Di susun oleh :
Kelompok IV
Penyusun
DAFTAR ISI
Rematik adalah orang yang menderita arthritis atau di sebut juga radang
sendi. Tiga jenis artritis yang paling sering diderita adalah osteoarthritis, arthritis
gout, dan rheumatoid arthritis yang menyebabkan berbenjol pada sendi atau radang
pada sendi secara serentak (Utomo, 2005).
Di Indonesia penyakit rematik yang paling banyak ditemukan dan dijumpai
adalah osteoarthritis. Osteoarthritis merupakan suatu penyakit degeneratif
persendian yang disebabkan oleh beberapa faktor. Penyakit ini mempunyai
karateristik berupa terjadinya kerusakan pada kartilago (tulang rawan sendi).
Kartilago merupakan suatu jaringan keras bersifat licin yang melingkupi sekitar
bagian akhir tulang keras di dalam persendian. Jaringan ini berfungsi sebagai
penghalus gerakan antar tulang dan sebagai peredam (shock absorber) pada saat
persendian melakukan aktivitas atau gerakan. Gejala osteoarthritis bersifat
progresif, dimana keluhan terjadi perlahan- lahan dan lama-kelamaan akan
memburuk (Helmi, 2012).
Tenaga kesehatan yang menangani kasus osteoarthritis salah satunya adalah
fisioterapi. Menurut Fukuda (2011), dilihat dari aspek fisioterapi, Osteoarthritis
dapat menimbulkan bermacam-macam gangguan seperti impairment yaitu terjadi
penurunan kekuatan otot, adanya nyeri yang mengakibatkan lingkup gerak sendi
terbatas, terjadi spasme pada otot, dan disability yaitu terjadi ketidak mampuan
dalam melakukan aktivitas tertentu contoh berlutut, berdiri lama, bangkit dari
duduk, dan jongkok. Akibat dari menurunnya kemampuan gerak. Bahkan pada
tingkat functional limitation seperti mengalami gangguan saat berjalan, naik turun
tangga, dan saat berlari. Penderita osteoarthrit di Indonesia cukup tinggi yaitu pada
laki-laki
15,5% dan pada perempuan 12,7% dari seluruh penderita osteoarthritis, pada usia <
40 tahun penderita osteoarthritis mencapai 5% sedangkan pada usia 40-60 tahun
mencapai 30% dan pada usia > 60 tahun mencapai 65%.
(Mutiwara, 2016).
B .Rumusan Masalah
C.Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos yang berarti mucus,
suatu cairan yang dianggap jahat mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain tubuh
sehingga menimbulkan rasa nyeri atau dengan kata lain, setiap kondisi yang disertai
kondisi nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal disebut reumatik termasuk penyakit
jaringan ikat (Ismayadi, 2017)
Rematik merupakan penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan tulang
rawan (kartilago) sendi dan tulang didekatnya, disertai proliferasi dari tulang dan jaringan
lunak di dalam dan sekitar daerah yang terkena (Priyanto, 2018). Rematik termasuk
dalam kelompok penyakit reumatologi yang menunjukan suatu kondisi nyeri dan kaku
yang menyerang anggota gerak atau system musculoskeletal, yaitu sendi, otot, tulang,
maupun jaringan disekitar sendi. (Hembing, 2017)
Penyakit rematik merupakan kelompok terbesar gangguan otot dan persendian
pada lansia karena frekuensinya yang tinggi. Memang kadang keluhan ini tersamarkan
oleh keluhan yang tidak jelas, penyakit penyerta yang tidak berhubungan dengan sistem
otot dan persendian, serta sering terjadi bersamaan dengan penurunan fungsi beberapa
sistem organ (Broto, 2017). Rematik adalah suatu bentuk arthritis (peradangan sendi yang
biasanya menyerang jari jari kaki, terutama ibu jari kaki ). Bisa juga menyerang lutut,
tumit, pergelangan kaki, pergelangan tangan, jari jari tangan dan siku (Soumya, 2016)
2. Jenis-jenis rematik
Ditinjau dari lokasi patologik maka jenis rematik tersebut dapat dibedakan dalam
dua kelompok besar, yaitu rematik artikuler dan rematik non artikuler. Rematik artikuler
atau arthritis (radang sendi) merupakan gangguan rematik yang berlokasi pada
persendian, diantaranya meliputi arthritis rheumatoid, osteoarthritis, dan gout arthritis.
