Pertemuan ke 7
MK Dasar Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat
Semester 2 Prodi S1 Gizi FKM UNSRI
Sejarah Perkembangan Surveilans
• Surveilans Gizi pada awalnya dikembangkan untuk mampu
memprediksi situasi pangan dan gizi secara teratur dan terus-menerus
sehingga setiap perubahan situasi dapat dideteksi lebih awal (dini)
untuk segera dilakukan tindakan pencegahan. Sistem tersebut dikenal
dengan Sistem Isyarat Tepat Waktu untuk Intervensi atau dalam
bahasa Inggris disebut Timely Warning Information and Intervention
System (TWIIS), yang kemudian lebih dikenal dengan nama Sistem
Isyarat Dini untuk Intervensi (SIDI).
• Pada periode 1986-1990 SIDI dikembangkan di beberapa provinsi dan pada
periode 1990-1997 berkembang mencakup aspek yang lebih luas, dengan
pertimbangan bahwa masalah gizi dapat terjadi setiap saat tidak hanya
diakibatkan oleh kegagalan produksi pertanian. Sistem yang dikembangkan
ini disebut Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) yang kegiatannya
meliputi: SIDI, Pemantauan Status Gizi, dan Jejaring Informasi Pangan dan
Gizi.
• Pada periode 1990-an kegiatan SKPG sudah ada di seluruh provinsi, tetapi
pamornya memudar. Akhirnya, pada saat Indonesia mengalami krisis
multidimensi pada tahun 1998 dilakukan upaya revitalisasi sehingga SKPG
meliputi: (1) pemetaan situasi pangan dan gizi tingkat kabupaten/kota,
provinsi dan nasional, (2) memperkirakan situasi pangan dan gizi di tingkat
kecamatan, (3) pemantauan status gizi kelompok rentan serta kegiatan
Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG), dan (4)
Surveilans Gizi Buruk.
• Pada awal millennium ketiga (tahun 2000-an) Kementerian Kesehatan
melalui Direktorat Bina Gizi, lebih memfokuskan pada Surveilans Gizi
yang pada saat itu lebih ditujukan untuk penanganan masalah balita
gizi buruk. Saat ini masalah gizi (“malnutrition”) bukan hanya masalah
kekurangan gizi (“undernutrition”) tetapi sudah terjadi juga masalah
kelebihan gizi (“overnutrition”) atau dikenal dengan istilah masalah
gizi ganda (“double burden”).
• Masalah gizi di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 kelompok.
Pertama adalah Masalah yang telah dapat dikendalikan, kedua adalah
masalah gizi yang belum selesai dan yang ketiga adalah masalah baru
yang mengancam kesehatan masyarakat.
❑ Dalam peraturan Menteri kesehatan No 14 tahun 2019 menyebutkan bahwa
Surveilans Gizi adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus
terhadap masalah gizi masyarakat dan indikator pembinaan gizi.
❑ Penyelenggaraan Surveilans Gizi dilakukan oleh Pengelola Program Gizi di
Puskesmas, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dinas kesehatan daerah
provinsi dan kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
❑ Penyelenggaraan Surveilans Gizi dilaksanakan untuk memberikan gambaran
mengenai perubahan pencapaian indikator kinerja perbaikan gizi secara nasional
dan regional.
❑ Penyelenggaraan Surveilans Gizi secara teknis dilaksanakan dengan berbasis
indikator masalah gizi dan kinerja program gizi.
• Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan salah
satu survei sosial kependudukan yang dilakukan secara berkala sejak
1987.
• Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) adalah salah satu riset skala
nasional yang berbasis komunitas dan telah dilaksanakan secara
berkala (5-6 tahun sekali )oleh Badan Litbangkes Kemenkes RI
• Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) merupakan survei berskala nasional
yang dilakukan untuk mengetahui perkembangan status gizi balita
(stunting, wasting, dan underweight) tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota
Indikator masalah gizi
• Keadaan KEK pada ibu hamil jika tidak segera ditangani akan menyebabkan
gangguan kesehatan bagi ibu dan janin Sehingga wajib dilakukan
pengukuran status gizi pada ibu hamil untuk dapat menentukan tindakan
segera.
• Ibu hamil risiko KEK adalah ibu hamil dengan Lingkar Lengan Atas (LiLA)
kurang dari 23,5 cm.
• Persentase ibu hamil risiko KEK adalah jumlah ibu hamil Risiko KEK
terhadap jumlah ibu hamil yang diukur LiLA dikali 100%.
• Ukuran Indikator : Masalah KEK dinilai bukan masalah kesehatan
masyarakat apabila prevalensi ibu hamil risiko KEK dibawah 10%.
• Sumber data/informasi : Kohort ibu, Buku KIA
g. Persentase Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(Berat Badan kurang dari 2500 gram)
• Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor
determinan terjadinya masalah pendek/ Stunting. Indikator ini sebagai
indikator outcome dari kondisi gizi ibu selama kehamilan.
• Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram.
• Persentase BBLR adalah jumlah BBLR terhadap jumlah bayi baru lahir hidup
yang ditimbang dikali 100%.
• Ukuran Indikator : Masalah BBLR dinilai rendah apabila persentase BBLR
dibawah target.
• Sumber Data : hasil penimbangan berat badan bayi baru lahir dan
mencatatnya kedalam registrasi/kohort bayi
Indikator Kinerja Program Gizi
5. ePPGBM Offline
• Modul ePPGBM offline digunakan untuk memudahkan dalam entry data
bagi daerah yang tidak dapat mengakses internet.
• Penjelasan lebih rinci Sigizi Terpadu, dituangkan dalam buku panduan
Sistem Informasi Gizi Terpadu. Modul dalam Sigizi Terpadu dapat
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan program.
*Tanda V pada tabel : jumlah bayi yang mendapat ASI
TUGAS INDIVIDU
Dari contoh surveilans gizi “rekapitulasi pemberian ASI eksklusif pada
bayi kurang dari 6 bulan di Puskesmas Grogol Petamburan Jakarta
Barat”,
• Berapa jumlah balita di Kota Jakarta Barat ?
• Berapa jumlah balita yang ditimbang pada bulan Februari ?
• Berapa persen (%) Rerata bayi umur kurang dari 6 bulan yang masih
diberi ASI ?
• Apa yang dapat anda simpulkan dari tabel dan grafik hasil surveilans
gizi tersebut?
TERIMA KASIH