Anda di halaman 1dari 17

CHAPTER

3
MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK
Hal. 1 dari 17
CHAPTER 3

RUANG LINGKUP & KUALITAS PELAYANAN

CAPAIAN PEMBELAJARAN

Capaian pembelajaran dari modul ketiga ini diharapkan mahasiswa mampu memahami
ruang lingkup layanan dan konsep kualitas pelayanan.

Ruang Lingkup Pelayanan Publik

Dalam Undang undang nomor 25 tahun 2009 ruang lingkup pelayanan publik
meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif
yang meliputi :
1. Pendidikan
2. Pengajaran
3. Pekerjaan dan usaha
4. Tempat tinggal
5. Komunikasi dan informasi
6. Lingkungan hidup
7. Kesehatan
8. Jaminan sosial
9. Energi
10. Perbankan
11. Perhubungan
12. Sumber daya alam
13. Pariwisata
14. dan sektor strategis lainnya.

Pada chapter 1 telah dibahas mengenai sumber anggaran untuk pengadaan dan
penyaluran layanan publik, ada beberapa kriteria pembiayaan sebagai berikut :
1. Pelayanan barang Publik
a. Pelayanan barang publik yang disediakan oleh instansi pemerintah yang
menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah ditujukan untuk mendukung program dan tugas
instansi tersebut, sebagai contoh penyediaan obat untuk flu burung yang

Hal. 2 dari 17
pengadaannya menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara di
Departemen Kesehatan. Kapal penumpang yang dikelola oleh PT (Persero)
PELNI untuk memperlancar pelayanan perhubungan antar pulau yang
pengadaannya menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara di
Departemen Perhubungan. Penyediaan infrastruktur transportasi perkotaan yang
pengadaannya menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
a. Pelayanan barang publik yang ketersediaannya merupakan hasil dari
kegiatan badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah
yang mendapat pelimpahan tugas
untuk menyelenggarakan pelayanan publik (public service obligation),
contohnya adalah ; listrik hasil pengelolaan PT (Persero) PLN, air bersih
hasil pengelolaan perusahaan daerah air minum.
Misi negara adalah kebijakan untuk mengatasi permasalahan tertentu,
kegiatan tertentu, atau mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan
kepentingan dan manfaat orang banyak, sebagai contoh :
a) Kebijakan menugaskan PT (Persero) Pertamina dalam menyalurkan
bahan bakar minyak jenis premium dengan harga yang sama untuk
eceran di seluruh
Indonesia;
b) Kebijakan memberikan subsidi agar harga pupuk dijual lebih murah guna
mendorong petani berproduksi;
c) Kebijakan memberantas atau mengurangi penyakit gondok yang dilakukan
melalui pemberian yodium pada setiap garam (di luar garam industri);
d) Kebijakan menjamin harga jual gabah di tingkat petani melalui penetapan
harga pembelian gabah yang dibeli oleh Perum Badan Usaha Logistik;
e) Kebijakan pengamanan cadangan pangan melalui pengamanan harga
pangan pokok, pengelolaan cadangan dan distribusi pangan kepada
golongan
masyarakat tertentu; dan
f) Kebijakan pengadaan tabung gas tiga kilo gram untuk kelompok
masyarakat tertentu dalam rangka konversi minyak tanah ke gas.

2. Pelayanan atas jasa publik


Contoh pelayanan atas jasa publik antara lain adalah :
a) Pelayanan kesehatan (rumah sakit dan puskesmas)

Hal. 3 dari 17
b) Pelayanan pendidikan (sekolah dasar, sekolah menengah pertama,
sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi)
c) Pelayanan navigasi laut (mercu suar dan lampu suar)
d) Pelayanan peradilan
e) Pelayanan kelalulintasan (lampu lalu lintas), pelayanan keamanan (jasa
kepolisian), dan pelayanan pasar.

Jasa publik yang dihasilkan oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah yang mendapat pelimpahan tugas untuk menyelenggarakan pelayanan
publik (public service
obligation), contohnya antara lain adalah jasa pelayanan transportasi angkutan
udara/laut/darat yang dilakukan oleh PT (Persero) Garuda Indonesia, PT
(Persero) Merpati
Airlines, PT (Persero) Pelni, PT (Persero) KAI, dan PT (Persero) DAMRI, serta
jasa penyediaan air bersih yang dilakukan oleh perusahaan daerah air minum.