Rematik nonartikuler atau ektra artikuler, yaitu gangguan rematik yang disebabkan oleh
proses diluar persendian, diantaranya bursitis, fibrositis, dan sciatica. (Hembing, 2017)
a. Rematik artikuler (arthritis)
1). Osteoartritis
Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan sendi
besar yang menanggung beban. Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang
sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih
sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
2). Artritis Reumatoid
Artritis reumatoid merupakan radang yang umumnya menyerang pada sendi sendi
tangan dan kaki,yang semakin lama semakin bertambah berat sakitnya.
3). Gout artritis
Gout artritis adalah suatu bentuk artritis (peradangan sendi yang biasanya
menyerang jari jari kaki, terutama ibu jari kaki). Bisa juga menyerang lutut, tumit,
pergelangan kaki, pergelangan tangan, jari jari tangan dan siku. Gout biasanya diturunkan
dalam keluarga. Hanya saja pada pria sering timbul tanpa gejala awal
sekitar umur 45 tahun. Bila dicetuskan oleh cedera ringan seperti memakai sepatu yang
tidak sesuai ukurannya, terlalu banyak makan makanan yang mengandung asam urat
seperti jeroan, alkohol, stress, infeksi dan obat obatan tertentu.
b. Rematik nonartikuler
1). Bursitis
Merupakan peradangan bursa yang menimbulkan rasa sakit pada satu atau lebih
kantong yang berisi cairan penutup dan pelindung ujung tulang. Bursa berfungsi sebagai
bantalan antara tulang, otot, dan tali otot.daerah yang biasanya terserang bursitis meliputi
bagian bawah otot bahu, siku, sendi pinggul, tempurung lutut, dan tumit. Bursitis terjadi
pada usia menengah dan mungkin serangannya tidak berlangsung lama.
2). Fibrositis
Merupakan suatu kondisi yang disebabkan inflamasi atau peradangan jaringan ikat
fibrous, terutama pada daerah leher, bahu, dan punggungbagian atas. Hal ini terjadi
karena berbagai hal. Umumnya, fibrositis disebabkan rasa sakit pada leher dan tulang
belakang akibat salah urat atau cedera ringan, serta adanya yang mengalami degenrasi
pada tulang rawan. Selain itu, dapat juga disebabkan karena kelelahan, kecemasan,dan
factor kejiwaan maupun psikis. Gangguan ini ditandai dengan rasa sakit, sensitive, dan
otot kaku. Fibrositis sering dijumpai pada usia lanjut, terutama wanita.
3). Sciatica
Merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa sakit yang menjalar kebawah
dari punggung bagian bawah atau bokong hingga tungkai bawah sepanjang daerah saraf
sciatic, yaitu saraf terbesar tubuh yang terletak sepanjang
kaki. Umumnya, penyakit ini disebabkan tekanan pada saraf oleh diskus invertebralis
yang robek dan menonjol keluar dari sumsum tulang belakang atau ruas tulang punggung
yang bergeser (slipped disk).
3. Penyebab
Faktor penyebab dari penyakit ini belumdiketahui dengan pasti. Namun, faktor
genetik seperti produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II (HLA- DR) dan
beberapa faktor lingkungan diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini (Sudoyo,
2017). Faktor genetik seperti kompleks histokompatibilitas utama kelas II (HLA-DR),
dari beberapa data penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengemban HLA-DR4
memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini. Rematik/pegal linu pada pasien
kembar lebih sering dijumpai pada kembar monozygotic dibandingkan kembar dizygotic
(Sudoyo, 2017).
Dari berbagai observasi menunjukkan dugaan bahwa hormon seks merupakan
salah satu faktor predisposisi penyakit ini. Hubungan hormon seks dengan rematik/pegal
linu sebagai penyebabnya dapat dilihat dari prevalensi penderitanya yaitu 3 kali lebih
banyak diderita kaum wanita dibandingkan dari kaum pria (Sudoyo, 2017). Faktor infeksi
sebagai penyebab rematik/pegal linu timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi
secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok.
Dengan demikian timbul dugaan kuat bahwa penyakit ini sangat mungkin disebabkan
oleh tercetusnya suatu proses autoimun oleh suatu antigen tunggal atau beberapa antigen
tertentu saja. Agen infeksius yang diduga sebagai penyebabnya adalah bakteri,
mycoplasma, atau virus (Sudoyo, 2017).
4. Faktor resiko
Rematik juga dipicu oleh faktor pertambahan usia. Setiap persendian tulang
memiliki lapisan pelindung sendi yan menghalangi terjadinya gesekan antara tulang. Dan
didalam sendi terdapat cairan yang berfungsi sebagai pelumas sehingga tulang dapat
digerakkan dengan leluasa. Pada mereka yang sudah berusia lanjut, lapisan pelindung
persendian mulai menipis dan cairan tulang mulai mengental, menyebabkan tubuh
menjadi kaku dan sakit saat digerakkan. biasanya lebih banyak menyerang usia diatas 60
tahun. Tidak semua jenis rematik dipengaruhi oleh proses ketuaan (proses degenerative).
Ada juga rematik yang menyerang anak-anak dan usia muda seperti juvenile rheumatoid
arthritis yang menyerang anak usia 4-15 tahun.
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena rematik lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering terkena
rematik paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun
frekuensi rematik kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas
50 tahun frekuensi rematik lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan
adanya peran hormonal pada patogenesis rematik.
c. Infeksi
Rematik pada persendian dapat disebabkan karena adanya infeksi virus atau
bakteri. Hal ini dapat mengakibatkan rasa sakit yang mendadak. Tanda-tandanya berupa
demam, nyeri pada persendian tulang dan otot, disertai dengan peradangan (seperti
bengkak, panas, dan bercak-bercak merah pada kulit).
d. Pekerjaan
Tidak semua jenis rematik dipengaruhi oleh faktor makanan. Rematik gout atau
asam urat merupakan satu-satunya jenis rematik yang serangannya sangat dipengaruhi
oleh pola makan. Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung purin dapat
meningkatkan kadar asam urat, yang menyebabkan terjadinya pengkristalisasian dalam
sendi. Agar terhindar dari penyakit gout, salah satu caranya adalah menjaga kadar asam
urat dalam darah di posisi normal, yaitu 5-7 mg%. Batasan tertinggi untuk pria adalah 6,5
mg% sedangkan untuk wanita 5,5 mg%. Di atas batas ini, biasanya akan terjadi
pengkristalan. Diet normal biasanya mengandung 600-1.000 mg purin per hari. Namun
bagi penderita gout, asupan purin harus dibatasi sekitar 100-150 mg purin per hari
(Suyono, 2015).
f. Faktor genetik atau keturunan
Faktor genetik atau keturunan hanya berpengaruh pada beberapa jenis rematik
tertentu, Faktor keturunan mempunyai peran terhadap terjadinya rematik. Sinovitis yang
terjadi acapkali dihubungkan dengan adanya mutasi genetik, yaitu gen Ank. Gen tersebut
berkaitan dengan peningkatan pirofosfat intraselular dua kali lipat, dimana deposit
pirofosfat diyakini dapat menyebabkan sinovitis. Pengaruh faktor genetik mempunyai
kontribusi sekitar 50% terhadap risiko terjadinya rematik tangan dan panggul, dan
sebagian kecil osteoarthritis lutut.
g. Psikologis
Depresi, stress, dan beban kecemasan yang disertai dengan kelelahan dan
ketidakmampuan menangani tuntutan fisik dapat mempengaruhi timbulnya penyakit
rematik, sikap mental yang salah tersebut merupakan sumber ketegangan otot yang
memacu timbulnya rematik. Rasa nyeri yang merupakan gejala komplek rematik dapat
bertambah buruk dalam keadaan stress, defresi dan gelisah.
5. Patofisiologi
Rasa nyeri pada anggota gerak merupakan keluhan utama para penderita rematik.
Biasanya, rasa nyeri timbul ketika melakukan gerakan tertentu atau setelah melakukan
aktivitas. Nyeri juga dapat timbul ketika istirahat yang tidak ada hubungan dengan masa
gerakan sebelumnya, atau pada pagi hari ketika
bangun tidur. Rasa nyeri tersebut tidak hanya di persendian, tetapi juga menyebar hingga
seluruh tubuh. Nyeri yang menjalar secara tajam keseluruh tubuh menandakan nyeri
saraf.
b. Kelemahan otot
Pada umumnya, gejala yang mengiringi nyeri adalah otot-otot terasa capek dan
lemah. Dalam waktu yang lama, kelemahan otot tersebut dapat menimbulkan atrofi
(pengecilan) otot yang bersangkutan. Dalam hal ini disebabkan oleh proses rematismus
yang berjalan cukup lama. Jaringan yang terkena proses patologik, yaitu saraf pergerakan
(saraf motorik) atau otot.
c. Peradangan dan bengkak pada sendi
Jika sendi mengalami peradangan maka sendi akan membengkak, warna kulit
terlihat memerah, nyeri dan terasa panas setempat, dan sakit jika diraba. Terkadang, pada
kulit akan timbul bercak-bercak dan jika ditekan agak nyeri.
d. Kekakuan sendi
Persendian yang mengalami rematik menjadi kaku dan susah digerakan. Namun,
kekakuan juga dapat disebabkan otot yang tegang seara berkesinambungan.
e. Kejang dan kontraksi otot
Saat kejang, otot-otot menggumpal dan terasa sebagai benjolan yang keras. Dengan
mengurut dan menggerakan anggota tubuh, dapat membantu meredakan kontraksi otot
yang tegang dan keras.
f. Gangguan fungsi
Lamban laun, rasa nyeri, kekakuan dan kelemahan otot akan berpengaruh pada
aktivitas keseharian. Gangguan fungsi tersebut dapat mematahkan semangat
kebanyakan penyakit rematik. Gangguan fungsi tersebut sering menjadi keluhan utama
penderita rematik, seperti tidak dapat berjalan karena lutut atau tumit sakit atau tidak bisa
berbalik karena tumit terasa sakit.
g. Sendi berbunyi (krepitasi)
Sendi yang posisinya goyah dapat terjadi karena kerusakan rawan sendi atau
ligament yang robek. Selain itu,dapat disebabkan juga karena adanya peradangan atau
trauma pada ligament dan kapsul sendi.
i. Timbulnya perubahan bentuk
Rematik yang parah dapat menyebabkan peubahan bentuk organ tubuh atau
kecacatan. Kelainan ini hanya terjadi pada jenis rematik tertentu terutama pada rematik
sendi (artikuler), seperti rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis. Biasanya,
perubahan bentuk terjadi pada sendi-sendi jari tangan dan sendi antar ruas jari yang
terlihat bengkak dan bentuuknya berubah. Rematik yang menyerang sendi lutut kadang
dapat menyebabkan kaki berubah bentuk menjadi O. sendi- sendi yang terserang
rheumatoid arthritis dapat berubah menjadi bengkok. Sendi yang terserang gout
menimbulkan tonjolan yang disebut dengan tofus.
10) Timbul benjolan / nodul
Umumnya, benjolan timbul pada rematik gout kronis, disebut tofus. Tofus
merupakan endapan sepereti kapur dibawah kulit atau di dalam sendi yang
menandakan adanya pengendapan asam urat. Pada rheumatoid arthritis, juga dapat timbul benjolan yang
disebut nodul rheumatoid, yaitu masa berbentuk bundar atau oval yang tidak lunak dibawah kulit, benjolan
kecil yang timbul pada sendi antar ruas jari tangan paling ujung disebut nodus herberden atau benjolan
herberden.
