Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP KETENANGAN JIWA

Dosen Pengampu: Roni Hartono, M.Pd

AINI APRILLIA. P
20.01.061.028

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI & HUMANIORA
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembentukan kepribadian dimulai dari penanaman sistem nilai pada diri anak.
Dengan demikian, pembentukan kepribadian keagamaan perlu dimulai dari penanaman
sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama. Sistem nilai sebagai realitas yang abstrak
yang dirasakan dalam diri sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman
hidup. Dalam realitasnya, nilai terlihat dalam pola bertingkah laku, pola pikir dan sikap-
sikap seorang pribadi atau kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa sistem nilai
merupakan unsur kepribadian yang tercermin dalam sikap dan perilaku, yang diyakini
sebagai sesuatu yang benar dan perlu dipertahankan. Sistem nilai merupakan identitas
seseorang. Kepribadian sendiri mencakup keseluruhan pikiran, perasaan, tingkah laku,
kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian adalah pengarah seseorang dalam
menyesuaikan diri di lingkungan sosial maupun fisik.

Menurut Allport kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem
psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas.
Setiap individu memiliki karakteristik dan ciri khas tersendiri dalam berperilaku maupun
dalam proses belajar. Karakteristik yang khas dari seorang individu tersebut disebut
kepribadian. Kepribadian seorang individu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu tersebut
yang biasanya merupakan faktor genetik sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang
berasal dari luar diri individu tersebut yang biasanya dipengaruhi dari lingkungan sekitar.
Tipe kepribadian yang berbeda akan memunculkan respon yang berbeda pula terhadap
situasi atau lingkungan akademis maupun sosial selama siswa tersebut menjalani kegiatan
belajarnya.

Ada beberapa tipe kepribadian yang dikemukakan oleh para ahli. Tipe
kepribadian pertama kali diperkenalkan oleh Hippocrates (460-370 SM) yang terbagi
menjadi chloe, melanchole, phegma, dan sanguinis. Kemudian Galenus (129-200 SM)
menyempurnakan pendapat Hippocrates dengan menggolongkan individu menjadi 4 tipe
tempramennya yaitu koleris, melankolis, phegmatis dan sanguinis. Goldberg pada tahun
1981 memperkenalkan dimensi “Big Five Personality” yang terdiri dari 5 tipe yaitu
neuroticism, extraversion, openness to new experience, agreeableness, conscientiousness.
Sedangkan Jung membagi tipe kepribadian menjadi 2 yaitu ekstrovert dan introvert.

Kepribadian merupakan dinamika sebuah organisasi psikofisik fungsional


manusia yang berubah menjadi pola-pola tingkah laku yang spesifik dalam menghadapi
kehidupan. Manifestasi dari kepribadian yaitu semua tingkah laku diri kita sendiri yang
membuat individu memiliki keunikan fungsional sistem organisasi psikofisik mereka
dalam lingkungan hidup. Dalam berinteraksi dengan orang-orang yang ada di lingkungan
hidupnya, setiap individu akan memiliki tipe kepribadian masing-masing dalam
beradaptasi, menyesuaikan diri, atau menyerah dalam lingkungan tersebut. Setiap
individu memiliki tipe kepribadian yang berbeda-beda. Setiap individu memiliki
beraneka macam tipe kepribadian yangmempengaruhi bagaimana seseorang bertindak di
dalam kesehariannya. Tipe kepribadian tersebut sangat berpengaruh terhadap proses
interaksi sosial.

Menurut Carl Gustav Jung dalam Hargenhahn (2011) pada 2 dasarnya manusia
memiliki dua tipe kepribadian yaitu ekstrovert dan introvert. Kepribadian ekstrovert
adalah tipe kepribadian yang lebih semangat, terbuka dan sangat senang bergaul serta
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Kepribadian ini lebih
senang bersikap realistis, aktif dalam bekerja, bersikap spontan dan mudah
mengekspresikan perasaan. Hal ini yang membuat individu ekstrovert terbuka dengan
dunia luar, menyukai keramaian, banyak terlibat interaksi dengan lingkungannya serta
mampu mengungkapkan perasaan dengan kata-kata. Sedangkan introvert merupakan tipe
kepribadian yang memiliki sikap kesadaran yang berpusat pada dirinya sendiri. Tipe
kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang lebih memperhatikan pikiran, suasana
hati, memiliki lebih banyak pertimbangan, bersifat sangat sensitif terhadap kritik dan
reaksi yang terjadi dalam diri seorang individu. Kepribadian introvert memiliki
kecenderungan memasuki dunia imajiner dan memiliki perasaan halus dan tidak
melahirkan emosi secara mencolok. Hal ini yang membuat individu introvert cenderung
lebih menutup diri, dan memiliki keterpakuan terhadap hal-hal yang terjadi dalam diri
mereka serta selalu berusaha untuk mawas diri, pendiam, tidak ramah, lebih suka
menyendiri, dan mengalami hambatan pada kualitas tingkah laku yang ditampilkan
(Widyastuti, 2017:273).

