulkan responden menjadi prioritas pemberantasan tindak pidana
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 21
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

korupsi menurut responden adalah: (1) Bidang keuangan, Perencanaan


Pembangunan Nasional, Perbankan (23,53%) (2) Bidang Pemerintahan dalam Negeri
dan Daerah, Aparatur Negara (18,22%), (3) Bidang Hukum, HAM dan Keamanan
(15,53%) dan (4) Bidang Perhubungan, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat
(10,87%). Bidang lain yang menjadi perhatian responden dengan nilai di bawah 10
persen adalah: (1) Bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (8,7%), (2) Bidang
Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UMKM (8,28%), (3) Bidang Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (4,22%), (4) Bidang Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, dan
Kelautan (3,4%), (5) Bidang Pertahanan, Luar Negeri dan Informasi (2,82%), (6)
Bidang Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan (2,60%), dan (7) Bidang
Energi, Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi (2,07%).

Hasil survei ini memberikan arah bagi KPK untuk memfokuskan usaha pemberantasan
korupsi pada tiga bidang yang dipersepsikan penting dan kritis dalam upaya
pemberantasan korupsi. Fokus pada bidang ini dapat membantu KPK dalam
memenuhi ekspektasi masyarakat di satu sisi dan optimalisasi penggunaan
sumberdaya KPK di tengah keterbatasan sumber daya yang ada di sisi lain. Jika
dibandingkan dengan hasil SPM 2010 yang menempatkan sektor keuangan dan
perencanaan pembangunan nasional yang menjadi prioritas pertama maka hasil yang
didapatkan pada tahun ini menunjukkan adanya konsistensi harapan masyarakat agar
KPK menempatkan bidang keuangan dan pembangunan sebagai prioritas utama.

Bidang Keuangan, P erenc anaan P embangunan Nas ional 2 3 .5 3

Bidang P emerintahan Dalam N egeri dan Daerah 1 8 .2 2

Bidang H ukum, H A M dan Keamanan 1 5 .5 3

Bidang P erhubungan, P ekerjaan U mum, P erumahan Rakyat 1 0 .8 7

Bidang P endidikan, P emuda dan O lahraga, P ariwis ata 8 .4 7

Bidang P erdagangan, P erindus trian, I nves tas i, Koperas i 8 .2 8

Bidang T enaga Kerja dan T rans migras i, Kependudukan 4 .2 2

Bidang P ertanian, P erkebunan, Kehutanan, Kelautan 3 .4

Bidang P ertahanan, Luar N egeri dan I nformas i 2 .8 2

Bidang A gama, Sos ial, dan P emberdayaan P erempuan 2 .6

Bidang E nergi Sumber Daya M ineral, Ris et 2 .0 7

0 5 10 15 20 25

P ers entas e

Gambar 3.9 Prioritas Bidang Pemberantasan Korupsi Menurut Responden (%)

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 22
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

3.3 Sikap Mengenai Korupsi

Definisi secara sederhana mengenai sikap adalah evaluasi terhadap konsep, produk
ataupun perilaku. Evaluasi yang terbentuk memiliki arah dan nilai berupa penilaian
baik atau buruk, tinggi atau rendah. Sikap yang dinilai pada penelitian ini adalah
sikap responden secara umum mengenai korupsi. Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan bersifat tidak langsung di mana responden diminta untuk menilai sikap
mereka terhadap perilaku korupsi. Empat pertanyaan yang diajukan mencakup
apakah perbuatan-perbuatan berikut ini merupakan perbuatan yang buruk – baik
(skala satu (1) yang cenderung kearah buruk sampai dengan empat (4) yang berarti
cenderung baik) adalah: (1) Seseorang memberikan uang tambahan di luar
ketentuan resmi untuk pengurusan KTP/SIM/Paspor/dll wajar dilakukan sebagai
ucapan terima kasih, (2) Pegawai Negeri menggunakan mobil dinas di luar jam kerja
tanpa ijin yang sah, (3) Seseorang tidak keberatan memberikan sesuatu kepada
petugas layanan publik agar layanan lebih cepat, (4) Seseorang bersedia membayar
sejumlah uang asal diterima di sekolah favorit/diterima sebagai PNS. Nilai rerata yang
dihasilkan kemudian dikembangkan untuk meilhat arah dari sikap responden
terhadap korupsi. Konsensus/persetujuan yang tinggi mengenai korupsi sebagai
sesuatu yang buruk didapatkan pada perbuatan seseorang yang bersedia
memberikan uang agar dapat diterima sebagai PNS atau di sekolah yang berkualitas
(94.75%) dan terendah pada perbuatan gratifikasi berupa pemberian uang tambahan
diluar ketentuan resmi(75.45%). Detail mengenai hal tersebut dapat dilihat pada
Tabel III.5.

Tabel III.5 Apakah perilaku berikut ini merupakan suatu hal yang Baik atau Buruk?

No Situasi Baik Buruk Tidak Tahu


(%) (%) (%)

1 Seseorang memberikan uang tambahan di 21.35 75.45 3.20


luar ketentuan resmi untuk pengurusan
KTP/SIM/Paspor/dll w ajar dilakukan sebagai
ucapan terima kasih
2 Pegaw ai Negeri menggunakan mobil dinas di 6.05 89.90 4.05
luar jam kerja tanpa ijin yang sah

3 Seseorang tidak keberatan memberikan 13.70 81.80 4.50


sesuatu kepada petugas layanan publik agar
layanan lebih cepat

4 Seseorang bersedia membayar sejumlah 3.65 94.75 1.60


uang asal diterima di sekolah favorit/diterima
sebagai PNS
Sumber: Data diolah
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 23
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Hasil ini seperti hasil yang didapatkan pada survei sejenis yang diadakan tahun 2006
menunjukkan sikap yang negatif terhadap korupsi. Pengembangannya adalah, SPM
2011 memberikan rata-rata penilaian yang dapat dijadikan dasar untuk menunjukkan
pengembangan arah sikap masyarakat terhadap korupsi yaitu apakah setiap
tahunnya secara agregat arah sikap tersebut semakin negatif atau sebaliknya di
tengah usaha KPK membentuk sikap dan perilaku anti korupsi. Bila dibandingkan
dengan hasil SPM di 2010 persentase sikap responden terhadap perilaku koruptif
tidak mengalami perubahan yang signifikan.

3.4 Perilaku Mengenai Korupsi

Untuk mengukur perilaku korupsi, survei ini melihat kecenderungan perilaku yang
akan dilakukan oleh responden (konatif). Kecenderungan perilaku yang diukur adalah
perilaku positif (konstruktif) yang diharapkan dilakukan oleh responden jika
mengetahui korupsi yang terjadi di sekeliling mereka. Dalam hal ini adalah perilaku
melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya pada pihak berwenang. Rata-rata nilai
yang diperoleh adalah 2,52 (skala 1 (tidak melaporkan) – 4 (melaporkan)) yang
menunjukkan kecenderungan responden untuk melaporkan korupsi yang terjadi di
sekeliling mereka. Sebanyak 55,45% responden menyatakan akan melaporkan
sedangkan 29,15% menyatakan tidak akan melapor serta 15,4% menyatakan tidak
tahu apa yang harus dilakukan. Nilai ini menurun cukup signifikan dibanding tahun
sebelumnya. Pada tahun 2010, sebanyak 69,5% responden menyatakan akan
melaporkan, 25,5% tidak melaporkan dan 4,5% menyatakan tidak tahu. Survei yang
sama yang dilakukan dengan metode berbeda pada tahun 2006 (Inacon, 2006)
menemukan bahwa adanya kecenderungan perilaku masyarakat untuk takut melapor,
memilih tindakan anti korupsi yang sesuai dengan keadaan diri dan memilih tindakan
kolektif yang belum tentu bersifat konstruktif (demo dan lainnya).

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 24
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

P ers entas e 55.45 29.15 15.4

0 20 40 60 80 100
M elapor T idak M elapor T idak tahu

Gambar 3.10. Jawaban Responden atas Pertanyaan “Apa yang anda lakukan jika melihat kasus
korupsi di sekeliling Anda?”. (%)

Analisis lebih jauh mengenai kecenderungan perilaku melapor dihubungkan dengan


pekerjaan menemukan bahwa Profesi Wiraswasta/Pengusaha (37,45%), diikuti oleh
profesional (35,71%), dan sektor informal (35,71%) merupakan 3 (tiga) profesi
teratas yang memiliki jumlah proporsi terbesar dari responden yang tidak ingin
melaporkan korupsi yang terjadi di sekitar mereka (Gambar 3.11). Menarik untuk
ditelaah lebih jauh mengenai adanya fenomena kejadian ini, dampaknya dan
antisipasi tindakan yang harus dilakukan oleh KPK.