Misi negara adalah kebijakan untuk mengatasi permasalahan tertentu,


kegiatan tertentu, atau mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan
kepentingan dan manfaat orang banyak, sebagai contoh :
1) Jasa pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin oleh rumah sakit
swasta;
2) Jasa penyelenggaraan pendidikan oleh pihak swasta harus mengikuti
ketentuan penyelenggaraan pendidikan nasional;
3) Jasa pelayanan angkutan bus antarkota atau dalam kota, rute dan tarifnya
ditentukan oleh pemerintah;
4) Jasa pelayanan angkutan udara kelas ekonomi, tarif batas atasnya
ditetapkan oleh pemerintah;
5) Jasa pendirian panti sosial; dan
6) Jasa pelayanan keamanan.

3. Pelayanan Administratif
Tindakan administratif pemerintah merupakan pelayanan pemberian dokumen
oleh pemerintah, antara lain yang dimulai dari seseorang yang lahir
memperoleh akta kelahiran hingga meninggal dan memperoleh akta kematian,
termasuk segala hal yang diperlukan

Hal. 4 dari 17
oleh penduduk dalam menjalani kehidupannya, seperti memperoleh izin
mendirikan bangunan, izin usaha, sertifikat tanah, dan surat nikah, sedangkan
tindakan administratif non pemerintah merupakan pelayanan pemberian
dokumen oleh instansi di luar pemerintah, antara lain urusan perbankan,
asuransi, kesehatan, keamanan, pengelolaan kawasan industri,
dan pengelolaan kegiatan sosial.

Konsep Kualitas Pelayanan


Parasuraman at. al (1988) mendefinisikan kualitas sebagai seberapa jauh
perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka
terima/peroleh. Kualitas pelayanan dan kepuasan dibentuk dari hal yang berbeda,
kualitas dipandang sebagai suatu bentuk sikap, berhubungan namun tidak sama
dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara harapan
dengan kinerja aktual. Berikut adalah skema kualitas pelayanan (ServQual) yang
dibangun oleh Parasuraman, Zeithaml, and Berry.

Hal. 5 dari 17
Penjelasan skema tersebut adalah sebagai berikut.

Dalam membandingkan antara Harapan dan Kinerja tercipta kesejangan


(discrepancies). Kesenjangan ini disebut dengan GAP. Terdapat 5 GAP
sehubungan dengan masalah kualitas pelayanan.ANAN PUBLIK

a. GAP 1 adalah gap antara Harapan Pelanggan – Persepsi Manajemen.


Sehubungan GAP 1 ini, ketiganya mengajukan Proposisi 1: “Gap antara
harapan pelanggan dan persepsi (kinerja) manajemen atas harapan
tersebut akan punya dampak pada penilaian pelanggan atas kualitas
pelayanan.”

b. GAP 2 adalah gap antara Persepsi Manajemen – Spesifikasi Kualitas


Pelayanan. Sehubungan dengan GAP 2 ini, ketiganya mengajukan
Prosposisi 2: “Gap antara persepsi manajemen seputar harapan
pelanggan dan spesifikasi kualitan pelayanan akan berdampak pada
kualitas pelayanan dari sudut pandang pelanggan.”

c. GAP 3 adalah gap antara Spesifikasi Kualitas Pelayanan –


Penyelenggaraan Pelayanan. Sehubungan dengan GAP 3 ini, ketiganya
mengajukan Prosisi 3: “Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan
penyelenggaraan pelayanan aktual akan berdampak pada kualitas
pelayanan dari sudut pandang pelanggan.”

d. GAP 4 adalah gap antara Penyelenggaraan Pelayanan – Komunikasi


Eksternal. Sehubungan dengan GAP 4 ini, ketiganya mengajukan
Proposisi 4: “Gap antara penyelenggaraan pelayanan aktual dan
komunikasi eksternal tentang pelayanan akan berdampak pada kualitas
pelayanan dari sudut pandang pelanggan.”

e. GAP 5 adalah gap antara Pelayanan Diharapkan (Expected Service) –


Pelayanan Diterima (Perceived Service). Sehubungan dengan GAP 5 ini,
ketiganya mengajukan Proposisi 5: “Kualitas yang pelanggan teriman

Hal. 6 dari 17
dalam pelayanan adalah fungsi magnitude dan arah gap antara pelayanan
yang diharapkan dan pelayanan yang diterima.”

