Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FARMAKODINAMIK MEKANISME KERJA OBAT DAN EFEK


OBAT

Di susun oleh:
Klompok III

DIANA RAHANBINAN (21212033)


INTAN PUTRI YANTI (21212030)
MARIA MANGAR (21212031)
KIKI ROSYANI (21212034)
SRI AMINAH TUKMULY (21212028)
DEVI ANJELINA (21212029)

SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI
MAKASSAR T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat serta berkat-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
faktor-faktor yang mempengaruhi farmakologi keperawatan dalam rangka untuk memenuhi
tugas mata kuliah FARMAKOLOGI.
Dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Kami menyadari bahwa pada makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sebagai masukan bagi kami.Akhir kata kami berharap karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai penulis pada khususnya. Atas
segala perhatiannya kami mengucapkan banyak terima kasih.

Makassar 27,maret 2022


DAFTAR ISIS

KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
A.Latar Belakang.......................................................................................................
B.Rumusan Masalah..................................................................................................
C.Tujuan....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................
A. Pengertin farmakodinamik.....................................................................................
B. mekanisme kerja obat............................................................................................
C.Efek obat……………………………....…………………............................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................................
B. Saran-saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATARBELAKANG
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama atau hamper bersamaan berpotensi
menyebabkan interaksi yang dapat mengubah efek yang diinginkan. Interaksi bisa bersifat aditif,
sinergis atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau semua obat yang berinteraksi.
Walaupun hasilnya bias positif (meningkatkan kemanjuran) atau negatif (menurunkan kemanjuran,
toksisitas atau idiosinkrasi), dalam farmakoterapi interaksi obat biasanya tidak terduga dan tidak
diinginkan (Martin, 2009). Dalam sebuah studi yang melibatkan 9900 pasien dengan 83200 paparan
obat, 234 (6,5%) dari 3600 pasien mengalami reaksi obat merugikan yang termasuk ke dalam
kategori interaksi obat. Studi lain yang dilakukan oleh Galleryet al.,
(1994) menemukan bahwa dalam peresepan dengan total jumlah pasien sebanyak 160 pasien,
terjadi 221 interaksi obat, sebanyak 24 kasus (10,85%) termasuk kategori mayor, Penyakit lambung,
yang salah satu contoh penyakitnya adalah maag diakibatkan oleh kelebihan asam lambung,
sehingga dinding lambung lama-lama tidak kuat menahan asam lambung tadi sehingga timbul rasa
sakit yang sangat mengganggu sipenderita. Gejala khas sakit pada lambung adalah rasa panas di
dada, rasa tidak nyaman waktu menelan, dan rasa sakit waktu menelan. Gejala tambahannya
meliputi serangan asma yang frekuen, batuk lama rekfakter dengan perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id commit to user pengobatan, suara serak, mual dan muntah, nyeri pada dada dan
sering sendawa (Abdullah, 2008). Analgetik adalah obat yang digunakan untuk meredakan rasa
nyeri. Obat analgetik dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu obat golongan opioid dan NSAID (Non
Steroidal Anti Inflammatory Drugs). Golongan opioid bekerja pada system saraf pusat, sedangkan
golongan NSAID bekerja di reseptor saraf perier dan sistem saraf pusat (Katzung,2002).
Tramadol merupakan analgetik opioid yang bekerja di sentral yang memiliki afinitas sedang pada
reseptor mu(μ) dan afinitasnya lemah pada reseptor kappa dan delta opioid (Latief, 2002). Obat
golongan opioid sendiri telah banyak digunakan sebagai obat anti nyeri kronis dan nyeri non-maligna
(Wilder-Smith,2000). Ranitidin adalah obat histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja
histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Obat ini
termasuk jenis obat inhibitor isoenzim CYP2D6 (Chisholm- Burns, 2008). Menurut Julita (2012),
tramadol digunakan sebagai obat analgetik atau pereda nyeri dan ranitidin sebagai terapi
simtomatik untuk mengatasi keluhan saluran pencernaan seperti tukak duodenum dengan
mekanisme menghambat sekresi asam lambung dalam penatalaksanaan kanker bronkogenik.
Salah satu contoh mekanisme interaksi obat adalah interaksi farmakokinetik. Interaksi dalam
proses farmakokinetik yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) dapat
meningkatkan ataupun menurunkanperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.idcommit to user kadar
plasma obat (May, 1997). Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak
dapat diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi,
hal ini disebabkan karena adanya perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat
farmakokinetik yang berbeda (Gitawati, 2008). Interaksi dapat terjadi pada proses metabolisme
obat. Mekanisme interaksi ini dapat berupa penghambatan (inhibisi) metabolisme, induksi
metabolisme, dan perubahan aliran darah hepatik (Gitawati, 2008).Interaksi obat pada fase
metabolisme telah terdokumentasi dengan baik danmempunyai signifikansi klinis yang besar.
Metabolisme dari beberapa obat dapat ditingkatkan oleh agen lain seperti obat-obatan yang
menginduksi enzim hepar
terutama isoenzim sitokrom P450 (Katzung et al., 2007
B. Rumusan Masalah
Apakah pemberian ranitidin injeksi mampu menurunkan aktivitas analgetik dari tramadol injeksi
pada mencit galur Balb/c?perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user