Mahasiswa 58.25 26.89 14.86


Pegawai Negeri Sipil (PNS) 54.18 27.76 18.06
TNI/POLRI 79.47 9.93 10.6
Pegawai Swasta 55.81 27.74 16.45
Wiraswasta/ Pengusaha 51.06 37.45 11.49 Tidak Tahu
Tidak
Profesional 50 35.71 14.29
Ya
Ibu Rumah Tangga 50.85 34.46 14.69
Sektor Informal 44.64 35.71 19.64
Lain-lain 54.44 28.33 17.22

0 20 40 60 80 100

Gambar 3.11. Jawaban Responden atas Pertanyaan “Apa yang anda lakukan jika melihat kasus
korupsi di sekeliling Anda? Berdasarkan Pekerjaan” (%)

Satu hal yang bisa ditarik dari hal ini adalah bahwa keputusan untuk melapor
nampaknya bukanlah sebuah keputusan yang mudah bagi masyarakat terutama bagi
3 profesi yang disebutkan di atas. Bila ditelaah, orang yang berprofesi terutama di 2
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 25
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

bidang yaitu profesional dan pengusaha/wiraswasta sebenarnya cukup besar


peluangnya melihat dan terkontaminasi korupsi (yang merugikan negara).
Interpretasi lebih jauh mengindikasikan adanya perhitungan antara manfaat dan
dampak (biaya) yang diakibatkan oleh tindakan melapor. Dampak yang timbul oleh
perbuatan yang dilakukan akan menjadi resiko yang harus ditanggung oleh pelapor
dengan kata lain menjadi biaya yang harus ditanggung. Resiko yang timbul tidak
hanya masalah resiko keamanan (ancaman fisik) dan finansial (kehilangan bisnis,
mata pencaharian, karir dan lainnya) tetapi juga mencakup resiko psikologis (beban
pikiran) dan sosiologis (bagaimana respon dan dampaknya dari dan bagi lingkungan
seperti rekan kerja, kerabat dan keluarga). Belum lagi biaya waktu, tenaga, pikiran
dan moneter yang ditimbulkan akibat menjalani proses pelaporan tersebut. Jika
perhitungan biaya dan resiko mendominasi manfaat maka keengganan melaporkan
perkara korupsi merupakan hasilnya.

Jika respon melapor merupakan salah satu respon perilaku yang diharapkan maka
penting bagi KPK untuk mendorong terjadinya perilaku ini. Mengurangi resiko dan
biaya yang timbul apakah itu dengan mendorong implementasi program dan
instrumen kebijakan perlindungan saksi, memudahkan akses pelaporan, dan
sosialisasi terintegrasi merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
probabilitas kejadian melapor.

Kecenderungan perilaku koruptif juga diukur dengan mengajukan pertanyaan yang


menempatkan responden pada situasi yang berpotensi korupsi. Menarik respon dari
responden ketika mereka dihadapkan pada situasi menghadapi layanan yang lama
dan berbelit padahal persyaratan sudah lengkap sesuai aturan. Sebanyak 59.75 %
menyatakan akan melaporkan kondisi ini pada pihak yang berwenang, 16.3% akan
membiarkan kondisi tersebut, dengan resiko waktu pengurusan akan lebih lama,
11.25% berusaha mempercepat layanan dengan membayar lebih, dan lainnya
sebanyak 12.7%, (Gambar 3.12). Data ini hanya sedikit berbeda dengan tahun 2010
yang menjelaskan bahwa 63,6% menyatakan akan melapor kepada yang berwenang,
16,6% membiarkan kondisi tersebut dan 11,9% akan membayar lebih serta yang
menyatakan akan melakukan upaya lainnya sebesar 7,9%.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 26
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

P ers entas e 11.25 59.75 16.3 12.7

0 20 40 60 80 100
Berus aha mem- M elaporkan kondis i M embiarkan kondis i Lainnya
perc epat layanan ini pada pihak yang ters ebut, dengan
dengan membayar berwenang res iko waktu lebih
lebih lama

Gambar 3.12. Jawaban Responden atas Pertanyaa “Apa yang anda lakukan jika menghadapi
layanan yang lama dan berbelit, padahal persyaratan sudah lengkap sesuai aturan ?”. (%)

3.5 Indeks Pemahaman Korupsi dan Target Pencapaian Strategis KPK

Dalam perencanaan strategis KPK 2008-2011 dicantumkan beberapa target


pencapaian berdasarkan perspektif internal sehubungan pelaksanaan Survei Persepsi
Masyarakat. Target tersebut adalah meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap
anti korupsi yang diukur dari meningkatnya indeks pemahaman tindak pidana korupsi
dengan besaran seperti yang terlihat pada Tabel III.6 di bawah ini.

Tabel III.6 Target Pencapaian Indeks Pemahaman Korupsi

Target 2008 2009 2010 2011

% kenaikan Indeks Pemahaman Korupsi 20% 20% 20% 20%

Sumber: Perencanaan Strategis KPK 2008-2011

Perhitungan indeks dilakukan secara sederhana dengan membandingkan indeks


tahun berjalan dengan tahun yang dijadikan dasar perhitungan. Hasil perhitungan
nilai tahun 2011 adalah 74,73 (merupakan elaborasi nilai untuk pertanyaan nomor 4
dan 6) untuk nilai pemahaman akan pengetahuan dan bahaya korupsi. Penilaian ini
mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 75,71%.
Namun nilai ini masih jauh dari target pencapaian KPK pada tahun 2011 yang
ditetapkan sebesar 90.8%.
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 27
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Berdasarkan data dan informasi di atas, secara umum persepsi masyarakat tentang
korupsi terkait kesadaran, pengetahuan, sikap dan perilaku mengalami penurunan
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Masih diperlukan upaya yang lebih keras dan
sistematis untuk memberikan pemahaman tentang korupsi yang komprehensif
kepada seluruh lapisan masyarakat.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 28
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

BAB IV
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KPK

Persepsi masyarakat terhadap KPK diukur dalam empat bagian mencakup: (1)
kesadaran terhadap KPK, (2) Pengetahuan terhadap tugas KPK, (3) Sikap terhadap
KPK termasuk di dalamnya Penilaian terhadap kinerja KPK, dan (4) kecenderungan
perilaku terhadap KPK. Skala pengukuran yang digunakan meilbatkan skala interval
dan nominal. Skala interval memiliki range 1-4 dengan nilai 0 untuk menangkap
respon dari responden yang tidak tahu atau tidak menjawab. Pengukuran berkala
mengenai persepsi masyarakat terhadap KPK penting untuk mengetahui seberapa
jauh masyarakat berada dibelakang dan mendukung KPK serta berpartisipasi dalam
gerakan anti korupsi. Dukungan yang tinggi mengisyaratkan sesuatu yang positif dan
dukungan moral bagi KPK untuk melaksanakan program-program pemberantasan
korupsi. Sebaliknya Persepsi negatif memberikan alarm bahwa kemungkinan
terdapat sesuatu yang salah atau dipersepsikan salah oleh masyarakat mengenai
KPK.

4.1 Kesadaran terhadap KPK

Secara umum kesadaran masyarakat mengenai institusi KPK cukup tinggi sehingga
dapat dijadikan modal awal yang positif bagi KPK untuk mendorong responden masuk
kedalam tahapan berikutnya dalam program-program KPK yang melibatkan mereka.
Dalam konsekuensi model tahapan komunikasi Awareness Interest Desire Action
(AIDA) maka tahapan berikutnya yang dapat ditempuh adalah berusaha
menimbulkan ketertarikan dan Keinginan/preferensi terhadap KPK hingga dapat
menggerakkan perilaku masyarakat.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 29
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

T elevis i 97.85

Surat Kabar 62.85

I nternet 26.2

Radio 24.55

P os ter/Spanduk/Booklet/Stic ker 14.95

Sos ialis as i/ Kampanye 11.65

Lainnya 2.15

0 20 40 60 80 100

P ers entas e

Gambar 4.1. Jawaban Responden atas Pertanyaan “Dari mana anda mengetahui tentang
KPK?”. (%)

Jika ditinjau dari sumber informasi utama yang digunakan oleh responden terkait
informasi untuk mengetahui perihal KPK maka dapat dikatakan bahwa sumber utama
berasal dari TV 97,85%, Surat kabar 62,85%, Internet 26,2%, Radio 24,55%, Poster/
Spanduk/ Booklet/Stiker 14,95%, Sosialisasi/Kampanye 11,65%, lainnya 2,15%
(Gambar 4.1).

Hasil survei mengenai sumber informasi di atas selain menunjukkan media habit dari
responden juga menunjukkan bahwa selama ini KPK, dengan sengaja atau tanpa
sengaja mengandalkan publikasi sebagai bauran komunikasi utama dalam mencapai
masyarakat/publik. Cara ini memiliki kelebihan dalam hal efisiensi sumber daya yang
digunakan dan cakupan luas area yang terlingkupi dan dampak yang diberikan.
Hanya saja hal ini memiliki dampak meminimalkan fungsi pengendalian (kontrol)
usaha komunikasi KPK. Sebagai contoh, pemberitaan terhadap upaya-upaya KPK
yang tidak memiliki nilai jual tinggi dalam hal berita tidak dapat disampaikan secara
optimal ataupun hasil dari pemberitaan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang isinya
bukan keluaran KPK dapat tidak sesuai dengan tujuan komunikasi yang diharapkan.
Dengan kata lain kontrol terhadap pesan yang disampaikan maupun dampak yang
dapat ditimbulkan mungkin tidak sepenuhnya berada ditangan KPK. Untuk itu
diperlukan upaya tambahan untuk mengimbangi agar komunikasi yang dilakukan
dapat lebih optimal dalam membantu mencapai tujuan KPK. Pengembangan
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 30
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

berkelanjutan dari strategi komunikasi, seperti prioritas target, cakupan wilayah, isi
pesan yang harus disampaikan baik mengenai korupsi maupun KPK serta bauran
komunikasi yang digunakan merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan
oleh KPK.