Parasuraman, Zeithaml, and Berry kemudian mengajukan 10 kategori Kualitas


Pelayanan. Ke-10 kategori ini mereka sebut “Service Quality Determinants.” Ke-
10 kategori tersebut bisa saja bersifat overlapping karena mereka dibangun
melalui studi eksploratoris yang notabene menggunakan pendekatan kualitatif.
Berikut adalah ringkasan ke-10 determinan tersebut:

1. RELIABILITY meliputi konsistensi kinerja dan keandalan. Artinya,


organisasi menunjukkan pelayanan segera. Ia juga berarti organisasi
menghormati janjinya. Secara rinci meliputi :
 Ketepatan tagihan;
 Penyimpanan catatan secara benar;
 Ketepatan jadual.
2. RESPONSIVENESS adalah keinginan atau kesiapan pekerja dalam
menyediakan pelayanan, meliputi:
 Pengiriman slip transaksi segera;
 Mengatasi tanggapan pelanggan secara cepat;
 Memberikan pelayanan pendahuluan (misal merancang janji secara
cepat).
3. COMPETENCE artinya menguasai keahlian dan pengetahuan yang
dibutuhkan guna melakukan pelayanan, meliputi:
 Pengetahuan dan keahlian dalam kontak personil;
 Pengetahuan dan keahlian dalam personil pendukung operasi;
 Kemampuan riset organisasi.
4. ACCESS adalah kontak yang mudah dan dekat, yakni:
 Pelayanan mudah diakses lewat telepon (jalur tidak sibut dan tidak
menyuruh tunggu);
 Waktu tunggu pelayanan tidak lama;
 Jam operasi yang nyaman;
 Lokasi fasilitas pelayanan yang nyaman.
5. COURTESY meliputi keramahan, respek, tenggang rasa, dan
persahabatan dalam kontak personil (termasuk resepsionis, operator
telepon, etc), meliputi:
 Tenggang rasa bagi barang-barang pribadi pelanggan;
 Tampilan yang bersih dan rapi dalam ruang pelayanan.

Hal. 7 dari 17
6. COMMUNICATION artinya memastikan pelanggan beroleh informasi
dalam bahasa yang bisa mereka pahami serta mendengarkan mereka.
Juga ia berarti organisasi harus menyesuaikan bahasa dengan pelanggan
yang berbeda-beda, meliputi:
 Penjelasan atas layanan itu sendiri;
 Penjelasan berapa biaya suatu layanan;
 Penjelasan bagaimana pelayanan dan biasa dipertukarkan;
 Meyakinkan pelanggan bahwa masalah akan ditangani.
7. CREDIBILITY meliputi kepercayaan, keyakinan, kejujuran. Ia meliputi
pemunculan kondisi bahwa kepentingan pelanggan adalah segalanya.
Kontributor untuk credibility adalah :
 Nama organisasi;
 Reputasi organisasi;
 Karakteristik pribadi dari personil yang melakukan kontak;
8. SECURITY adalah kemerdekaan dari bahaya, resiko, atau keraguan meliputi:
 Keamanan fisik;
 Keamanan finansial;
 Kerahasiaan.
9. UNDERSTANDING/KNOWING THE CUSTOMER meliputi melakukan
usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan, meliputi:
 Pembelajaran untuk memahami kebutuhan khusus pelanggan;
 Menyediakan perhatian pribadi;
 Mengenali pelanggan reguler.
10. TANGIBLES meliputi tampilan fisik pelayanan;
 Fasilitas fisik;
 Penampilan pekerja;
 Alat atau perlengkapan yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan;
 Perwakilan fisik dari layanan, seperti kartu kredit plastik atau pernyataan
bank;
 Pelanggan lain dalam fasilitas pelayanan.

Dalam menghubungkan ke-10 determinan dengan Harapan (expected service) dan


Kinerja pelayanan (perceived service), maka berikut adalah model analisisnya:

Hal. 8 dari 17
Dalam model analisis di atas, tampak bahwa Expected Service (Pelayanan yang
Diharapkan) bergantung pada WOM (Word of Mouth), Personal Needs dan Past
Experience. Berita dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, serta pengalaman
masa lampau merupakan tiga variabel bebas yang memicu muncul Pelayanan
yang Diharapkan (expected service). Di sisi lain, Perceived Service (Pelayanan
yang Diterima) bergantung pada variabel Penentu Kualitas Pelayanan
(determinants of service quality). Variabel ini diukur lewat 10 indikator.
Perbandingan antara Pelayanan yand Diharapkan dengan Pelayanan yang
Diterima memunculkan Kualitas Pelayanan yang Diterima (Perceived Service
Quality). Kualitas Pelayanan yang Diteririma inilah yang kerap disebut sebagai
alat ukur Kualitas Pelayanan serta Kepuasan Pelanggan.