KARDIOVASKULER
Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun
INTEGRITAS EGO
Gejala: Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, factor-faktor hubungan
Keputusasaan dan ketidak berdayaan
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya
ketergantungan pada orang lain
HIGIENE
Gejala: berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada orang
lain.
NEUROSENSORI
Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan
Tanda: Pembengkakan sendi
NYERI / KENYAMANAN
Gejala: fase akut dari nyeri
KEAMANAN
Gejala: Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
Kekeringan pada mata dan membran mukosa
INTERAKSI SOSIAL
Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi
ASUHAN KEPERAWATAN
mandiri
- kaji keluhan nyeri, catat lokasi - membantu dalam menentukan kebutuhan
dan intensitas (skala 0 managemen nyeri dan keefektifan
– 10). Catat factor-faktor yang program
mempercepat dan tanda-tanda
rasa sakit non verbal
- berikan matras atau kasur keras,
- matras yang lembut/empuk, bantal yang
bantal kecil. Tinggikan linen
besar akan mencegah pemeliharaan
tempat tidur sesuai kebutuhan
kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan setres pada sendi yang
sakit. Peninggian linen tempat tidur
- biarkan pasien mengambil posisi
menurunkan tekanan pada sendi yang
yang nyaman pada waktu tidur
terinflamasi / nyeri
atau duduk di kursi. Tingkatkan
- pada penyakit berat, tirah baring mungkin
istirahat di tempat tidur sesuai
diperlukan untuk membatasi nyeri atau
indikasi
cedera sendi.
- dorong untuk sering mengubah
posisi. Bantu pasien untuk
bergerak di tempat tidur, sokong - Mencegah terjadinya kelelahan umum dan
sendi yang sakit di atas dan di kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,
bawah, hindari gerakan yang mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi
menyentak
- anjurkan pasien untuk mandi air
- Panas meningkatkan relaksasi otot dan
hangat atau mandi pancuran pada
mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
waktu bangun. Sediakan waslap
melepaskan kekakuan di pagi hari.
hangat untuk mengompres sendi-
Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan
sendi yang sakit beberapa kali
dan luka dermal dapat disembuhkan
sehari. Pantau suhu air kompres,
air mandi
- berikan masase yang lembut - Meningkatkan elaksasi/mengurangi
tegangan otot
kolaborasi
- Meningkatkan relaksasi, mengurangi
- beri obat sebelum aktivitas tegangan otot, memudahkan untuk
atau latihan yang ikut serta dalam terapi
direncanakan sesuai petunjuk
seperti asetil salisilat
(aspirin)
perhatiannya ketimbang
mengagetkannya.
DIAGNOSA 4 : Perubahan pola tidur b/d nyeri
Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat atau tidur.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Tentukan kebiasaan tidur biasanya Mengkaji oerlunya dan
dan perubahan yang terjadi mengidentifikasi intervensi yang
tepat.
Berikan tempat tidur yang nyaman Meningkatkan kenyamaan tidur serta
dukunmgan fisiologis/psikologis
Bila rutinitas baru mengandung aspek
Buat rutinitas tidur baru yang
sebanyak kebiasaan lama, stress dan
dimasukkan dalam pola lama dan
ansietas yang berhubungan dapat
lingkungan baru
berkurang. Membantu menginduksi
tidur
Pasien/orang terdekat
Kolaborasi
mungkin membutuhkan
Rujuk pada konseling psikiatri
dukungann selama
berhadapan dengan proses
jangka
b. Pendidikan kesehatan
c. Edukasi pasien dan promosi kesehatan rheumatoid arthritis diperlukan terkait modalitas
penatalaksanaan yang akan digunakan dan manajemen ekspektasi pasien. Sampaikan bahwa
rheumatoid arthritis merupakan penyakit progresif yang memerlukan pemantauan jangka
panjang. Sampaikan pula langkah-langkah pencegahan yang dapat membantu pasien
memperlambat progresi penyakit, misalnya dengan latihan dan menurunkan berat badan.