C.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efek dari ranitidin injeksi yang diduga mampu menurunkan aktivitas analgetik
oleh tramadol injeksi pada mencit galur Balb/
BAB II

PEMAHASAN

A.FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik ialah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta
mekanisme kerjanya (setiawati dkk,1995) Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk
meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa
serta spectrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan
dasar terapi nasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
Tujuan Mempelajari Farmakodinamik dan Mekanisme ObatSelanjutnya akan kita bicarakan lebih
mendalam tentang farmakodinamik obat.Tujuan mempelajarimekanisme kerja obat adalah:

1. Meneliti efek utama obat.


2. Mengetahui interaksi obat dengan sel.
3. Mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadiEfek obat
umumnya timbul karena interaksi obatdengan reseptor pada sel suatu organisme.

Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimia dan fisiologi yang
merupakan responsyang khas untuk obat tersebut.Reseptor ObatReseptor adalah makromolekul
((biopolimer)khas atau bagiannya dalam organisme yakni tempat aktif obat terikat. Komponen yang
paling penting dalam reseptor obat adalah protein. struktur kimia suatu obat berhubungan erat
dengan affinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam
molekul obat dapat menimbulkan perubahan yang besar.Interaksi Obat Reseptor persyaratan untuk
obat -reseptor adalah pembentukan kompleks obat reseptor. apakah kompleks ini terbentuk dan
seberapa besar terbentuknya tergantung pada affinitas obat terhadap reseptor. kemampuan obat
untuk menimbulkan suatu rangsang dan membentuk kompleks dengan reseptor disebut aktivitas
intrinsik. Agonis adalah obat yang memilki baik afinitas dan aktivitas intrinsik. Pada teori reseptor
obat sering dikemukakan bahwa efek obat hanya dapat terjadi bila terjadi interaksi molekul obat
dengan reseptornya. Lebih mudahnya dirumuskan seperti ini.
2/9
Obat (O) + Reseptor (R) --> Kompleks obat reseptor (OR) ---> Efek-Efek Terapeutik Tidak semua obat
bersifat betul-betul menyembuhkan penyakit, beberapa obat memang dibuat hanya untuk
meniadakan atau meringankan gejala suatu penyakit. Berikut ini adalah tiga jenis terapi obat:Terapi
Kausal, obat yang berfungsi untuk memusnahkan penyebab penyakit,obat inilah yang digunakan
untuk menyembuhkan penderita dari penyakit. contoh obat dengan terapi kausal adalah antibiotik,
anti malaria dan lain-lain.Terapi simptomatis, obat ini berguna untuk meringankan gejala dari suatu
penyakit. contoh obat jenis iniadalah analgesik, antipiritik, anti emetik dan sebagainya.Terapi
subtitusi, obat yang digunakan untuk mengantikan zat yang lazim diproduksi oleh tubuh. misal
insulin pada penderita diabetes, hormon estrogen pada pasien hipo fungsi ovarium dan obat-obat
hormon lainnya.
B.Mekanisme Kerja Obat
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan resptor pada sel suatu
organisme. interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan
fisiologi yang merupakan respon khas untuk obat tersebut. Reseptor obat mencakup 2
konsep penting. Pertama, bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh.
Kedua, bahwa obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi
yang sudah ada.Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen secara umum konsep ini masih
berlaku sampai sekarang,setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan
sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan sebagai
reseptor untuk ligand endrogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya
menyerupai senyawa endrogen disebut agonis. Sebaiknya, senyawa yang tidak mempunyai
aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis ditempat ikatan
agonis (agonist bind-ing site) disebut antagonis.2.2.2 Reseptor Obat1.Sifat Kimia
3/9
Komponen yang paling penting dalam reseptor obat ialah protein ( mis.asetilkoli nesterase,
na+ K+ -A Tpase, Tubulin, dsb.). asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat yang
penting misalnya untuk sitostatika.iaktan obat reseptor dapat berupa ikatan ion, hidrogen,
hidrofobik,van der walls, atau kovalen, tetapi umumnya merupakan campuran berbagai
ikatan diatas. Perlu diperhatikan bahwa ikatan kovalen merupakan ikatan yang kuat
sehingga lamakerja obat sering kali, tetapi tidak selalu panjang. Walaupun demikianikatan
non kovalen yang afinitasnya tinggi juga dapat bersifat permanen.2.Hubungan Struktur-
AktivitasStruktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan afinitasnya terhadap reseptor
dan aktifitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya
perubahan stereoisomer, dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya.
Pengetahuan mengenai hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi
pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat
yang selektif terhadap jaringan tertentu.

