Revisi Ke
Berlaku Tgl
TAHUN 2022
2022
2022
A. PENDAHULUAN
Keadaan gizi dan kesehatan masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi, Dewasa ini
Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yakni masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih.
Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan,
kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi,
menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi (iodium). Sebaliknya masalah gizi
lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu yang disertai
dengan minimnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang, dan kesehatan. Dengan demikian,
sebaiknya masyarakat meningkatkan perhatian terhadap kesehatan guna mencegah terjadinya
gizi salah (malnutrisi) dan risiko untuk menjadi kurang gizi (Mohamad Agus Salim, 2015;
Mohamad Agus Salim ,2013)
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin,
negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi kurang,
hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah gizi lebih
(Soekirman, 2000; Mohamad Agus Salim, 2012). Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi
perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu
pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya
persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan
masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004; Subandi,
2
2005; Subandi, 2011). Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa
dalam menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya
peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan
pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik.
Dengan lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit
masyarakat lainnya dapat dihindari. Di tingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang
higienis, ketahanan pangan keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer
sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk. Secara makro, dibutuhkan
ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan koordinasi lintas sektor dari pemerintah dan semua
stakeholders untuk menjamin terlaksananya poin-poin penting seperti pemberdayaan
masyarakat, pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara tidak
langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah dalam hal perawatan
gizi terhadap keluarga termasuk anak.
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat berat akibat
kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu
lama.Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil
pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor.
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus, iga gambang,
perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk
yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat dan
sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu dan rambut tipis/kemerahan.
Marasmus-Kwashiorkor: adalah keadaan gizi buruk dengan tandatanda gabungan dari
marasmus dan kwashiorkor.
B. LATAR BELAKANG
4
Meskipun cakupan rumah tangga Kadarzi sudah baik diatas target 98%
di tahun 2021, dan cakupan garam beryodium sudah baik mencapai 96%.
Namun perbaikan status gizi masih diperlukan mengingat prevalensi stunting
dan obesitas meningkat. Selian itu cakupan ASI Eksklusif juga masih dibawa
target. Untuk itu diperlukan kegiatan peningkatan status gizi dalam rangka 1000
hari kehidupan dengan strategi Kadarzi.Hasil skrening pada remaja atau pelajar
SLTP dan SMU pada tahun 2018 ditemukan bahwa kurang lebih 28% remaja
putri memiliki kadar HB yang dibawah normal (Anemia) dan angka ini menurun
sebanyak 3 % dari sebleumnya 31% di tahun 2017 dan 52% di tahun 2016.
Upaya penanggulangan gizi buruk baik gizi kurang maupun gizi lebih sesuai dengan
amanat permenker 43 tahun 2014 adalah melalui program penanggulangan masalah
gizi kurang yang pertama dengan upaya pemenuhan persediaan pangan nasional
terutama melalui peningkatan produksi beraneka ragam pangan; yang kedua melalui
Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga melalui keluarga sadar gizi (Kadarzi) yang
diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat
rumah tangga; Ketiga adalah melalui Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan
sistem rujukan dimulai dari tingkat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), hingga
Puskesmas dan Rumah Sakit; Keempat Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi
melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG); Kelima peningkatan
komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat; dan yang
terkahir peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan
yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas.
C. TUJUAN
5
2. Terlaksananya kegiatan pemantauan dan monitoring pelaksanaan keluarga sadar
gizi
6
d. Melakukan sosialiasasi pada kader dan
kader pendamping
7
c. Petugas melakukan kunjungan rumah
9
No Kegiatan Pelaksana Lintas Program Terkait Lintas Sektor Ket
Pokok Terkait
10
No Kegiatan Pelaksana Lintas Program Terkait Lintas Sektor Ket
Pokok Terkait
11
No Kegiatan Pelaksana Lintas Program Terkait Lintas Sektor Ket
Pokok Terkait
Melakukan pemeriksaan b.
kesehatan lingkungan Menyelenggaraka
pada rumah balita n rapat koordinasi
sasaran percepatan
7. Analis penurunan
Melakukan pemeriksaan stunting
laboratorium yang
c. Melengkapi
dibutuhkan
sarana dan
prasarana
posyandu terkait
penguatan deteksi
dini balita risti
(stunted dan
wasted)
kesehatan lingkungan b.
pada rumah balita Menyelenggaraka
sasaran n rapat koordinasi
6. Analis percepatan
Melakukan pemeriksaan penurunan
laboratorium yang stunting
dibutuhkan
c. Melengkapi
sarana dan
prasarana
posyandu terkait
13
No Kegiatan Pelaksana Lintas Program Terkait Lintas Sektor Ket
Pokok Terkait
penguatan deteksi
dini balita risti
(stunted dan
wasted)
d. Menyusun
kebijakan terkait
tim percepatan
stunting
e. Melakukan
penrencaan
terkait intervensi
spesifik dan non
spesifik
penurunan
stunting
3. Dinas membantu
dalam kegiatan
14
No Kegiatan Pelaksana Lintas Program Terkait Lintas Sektor Ket
Pokok Terkait
monev hasil
kegiatan dan
kegaitan refeshing
dalam rangka
peningkatan
kompetensi kader
15
No Kegiatan Pelaksana Lintas Program Terkait Lintas Sektor Ket
Pokok Terkait
5. Pokja
Kelurahan sehat
Membantu proses
montoring
kegiatan rujukan
5. Kesling berjalan
c. Melengkapi
sarana dan
prasarana
posyandu terkait
17
No Kegiatan Pelaksana Lintas Program Terkait Lintas Sektor Ket
Pokok Terkait
penguatan deteksi
dini balita risti
(stunted dan
wasted)
d. Menyusun
kebijakan terkait
tim percepatan
stunting
e. Melakukan
perencaan terkait
intervensi spesifik
dan non spesifik
penurunan
stunting
18
No Kegiatan Pelaksana Lintas Program Terkait Lintas Sektor Ket
Pokok Terkait
hasil kegiatan
pemberdayaan
3. Dinas
membantu dalam
kegiatan monev
dan pemenuhan
media sosialisasi
2. Kelurahan
Wates
Monitoring garam Target 90% 1. UPT Puskesmas
beryodium Wates
2. Kelurahan
Wates
21
c) Berperan aktif dalam terselesainya masalah kesehatan dalam wilayah
dengan melakukan himbauan dan teguran.
3. Kepala RW
4. Kader
1. DOKTER
Dokter sebagai Koordinator upaya perbaikan Gizi Masyarakat UPT. Puskesmas
Waes yang mempunyai tugas Pokok dan fungsi sebagai berikut :
2. PERAWAT/BIDAN
Perawat/bidan berperan sekaligus sebagai penanggung jawab asuhan
keperawatan kebidanan dan sekaligus serta pelaksana asuhan keperawatan
yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :
23
b. Bertanggung jawab pada asuhan keperawatan/kebidanan bagi sasaran
program
c. Melaksanakan tindakan dan perawatan sesuai instruksi dokter.
d. Melakukan pemantauan dan evaluasi pemberian makanan kepada pasien.
3. TENAGA FARMASI
a. Melaksanakan permintaan obat gizi.
b. Mendiskusikan keadaan atau hal hal yang dianggap perlu dengantim
termasuk interaksi obat dan kesehatan.
c. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat khususnya
obat gizi.
d. Melakukan pemantauan interaksi obat dan makanan
4. ANALIS LABORATORIUM
a. Melakukan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan arahan dokter.
b. Berkerjasama dengan dokter dan perawat untuk pemeriksaan
laboratorium.
c. Bertanggung jawab terhadap hasil pemeriksaan.
5. PROMKES
a. Memberikan arahan dan koordinasi pada lintas sektor
b. Melakukan sosialisasi terkait program.
c. Fasilitator dalam pembinaan UKBM
d. Evaluasi dan monitoring PHBS
6. KESLING
a. Memberikan sosialisasi terkait hyigien dan sanitasi pada sasaran rawan
gizi
7. SOPIR AMBULANCE
Skrening
Kesehatan Puskesmas 07.30- Petugas
6
Balita gizi Wates 11.00 Gizi
buruk sasaran
Puskesmas 07.30- Petugas
7 Survelens Gizi BOK
Wates 11.00 Gizi
26
Bulan WAKT PELAKSA
NO KEGIATAN TEMPAT DANA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 U NA
Skrening
Rujukan
Berjenjang Puskesmas 07.30- Petugas
8 BOK
dalam upaya Wates 11.00 Gizi
penurunan
stunting
intervensi baik
melalui terapi
gizi maupun
terapi DAU
Puskesmas 07.30- Petugas
9 kesehatan Wates 11.00 Gizi CUKAI
bagi balita
stunting.
Sosialisasi
dan Edukasi Puskesmas 07.30- Petugas
11 BLUD
Wates 11.00 Gizi
Gizi
13.00-
PENYUSNAN Puskesmas Petugas
12 SELS
LAPORAN Wates Gizi
EAI
27
I. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN
Pencatatan dan Pelaporan kegiatan ini dilakukan melalui LB3 Posyandu dan direkap
setiap bulan oleh petugas Gizi dan diserahkan kepada seksi gizi dinas kesehatan Kota
Mojokerto. Pelaporan juga dilakukan melalui peng SPJ an kegiatan gizi melalui Dana
Alokasi Umum dan khusus UPT. Puskesmas Wates. Evaluasi Kegiatan dihas dalam
rapat mini lokakarya bulanan dan rapat monitoring evaluasi program yang dilaksanakan
setiap 3 bulan sekali.