Tapi apa sebenarnya layanan yang baik tersebut dan bagaimana


mendapatkannya adalah sebuah pertanyaan yang mendasar. Sebenarnya
pertanyaan-pertanyaan tersebut menurut le Grand dalam Irawan (2016)
mangarah kepada tujuan (end) yang hendak dicapai dengan pelayanan publik
dan apa sarana atau cara (means) untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep ini
kemudian dijadikan salah satu alasan mengapa perdebatan tentang berbagai
cara atau model untuk memberikan pelayanan publik bukan karena perselisihan
mengenai efektivitas atau hal lainnya dalam mancapai tujuan, namun keberartian
cara-cara tersebut dalam mencapai tujuan publik itu sendiri.

Hal. 9 dari 17
le Grand dalam Irawan (2016) menjelaskan secara mendasar, ada empat cara
atau model pengiriman palayanan publik dalam mencapai tujuannya (ends).
Pertama ialah trust atau kepercayaan, dimana para professional dan pekerja
pada pelayanan publik dapat dipercaya dalam mendistribusikan pelayanan.
Konsep kedua ialah command and control (yang dikenal juga dengan hirarki),
dimana pemerintah atau institusinya bersama-sama mendistribusikan pelayanan
secara struktur manajeman yang kondusif. Cara atau model ketiga ialah voice,
dimana pengguna layanan berusaha mendapatkan pelayanan yang baik dengan
berkomunikasi dengan penyedia layanan dengan berbagai cara. Model keempat
adalah choice, dimana pengguna layanan dapat memilih jenis penyedia layanan
yang berbeda-beda.

Kemampuan bertahan sebuah organisasi tidak terlepas dari trust kepada


organisasi penyelenggara layanan. Ada dua bentuk trust yakni public trust dan
social trust. Dwiyanto (2011) menjelaskan bahwa kepercayaan publik dilakukan
terhadap organisasi pemerintah yang pada umumnya selalu terkait dengan isu-
isu publik tertentu. Respon warga terhadap kebijakan yang berujung pada
pelayanan pemerintah yang sesuai dengan harapan dan aspirasinya cenderung
akan meningkatkan kepercayaan. Dalam konteks kepercayaan social, Dwiyanto
(2011, h. 360) menjelaskan bahwa kepercayaan social merujuk kepada
kepercayaan warga terhadap warga lainnya dalam suatu komunitas atau
masyarakat.

Secara khusus, Command and Control (komando dan pengendalian) adalah


fokus upaya dari sejumlah entitas (individu dan organisasi) dan sumber daya,
termasuk informasi, menuju pencapaian tugas, sasaran, atau tujuan (Albert dan
Hayes, 2006). Command and Control bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi
merupakan sarana untuk menciptakan nilai seperti pencapaian misi organisasi.
Albert dan Hayes (2006) lebih jauh menjelaskan jika Command and Control
diterapkan pada suatu organisasi, akan menciptakan atau mengubah suatu
entitas atau asosiasi entitas dan membuatnya cocok dengan tantangan yang
dihadapi, dan mencapai misi orgaisasi. Konteks Command and Control dalam
administrasi dapat dilihat sebagai bagian fungsi manajemen.

Konsep voice dan choice menurut Hirschman (1970) adalah setiap orang memiliki
pilihan yang berbeda untuk mempengaruhi organisasi atau pemerintah. Pertama,
ketika orang tidak puas dengan produk atau jasa tertentu mereka dapat

Hal. 10 dari 17
meninggalkan (dalam literatur dikenal dengan istilah exit atau choice) dan pergi
ke penyedia layanan lain. Ini akan memungkinkan mereka untuk menerima
layanan yang lebih baik di tempat lain dan akan menjadi sinyal kepada penyedia
bahwa mereka perlu untuk meningkatkan layanan mereka. Choice atau exit
mengharapkan orang untuk berperilaku sebagai konsumen yang kritis.