4.2 Pengetahuan terhadap Tugas KPK

Undang-Undang 30 Tahun 2002 memberikan kejelasan mengenai tugas dan tanggung


jawab KPK diantaranya adalah: 1) mengkaji sistem administrasi lembaga
pemerintah/negara dalam rangka perbaikan kualitas pelayanan publik, 2) Mendaftar
dan memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), 3)
Menerima laporan gratifikasi (hadiah) dan menetapkan statusnya menjadi milik
negara atau bukan milik negara, 4) Melakukan sosialisasi dan menyelenggarakan
pendidikan anti korupsi, 5) Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
kasus tindak pidana korupsi, 6) Menerima pengaduan dugaan tindak pidana korupsi
dari masyarakat, 7) Melakukan Koordinasi dan Supervisi dengan/terhadap lembaga
penegak hukum/penyelenggara negara lainnya. Pemahaman masyarakat mengenai
tugas-tugas ini dapat membantu KPK dalam mengembangkan dukungan yang
diperlukan terkait pelaksanaan tugas. Kesadaran terhadap tugas diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai KPK sebagai sebuah organisasi
dan arti keberadaannya. Gambar 4.2 memberikan ilustrasi mengenai tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap tugas-tugas KPK.

Mahasiswa 58.25 26.89 14.86


Pegawai Negeri Sipil (PNS) 54.18 27.76 18.06
TNI/POLRI 79.47 9.93 10.6
Pegawai Swasta 55.81 27.74 16.45
Wiraswasta/ Pengusaha 51.06 37.45 11.49 Tidak Tahu
Tidak
Profesional 50 35.71 14.29
Ya
Ibu Rumah Tangga 50.85 34.46 14.69
Sektor Informal 44.64 35.71 19.64
Lain-lain 54.44 28.33 17.22

0 20 40 60 80 100

Gambar 4.2. Jawaban atas Pertanyaan “Bagaimana penilaian anda terhadap kinerja KPK
mengenai pelaksanaan tugas-tugas dibawah ini”.(%)

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 31
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Dari tujuh item tugas KPK yang ditanyakan, tingkat pengetahuan dari responden
terhadap tugas KPK bervariasi. Umumnya responden memiliki pengetahuan yang
tinggi mengenai tugas-tugas KPK seperti:

1. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus tindak pidana


korupsi (87.05% Tahu, 12.95% Tidak Tahu),

2. Melakukan sosialisasi dan menyelenggarakan pendidikan anti korupsi (74.45%


Tahu, 25.55% Tidak Tahu),

3. Mendaftar dan memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara


(LHKPN) (72.95% Tahu, 27.05% Tidak Tahu),

4. Menerima pengaduan dugaan tindak pidana korupsi dari masyarakat (78%


Tahu, 22% Tidak Tahu).

5. Melakukan Koordinasi dan Supervisi dengan/terhadap lembaga penegak


hukum/penyelenggara negara lainnya (71% Tahu, 29% Tidak Tahu).

Beberapa tugas masih membutuhkan usaha lebih jauh dari KPK untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat ketingkat yang lebih tinggi seperti tugas:

1. Menerima laporan gratifikasi (hadiah) dan menetapkan statusnya menjadi milik


negara atau bukan milik negara (56.5% Tahu, 43.5% Tidak Tahu);

2. Mengkaji sistem administrasi lembaga pemerintah/negara dalam rangka


perbaikan kualitas pelayanan publik (58.05% Tahu, 41.95% Tidak Tahu).

Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada tahun 2010 maka jumlah
proporsi responden yang mengetahui tugas KPK pada tahun 2011 secara keseluruhan
mengalami penurunan. Terdapat 4 tugas KPK yang secara signifikan mengalami
penurunan informasi dalam pandangan masyarakat yaitu: melakukan sosialisasi dan
pendidikan antikorupsi, mendaftar dan memeriksa LHKPN, mengkaji sistem
administrasi serta menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi. Hal ini
tentunya merupakan sesuatu yang perlu diwaspadai dan menjadi acuan bagi KPK
dalam rencana program sosialisasi yang dilakukan oleh KPK pada tahun berikutnya.
Kondisi ini sekaligus memberikan nilai kepada KPK sebagai organisasi apakah
program sosialisasi yang dilakukan selama ini terutama terkait tugas pokok KPK

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 32
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

sudah tersampaikan ke masyarakat dengan baik ataukah belum (lihat Tabel IV.1).

Tabel IV.1 Perbandingan Pengetahuan Responden Terhadap Tugas KPK 2008-2011

No Tugas KPK 2008 2009 2010 2011

Melakukan Penyelidikan,
1 Penyidikan, dan - - 92.7 87.05
Penuntutan Kasus TPK
Menerima Pengaduan
2 72.89 86.87 80.1 78.00
Dugaan TPK

Melakukan Sosialisasi dan


3 62.69 67.69 83.4 74.45
Pendidikan Anti Korupsi

Mendaftar dan Memeriksa


4 70.56 84.8 82.3 72.95
LHKPN
Melakukan Koordinasi dan
5 - - 72.7 71.00
Supervisi
Mengkaji Sistem
6 47.97 53.08 67.2 58.05
Administrasi
Menerima Laporan dan
7 Menetapkan Status 48.84 53.43 65.1 56.50
Gratifikasi

Sumber : Laporan SPM 2008, 2009, 2010 dan Data diolah 2011

4.3 Pernilaian terhadap Kinerja KPK

Dalam Survei Persepsi Masyarakat 2011, penilaian kinerja KPK oleh masyarakat
ditunjukkan oleh penilaian responden terhadap pelaksanaan tugas KPK, tingkat
kepuasan responden terhadap upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh KPK serta
dampak keberadaan KPK yang dirasakan oleh masyarakat.

4.3.1 Penilaian Terhadap Pelaksanaan Tugas-Tugas KPK

Penilaian responden terhadap kinerja KPK diukur dengan menggunakan skala interval 1
sampai dengan 4. Mendekati skala 1 menunjukkan kecenderungan buruk dan
mendekati skala 4 menunjukkan kecenderungan baik. Pada penelitian ini, responden
yang berhak menilai adalah responden yang mengetahui mengenai tugas-tugas KPK
pada bidang yang relevan dengan yang dinilai. Hasil penilaian responden
menunjukkan bahwa penilaian tertinggi didapatkan pada kinerja KPK dalam hal
melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus tindak pidana korupsi
(TPK) yang mendapatkan nilai 2,92, diikuti oleh pelaksanaan melakukan sosialisasi
dan menyelenggarakan pendidikan anti korupsi (2,91), tugas mendaftar dan
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 33
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

memeriksa LHKPN (2,89), menerima pengaduan dugaan tindak pidana korupsi


(2,83), mengkaji sisem administrasi lembaga pemerintah/negara dalam rangka
perbaikan kualitas pelayanan publik (2,71), melakukan Koordinasi, Supervisi dan
Monitor dengan/terhadap lembaga penegak hukum/penyelenggara negara lainnya
(2,71), dan menerima laporan gratifikasi (hadiah) dan menetapkan statusnya
menjadi milik negara atau bukan milik negara (2,51). Jika cut off point yang dihitung
berdasarkan nilai tengah (median) dari skala jatuh pada nilai 2,5 dimana diatas 2,5
menunjukkan kecenderungan baik dan dibawah nilai tersebut cenderung kearah
buruk maka nilai rerata kinerja KPK dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut
cenderung ke arah baik.

Analisis lebih jauh dilakukan untuk melihat proporsi perbandingan dari responden
yang mengatakan kinerja KPK pada pelaksanaan tugas tersebut sudah baik dan buruk
dilakukan dengan mengubah skala interval ke dalam skala nominal. Hasil analisis
menunjukkan bahwa tiga (3) terbesar proporsi terbanyak responden yang
memberikan penilaian belum optimalnya kinerja KPK pada pelaksanaan tugas
mengkaji sisem administrasi lembaga pemerintah/negara dalam rangka perbaikan
kualitas pelayanan publik (39,49%), menerima laporan gratifikasi (hadiah) dan
menetapkan statusnya menjadi milik negara atau bukan milik negara (37,81%), dan
melakukan koordinasi, supervisi, dan monitor kasus tindak pidana korupsi (35,08%).
Selengkapnya mengenai hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.

M elakukan Koordinas i, Supervis i dan M onitor 60.03 35.08 4.89

M enerima pengaduan dugaan T P K 63.57 32.29 4.13

M elakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan T P K 65.72 32.46 1.83

M elakukan s os ialis as i dan pendidikan anti korups i 65.43 31.65 2.93

M enerima laporan gratifikas i dan menetapkan s tatus nya 54.47 37.81 7.72

M endaftar dan memeriks a (LH KP N ) 66.85 30.1 3.05

M engkaji s is tem adminis tras i lembaga pemerintah/negara 57.53 39.49 2.98

0 20 40 60 80 100

Baik Buruk T idak tahu

Gambar 4.3 Jawaban atas Pertanyaan “Bagaimana penilaian anda terhadap kinerja KPK
mengenai pelaksanaan tugas-tugas berikut?”. (%)

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 34
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

4.3.2 Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Upaya yang Dilakukan oleh KPK

Berikut adalah penilaian (kepuasan) masyarakat terhadap upaya yang telah dilakukan
oleh KPK terkait tugas KPK yang dilakukan selama ini.