C.KERJA OBAT YANG TIDAK DIPERANTARAI RESEPTOR

 Efek Nonspesifik Dan Gangguan Pada Membran


 Perubahan sifat osmotik
 Diuretic osmotic (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas filtrate
glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal dengan akibat terjadi
efek diuretic.
 Perubahan sifat asam/basa Kerja ini diperlihatkan oleh oleh antacid dalam
menetralkan asam lambung.
 Kerusakan nonspesifik Zat perusak nonspesifik digunakan sebagai antiseptik dan
disinfektan, dan kontrasepsi.contohnya, detergen merusak intregitas membrane
lipoprotein.
 Gangguan fungsi membrane Anestetik umum yang mudah menguap misalnya eter,,
halotan, enfluran, dan metoksifluran bekerja dengan melarut dalam lemak membrane
sel di SSP sehingga eksitabilitasnya menurun.
 Interaksi Dengan Molekul Kecil Atau Ion Kerja ini diperlihatkan oleh kelator (chelating
agents) misalnya CaNa2 EDTA yang mengikat Pb2+ bebas menjadi kelat yang
inaktif pada keracunan Pb.
 Masuk ke dalam komponen sel Obat yang merupakan analog puri atau pirimidin
dapat berinkoporasi ke dalam asam nukleat sehingga mengganggu fungsinya. Obat
yang bekerja seperti ini disebut antimetabolit misalnya 6-merkaptopurin atau anti
mikroba lain.

D.EFEK OBAT
Hubungan antara konsentrasi obat dan respon obat Respons terhadap dosis obat yang
rendah biasanya meningkat sebanding langsung dengan dosis. Namun, dengan
meningkatnya dosis penigkatan respon menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang
tidak dapat meningkatkan respon lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan
antara konsentrasi obat dan efek oabat digambarkan dengan kurva hiperbolik menurut
persamaan sebagi berikut:E=di mana E adalah efek yang diamati pada konsentrasi C,
Emaks adalah respons maksimal yang dapat dihasilkan oleh obat. EC50 adalah konsentrasi
obat yang menghasilkan 50% efek maksimal.Hubungan antara konsentrasi dan efek obat
(panel A) atau obat yang terikat reseptor (panelB). Konsentrasi obat yang efeknya separuh
maksimum disebut EC50 dan konsentrasi obat yang okupansi reseptornya separuh
maksimum disebut KD.
Hubungan dosis dan respons bertingkat:
1. Efikasi (efficacy). Efikasi adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat. Efikasi
tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk dan efisiensi
reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu kerja seluler
2. Potensi.Potensi yang disebut juga kosentrasi dosis efektif, adalah suatu ukuran
berapa bannyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respon tertentu. Makin
rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu respon yang diberikan, makin poten obat
tersebut.Potensi paling sering dinyatakan sebagai dosis obat yang memberikan 50%
dari respon maksimal (ED50). Obat dengan ED50 yang rendah lebih poten daripada
obat dengan ED50 yang lebih besar.
3. Slope kurva dosis-respons. Slope kurva dosis-respons bervariasi sari suatu obat ke
obat lainnya. Suatu slope yang curam menunjukkan bahwa suatu peningkatan dosis
yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang besar .