Selain mekanisme choice ini, orang juga dapat menggunakan mekanisme yang
lebih politis yakni Voice atau bersuara. Mereka bisa menyuarakan ketidakpuasan
mereka, misalnya dengan mengajukan keluhan, menulis surat, dan konsultasi
dengan pengambil keputusan. Oleh karena itu voice adalah cara lain untuk
menunjukkan ketidakpuasan kepada penyedia. Sementara choice adalah konsep
yang relatif mudah, voice adalah salah mekanismen yang lebih kompleks. Hal ini
disebabkan ia mencakup semua upaya untuk “mengubah” daripada “melarikan
diri” dari situasi tertentu (de Bovenkamp, 2013). Dibandingkan dengan exit atau
choice, voice memiliki keuntungan dari menawarkan informasi tentang mengapa
terjadi ketidak puasan.

Setidaknya ada lima atribut dasar yang mencirikan pelayanan publik yang
berkualitas. Lima atribut dasar yang menjadi acuan tujuan pelayanan publik
tersebut meliputi: pelayanan harus memiliki kualitas pada level tinggi, pelayanan
harus dioperasikan dan dikelola secara efisien, pelayanan publik harus responsif
terhadap kebutuhan dan keinginan pengguna layanan, memiliki akuntabilitas
yang baik kepada warga negara, dan pelayanan tersebut harus disampaikan
secara adil (Irawan, 2016).

Produk pelayanan adalah pengelola pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah


dengan atau badan hukum lain yang sifatnya langsung atau tidak langsung.
Produk pelayanan menurut sifatnya dibedakan sebagai berikut:

a. Produk Layanan Privat


Produk pelayanan ini memiliki sifat bahwa jika telah dimiliki secara individual
maka si pemilik dapat mencegah individual lain untuk menggunakannya. Namun
demikian, untuk memiliki barang layanan ini setiap individu atau instansi harus
memperoleh persetujuan dari pemasoknya. Persetujan ini biasanya dalam
bentuk penetapan harga.

b. Produk Layanan Publik

Hal. 11 dari 17
Produk layanan ini dilakukan secara kolektif bagi individu siapa saja yang
ingin menggunakan dan tidak mungkin seseorang individu mencegah
individu lainnya menggunakannya.

c. Produk layanan yang disediakan oleh Negara dan Swasta


Sektor swasta memiliki peran penting dalam produk-produk pelayanan
privat dan saling bersaing dalam penyediannya menurut selera konsumen.
Pemerintah berperan dalam menetapkan persediaan (supply) produk
pelayanan yang disedikan sektor swasta melalui proses politik (kebijakan
publik) namun demikian, terdapat produk pelayanan yang sifatnya privat
tetapi dapat disediakan pula oleh Negara. Peran pemerintah dalam
penyediaan produk-produk pelayanan privat dapat dilaksanakan
sepanjang tidak menjadikannya pesaing (crowding our effects).

Karakteristik penyediaan pelayanan oleh pemerintah penyelenggaraan antara


lain, (a) memiliki dasar hukum yang jelas dengan penyelenggaraanya, (b)
memiliki kelompok kepentingan yang luas termasuk kelompok sasaran yang
ingin dilayani, (c) memiliki tunjuan sosial, (d) dituntut untuk akuntabel kepada
publik, (e) memiliki konfigurasi indikator kerja yang perlu kelugasan (complex
and debated performance indicators), serta (f) sering kali menjadi sasaran isu
politik. Sedangkan penyediaan pelayanan oleh sektor swasta memiliki
karakteristik sebagai berikut,

(a) didasarkan kepada kebijakan Dewan Direksi, (b) terfokus pada pemegang
saham dan manajemen, (c) memiliki tujuan mencari keuntungan, (d) harus
akuntabel pada hal hal tertentu,

(e) kinerjanya ditentukan oleh atas dasar kinerja manajemen, termasuk di


dalamnya kinerja financial serta tidak terlalu terikat dengan isu politik.