1. Kepuasan Masyarakat terhadap Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi


oleh KPK

Penilaian kinerja terhadap kecukupan upaya pencegahan TPK dilakukan untuk


mengetahui harapan dan persepsi masyarakat pada upaya yang telah dilakukan oleh
KPK saat ini. Dalam skala interval 1 sampai 4 (1 tidak cukup dan 4 cukup) nilai rerata
yang didapatkan adalah 2,08 yang menunjukkan nilai yang mendekati nilai tengah
dari skala. Analisis lebih jauh dengan memodifikasi skala tersebut menunjukkan
bahwa nilai 2,08 mencerminkan adanya perbedaan pandangan responden dalam
menilai kecukupan upaya pencegahan tindak pidana korupsi sebanyak 59,7%
beranggapan tidak cukup sedangkan 35,85% beranggapan cukup.

P ers entas e 35.85 59.7 7.57

0 20 40 60 80 100
C ukup T idak C ukup T idak tahu

Gambar 4.4 Jawaban Responden atas Pertanyaa “Apakah KPK telah melakukan upaya yang cukup
untuk pencegahan Tindak Pidana Korupsi?”. (%)

Data pembanding yang digunakan (Survei SPM, 2010) menunjukkan bahwa jumlah
dari responden yang menunjukkan ketidakpuasan (46,3%) cenderung lebih kecil
dibandingkan dengan mereka yang puas (52,5%). Data memperlihatkan bahwa
dibandingkan data tahun 2010 telah terjadi penurunan kepuasan responden sebesar
16,65% terhadap kinerja pencegahan KPK pada tahun 2011. Hasil ini merupakan
masukan yang harus dijawab dengan peningkatan kinerja pada bagian terkait.
Persepsi ketidakcukupan upaya yang dilakukan dapat berupa cakupan, intensitas atau
variasi upaya yang dilakukan. Diperlukan elaborasi lebih jauh untuk mendapatkan
jawaban mengenai hal ini. Evaluasi internal dan identifikasi terhadap upaya-upaya
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 35
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

yang sudah dilakukan sejauh ini dapat menjadi langkah awal yang baik.

Tabel IV.2 Perbandingan Penilaian Kinerja Pencegahan KPK (%)

No Respon 2010 2011


1 Tidak Puas 46,30 59,70
2 Puas 52,50 35,85
Sumber: Data diolah 2011 dan SPM 2010 (n=2500), SE-3)

2. Kepuasan Masyarakat terhadap Upaya KPK dalam Memberikan Sosialisasi


mengenai Korupsi dan Kegiatan Anti Korupsi

Pemahaman yang baik mengenai korupsi dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
korupsi merupakan modal dasar bagi masyarakat untuk melakukan gerakan
pemberantasan korupsi. Pengetahuan yang cukup dapat membantu membentuk sikap
dan perilaku yang dibutuhkan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat. Untuk
itu penting mengukur mengenai kinerja KPK di bidang ini sebagai refleksi untuk
melihat hubungan antara tingkat upaya yang dilakukan dengan ekspektasi yang
diharapkan masyarakat terkait upaya tersebut. Gambar 4.5 memberikan ilustrasi
mengenai penilaian kepuasan terhadap upaya sosialisasi KPK.

P ers entas e 31.15 60.85 8

0 20 40 60 80 100
C ukup T idak C ukup T idak tahu

Gambar 4.5 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Apakah KPK sudah cukup memberikan
pengetahuan umum/sosialisasi mengenai korupsi dan kegiatan anti korupsi?”. (%)

Nilai rerata 1,92 menunjukkan arah pendapat responden yang memandang bahwa
upaya yang telah dilakukan belumlah cukup untuk menjawab ekspektasi masyarakat.
Penjabaran lebih lanjut menginformasikan sebanyak 60,85% responden mengatakan
belum cukup dan 31,15% mengatakan cukup. Bila dibandingkan dengan hasil SPM

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 36
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

tahun 2010, terjadi penurunan penilaian dengan rincian sebagai berikut : sebanyak
58,7% responden menyatakan belum cukup dan 39% menyatakan cukup (lihat
Gambar 4.5).

3. Kepuasan Masyarakat Terhadap Keterbukaan Akses Pengaduan/laporan

Tindak Pidana Korupsi KPK

Meski sebagian besar responden mengetahui bahwa tugas ini merupakan salah satu
tugas yang diemban KPK (78%) dan memberikan penilaian baik (63,57% responden),
namun ketika ditanyakan apakah upaya membuka akses pengaduan dari masyarakat
upaya yang dilakukan sudah memadai, 55,7% mengatakan belumlah cukup dan sisanya
29,85% mengatakan cukup. Berdasarkan data tahun 2010, diketahui bahwa terjadi
penurunan penilaian responden terhadap kecukupan akses pengaduan KPK. Hal ini
menunjukkan bahwa meski responden memberikan apresiasi pada upaya yang telah
dilakukan, namun upaya ini belumlah cukup dalam memenuhi ekspektasi mereka
terhadap akses pengaduan. Untuk itu peningkatan dapat dilakukan tidak hanya pada
alternatif akses dan saluran distribusi tetapi juga pada upaya komunikasinya.

Gambar 4.6 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Apakah KPK sudah memadai membuka akses

P ers entas e 29.85 55.7 14.45

0 20 40 60 80 100
C ukup T idak C ukup T idak tahu

pengaduan/laporan tindak pidana korupsi dari masyarakat?”. (%)

4. Kepuasan Masyarakat Terhadap Upaya Penindakan KPK

Penilaian responden pada kecukupan upaya penindakan KPK mendapatkan nilai rerata
2,09. Hasil penilaian memperlihatkan bahwa masih terdapat 59,3% responden yang
mengatakan upaya yang dilakukan belumlah cukup dalam memenuhi ekspektasi

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 37
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

mereka. 36,6% menilai usaha yang dilakukan sudah cukup.

P ers entas e 36.6 59.3 4.1

0 20 40 60 80 100
C ukup T idak C ukup T idak tahu

Gambar 4.7 Jawaban atas Pertanyaan “Apakah KPK telah melakukan upaya yang cukup dalam
penindakan Korupsi”. (%)

Berdasarkan hasil penilaian pada tahun 2010, diketahui bahwa pada tahun 2011
terdapat penurunan penilaian terhadap kinerja KPK sebesar 19,6 % dibandingkan
2010 dalam upaya penyelidikan, penyidikan maupun upaya penuntutan KPK (lihat
Tabel IV.3).

Tabel IV.3 Perbandingan Penilaian Kinerja Penindakan KPK

No Respon 2010 2011

1 Cukup 56.20 36.60

2 Tidak Cukup 42.60 59.30

3 Tidaktahu 1.20 4.10

Sumber: Data diolah 2011 dan SPM tahun 2010 (n=2500, SE-3)

3. Kepuasan Masyarakat Terhadap Kinerja KPK


Penilaian pada kinerja KPK secara umum dari responden mendapatkan nilai 1,92.
Analisis lebih jauh untuk melihat komposisi proporsi pendapat responden
menunjukkan bahwa responden yang tidak puas sebesar 69% dan hanya sebesar
27,7% yang menyatakan puas terhadap kinerja KPK.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 38
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

P ers entas e 27.7 69 3.3

0 20 40 60 80 100
P uas T idak P uas T idak tahu

Gambar 4.8 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Apakah anda puas dengan kinerja KPK selama
ini?”. (%)

Bila dibandingkan dengan data tahun 2010 terdapat penurunan kepuasan kinerja
sebesar 21,7%. Pada tahun 2010 sebanyak 49,4% menyatakan puas terhadap kinerja
KPK.

Tabel IV.4 Perbandingan Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap Kinerja KPK

No Responden 2010 2011


1 Puas 49,40 27,70
2 Tidak Puas 49,40 69,00
3 Tidaktahu/tidak jawab 1,20 3,30

Sumber: Data SPM 2010 dan Data Diolah 2011

Sebagai bahan perbandingan hasil survei yang dilakukan oleh Harian KOMPAS,
periode April 2005 sampai dengan November 2011 ditampilkan. Terlihat bahwa
tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja KPK mengalami fluktuasi namun
dengan kecenderungan menurun, sebagaimana terlihat pada Gambar 4.9. Secara
umum tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil survei yang dilaksanakan KPK
dan Harian Kompas di Tahun 2011.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 39
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

November 2011 32 67 1
'Januari 2011 44 51 5
'Agustus 2010 40 57 3
'Juni 2010 44 55 2
November 2009 57 40 3
September 2009 52 46 2
'Februari 2009 61 35 4
'Juni 2008 44 49 7
'Maret 2008 27 67 6
'Desember 2007 36 60 4
'Agustus 2007 32 66 3
'Desember 2006 41 55 4
'Juni 2005 46 45 10
April 2005 33 61 6

0 20 40 60 80 100

Puas Tidak Puas Tidak tahu

Gambar 4.9 Kepuasan Terhadap Kinerja KPK (versi harian Kompas, November 2011)

Hasil penilaian ini, walaupun cukup mengecewakan namun memberikan masukan dan
kesempatan yang baik bagi KPK untuk merefleksikan upaya-upaya yang dilakukan
sejauh ini. Tindakan evaluasi menyeluruh dan pemahaman lebih dalam mengenai
harapan masyarakat atas upaya yang seharusnya, diharapkan dapat mengidentifikasi
arah tindakan perbaikan kedepan. Satu hal yang pasti, harapan dan tuntutan
masyarakat terhadap KPK cukup tinggi dan hal ini mesti disikapi sebagai suatu
amanat dan dijawab dengan kinerja tinggi.

4.3.3 Dampak Keberadaan KPK

Pada akhirnya, pengukuran keberhasilan dan tercapainya hasil dari suatu kegiatan/upaya
anti korupsi yang dilakukan oleh KPK tidaklah hanya diukur melalui output yang
dihasilkan tetapi dari dampak yang diberikan dari upaya-upaya yang dilakukan tersebut.
Sebuah pertanyaan yang menarik disampaikan mengenai apakah usaha-usaha yang
sudah dilakukan oleh KPK memberikan dampak yang berarti bagi masyarakat. Beberapa
pernyataan mengenai dampak ini dikembangkan dari penelitian SPM sebelumnya (2008
dan 2009).

Dampak keberadaan KPK bagi responden dirasakan paling besar pada semakin

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 40
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

banyaknya orang tahu dan anti terhadap korupsi (3,07), banyaknya koruptor yang
ditangkap dan diadili (2,91), meningkatnya partisipasi masyarakat dalam memberantas
korupsi (2,7), semakin banyaknya keuangan negara yang terselamatkan (2,51). Dampak
lain seperti layanan publik semakin baik, penyelenggara negara semakin takut
melakukan korupsi, pemberian dan penerimaan gratifikasi dan suap oleh/ke pejabat
negara semakin berkurang mendapatkan nilai yang moderat. Artinya meski sebagian
responden menyatakan berdampak namun terdapat bagian responden lain yang
berpendapat sebaliknya. Hasil lebih komprehensif terkait persentase dapat dilihat pada
Tabel IV.5 di bawah.

Tabel IV.5 Jawaban Responden Atas Pertanyaan “Apakah anda merasakan bahwa keberadaan KPK
berdampak pada hal berikut?”. (%)

Tidak
No Dampak Keberadaan KPK Berdampak Tidak tahu
Berdampak
Semakin banyak orang tahu
1 71.35 26.00 2.65
dan anti terhadap korupsi

Layanan publik (seperti


2 KTP,IMB,SIM,SIUP,dsb) 47.80 49.05 3.15
semakin baik

Pungutan liar dalam pelayanan


3 40.60 55.25 4.15
publik semakin berkurang

Penyelenggara negara
4 semakin takut melakukan 41.55 54.00 4.45
korupsi
Banyak koruptor yang
5 65.05 32.00 2.95
ditangkap dan diadili
Pemberian dan Penerimaan
gratifikasi (hadiah) dan suap
6 45.55 44.30 10.15
kepada/oleh pejabat negara
berkurang
Semakin banyak keuangan
7 52.35 41.05 6.60
negara yang terselamatkan
Meningkatnya partisipasi
8 masyarakat dalam 58.45 36.15 5.40
memberantas korupsi

Sumber: Data diolah 2011

Jika membandingkan data yang dihasilkan oleh SPM 2008, 2009 dan 2010 mengenai
dampak keberadaan KPK seperti yang terlihat pada Tabel IV.6 terlihat bahwa terjadi
penurunan dampak keberadaan KPK menurut responden dibandingkan tahun 2010
untuk semua indikator yang terdapat pada pertanyaan. Penurunan tersebut

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 41
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

seharusnya menjadikan perhatian yang serius bagi KPK, terutama dalam menetapkan
program kegiatan pada tahun – tahun berikutnya

Tabel IV.6 Perbandingan Penilaian Dampak Keberadaan KPK 2008-2011 (%)

No Dampak Keberadaan KPK 2008 2009 2010 2011

Semakin banyak orang tahu dan anti terhadap


1 - 67.85 83.20 71.35
korupsi

2 Banyak koruptor yang ditangkap dan diadili 60.25 93.36 78.70 65.05

Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam


3 - - 67.50 58.45
memberantas korupsi
Semakin banyak keuangan negara yang
4 - - 71.40 52.35
terselamatkan
Layanan publik (seperti KTP,IMB,SIM,SIUP,dsb)
5 48.74 57.48 61.50 47.80
semakin baik
Pemberian dan Penerimaan gratifikasi (hadiah)
6 - 51.60 57.90 45.55
dan suap kepada/oleh pejabat negara berkurang
Penyelenggara negara semakin takut melakukan
7 - - 61.10 41.55
korupsi
Pungutan liar dalam pelayanan publik semakin
8 - 42.62 53.30 40.60
berkurang
Sumber: SPM 2008, 2009, 2010 dan data diolah 2011

4.4 Sikap terhadap KPK

Beberapa persoalan yang ditanyakan terkait sikap responden dalam menilai KPK,
yaitu: (1) tingkat kepercayaan masyarakat kepada KPK, (2) Kebutuhan akan
keberadaan KPK, (3) independensi KPK, (4) penggunaan kewenangan KPK, dan (5)
integritas pimpinan dan personel KPK.

4.4.1 Tingkat Kepercayaan Masyarakat Terhadap KPK

Hasil survei terkait sikap masyarakat terhadap KPK menunjukkan bahwa 47,1% dari
keseluruhan responden masih percaya bahwa KPK dapat bertugas memberantas
korupsi di Indonesia. Untuk yang menyatakan tidak percaya mencapai 46,9% bahwa
KPK dapat bertugas memberantas korupsi, sedangkan ada 6% responden yang
menyatakan tidak tahu (Gambar 4.10). Nilai rerata yang didapatkan dalam penilaian
ini adalah 2,36 yang menunjukkan hal yang sama yaitu bahwa sebagian besar
masyarakat masih mempercayai KPK dapat memberantas korupsi.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 42
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

P ers entas e 47.1 46.9 6

0 20 40 60 80 100

P erc aya T idak P erc aya T idak tahu

Gambar 4.10. Jawaban atas Pertanyaan “Apakah anda percaya KPK dapat bertugas
memberantas korupsi di Indonesia?”. (%)

Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK merupakan salah satu indikator yang
digunakan dalam mengukur kinerja KPK berdasarkan perspektif pemangku
kepentingan yang terdapat di dalam perencanaan strategis KPK 2008-2011.
Pencapaian penilaian target tahun ini diharapkan meningkat 10% dibandingkan tahun
dasar (dikarenakan penilian ini baru terdapat pada SPM tahun 2008 maka tahun dasar
adalah tahun 2008 dan bukan 2007 seperti yang disyaratkan dalam perencanaan
strategis KPK).

Tabel IV.7 Target Pencapaian Tingkat Kepercayaan Publik KPK 2008-2011 (%)

Sasaran Strategik KPI 2008 2009 2010 2011

Rata-rata peningkatan
indeks dari angka dasar
Kepercayaan Publik
tahun 2007 yang akan 10% 10% 10% 10%
terhadap KPK
diperoleh melalui survei
persepsi

Sumber: Perencanaan Strategis KPK 2008-2011

Data menunjukkan bahwa pada tiga tahun terakhir, tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap kemampuan KPK dalam melakukan tugasnya mengalami pasang surut. Jika
pada tahun 2008, sebanyak 69% responden percaya pada kemampuan KPK, maka
tahun 2009 terjadi peningkatan yang cukup baik menjadi 86%, tetapi kemudian
menurun lagi ke 69% tahun 2010, bahkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
KPK tahun 2011 turun lagi menjadi 47% bila dibandingkan dengan hasil penilaian
pada tahun 2008 (lihat Tabel IV.8).

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 43
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Tabel IV.8 Perbandingan Tingkat Kepercayaan Terhadap Kemampuan KPK 2008-2011 (%)

No. Respon 2008 2009 2010 2011


1 Tidak Percaya 31 14 29.10 46.90
2 Percaya 69 86 69 47,10
3 Tidak Tahu NA NA 1.90 6

Sumber: SPM 2008, 2009, 2010 dan data diolah 2011

Jika dilakukan perbandingan antara target dan hasil aktual yang didapatkan pada
tahun 2008 hingga tahun 2011 seperti yang terlihat pada Tabel IV.9, nampak bahwa
upaya yang telah dilakukan sejauh ini belum dapat mencapai target seperti yang
diharapkan, bahkan hasil yang diperoleh mengalami penurunan dibandingkan apa
yang dicapai pada tahun 2010. Jika pada tahun 2010 pencapaian di bawah target yang
telah ditetapkan sebanyak 15% maka pada tahun 2011 terdapat gap penurunan
sebesar 52% dari target yang diharapkan. Jika pada tahun 2010 sebanyak 69% masih
percaya bahwa KPK dapat memberantas korupsi maka pada tahun 2011 tingkat
kepercayaan tersebut turun menjadi 47%.

Tabel IV.9 Pencapaian Tingkat Kepercayaan Terhadap Kemampuan KPK 2008-2011

(Berdasar Angka Indeks 2008)


No. Respon 2008 2009 2010 2011

1 Target 69 75 83 91

2 Pencapaian 69 86 69 47,10

3 Angka Indeks (%) 100 115 83 52

Sumber: Data diolah 2011

Hasil ini sekali lagi membuat KPK harus mengevaluasi kembali sejauh mana upaya-
upaya yang dilakukan pada tahun ini untuk mencari jawaban penurunan tingkat
kepercayaan tersebut. Identifikasi masalah, apakah dominasi faktor eksternal atau
internal yang menjadi penyebab dapat membantu KPK menentukan arah perbaikan ke
depan.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 44
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

4.4.2 Kebutuhan Masyarakat terhadap KPK

Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan KPK dalam memberantas


korupsi memang masih pasang surut, karena dipengaruhi oleh banyak faktor internal
dan eksternal. Namun demikian ternyata hampir keseluruhan responden (86,3%)
berpandangan bahwa KPK masih dibutuhkan dalam rangka menghadapi koruptor dan
memberantas korupsi di Indonesia (Gambar 4.11). Nilai rata-rata 3,52 juga
menunjukkan tingkat kebutuhan yang tinggi dari masyarakat terhadap keberadaan
KPK.