C. PENDIDIKAN KESEHATAN
Sampaikan pada pasien bahwa rheumatoid arthritis merupakan kondisi jangka panjang yang
bersifat progresif. Hal ini berarti pasien akan menjalani pengobatan dalam waktu lama dan
dapat mengalami eksaserbasi. Meski demikian, sampaikan juga bahwa pengobatan dini dan
agresif dapat membantu mengendalikan penyakit, menurunkan progresivitas, dan
meningkatkan kualitas hidup jangka panjang.
D. PENYIMPANGAN KDM
E. FUNGSI ADVOKASI
Peran perawat sebagai advokasi pasien adalah perawat mampu memberikan
perlindungan terhadap pasien, keluarga pasien, dan orang – orang disekitar pasien. Hal ini
didukung dengan hasil penelitian Umasugi (2018) bahwa perawat sebagai pelindung,
perawat mampu mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman dan mengambil
tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan dari hasil
pengobatan, contohnya mencegah terjadinya alergi terhadap efek pengobatan dengan
memastikan bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi. Salah satu untuk mencegah
terjadinya hal – hal yang merugikan pasien perawat harus saling berkoordinasi dengan
adanya standar komunikasi yang efektif dan terintegrasi dalam kegiatan timbang terima
yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan (Alvaro et al. 2016 dalam Triwibowo
& Zainuddin 2016). Peran advokasi perawat terhadap pasien juga terlaksana dalam
pemberian penjelasan tindakan prosedur dalam informed consent berperan sebagai pemberi
informasi, pelindung, mediator, pelaku dan pendukung (Tri Sulistiyowati, 2016). Perawat
memberikan perlindungan terhadap pasien untuk mencvegah terjadinya
penyimpangan/malpraktik yang pada dasarnya setiap profesi kesehatan sudah harus
memahami tanggung jawab dan integritasnya dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Para professional kesehatan terutama perawat harus memahami hak – hak dan kewajiban
pasien sebagai penggunan layanan kesehatan. (Kusnanto, 2004). Dalam artikelnya Nurul
(2018) pasien berhak mendapatkan pelayanan yang manusiawi dan jujur. Pasien berhak
mendapatkan pelayanan yang sama tanpa adaanya diskriminasi. Pasien berhak didampingi
oleh keluarga selama di rawat. Pasien juga berhak memilih tim medis dan rumah sakit
sesuai dengan kebutuhannya, namun pada hal ini perawat harus memberikan informasi
yang sejujurnya agar pasien tidak salah dalam memilih. Kemudian pasien berhak
mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukannyan dan berhak mendapatkan perlindungan
privasi. Dalam hal ini perawat sebagai pendamping pasien selama 24 jam penuh wajib
memenuhi hak pasien tersebut yang berperan sebagai advokasi bagi pasien untuk
menghindari terjadinya kesalahan asuhan keperawatan.
Perawat harus menghargai pasien yang dirawatnya sebagai manusia yang utuh
sehingga tidak menjadi beban selama menajalani perannya sebagai advokat pasien. Namun
beberapa penghambat yang dialami perawat dalam menjalankan perannya adalah salahnya
paradigma perawat sebagai pembantu atau asisten dokter (Suryani, dkk, 2013) yang masih
menjadi pencetus hilangnya kepercayaan diri perawat dalam melaksanakan peran sebagai
advokasi tersebut. Tingkatkan pendidikan juga harus ditingkatkan agar perawat dapat
meningkatan ilmu pengetahuan sehingga pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan yang
dilaksanakan bisa lebih dilakukan dengan teliti. Kemudian hal yang terpenting untuk
melaksanakan peran sebagai advokasi pasien adalah bagaimana seorang perawat dapat
berkomunikasi dengan baik dengan pasien maupun dengan mitra sejawat. Komunikasi
adalah bentuk aksi untuk melakukan interaksi yang akan memberikan informasi silang
antara pasien dan mitra sejawat. Apabila komunikasi antar perawat dan pasien atau
keluarga akan memberikan feedback yang positif antara kedua pihak. Yang tentunya akan
membantu proses perawatan yang lebih mudah dan pasien akan merasa nyaman dengan
tindakan yang dilakukan. Sehingga peran perawat sebagai advokasi pasien salah satunya
mediator antara pasien dan tenaga kesehatan lainnya dapat tercapai (Irfanti, 2019).