Tercapainya kepuasan interaksi antar individu merupakan menifestasi aktualisasi


diri untuk meningkatkan harapan hidup dan meninmati ketenangan jiwa. Ketenangan
jiwa merupakan sebuah kondisi ketika seseorang tidak memiliki beban dalam beraktivitas
yang disertai dengan perasaan bahagia. Ketenangan jiwa seseorang tidak dapat diamati
maupun diukur secara langsung. Oleh karena itu, untuk megetahui seseorang tersebut
memiliki ketenangan jiwa atau tidak dapat dilihat dari beberapa aspek ketenangan jiwa.
Terdapat dua aspek dalam ketenangan jiwa yaitu memiliki solusi untuk permasalahannya,
memiliki rasa sabar, dan memiliki keyakinan serta kepercayaan diri dalam menghadapi
permasalahan dalam dirinya. Dinamika untuk mencapai aspek tersebut agar terpenuhi
adalah pertama aspek harus memiliki solusi untuk permasalahannya adalah dengan
memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ditemukan strategi atau solusi untuk
permasalahannya. Jika permasalah telah selesai dengan solusi maka tidak akan ada beban
dan ketenangan jiwa tercipta. Aspek kedua yang harus terpenuhi yaitu rasa sabar dengan
cara menahan emosi. Menahan emosi dengan cara regulasai emosi yaitu mengatur emosi
pada diri sendiri dengan tahapan regulasi emosi, jika tahapan regulasi sudah terpenuhi
berarti emosi mampu diatur. Setelah emosi dapat diatur maka emosi tersebut diterapkan
pada konsep sabar. Dengan terpenuhinya konsep sabar maka dalam aspek ini tercapai dan
ketenangan jiwa tercipta.

Pada penelitian ini, peneliti memilih kepribadian introvert sebagai variabel


penelitian karena peneliti menemukan banyak masalah yang terjadi pada anak remaja
zaman sekarang. Peneliti menemukan bahwa tidak semua remaja berani mengungkapkan
hal-hal yang tidak mereka sukai, dan remaja saat ini sangat sukar untuk menjalin
pergaulan dengan teman sebaya sehingga remaja cenderung menjadi individu yang
menarik diri dari lingkungan sekitar serta mengakibatkan individu sulit bersosialisasi
dengan lingkungannya. Peneliti juga menemukan beberapa kasus mengenai kepribadian
introvert yang terjadi pada anak remaja seperti:

Menurut Kompas pada tanggal 7 Agustus 2014, seorang siswa Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat ditemukan tewas gantung diri di
rumahnya. Dari infiormasi yang didapat, diketahui beberapa hari sebelum kejadian,
korban melihat mantan kekasihnya pergi meninggalkan rumah bersama kekasih barunya.
Menurut Randa salah satu teman sekolahnya, korban merupakan orang yang polos dan
pendiam. Jika ada masalah, korban tidak pernah menceritakannya kepada siapapun. Ibu
korban sangat menyayangkan melihat kejadian yang menimpa anaknya.

Menurut Kompas pada tanggal 14 Oktober 2022, mahasiswa diduga bunuh diri
lompat dari lantai 11 hotel. eberapa waktu lalu seorang mahasiswa Universitas Gadjah
Mada (UGM) tewas jatuh dari lantai 11 hotel di Jalan Colombo, Caturtunggal, Depok,
Kabupaten Sleman, Sabtu (8/10/2022). Korban diduga tewas bunuh diri akibat depresi
setelah ditemukannya surat keterangan psikolog dari rumah sakit mengenai kondisi
korban. Kapolsek Bulaksumur, Kompol Sumanto mengatakan ditemukan tas milik
korban mahasiswa berinisial TSR (18) dan mendapatkan data bahwa korban adalah
mahasiswa Fisipol UGM. Di dalam tas korban ditemukan satu surat keterangan psikolog
dari rumah sakit, saat ini masih didalami polisi terkait surat tersebut. "Itu surat keterangan
psikolog, jadi memang ada suratnya tegasnya.

Dari kedua kasus di atas, dapat terlihat bahwa kedua korban memiliki kepribadian
yang pendiam dan tidak pernah membuat ulah sehingga ketika tertimpa masalah korban
kurang mampu menceritakan kepada orang-orang disekitarnya dan mengambil keputusan
yang sangat merugikan dirinya bahkan keluarganya sendiri. Dari hal itu juga, terlihat
bahwa korban telah hilang rasa ketenangan jiwanya sehingga mengambil jalan pintas
yang sekiranya akan mengalami ketenangan jiwa yang abadi. Hilangnya rasa ketenangan
jiwa membuat seseorang memiliki beban dalam beraktivitas yang disertai dengan
perasaan yang tidak bahagia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan ketenangan jiwa terhadap kepribadian introvert?
2. Apa saja tipe kepribadian pada remaja?
3. Apakah individu yang memiliki kepribadian introvert memiliki ketenangan jiwa?

C. Tujuan
1. Mengetahui sejauh mana hubungan ketenangan jiwa terhadap kepribadian
introvert.
2. Mengetahui tipe-tipe kepribadian.
3. Mengetahui individu yang memiliki kepribadian introvert dapat merasakan
ketenangan jiwa.

D. Manfaat
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti
mengharapkan akan memberikan manfaat yaitu sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu, sebagai refrensi dibidang
pendidikan maupun sosial terutama untuk mengetahui pengaruh kepribadian
individu, sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dengan aspek
penelitian yang berbeda, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta
mendukung teori-teori yang sudah ada sehubungan dengan masalah yang di teliti.
b. Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi penulis, membuktikan ada tidaknya pengaruh tipe
kepribadiaan terhadap ketenangan jiwa dan meningkatkan wawasan
penulis dalam memahami beberapa tipe kepribadian sehingga lebih
memahami individu yang mempunyai kepribadian introvert.
2. Manfaat bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian dapat digunakan oleh
peneliti selanjutnya sebagai data dasar dalam meluaskan penelitian lebih
lanjut.
BAB II

KAJIAN TEORI

I. Ketenangan Jiwa
A. Pengertian Ketenangan Jiwa
Ketenangan berasal dari kata “tenang”yang kemudian diberi imbuhan ke-an.
Ketenangan secara etimologi berarti mantap, tidak gusar, yaitu: suasana jiwa yang berada
dalam keseimbangan sehingga menyebabkan seseorang tidak terburu-buru atau gelisah.
Ketenangan jiwa adalah sebuah kondisi ketika seseorang tidak memiliki beban dalam
beraktivitas yang disertai psikologi, jiwa lebih dihubungkan dengan tingkah laku
sehingga yang diselidiki oleh para psikolog adalah perbuatanperbuatan yang dipandang
sebagai gejala-gejala dalam jiwa. Teoriteori baik psikoanalisa, behaviorisme maupun
humanisme memandang jiwa sebagai sesuatu yang berada dibelakang tingkah laku.
Menurut Wasty Soemanto, jiwa adalah kekuatan dalam diri yang menjadi penggerak bagi
jasad dan tingkah laku manusia, jiwa menumbuhkan sikap yang mendorong tingkah laku.
Demikian dekatnya fungsi jiwa dengan tingkah laku maka berfungsinya jiwa dapat dapat
diamati dari tingkah laku yang nampak. Jadi jiwa adalah seluruh aspek ruhani yang
dimiliki oleh manusia yang menjadi hakikat dari manusia yang mendorong menjadi
sebuah tingkah laku, diantaranya yakni hati, akal pikiran, emosi, dan perasaan.
Ketenangan jiwa merupakan juga kesehatan jiwa, kesejahteraan jiwa, atau
kesehatan mental. Karena orang yang jiwanya tenang dan tenteram berarti orang tersebut
mengalami keseimbangan di dalam fungsi-fungsi jiwanya sehingga dapat berfikir positif,
bijak dalam menyikapi masalah, mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi
serta mampu merasakan kebahagiaan hidup. Hal tersebut sesuai dengan pandangan
Zakiah Daradjat bahwa kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang
sungguhsungguh antara faktor jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi
problem-problem yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan
kemampuan dirinya. Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa orang yang sehat
mentalnya atau tenang jiwanya adalah orang yang memiliki keseimbangan dan
keharmonisan di dalam fungsi-fungsi jiwanya, memiliki kepribadian yang terintegrasi
dengan baik, dapat menerima sekaligus menghadapi realita yang ada, mampu
memecahkan segala kesulitan hidup dengan kepercayaan diri dan keberanian serta dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Ketenangan Jiwa


Menurut Zakiah Daradjat dan Kartini Kartono ada beberapa faktor yang
mempengaruhi ketenangan jiwa di mana orang yang ingin mencapai ketenangan jiwa
harus memenuhi beberapa faktor tersebut antara lain:
a. Faktor Agama
Agama adalah kebutuhan jiwa (psikis) manusia, yang akan mengatur dan
mengendalikan sikap, kelakuan dan cara menghadapi tiap-tiap masalah.10
Dengan demikian, di dalam agama ada larangan yang harus dijauhi, karena di
dalam nya terdapat dampak negatif dari kehidupan manusia. Dan juga ada
perintah yang harus ditaati karena di dalamnya ada kebaikan bagi orang yang
melakukan.
b. Terpenuhinya Kebutuhan Manusia
Ketenangan dalam hati dapat dirasakan apabila kebutuhankebutuhan manusia baik
yang bersifat fisik maupun psikis terpenuhi. Apabila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi akan mengakibatkan kegelisahan dalam jiwa yang akan berdampak
pada terganggunya ketenangan hidup. Menurut Kartini Kartono kebutuhan-
kebutuhan yang harus terpenuhi oleh manusia adalah:
c. Terpenuhinya kebutuhan pokok, hal ini karena setiap manusia pasti memiliki
dorongan-dorongan akan kebutuhan pokok. Dorongan-dorongan akan kebutuhan
pokok tersebut menuntut pemenuhan, sehingga jiwa menjadi tenang dan akan
menurunkan keteganganketegangan jiwa jika kebutuhan tersebut terpenuhi.
d. Tercapainya kepuasan, setiap orang pasti menginginkan kepuasan, baik yang
berupa jasmaniah maupun yang bersifat psikis, seperti kenyang, aman terlindungi,
ingin puas dalam hubungan seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui
harkatnya. Pendeknya ingin puas di segala bidang. Posisi status sosial, setiap
individu selalu berusaha mencari posisi sosial dalam lingkungannya. Tiap
manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan simpati
menumbuhkan rasa diri aman, berani optimis, percaya diri.

Dalam bukunya Zakiah Daradjat ada enam kebutuhan jiwa di mana jika tidak
terpenuhi akan mengalami ketegangan jiwa. Kebutuhan jiwa tersebut adalah:
a. Rasa Kasih Sayang
Rasa kasih sayang Rasa kasih sayang merupakan kebutuhan jiwa yang penting
bagi manusia oleh karenanya apabila rasa kasih sayang itu tidak didapatnya dari
orang-orang disekelilingnya maka akan berdampak pada keguncangan jiwanya.
b. Rasa Aman
Rasa aman juga kebutuhan jiwa yang tidak kalah pentingnya. Orang yang
terancam, baik jiwanya, hartanya, kedudukannya ia akan gelisah yang berujung
pada stress.
c. Rasa Harga Diri
Rasa harga diri juga merupakan kebutuhan jiwa manusia, yang jika tidak
terpenuhi akan berakibat penderitan. Banyak orang merasa diremehkan,
dilecehkan dan tidak dihargai dalam masyarakat terutama dalam hal harta,
pangkat keturunan, dan lain sebagainya. Namun sebenarnya hakekat harga diri itu
terletak pada iman dan amal soleh seseorang.
d. Rasa Bebas
Rasa ingin bebas termasuk kebutuhan jiwa yang pokok pula. Setiap orang ingin
mengungkapkan perasaannya dengan cara yang dirasa menyenangkan bagi
dirinya. Namun semua itu tentunya ada batas dan aturan yang harus diikutinya
agar orang lain tidak terganggu haknya.
e. Rasa Sukses
Rasa sukses yang merupakan salah satu kebutuhan jiwa. Kegagalan akan
membawa kekecewaan bahkan menghilangkan kepercayaan seseorang kepada
dirinya.
f. Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu juga termasuk kebutuhan jiwa yang pokok yang jika terpenuhi
akan berdampak pada tingkah laku. Orang akan merasa sengsara apabila tidak
mendapatkan informasi atas ilmu yang dicarinya. Namun tidak semua ilmu itu
dapat diketahuinya karena keterbatasan yang ada pada dirinya. Tidak selamanya
orang dalam kehidupannya, dapat memenuhi keenam kebutuhan jiwa yang pokok
di atas, karena bermacam-macam suasana yang mempengaruhi dan yang harus
dihadapinya. Jika tidak terpenuhi maka orang akan gelisah dan mencari jalan
untuk mengatasinya, baik dengan cara yang wajar maupun tidak wajar.

C. Ciri-Ciri Orang Yang Memiliki Ketenangan Jiwa


Dalam sidang WHO (World Healt Organization) pada Tahun 1959 di Geneva
merumuskan bahwa orang yang tenang jiwanya atau Sehat Jiwanya memiliki ciri-ciri
diantaranya sebagai berikut:
a. Dapat Menyesuaikan diri secara Konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan
itu Buruk baginya.
b. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah Usahanya.
c. Merasa lebih Puas memberi daripada menerima.
d. Secara Relatif bebas dari rasa tegang (Stres), Cemas, dan Depresi.
e. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan Saling Memuaskan.
f. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari.
g. Menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
h. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.

II. Tipe Kepribadian


A. Pengertian Kepribadian
Allport (Suryabrata, 2008) merumuskan kepribadian sebagai suatu organisasi
yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan
pemikiran individu secara khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Menurut saya terkait dengan kepribadian merupakan suatu tingkah laku yang
menyesuaikan diri dengan teman sekitarnya agar mampu menentukan pemikiran secara
individu. Hall dan Lindzey (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) menganggap
kepribadian sebagai suatu hal yang dapat memungkinkan prediksi tentang apa yang akan
dilakukan individu dalam situasi tertentu, kepribadian berkenaan pada perilaku yang
menyeluruh baik perilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak. Berdasarkan
teori diatas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu pola perilaku
individu yang komprehensif, konsisten dan bersifat khas yang ditentukan oleh
pembawaan serta lingkungan dalam ciri-ciri perilaku yang tampak maupun perilaku yang
tidak tampak.

B. Karakteristik Kepribadian
Menurut Wulandari (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) terdapat tiga
karakteristik kepribadian yaitu pertama, kepribadian individu berkembang sepanjang
kehidupan individu, yang ditandai dengan pengalaman hidup yang saling berintegrasi dan
berakumulasi membentuk suatu kepribadian tertentu. Kedua, kepribadian individu
bersifat unik dan khas, artinya bahwa kepribadian antara individu yang satu berbeda
dengan kepribadian individu lain. Ketiga, perkembangan kepribadian sifatnya dinamis,
tidak statis dengan cara-cara tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor
ekstrinsik berupa pola adaptasi dengan lingkungannya serta faktor intrinsik berupa
pengalaman, motivasi dan faktor internal lainnya.

C. Tipe Kepribadian Extrovert dan Introvert


Kepribadian extravert dan introvert merupakan salah satu kepribadian yang
didasarkan atas tipologisnya. Tipe kepribadian ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl
Gustav Jung yang menganut aliran Psikoanalisis, dengan teorinya tentang struktur
kesadaran manusia (Suryabrata, 2008). Menurut Jung struktur kasadaran manusia
digolongkan menjadi dua yaitu a) fungsi jiwa dan b) sikap jiwa. Fungsi jiwa yaitu suatu
bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teoritis tidak mengalami perubahan dalam
lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan fungsi jiwa secara rasional yaitu
pikiran dan perasaan, dan secara irasional yaitu pendriaan dan intuisi. Sikap jiwa
merupakan arah dari energi psikis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk
orientasi manusia terhadap dunianya. Orientasi jiwa terhadap dunianya dapat mengarah
ke luar maupun ke dalam.
Jung (dalam Suryabrata, 2008) mengungkapkan bahwa pada dasarnya dalam diri
individu terdapat dua kecenderungan tipe kepribadian yang berlawanan arah, namun
salah satu kecenderungan tampak dominan dan terdapat pada kesadaran sebaliknya
kecenderungan kepribadian yang inferior berada dalam ketidaksadaran. Artinya, bila
dimensi introvert lebih dominan maka dimensi tersebut terdapat dalam kesadaran
manusia, dimensi extravert sifatnya inferior dan terletak dalam ketidaksadaran. Menurut
Eysenck (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) tipe kepribadian extravert dan introvert
merupakan suatu dimensi yang bergerak dari satu ujung ke ujung lain pada suatu
kontinum. Kecenderungan tipe kepribadian extravert dan introvert tersebut bekerja saling
melengkapi satu sama lain yang berorientasi pada keseimbangan jiwa individu.
Individu yang memiliki tipe kepribadian extravert mempunyai sikap jiwa yang
tertuju keluar dirinya, pikiran, perasaan, hidup kejiwaan, tingkah laku dan tindakannya
sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Individu cenderung dikendalikan oleh kondisi-
kondisi yang sifatnya obyektif dibandingkan kondisi subyektif . Sebaliknya individu yang
memiliki tipe kepribadian introvert, orientasi jiwanya ditujukan ke dalam dirinya baik
pikiran, perasaan dan tingkah lakunya ditentukan oleh faktor-faktor subyektif (Jung
dalam Suryabrata, 2001).
Sidharta (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) menambahkan individu yang
memiliki tipe kepribadian extravert cenderung perhatian terhadap lingkungannya, suka
bergaul, memiliki suasana hati yang mudah naik dan turun, mudah mengekpresikan
emosinya, impulsif dalam bertindak, dinamis, suka terhadap perubahan dan mudah
beradaptasi dengan lingkungannya. Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert
ditandai dengan suka melamun, menghindari kontak sosial, tampak tenang, kurang
ekspresif dalam emosinya, mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil
tindakan, kurang dinamis, kurang menyukai perubahan, dan tidak mudah beradaptasi
dengan lingkungannya.
Eysenck (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) merumuskan tipe kepribadian
extravert dan introvert sebagai bentuk keseimbangan antara excitation dan inhibition pada
otak individu. Excitation berfungsi untuk membangkitkan kerja otak sehingga senantiasa
dalam keadaan siap menghadapi stimulus dari luar. Excitation memudahkan
responrespon perseptual, motor, fungsi belajar dan berpikir dalam sistem syaraf pusat.
Inhibition menyebabkan kerja otak mengalami penurunan, terjadi penekanan pada
respon-respon perseptual, motor, fungsi belajar dan berpikir. ndividu yang memiliki tipe
kepribadian extravert, potensi inhibitionnya lebih baik dan kuat dibandingkan individu
yang memiliki tipe kepribadian introvert. Fungsi otak terhambat pada individu yang
memiliki tipe kepribadian extravert ketika menghadapi peristiwa traumatis, individu
cenderung tidak mampu mengingat kejadian yang menimpa dirinya. Individu tidak
memiliki pengaruh emosional yang kuat terhadap peristiwa traumatis tersebut dan
sikapnya cenderung normal ketika dihadapkan pada situasi yang serupa. Sebaliknya
individu yang memiliki tipe kepribadian introvert, kerja otaknya tidak pernah berhenti
sehingga individu cenderung mengingat secara detail setiap dihadapkan pada kejadian
traumatis. Kondisi tersebut menyebabkan individu mengalami pengalaman traumatis
yang berkepanjangan
Eysenck (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) membedakan individu yang
memiliki tipe kepribadian extravert dan introvert berdasarkan aktivitas Ascending
Reticular Activating System (ARAS). ARAS merupakan tingkat aktivitas cerebral cortex
yang ditandai dengan getaran ketika menghadapi rangsang dari luar. Individu yang
memiliki tipe kepribadian introvert memiliki tingkat aktivitas cerebral yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang memiliki tipe kepribadian extravert, ketika
menghadapi rangsang luar yang sama. Sebaliknya individu yang memiliki tipe
kepribadian extravert memiliki aktivitas behavioral yang lebih tinggi dibandingkan
individu yang memiliki tipe kepribadian introvert. Perbedaan dasar biologis pada susunan
syaraf yang mempengaruhi keadaan emosi manusia merupakan salah satu faktor yang
membedakan individu yang memiliki tipe kepribadian extravert dan introvert (Eysenck
dalam Retnowati & Haryanthi, 2001). Pusat emosi atau Visceral Brain terdapat di otak.
Individu yang memiliki tipe kepribadian extravert, pusat emosinya sangat mudah
digerakkan sehingga emosinya cenderung tidak stabil. Kondisi tersebut menyebabkan
individu memiliki respon emosional yang sangat tinggi sehingga cenderung impulsif.
Sebaliknya individu yang memiliki tipe kepribadian introvert, pusat emosinya sangat sulit
digerakkan dan menyebabkan respon emosionalnya rendah sehingga emosinya cenderung
datar dan terkontrol.
Menurut Eysenck dan Wilson (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) individu
yang memiliki tipe kepribadian extravert tipikal adalah memiliki sosiabilitas yang tinggi
yang ditandai dengan mempunyai banyak teman, suka bergaul, ramah, responsive
terhadap lingkungan, membutuhkan orang lain untuk diajak berkomunikasi, dan tidak
menyukai aktivitas sendiri. Individu membutuhkan perangsangan, berani mengambil
resiko dan suka melakukan tindakan berbahaya secara tiba-tiba, impulsif, suka menuruti
dorongan kata hati, mudah berubah, mudah terpengaruh, optimis. Individu aktif bergerak
mengerjakan sesuatu, cenderung agresif, suasana hatinya berubah dengan cepat, kurang
bertanggung jawab dan secara keseluruhan perasaannya tidak berada di bawah kontrol
yang ketat. Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert memiliki sosibilitas yang
rendah yang ditandai dengan kurang pandai bergaul, suka menyendiri, dan menjaga jarak
dari orang lain. Individu kurang percaya pada impuls yang seketika, tidak menyukai
perangsangan, perasaannya berada di bawah kontrol yang ketat, emosinya datar, dapat
dipercaya, merencanakan dengan matang sebelum bertindak dan bertanggung jawab.
Berdasarkan tinjauan teoritis tersebut, maka disimpulkan batasan tipe kepribadian
Eysenck adalah (a) Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert memiliki suatu
pandangan yang lebih subyektif, sedangkan individu yang memiliki tipe kepribadian
extravert lebih obyektif, (b) Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert memiliki
tingkat aktivitas cerebral yang lebih tinggi, sedangkan individu yang memiliki tipe
kepribadian extravert memiliki aktivitas behavioral yang lebih tinggi, dan (c) Individu
yang memiliki tipe kepribadian introvert menunjukkan kecenderungan kontrol diri yang
ketat, sedangkan individu yang memiliki tipe kepribadian extravert cenderung impulsive.

D. Faktor-Faktor Dasar Kepribadian Extrovert dan Introvert


Eysenck dan Wilson (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) mengklasifikasikan
ciri-ciri tingkah laku yang operasional pada tipe kepribadian extravert dan introvert,
menurut faktor-faktor kepribadian yang mendasarinya yaitu : (a) Activity, (b) Sociability,
(c) Risk taking, (d) Impulsiveness, (e) Expressiveness, (f) Reflectiveness dan (g)
Responsibility.
a. Activity, Pada aspek ini diukur bagamana subyek dalam melakukan aktivitasnya,
apakah energik dan gesit atau sebaliknya lamban dan tidak bergairah. Bagaimana
subyek menikmati setiap pekerjaan yang dilakukan, apa jenis pekerjaan atau
aktivitas yang disukainya.
b. Sociability, Aspek sosiabilitas mengukur bagaimana individu melakukan kontak
sosial. Apakah interaksi sosial individu ditandai dengan banyak teman, suka
bergaul, menyukai kegiatan sosial, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru,
perasaan senang dengan situasi ramah tamah. Apakah sebaliknya individu kurang
dalam kontak sosial, perasaan minder dalam pergaulan, menyukai aktivitas
sendiri.
c. Risk Taking, Aspek ini mengukur apakah individu berani mengambil resiko atas
tindakannya dan menyukai tantangan dalam aktivitasnya.
d. Impulsiveness, Membedakan kecenderungan extravert dan introvert berdasarkan
cara individu mengambil tindakan. Apakah cenderung impulsif, tanpa
memikirkan secara matang keuntungan maupun kerugiannya atau sebaliknya
mengambil keputusan dengan mempertimbangkan konsekuensinya.
e. Expressiveness, Aspek ini mengukur bagaimana individu mengekspresikan
emosinya baik emosi marah, sedih, senang maupun takut. Apakah cenderung
sentimental, penuh perasaan, mudah berubah pendirian dan demontratif. Atau
sebaliknya mampu mengontrol pikiran dan emosinya, dingin, tenang.
f. Reflectiveness, Aspek ini mengukur bagaimana ketertarikan individu pada ide,
abstrak, pertanyaan filosofis. Apakah individu cenderung suka berpikir teoritis
dari pada bertindak, introspektif .
g. Responsibility, Aspek ini membedakan individu berdasarkan tanggung jawabnya
terhadap tindakan maupun pekerjaannya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh faktor yang
mempengaruhi tipe kepribadian extravert dan introvert, yaitu activity, sociability, risk
taking, impulsiveness, expressiveness, reflectiveness, dan responsibility.

III. Kerangka Penelitian


Remaja

Ketenangan Jiwa Tipe Kepribadiaan

- introvert
- extrovert
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan dua variabel
yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent
variable). Menurut Creswell (2010) penelitian kuantitatif adalah metode yang
digunakan dalam penelitian dengan memeriksa hubungan antar variabel. Variabel
diukur sehingga data numerik dapat dianalisis sesuai dengan prosedur statistik
(Lissita, 2020).
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif korelasional.
Korelasional bertujuan untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas berkaitan
atau berhubungan dengan variabel terikat, serta mengetahui korelasi yang terjadi
pada setiap variabel apakah berkorelasi positif atau bahkan tidak berkorelasi
(Lissita, 2020) . Penelitian ini mengetahui apakah berkaitan atau berhungan antara
variabel bebas yakni dukungan sosial dengan variabel terikat yakni resiliensi pada
mahasiswa rantau di Universitas Teknologi Sumbawa.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif yang berkuliah di
Universitas Teknologi Sumbawa. Sugiyono menjelaskan populasi sebagai bagian
yang digeneralisasikan yang terdiri dari obyek atau subyek yang telah yang telah
ditetapkan peneliti berdasarkan kuantitas dan karakteristik tertentu kemudian
ditarik kesimpulannya (Lissita, 2020).
2. Sampel
Secara sederhana, sampel merupakan sebagian dari pupulasi yang
memiliki karakteristik yang sama dengan populasi yang telah ditentukan dan
dapat mewakili populasi tersebut. (A. Muri Yusuf, 2014). Menurut Sugiyono,
sampel juga merupakan bagian dari jumlah dan karakeristik populasi yang telah
ditentukan (Lissita, 2020).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling,
Sarwono (Kurniawan & Eva, 2020) menjelaskan bahwa teknik purposive
sampling ini adalah teknik dimana sampel dipilih berdasarkan informasi yang
tersedia, dan juga unit-unit yang terpilih memiliki kemiripan yang sudah
ditentukan sesuai dengan kriteria sehingga perwakilannya terhadap populasi dapat
dipertanggungjawabkan (Kurniawan & Eva, 2020)
Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang bekuliah di
Universitas Teknologi Sumbawa.
Adapun kriteria sampel adalah :

 Berkuliah di Universitas Teknologi Sumbawa


 Mahasiswa dari semester 1 – 8

C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah skala dukungan
sosial dan skala resiliensi. Menurut Saifudin Azwar (2005), Skala adalah serangkaian
pertanyaan yang disusun untuk menemukan atribut tertentu melalui jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan ini (Lissita, 2020).
Instrumen yang digunakan dalan penelitian ini menggunakan skala likert.
Sugiyono menyatakan bahwa skala liert digunakan utuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu fenomena sosial. Skala likert
menggunakan serangkaian pernyataan untuk mengukur sikap berdasarkan respons rata-
rata. Pernyataan- pernyataan ini dapat berupa pernyataan yang mendukung (Favourable)
atau pernyataan yang tidak mendukung (Unfavourable) (Lissita, 2020). Dalam skala
likert biasanya menggunakan lima tingkatan yaitu : sangat setuju, setuju, netral, tidak
setuju, sangat tidak setuju.
Pada pilihan jawaban di tengah atau netral tidak dipergunakan dalam skala ini.
Item-item skala disajikan dalam bentuk tertutup, artinya responden hanya bisa memilih
jawaban yang telah disediakan peneliti dalam pernyataan. Adapun opsi jawaban yang
tersedia dalam skala ini adalah : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan
Sangat Tidak Setuju (STS).
Berikut adalah perhitungan skor tiap-tiap jawaban :

Skoring Skala kepribadian dan ketenangan jiwa

No Jawaban Favorable Unfavorable


1 Sangat Setuju 4 1
2 Setuju 3 2
3 Tidak Setuju 2 3
4 Sangat Tidak Setuju 1 4

1. Skala kepribadian

2. Skala ketenangan jiwa

D. Teknik Pengumpulan Data


1. Kuisioner

Pengumpulan data yang dilakukan peneliti yaitu menggunakan kuesioner.


Data tersebut didapatkan dengan memberikan angket/ kuesioner pada sampel.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kuesioner penelitian
adalah alat riset atau penelitian yang terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis.
Supaya, para peneliti bisa mendapatkan tanggapan dari kelompok yang terpilih
melalui wawancara pribadi dalam kuesioner penelitian tersebut.

Menurut Sugiyono (2019) angket atau kuesioner merupakan teknik


pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi beberapa pertanyaan
atau pernyataan tertulis kepada responden. Penyebaran kuisioner dilakukan
melalui link google form kepada responden yaitu Mahasiswa rantau yang
berkuliah aktif di Universitas Teknologi Sumbawa. Pernyataan-pernyataan yang
disajikan didalam kuesioner akan disertai dengan alternatif jawaban yang dipilih
oleh responden dan diukur menggunakan skala likert (Fitria, 2013).

2. Dokumentasi
Catatan peristiwa yang telah berlalu yang berupa gambar, tulisan, atau
karya seseorang disebut sebagai dokumentasi. Studi dokumen merupakan
pengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dari penelitian
kualitatif. Sehingga dalam penelitian ini peneliti berusaha mengumpulkan
dokumen yang didapatkan di lapangan dan media internet (Rahmayanti, 2017)
Dokumentasi dapat dianggap sebagai materi-materi tertulis atau sesuatu
yang menyediakan informasi tentang suatu subjek atau obejek. Dokumentasi
dapat berisi tentang deskripsi-deskripsi, penjelasan, bagan alur, daftar-daftar,
ganbar, video, dan contoh-contoh objek atau subjek dari media informasi.

E. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini, analisa data dilakukan dengan menguji instrument penelitian
berupa skala yang akan diuji melalui uji validitas dan reliabilitas dengan bantuan aplikasi
SPSS versi 24.0 for windows.
1. Validitas
Menurut Azwar (2014) menyatakan validitas seringkali diartikan sebagai
sejauh mana tes atau skala dapat melakukan fungsinya dalam mangukur atribut
yang seharusnya diukur. Jika hasil pengukuran dapat diperoleh berdasarkan tujuan
pengukuran, maka keefektifan pengujian dan instrumentasi dapat dikatakan tinggi
(Lissita, 2020).
Berdasarkan r tabel, 0.329 merupakan nilai standar suatu item dikatakan
valid apabila menggunakan 36 respon den uji coba. Penelitian inimenggunakan
uji validitas konstrak dengan mengkorelasikan skor item dan skor total instrument
penelitian melalui bantuan aplikasi SPSS versi 24.0 for windows.
a) Uji Validitas Skala kepribadian
b) Uji Validitas Skala ketenangan jiwa

2. Reliabilitas
Priyono, (2008) menyatakan bahwa uji reliabilitas berkaitan dengan dapat
diandalkannya atau tidak suatu indikator. Informasi yang ada pada indikator ini
tidak berubah-ubah, atau yang disebut dengan konsisten. Artinya, bila suatu
pengamatan dilakukan dengan perangkat ukur yang sama lebih dari satu kali, hasil
dari pengamatan ini seharusnya sama. Bila tidak sama, dikatakan perangkat ukur
tersebut tidak reliabel (Lissita, 2020). Konsep reliabilitas adalah sejauh mana
hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya. Hasil suatu pengukuran akan
dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap
kelompok responden yang sama diperoleh hasil yang ralatif sama. Machali
(2017), menyatakan bahwa nilai koefisien cronbach’s alpha ≥ 0,7 Maka
instrument dapat dikatakan reliable (Hanifa & Rosandi, 2021)
a) Uji Realibilitas Skala kepribadian
.

b) Uji Reliabilitas skala ketenangan jiwa

Anda mungkin juga menyukai