P ers entas e 86.3 10.75 2.95

0 20 40 60 80 100

Dibutuhkan T idak Dibutuhkan T idak tahu

Gambar 4.11 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Menurut anda apakah keberadaan KPK tetap
dibutuhkan dalam rangka menghadapi Korupsi di Indonesia?”. (%)

Perbandingan terhadap data tahun 2010 dan 2011 menunjukkan ada penurunan
sebesar 8,4% kebutuhan masyarakat terhadap KPK dibandingkan data tahun 2010.
Namun responden masih menganggap KPK dibutuhkan dalam memberantas Korupsi di
Indonesia terlepas dari ketidakpuasan mereka terhadap kinerja saat ini (lihat Tabel
IV.10).

Tabel IV.10 Perbandingan Kebutuhan akan Keberadaan KPK 2009-2011 (%)

No. Respon 2009 2010 2011

1 Tidak Dibutuhkan 0.38 4.60 10,75


2 Dibutuhkan 95.22 94.7 86,30
3 Tidak Tahu 2.25 0.70 2,95
Sumber: data diolah

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 45
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

4.4.3 Independensi KPK dalam Menangani kasus korupsi

Tidak semua responden sependapat bahwa KPK bebas dari pengaruh siapapun
(independen) dalam menangani kasus korupsi. Terdapat 52,3% responden yang
memiliki persepsi bahwa KPK tidak independen, dan terdapat 32,1% responden
berpendapat KPK independen dalam menangani kasus, sedangkan sisanya sebesar
15,6% menyatakan tidak tahu (Gambar 4.12). Nilai rata-rata yang didapatkan adalah
1,91 (dari interval 1=tidak independen sampai 4=independen), merupakan nilai yang
mencerminkan bahwa responden berpendapat KPK dalam melaksanakan tugasnya tidak
independen terhadap pengaruh dari luar.

P ers entas e 32.1 52.3 15.6

0 20 40 60 80 100

I ndependen T idak I ndependen T idak tahu

Gambar 4.12 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Menurut anda, apakah KPK bebas dari
pengaruh siapapun juga (independen) dalam menangani kasus korupsi?”.

Berdasarkan data memperlihatkan bahwa masih terdapat bagian masyarakat yang


memandang KPK tidak independen dalam menangani kasus. Apapun penyebabnya
(perlu penelaahan lebih jauh) penting bagi KPK untuk senantiasa mengkomunikasikan
upaya-upaya yang dilakukannya, bersikap transparan, akuntabel, profesional dan yang
paling penting adalah konsisten. Jika terdapat konsistensi dari penanganan kasus atau
penggunaan pendekatan dalam menangani permasalahan, masyarakat akan melihat
bahwa KPK konsisten dan tidak terpengaruh oleh pihak lain. Harapan ke depan KPK
dapat meningkatkan nilai ini ke angka mendekati 4 yang menunjukkan masyarakat
percaya bahwa KPK independen dalam menangani kasus korupsi.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 46
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

4.4.4 Penggunaan Kewenangan KPK

Pro dan kontra mengenai kewenangan KPK sempat mengemuka beberapa waktu yang
lalu di masyarakat. Hal tersebut menimbulkan urgensi akan pemahaman masyarakat
terhadap kewenangan dan seberapa jauh masyarakat mempersepsikan penggunanan
kewenangan KPK. Pemahaman mengenai hal ini dapat berfungsi sebagai deteksi dan
peringatan dini bagi KPK, terutama dalam memberikan pemahaman yang benar
kepada masyarakat terkait kewenangan yang dimiliki KPK. Sejauh ini terdapat 49,5%
responden masih beranggapan bahwa KPK belum melampaui kewenangannya,
sementara 26,3% berpandangan sebaliknya sedangkan sisanya sebesar 24,2%

P ers entas e 26.3 49.5 24.2

0 20 40 60 80 100

M elampaui T idak M elampaui T idak tahu

menyatakan tidak tahu(Gambar 4.13).

Gambar 4.13 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Menurut anda, apakah dalam pelaksanaan
tugasnya saat ini, KPK sudah melampaui kewenangannya?”.(%)

Pemantauan secara berkala pada nilai rata-rata yang diperoleh pada persoalan ini
dapat membantu KPK melihat pergeseran persepsi dari masyarakat terhadap
penggunaan kewenangan KPK sehingga langkah antisipasi dan perbaikan yang
diperlukan dapat dilakukan.

4.4.5 Integritas Personel KPK

Integritas personel KPK mendapatkan nilai rata-rata 1,92 (dari nilai 1=tidak
berintegritas, sampai 4=berintegritas), dimana 37,4 % berpendapat bahwa personel
KPK berintegritas dan 39,85% beranggapan tidak berintegritas. Masih ada 22,75 %
masyarakat yang menjawab tidak tahu integritas personel KPK (Gambar 4.14)

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 47
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

P ers entas e 37.4 39.85 22.75

0 20 40 60 80 100

Berintegritas T idak Berintegritas T idak tahu

Gambar 4.14. Jawaban Responden atas Pertanyaan “Menurut anda,bagaimana integritas personel
(pimpinan, penasehat dan pegawai) KPK”. (%)

Jika dibandingkan dengan perolehan tahun 2009 dan 2010 maka nilai yang didapatkan
pada tahun 2011 jauh menurun dan menimbulkan pertanyaan mengenai mengapa hal
ini dapat terjadi. Jika pada tahun 2009, sebanyak 90,54% responden beranggapan
bahwa personel KPK berintegritas, maka pada tahun 2011 hanya 37,4% yang
berpandangan seperti itu (lihat Tabel IV.11).

Tabel IV.11 Perbandingan Hasil SPM 2011 dan 2009 Mengenai Integritas Personel KPK (%)

No. Respon 2009 2010 2011

1 Tidak Berintegritas 9.46 33.30 39,85


2 Berintegritas 90.54 55.80 37,40
3 Tidak Tahu NA 10.90 22,75
Sumber : SPM tahun 2009, 2010 dan data diolah 2011

Elaborasi lebih jauh mengenai hal ini diperlukan untuk memberikan jawaban terhadap
penyebab kejadian. Apakah hal tersebut terjadi dikarenakan kasus-kasus yang terjadi
pada personel KPK atau mantan personel ataukah karena banyaknya kejadian
mengenai oknum yang mengaku KPK baik di Jakarta atau di daerah? Atau kombinasi
keduanya? Atau disebabkan faktor lain sehingga menciptakan citra tersebut.
Identifikasi masalah yang baik dapat menghantarkan pada penggunaan pendekatan
yang tepat oleh KPK untuk menjawab permasalahan sehingga upaya yang dilakukan
nanti lebih dari hanya sekedar masalah pencitraan.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 48
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Secara keseluruhan, informasi terkait sikap masyarakat kepada KPK merupakan


masukan yang sangat berarti bagi KPK dalam rangka menetapkan dan menentukan
strategi komunikasi kepada masyarakat.

4.5 Perilaku Terhadap KPK

Penilaian perilaku responden terhadap KPK diukur dengan meilhat kecenderungan


perilaku positif yang diharapkan dilakukan oleh responden pada suatu saat terbatas
dimasa depan (konatif). Perilaku yang ingin dilihat meliputi perilaku pegawai negeri
dalam hal: (1) kecenderungan melaporkan LHKPN, (2) kecenderungan melaporkan
gratifikasi dan perilaku masyarakat umum dalam hal melaporkan dugaan tindak
pidana korupsi ke KPK.

4.5.1 Kecenderungan Melaporkan LHKPN

Kecenderungan perllaku pegawai negeri umumnya positif terhadap keinginan untuk


melaporkan harta kekayaan. Sebanyak 82,97% responden PNS menyatakan akan
melaporkan harta kekayaannya jika mendapat promosi jabatan sesuai yang
disyaratkan KPK (Gambar 4.15). Tingginya persentase tersebut didukung juga oleh
nilai rata-rata sebesar 3,36 yang menunjukkan bahwa pada interval 1-4,
kecenderungan pegawai negeri terkait pelaporan LHKPN adalah melaporkannya
(1=tidak melaporkan, 4=melaporkan, 0=tidak tahu).

P ers entas e 82.97 10.04 6.99

0 20 40 60 80 100

M elaporkan T idak M elaporkan T idak tahu

Gambar 4.15 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Dalam 1 tahun kedepan, apabila anda
mendapatkan promosi jabatan, Apakah anda akan melaporkan harta kekayaan anda dan
perubahannya ke KPK sesuai yang disyaratkan?”. (%)

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 49
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Kecenderungan perilaku ini merupakan sesuatu yang positif bagi KPK dan harus
ditindaklanjuti dengan upaya-upaya untuk mengurangi disparitas antara
kecenderungan perilaku dengan perilaku sebenarnya (apakah mereka melakukan hal
tersebut pada saatnya) melalui upaya-upaya yang memudahkan mereka untuk
melapor (akses, metode dll). Sebaiknya sosialisasi yang ditujukan tidak hanya bersifat
awareness, tetapi reminder dan persuasi serta penciptaan budaya melapor sebagai
bagian dari budaya organisasi dalam institusi pemerintahan.

Untuk menciptakan program yang lebih terarah, analisa bisa dilakukan dengan basis
wilayah. Hasil tabulasi silang antara wilayah dengan kecenderungan PNS nya
melaporkan LHKPN menunjukkan bahwa wilayah-wilayah Palembang, Makassar dan
Medan merupakan wilayah yang perlu mendapat sosialisasi lebih intensif. Hal tersebut
dikarenakan pada wilayah-wilayah tersebut masih ada keengganan melaporkan LHKPN
bagi pegawai negerinya. Gambaran lebih detail ditunjukkan oleh Tabel IV.12.

Tabel IV.12 Kecenderungan Melaporkan LHKPN bagi Pegawai Negeri berdasarkan Wilayah (%)

No Kota Melapor Tidak Melapor Tidak tahu Total

1 Samarinda 94.44 2.78 2.78 100

2 Bandar Lampung 100 0 0 100

3 Medan 79.41 19.12 1.47 100

4 Makassar 78.05 9.76 12.2 100

5 Palembang 56.41 25.64 17.95 100

6 Surabaya 83.95 7.41 8.64 100

7 Jakarta 82.05 12.82 5.13 100

8 Manado 100 0 0 100

9 Bandung 85.92 4.23 9.86 100

10 Semarang 85.37 9.76 4.88 100

Total 82.97 10.04 6.99 100

Sumber: Data diolah

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 50
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

4.5.2 Kecenderungan Melaporkan Gratifikasi

Seperti halnya pada kecenderungan perilaku pegawai negeri dalam melaporkan harta
kekayaan, responden umumnya memiliki kecenderungan perilaku yang positif
terhadap keinginan untuk melaporkan gratifikasi. Nilai rata-rata mencapai 2,91, yang
menunjukkan kecenderungan pegawai negeri akan melaporkan gratifikasi yang
diterimanya. Data tersebut didukung oleh informasi bahwa 70,74% responden
menyatakan akan melaporkan gratifikasi yang diterimanya apabila dirinya menerima
gratifikasi. (Gambar 4.16).

P ers entas e 70.74 15.07 14.19

0 20 40 60 80 100

M elaporkan T idak T idak tahu


M elaporkan

Gambar 4.16 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Dalam jangka 6 bulan kedepan, apabila anda
menerima gratifikasi, Apakah Anda akan melaporkan setiap gratifikasi yang anda terima
sehubungan dengan status anda sebagai PN/PNS kepada KPK?”. (%)

Kecenderungan perilaku ini merupakan sesuatu yang positif bagi KPK dan harus
ditindaklanjuti dengan upaya-upaya untuk mengurangi disparitas antara
kecenderungan perilaku dengan perilaku sebenarnya (apakah mereka melakukan hal
tersebut pada saatnya) melalui upaya-upaya yang memudahkan mereka untuk
melapor (akses, metode dll). Seperti halnya pada LHKPN, sosialisasi yang ditujukan
sebaiknya tidak hanya bersifat awareness, tetapi reminder dan persuasi serta
penciptaan budaya melapor sebagai bagian dari budaya organisasi dalam institusi
pemerintahan. Upaya khusus seperti penjelasan mengenai gratifikasi secara lebih rinci
mengenai definisi, jenis dan batasan dapat membantu masyarakat untuk lebih
memahami dan menerima aturan mengenai gratifikasi. Hasil survei mengenai
gratifikasi yang menunjukkan masih terdapat bagian masyarakat yang belum
memahami dan menganggap perbuatan melaporkan gratifikasi merupakan hal yang
seharusnya dilakukan merupakan tantangan sendiri yang harus dihadapi oleh KPK.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 51
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Kemampuan untuk mengubah paradigma nilai masyarakat terkait gratifikasi


merupakan kunci keberhasilan penegakan aturan gratifikasi di samping konsistensi
dari upaya penegakan aturan itu sendiri.

Seperti halnya pada LHKPN, untuk menciptakan program yang lebih terarah, analisa
bisa dilakukan dengan basis wilayah. Hasil tabulasi silang antara wilayah dengan
kecenderungan PNS nya melaporkan gratifikasi menunjukkan bahwa wilayah-wilayah
Palembang, Lampung, Semarang, Makassar, Medan, dan Surabaya merupakan wilayah
yang harus mendapat sosialisasi lebih intensif. Hal tersebut dikarenakan di wilayah-
wilayah tersebut masih terdapat Pegawai Negeri dalam jumlah yang cukup siginifikan
untuk melaporkan gratifikasi yang mereka terima. Gambaran lebih detail ditunjukkan
oleh Tabel IV.13 berikut.

Tabel IV.13 Kecenderungan Melaporkan Gratifikasi bagi Pegawai Negeri

Berdasarkan Wilayah (%)

No Kota Melapor Tidak Melapor Tidak tahu Total

1 Samarinda 83.33 5.56 11.11 100

2 Bandar Lampung 57.14 28.57 14.29 100

3 Medan 70.59 22.06 7.35 100

4 Makassar 68.29 14.63 17.07 100

5 Palembang 35.90 25.64 38.46 100

6 Surabaya 76.54 11.11 12.35 100

7 Jakarta 82.05 15.38 2.56 100

8 Manado 89.29 3.57 7.14 100

9 Bandung 70.42 11.27 18.31 100

10 Semarang 65.85 19.51 14.63 100

Total 70.74 15.07 14.19 100

Sumber: Data diolah

4.5.3 Kecenderungan Melaporkan Dugaan Tindak Pidana Korupsi ke KPK

Kecenderungan perilaku masyarakat umumnya positif terhadap keinginan untuk


melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke KPK. Nilai rata-rata 2,58 menunjukkan
kecenderungan masyarakat melapor dibanding tidak melapor. Informasi pendukung
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 52
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

menyatakan bahwa sebanyak 58,7% responden mengatakan akan melaporkan ke KPK


jika menemukan situasi korupsi disekitar mereka (Gambar 4.17). Nilai ini jauh
menurun dibandingkan tahun 2010 yang menyatakan bahwa 72,4% responden akan
melaporkan ke KPK jika menemukan situasi korupsi di sekitar mereka

P ers entas e 58.7 25.95 15.35

0 20 40 60 80 100

M elaporkan T idak M elaporkan T idak tahu

Gambar 4.17 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Jika anda mengetahui situasi korupsi disekitar
lingkungan Anda dan kasus tersebut sesuai dengan kriteria penanganan kasus oleh KPK, Apakah
anda akan melaporkan hal tersebut kepada KPK”. (%)

Walaupun terjadi penurunan dibanding data tahun 2010, namun kecenderungan


perilaku yang melapor merupakan sesuatu yang positif bagi KPK dan harus
ditindaklanjuti dengan upaya-upaya untuk mengurangi disparitas antara
kecenderungan perilaku dengan perilaku sebenarnya (apakah mereka melakukan hal
tersebut pada saatnya) melalui upaya-upaya yang memudahkan mereka untuk
melapor (akses, metode dll. Sosialisasi yang dilakukan sebaiknya ditujukan tidak
hanya bersifat awareness tetapi juga kearah reminder dan persuasi untuk melapor
kepada KPK.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 53
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Tabel IV.14 Kecenderungan Melaporkan Dugaan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Wilayah (%)

No Kota Melapor Tidak Melapor Tidak tahu Total


1 Samarinda 68.80 12.80 18.40 100
2 Bandar Lampung 46.61 27.12 26.27 100
3 Medan 60.10 28.57 11.33 100
4 Makassar 56.79 26.54 16.67 100
5 Palembang 40.85 30.99 28.17 100
6 Surabaya 68.08 20.00 11.92 100
7 Jakarta 61.30 27.11 11.59 100
8 Manado 60.18 30.97 8.85 100
9 Bandung 61.51 21.03 17.46 100
10 Semarang 49.24 36.36 14.39 100
Total 59.03 25.74 15.23 100
Sumber: Data diolah

Untuk mendapatkan sasaran yang lebih tepat, informasi yang mengkaitkan wilayah
dengan kecenderungan masyarakat melaporkan dugaan korupsi kepada KPK tentu
saja sangat membantu KPK dalam menjalankan program sosialisasinya. Data tabulasi
silang menunjukkan bahwa diperlukan upaya-upaya yang lebih keras untuk seluruh
wilayah yang menjadi lokasi survei seperti ditunjukkan oleh Tabel IV.14.