BAB III
JURNAL
ABSTRACK
Arthritis or commonly called rheumatism is a disease that attacks the joints and surrounding structures.
Rheumatic disease in the community is often considered a trivial disease because it does not cause
death, but if not treated quickly rheumatism can make limbs function abnormally, starting from bumps, stiff
joints, difficulty walking, even lifelong disability. Objective: to find out there is a relationship between
rheumatoid arthritis pain and independence of Activity daily living (ADL) in the elderly. Research
Methods: This study used a quantitative research design with a cross sectional approach to reveal the
relationship between independent variables (Rheumatoid Arthritis pain) and the dependent variable of
Independent Activity daily living (ADL) at the same time and once a measurement. Statistical tests using
chi-square consisted of 33 respondents. Results: From the results of the chi-square statistical test obtained
p value = 0.047 (p <0.05) there was a relationship between rheumatoid arthritis pain and the
independence of the elderly in the puskesmas classaman city of Sorong. Conclusion: There is a relationship
between Rheumatoid Arthritis pain and the degree of independence in carrying out daily life activities in
the elderly in the working area of the Sorong City Community Health Center (p value = =, 047)
Keywords: Rheumatoid Pain Arthritis; Elderly ADL
Bibliography: 2002 – 2017
ABSTRAK
Arthritis atau biasa disebut rematik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur di sekitarnya.
Penyakit rematik pada masyarakat sering dianggap penyakit sepele karena tidak menimbulkan kematian,
tetapi bila tidak ditangani secara cepat rematik bisa membuat anggota tubuh berfungsi tidak normal, mulai
dari benjol-benjol, sendi kaku, sulit berjalan, bahkan kecacatan seumur hidup. Tujuan : untuk mengetahui
ada hubungan antara nyeri rematoid artritis dengan kemandirian Activity daily living (ADL) pada lansia.
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional untuk mengungkapkan hubungan antara variabel independen (nyeri Reumatoid Arthritis) dan
variabel dependen Kemandirian Activity daily living(ADL) dalam waktu yang bersamaan serta sekali
pengukuran. Uji statistik menggunakan chisquare terdiri dari 33 responden. Hasil : Dari hasil uji statistik
chi-square di peroleh nilai p = 0,047 (p <0,05) ada hubungan antara nyeri reumatoid artritis dengan
kemandirian lansia di puskesmas klasaman kota sorong. Kesimpulan : Ada hubungan antara nyeri
Reumatoid Artritis dengan tingkat kemandirian dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari pada
lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Klasaman Kota Sorong (p value sebesar = ,047)
(2017)
www.definisi.nyeri.ac.id.com
Smeltzer & bare,
2002
http//
www.scrips.acid
(diakses26 maret
2013)
Setiawan, R., & Tjutju, R. (2016).
Faktor-Faktor
A. Kesimpulan.
Penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan
sendi besar yang menanggung beban.
Artritis rematoid adalah merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ
tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga
menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis pada lutut dan sendi, sedang pria
lebih sering terkena osteoartritis pada paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada
pria dan wanita, tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak wanita
dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis
osteoartritis.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Alih bahasa :
Irawati, et al. Jakarta : EGC
Harris ED Jr. 1993. Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam: Textbook of
Rheumatology. Philadhelpia: Saunders Co
Hirmawan, Sutisna., 1973. Patologi. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, pp : 437, 1
Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee, Papadakis MA
(Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed., Appleton & Lange, International
Edition, Connecticut 2005, 729-32.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius
Nasution. 1996. Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku Ajar Penyakit
Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Price, SA. Dan Wilson LM. 1993. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2.
Jakarta: EGC