Good Governance dalam Pelayanan Publik

Good dalam governance bisa diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik
atau positif. Letak sifat baik atau positif itu adalah manakala ada pengerahan
sumber daya secara maksimal dari potensi yang dimiliki masing-masing aktor
atas dasar kesadaran dan kesepakatan bersama terhadap visi yang ingin
dicapai. Governance dikatakan memiliki sifat-sifat yang good, apabila memiliki

Hal. 12 dari 17
ciri-ciri atau indikator-indikator tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000, prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik terdiri atas :

a. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara


pemerintahan agar mampu memberikan pelayanan yang mudah, cepat,
tepat, dengan biaya terjangkau.
b. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam
segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
c. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjadi kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
d. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup
prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses,
kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan
disiplin.
e. Demokrasi dan partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan
hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan,
yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun
tidak langsung.
f. Efisiensi dan efektivitas, menjamin terselenggaranya pelayanan terhadap
masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara
optimal dan bertanggung jawab.
g. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, mewujudkan
adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian,
menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.

Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan


peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat
tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya
(tata laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan. Berikut
adalah penjelasan Neneng Siti Maryam dalam Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
mewujudkan good governance melalui pelayanan publik (2016: Vol VI, No.1)
dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki
berbagai kelemahaan antara lain :

Hal. 13 dari 17
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi dibeberapa tingkatan unsur pelayanan,
mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan
penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi,
maupun harapan masyarakat masih ditemukan lambat atau bahkan
diabaikan sama sekali, meski pemerintah telah berupaya sehingga
cenderung membaik.
b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksanaka pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan tersebut.
d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainya
sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih
ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan
instansi pelayanan lain yang terkait
e. Birokratsi. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, hal ini
menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/ aspirasi masyarakat. Pada
umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar
keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan
dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.

g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam


pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang
diberikan.

Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah


berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai
pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan
adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Dilihat dari sisi kelembagaan,
kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus

Hal. 14 dari 17
dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki
yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak
terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi
pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh
pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

Tuntutan masyarakat pada era reformasi terhadap pelayanan publik yang


berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah
sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di
atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan
masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Adapun hal-hal yang
dapat diajukan untuk mengatasi permasalahan tersebut antara lain:

a. Penetapan standar pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat


penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu
komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan
suatu kualitas tertentu yang ditentutkan atas dasar perpaduan harapan-
harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan.
Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi
jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan,
perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana
dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan
memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan,
tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung
terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
b. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan
bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya
SOP. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan
secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan
yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten.
c. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan
masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian
kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan,

Hal. 15 dari 17
kepuasan pelanggan dapat dicapai bila produk pelayanan yang diberikan
oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat.
Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam
upaya peningkatan pelayanan publik.

d. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat


merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain
suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien dapat
mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan
perbaikan kualitas pelayanan.

Di samping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung


adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas
pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi
ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan. Dari uraian di
atas, jelas bahwa perbaikan kinerja pelayanan publik di Indonesia memerlukan
kebijakan yang holistik. Pemerintah dituntut keberanian dan kemampuannya
untuk bisa mengembangkan kebijakan reformasi birokrasi yang holistik dan
melaksanakannya secara konsisten. Dengan cara ini, diharapkan reformasi
birokrasi di Indonesia dapat menghasilkan sosok birokrasi yang benar-benar
mengabdikan dirinya pada kepentingan publik dan menghasilkan pelayaan
publik yang efisien, responsif, dan akuntabel.

TUGAS
1. Jelaskan perbedaan pelayanan barang publik, jasa publik, dan administratif?
2. Jelaskan konsep kualitas pelayanan yang saudara ketahui?
3. Jelaskan perkembangan good governance di Indonesia terutama yang
berkaitan dengan pelayanan publik?

Hal. 16 dari 17
Referensi
Mike Wallace, Michael Fertig, dan Eugene Schneller. 2007. Managing Change in
the Public Services. UK: Blackwell Publishing Ltd.
Parasuraman, Valarie A. Zeithaml, and Leonard L. Berry. Spring 1988.
SERVQUAL: A Multiple- Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of
Service Quality dalam Journal of Retailing Volume 64 Number 1, pp.12-40.
Silalahi, Ulber dan Syafri, Wirman. 2015. Desentralisasi dan Demokrasi
Pelayanan Publik. Bandung: IPDN Press Jatinangor.
Siti Maryam, Neneng. 2016. Mewujudkan good governance melalui pelayanan
publik dalam Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume VI. EN PELAYANA
Irawan, Bambang. 2016. Kapasitas Organisasi dan Pelayanan Publik, Jakarta:Publika
Press

Hal. 17 dari 17

Anda mungkin juga menyukai