P ers entas e 86.3 13.7

0 20 40 60 80 100
Ya T idak

Gambar 4.18 Jawaban Responden atas Pertanyaan “Apakah anda bersedia memberikan
data/informasi jika KPK membutuhkan data/informasi tersebut”. (%)

Gambar 4.18 memberikan ilustrasi mengenai kesediaan sebagian besar responden


dalam memberikan data/informasi terkait pada KPK (86.3%). Seperti halnya pada
bagian sebelumnya, kecenderungan perilaku ini merupakan sesuatu yang positif bagi
KPK dan harus ditindaklanjuti dengan upaya-upaya yang memudahkan mereka untuk
melapor (akses, metode dan lain-lain).
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 54
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

Uraian di atas menggambarkan bahwa telah terjadi penurunan persepsi masyarakat


terhadap KPK secara umum. Penurunan tersebut meliputi kesadaran terhadap
kehadiran KPK, pengetahuan terhadap tugas KPK, penilaian terhadap kinerja KPK,
sikap terhadap KPK, serta perilaku masyarakat terhadap KPK. Nilai yang menurun ini
diharapkan selain sebagai pelajaran berharga bagi perjalanan KPK juga mampu
meningkatkan semangat personil KPK dalam meningkatkan kinerjanya. Masih
diperlukan usaha yang komprehensif untuk mendekatkan KPK kepada masyarakat.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 55
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil Survei Persepsi Masyarakat (SPM) 2011 maka simpulan yang dapat
diambil adalah:

1. Secara umum telah terjadi penurunan tingkat kesadaran, sikap, dan perilaku anti
korupsi di kalangan masyarakat dibanding tahun sebelumnya, hal ini terlihat dari
jawaban masyarakat yang mengetahui kelaziman korupsi di Indonesia pada tahun
2010 mencapai 94,1%, namun pada tahun 2011 angka tersebut turun mencapai
92,1%. Hal ini berarti tingkat kepedulian masyarakat terhadap pemberantasan
korupsi di Indonesia mengalami penurunan.

2. Kesadaran, pengetahuan, sikap, dan kecenderungan perilaku masyarakat terhadap


korupsi relatif tinggi (lebih dari 50%). Namun, bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya terjadi kemunduran sikap dan perilaku permisif masyarakat terhadap
korupsi meningkat.

3. Pemahaman masyarakat terhadap korupsi tahun 2011 sebesar 74,73%. Nilai


tersebut belum memenuhi target yang ingin dicapai oleh KPK sebesar 90,8%. Nilai
pemahaman tersebut lebih rendah bila dibandingkan tahun sebelumnya yang
sebesar 75,71%.

4. Masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup terkait tugas KPK terutama dalam
melaksanakan kegiatan sebagai berikut: (1) Melakukan penyelidikan, penyidikan
dan penuntutan kasus tindak pidana korupsi (87,05%), (2) Menerima pengaduan
dugaan tindak pidana korupsi dari masyarakat (78%), (3) Melakukan sosialisasi dan
menyelenggarakan pendidikan anti korupsi (74,45%), (4) Mendaftar dan
memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) (72,95%).

5. Di lain pihak masyarakat memiliki pengetahuan yang rendah terkait tugas KPK
terutama dalam melaksanakan kegiatan sebagai berikut: (1) Menerima laporan
gratifikasi (hadiah) dan menetapkan statusnya menjadi milik negara atau bukan

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 56
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

milik negara (56,5%), (2) Mengkaji sistem administrasi lembaga


pemerintah/negara dalam rangka perbaikan kualitas pelayanan publik (58,5%), dan
(3) Melakukan Koordinasi dan Supervisi dengan/terhadap lembaga penegak hukum/
penyelenggara negara lainnya (71%).

6. Tingkat kepuasan akan kinerja KPK secara umum mengalami penurunan yang
cukup signifikan yaitu hanya mencapai 27,7% dibandingkan pada tahun 2010 yang
mencapai 49,4%, hasil ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil yang dilaksanakan
Harian Kompas Periode November 2011 yang menyatakan bahwa tingkat kepuasan
masyarakat hanya mencapai 32%. Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat
sebagian besar tidak puas atas upaya-upaya pencegahan dan penindakan korupsi
yang dilakukan KPK selama tahun 2011

7. Untuk tingkat kebutuhan masyarakat atas keberadaan KPK juga mengalami


penurunan, yaitu mencapai 86,3% lebih rendah dibandingkan pada tahun 2010 yang
mencapai angka 94,7%. Hasil ini menunjukkan masyarakat masih membutuhkan
keberadaan KPK sepanjang KPK terus menunjukkan kinerja yang optimal dalam
pemberantasan korupsi.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan survei ini, maka saran yang disampaikan Direktorat Penelitian
dan Pengembangan kepada Pimpinan KPK dan jajaran secara keseluruhan adalah:

1. KPK melakukan sosialisasi lebih intensif dalam rangka meningkatkan pemahaman


mengenai jenis korupsi yang terkait konflik kepentingan, gratifikasi, dan tindak
pidana lain terkait korupsi pada masyarakat terutama Mahasiswa, Pegawai Negeri
Sipil (PNS), TNI/POLRI, Pegawai Swasta dan Wiraswasta.

2. KPK mengkomunikasikan secara intensif mengenai jenis-jenis korupsi, dampak dan


bahaya korupsi, di samping upaya penindakan terhadap tindak pidana korupsi
kepada masyarakat, sehingga diharapkan dapat membantu dalam memvisualkan
konsep korupsi yang abstrak.

3. Agar dapat lebih memenuhi ekspektasi masyarakat dalam upaya pemberantasan


korupsi maka KPK dapat memfokuskan upayanya pada tiga sektor yang mengemuka
dan menjadi prioritas menurut responden yaitu: (1) Bidang keuangan, perencanaan
____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 57
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

pembangunan nasional, perbankan (23,53%); (2) Bidang pemerintahan dalam negeri


dan daerah, aparatur negara (18,22%); dan (3) Bidang hukum, HAM dan keamanan
(15,53%).

4. Sebanyak 74,73% masyarakat pada tahun 2011 memiliki pemahaman yang baik
dalam pengetahuan dan bahaya korupsi. Hasil perhitungan nilai tahun 2011 adalah
74,73% untuk nilai pemahaman pengetahuan dan bahaya korupsi. Jika target
kenaikan adalah 20% dari target tahun dasar (karena angka indeks mengalami
revisi, tahun dasar yang digunakan menjadi 2011) maka pada tahun 2011 target
pencapaian nilai menjadi 90.8%. Pencapaian target ini merupakan tantangan yang
tidak kecil di tengah keterbatasan waktu dan sumber daya yang ada. Terdapat dua
alternatif langkah yang dapat ditempuh oleh KPK, yang pertama adalah membuat
target yang ada menjadi lebih realistis atau yang kedua menyesuaikan strategi dan
alokasi sumber daya yang dibutuhkan jika ingin tetap mencapai target tadi.

5. Beberapa tugas masih membutuhkan usaha lebih jauh dari KPK untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat ke tingkat yang lebih tinggi melalui sosialisasi, seperti
tugas: (1) Menerima laporan gratifikasi (hadiah) dan menetapkan statusnya menjadi
milik negara atau bukan milik negara; (2) mengkaji sistem administrasi lembaga
pemerintah/negara dalam rangka perbaikan kualitas pelayanan publik; dan (3)
Melakukan Koordinasi dan Supervisi dengan/terhadap lembaga penegak
hukum/penyelenggara negara lainnya.

6. Diperlukan upaya yang komprehensif dalam menjawab timbulnya persepsi


masyarakat mengenai rendahnya independensi KPK. Penting bagi KPK dalam
melangkah untuk senantiasa mengkomunikasikan upaya-upaya yang dilakukannya,
bersikap transparan, akuntabel, profesional, dan konsisten. Diharapkan hal ini dapat
memperkecil peluang timbulnya persepsi negatif mengenai independensi KPK.

7. KPK perlu terus mendorong kecenderungan perilaku positif masyarakat seperti


pelaporan LHKPN, gratifikasi dan dugaan tindak pidana korupsi ke KPK.
Tindakan/kebijakan yang harus dilakukan oleh KPK ditujukan untuk mengurangi
disparitas antara kecenderungan perilaku dengan perilaku sebenarnya melalui upaya-
upaya yang memudahkan mereka untuk melapor (akses, metode dll).

8. Untuk perbaikan survei ke depan:

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 58
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

a. Perlu ditambah dengan pengukuran terhadap perilaku lampau responden


untuk melihat disparitas antara sikap, kecenderungan perilaku korupsi dan
perilaku korupsi sebenarnya oleh responden yang diukur dari apakah mereka
pernah melakukan perbuatan koruptif di masa lalu. Hal ini mengingat
pengukuran ini memiliki kelemahan dalam hal bahwa perilaku sebenarnya
yang diambil oleh responden bisa saja berbeda dengan perilaku yang
dikatakan pada saat survei sehingga survei tidak dapat melihat disparitas
antara perilaku yang diharapkan dan perilaku sebenarnya dari responden.

b. Perlu dilakukan peningkatan alokasi sumber daya finansial untuk


memperbesar cakupan wilayah survei, jenis responden, dan peningkatan
kompetensi enumerator. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki tingkat
generalisasi, akurasi sampling dan memperkecil bias yang mungkin terjadi.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 59
Laporan Survei Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi dan KPK 2011

VI. DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Penelitian dan Pengembangan (2009), “Laporan Survei Persepsi


Masyarakat 2009”, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

2. Direktorat Penelitian dan Pengembangan (2008), “Laporan Survei Persepsi


Masyarakat 2008”, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

3. Direktorat Penelitian dan Pengembangan (2006), “Laporan Survei Persepsi


Masyarakat 2006”, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

4. Komisi Pemberantasan Korupsi (2007), “Stratejik Plan KPK 2007-2011”


Dokumen Perencanaan Strategi KPK.

5. Inacon (2007), “Menuju Indonesia Bebas Korupsi, Executive summary” Bahan


Presentasi Riset Kuantitatif dan Kualitatif Mengenai Korupsi, Desember 2006.

____________________________________________________________________________________________________
Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2011 60

Anda mungkin juga menyukai