Obat A lebih poten disbanding obat B, tetapi keduanya memiliki efikasi yang yang sama,
sedangkan obat C memperlihatkan potensi dan efikasi yang lebih rendah daripada obat A
dan B(1) Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu (ED50) disebut juga dosis
terapi median. Dosis letal median adalah dosis yang emnimbulkan kematian pada 50%
individu , sedangkan TD50 adalah dosis toksik 50%.(2)
Indeks terapeutik Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan
toksisitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang efektif dan diinginkan secara
klinik dalam suatu populasi individu(1) Indeks terapeutik = dosis toksik/dosis efektif(1)
Indeks terapeutik bisa juga dituliskan sebagai berikut: Indeks terapeutik.
Jadi indeks terapeutik merupakan suatu ukuran keamanan obat, karena nilai yang besar
menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas/lebar diantara dosis-dosis yang efektif
dan dosis-dosis yang toksik(1) Indeks terapeutik ditentukan dengan mengukur frekuensi
respons yang diinginkan dan respons toksik pada berbagai dosis obat.Pada gambar berikut
diperlihatkan indeks terapeutik yang berbeda dari dua jenis obat (1) Warafarin, suatu obat
dengan indeks terapeutik yang kecil. Pada saat dosis warfarin ditingkatkan , terjadi suatu
respon toksik, yaitu kadar anti koagulan yang tinggi yang menyebabkan perdarahan. Variasi
respon penderita mudah terjadi dengan obat yang mempunyai indeks terapeutik yang
sempit, karena konsentrasi efektif hamper sama dengan konsentrasi toksik(1) Suatu obat
dengan indeks terapeutik yang besar. Penisilin aman diberikan dalam dosis tinggi jauh
melebihi dosis minimal yang dibutuhkan untuk mendapatkan respon yang diinginkan(1) Obat
ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menimbulkan efek toksik pada
seorang pasienpun, oleh karena itu, (2)Indeks terapi = adalah lebih tepatDan untuk obat
ideal : ≥ 1(2)

E.ASPIRIN
Aspirin/asam asetilsalisilat (asetosal adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang
sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit/nyeri minor), antipiretik (terhadap
demam), dan anti inflamasi. Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan digunakan dalam
dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Asperin obat pertama
yang dipasarkan dalam bentuk tablet.Struktur kimia:Struktur kimia aspirin Molekol asam 2-
hidroksibenzoat(juga disebut sebagai asam.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang interaksi obat antipsikotik pada pasien skizofrenia
paranoid yang telah dilakukan dapat disimpulkan anatara lain :
1. Potensi interaksi obat antipsikotik pada pasien skizofrenia paranoid terjadi pada
287pasien (75%).
2. Kombinasi antipsikotik yang menyebabkan terjadinya interaksi obat adalah
chlorpromazin-trihexyphenidyl 19%, haloperidol-trihexyphenidyl 16% serta 9%
risperidon-fluoxetin dan trifluoperazin-trihexyphenidyl.
3. Tingkat keparahan interaksi obat antipsikotik terdiri dari 16% keparahan minor, 62
%keparahan moderat dan 22 % keparahan mayor.
4. Interaksi obat berdasarkan mekanisme terbagi atas 3 yang terdiri dari interaksi
farmakodinamik (55%), interaksi farmakokinetik (38%) dan interaksi unknown (7%)

B. Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan metode prospektif untuk mengevaluasi obat yang
diberikan
dan mencegah kemungkinan terjadinya interaksi obat yang bermakna secara klinis.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000a , Informatorium Obat Nasional Indonesia , Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta. Anonim, 2000 b , Pencegahan Diabetes Mellitus, Alih Bahasa: Arisman, Editor
Suyono, J., 11-43,46, Hipokrates, Jakarta. Anonim, 2002, Konsensus Pengelolaan DM Tipe 2 di
Indonesia ,5,7, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.Anonim, 2006, British National For mulary,
British Medical Association Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. Boedisantoso, A.R., dan
Subekti, I., 2005, Komplikasi Akut DM, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, Pelaksanaan DM
Terpadu, 161- 164, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Fradgley, S., 2003, Interaksi
Obat dalam Aslam, M., Tan., C.K., dan Prayitno, A., Farmasi Klinis ,119-130,Penerbit PT. Elex Media
Komputindo kelompok Gramedia, Jakarta. Ganiswara, S.G., 2000, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV,
800, BagianFarmakologi FKUI, Jakarta. Hansten, P.D., and Horn, J.R., 2002, Managing Clinically
Important Drug Interactions,xii,162, Facts and Comparisons, St. Louis, Missouri. Harkness, R., 1989,
Interaksi Obat, 99-110, Penerbit ITB. Hartono, A., 1995, Tanya Jawab Diet Penyakit Gula, Penerbit
Arcan, Jakarta. Katzung, B.G., and Trevor, A.J., 2002, Drug Interactions in Master, S., B.,
Pharmacology, Sixth Edition, 531, Lange Medical Book/McGraw -Hill,New York. Katzung, B.G., 2002,
Farmakologi Dasar dan Klinik , Edisi III, 693-694, PenerbitBuku Kedokteran EGC, Jakarta.
Kee, J.L., and Hayes E.R., 1996, Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan , 140-151, Alih Bahasa
Peter Anugerah. EGC, Jakarta. Lestari, A., 2006, Tinjauan Interaksi Obat pada Pasien Diabetes
Mellitus di Instalasi Rawat Inap RSI Surakarta tahun 2005, Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai