Anda di halaman 1dari 4

1 BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Rambut merupakan salah satu bagian dari tubuh


manusia, di antaranya adalah rambut yang tumbuh di kepala dan tentu rambut memiliki
fungsinya tersendiri. Rambut yang tumbuh di kepala memiliki fungsi antara lain untuk
melindungi kulit kepala dari panas matahari dan dari udara yang dingin. Pada umumnya ketika
berbicara mengenai rambut, maka ada perbedaan antara rambut yang dimiliki oleh pria dan
wanita, rambut untuk pria berpotongan pendek sedangkan rambut untuk wanita dibiarkan
panjang, sehingga akan terlihat berbeda jika terdapat pria yang berambut panjang, namun pada
kenyataannya pria yang berambut panjang itu ada. Pria yang berambut panjang telah ada jauh
sebelum masa sekarang dan umumnya dapat ditemui dalam suku-suku tertentu dan dalam
kehidupan masyarakat tradisional, tentu ada alasan tersendiri mengapa rambut mereka
dibiarkan panjang. Rambut panjang untuk kaum pria pada masa kini, juga dimiliki oleh salah satu
suku yang ada di Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kecamatan Ki,E, Desa
Boti, suku tersebut adalah Suku Boti Dalam. Masyarakat Boti terbagi atas dua wilayah, pertama.
Masyarakat Boti Luar, yaitu orang-orang yang terbuka dengan perkembangan dan telah
menerima agama negara sebagai agama mereka, dan mayoritas agama di suku Boti Luar adalah
Kristen Protestan. kedua. Masyarakat Suku Boti Dalam, yaitu orang-orang yang masih menjaga
keaslian budaya mereka, dan sulit sekali untuk menerima perkembangan, masyarakat Suku 2
Boti Dalam masih berpegang pada agama suku Halaika. Masyarakat Suku Boti Dalam memiliki
begitu banyak bentuk kebudayaan dalam kehidupan mereka, salah satunya ialah Konde rambut
pria Suku Boti Dalam.1 Konde rambut yang dimiliki oleh pria Suku Boti Dalam menunjukan
keunikan dan ciri khas serta hal tersebut bisa juga dikatakan sebagai simbol identitas mereka.
Identitas dalam hal ini, ialah bagaimana mereka menunjukkan bahwa dengan konde tersebut
mereka ada, dan ketika orang berbicara mengenai keberadaan mereka hal pertama yang muncul
dalam bayangan atau pemikiran orang ialah, Pria yang berkonde. Konde pada dasarnya
berbentuk bulat karena dibentuk dengan mengulung rambut yang panjang. Konde yang dimiliki
pria Suku Boti Dalam memiliki perbedaan dari posisi konde tersebut. Pria yang sudah
berkeluarga letak kondenya berada di atas atau tepatnya di bagian atas tempurung kepala,
sedangkan untuk pria yang belum berkeluarga letak kondenya dibawah atau di bagian belakang
kepala.2 Rambut panjang yang dimiliki oleh pria Suku Boti Dalam bukan merupakan gaya hidup,
namun memiliki makna tertentu yang berkaitan dengan keyakinan, nilai dan kepercayaan.
Contoh: Sebagaimana orang tradisional mereka jarang mencuci rambut dan tidak boleh
memotong rambut mereka, karena ketika memotong rambut maka akan mendatangkan
bencana bagi mereka, sebab pada rambut tersebut dipercaya ada kekuatan, sehingga bila
rambut itu dipotong maka hilanglah daya hidup yang dimiliki pria tersebut.3 1 Bpk Thae Benu,
Masyarakat. Wawancara telepon, tanggal 9 Maret 2017. Pukul 15.00 WIB. 2 Bpk Thae Benu,
Masyarakat. Wawancara telepon, tanggal 9 Maret 2017. Pukul 15.00 WIB. 3 Eben I. Nuban Timo,
Kupang Punya Cerita: Orang Kupang di Sekitar Injil 150 Tahun Lalu (Salatiga: Satya Wacana
University Perss, 2015), 122-123. 3 Berikut ini adalah beberapa gambar pria Suku Boti Dalam
yang berkonde: Gambar 1.1: gambar pria suku Boti Dalam Gambar 1.2: Pria Boti Dalam yang
berkonde 4 Gambar 1.3: salah satu pria Suku Boti Dalam yang berkonde Gambar 1.4: Konde
rambut yang diikat dengan kain putih, seperti yang terlihat dalam gambar ini, berfungsi untuk
menjaga agar gulungan konde rambut tersebut tidak terlepas 5 Konde pria Boti Dalam juga
merupakan aturan yang ada dalam kelompok tersebut, dan aturan itu telah disepakati bersama.
Dalam aturan tersebut ada nilai-nilai yang mengikat, dan bila pria Boti Dalam memotong rambut
mereka dengan sendirinya mereka melanggar aturan yang telah dibuat bersama dan sanksi yang
diberikan kepada pria yang memotong rambutnya adalah ia dikeluarkan dari komunitas Suku
Boti Dalam.4 Berbicara mengenai identitas maka manusia adalah mahkluk sosial yang dalam
membangun identitas dirinya tidak dapat melepaskan diri dari norma yang mengikat semua
warga masyarakat tempat ia hidup dan peran sosial yang diembannya dalam masyarakat
tertentu.5 Ketika seseorang menjadi anggota kelompok tertentu atau mengidentifikasi dirinya
dalam sebuah kelompok maka dapat dikatakan ia telah memiliki identitas sosial. Menurut Tajfel,
identitas sosial merupakan pengetahuan individu di mana dia merasa sebagai bagian anggota
kelompok yang memiliki kesamaan emosi serta nilai.6 Selain identitas sosial, ketika berbicara
mengenai simbol maka Erwin Goodenough mendefinisikan simbol sebagai berikut: “simbol
adalah barang atau pola yang, apa pun sebabnya, bekerja pada manusia, dan berpengaruh pada
manusia, melampaui pengetahuan semata-mata tentang apa yang disajikan secara harafiah
dalam bentuk yang diberikan itu.”7 Dalam The Power Of Symbols, F.W. Dillistone juga
mengembangkan pemikiran dari beberapa ahli, menurutnya sebuah simbol dapat 4 Boy Benu,
Masyarakat, Wawancara Telepon, tanggal 9 Maret 2017, Pukul 18:29 WIB. 5 Rama Tulus
Pilakoannu, Agama Sebagai Identitas Sosial, (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2010), 51.
6 Pilakoannu, Agama, 59. 7 F.W. Dillistone, The Power Of Symbols (Yogyakarta: Kanisius,
2002),19. 6 dipandang sebagai: kata atau barang atau objek atau peristiwa atau pola atau
pribadi atau hal yang konkrit, yang mewakili, menggambarkan, mengisyaratkan, menandakan,
menyampaikan, mengungkapkan yang mengacu kepada bagian yang berkaitan dengan sesuatu
yang lebih besar atau transenden atau tertinggi atau terakhir: sebuah makna, realitas, suatu
cita-cita, nilai, prestasi, kepercayaan masyarakat, konsep, lembaga, dan suatu keadaan.8
Bertolak dari hal-hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian tentang masyarakat Boti
Dalam mengenai salah satu simbol identitas mereka yaitu konde, dengan judul penelitian:
“Konde Pria Suku Boti Dalam Sebagai Simbol Identitas” Studi Sosial-Kultural Mengenai Konde
Sebagai Simbol Identitas Pria Suku Boti Dalam. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar
belakang yang telah dipaparkan, maka yang menjadi rumusan masalah bagi penulis yakni: 1. Apa
pemahaman masyarakat Suku Boti Dalam mengenai konde rambut yang dimiliki oleh pria? 2.
Apa niai-nilai identitas diri yang ditampilkan dalam konde pria Suku Boti Dalam? 8 Dillistone, The
Power, 20. 7 C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengidentifikasipemahaman konde dalam pikiran
masyarakat Suku Boti Dalam. 2. Mengidentifikasi nilai-nilai identitas diri apa yang ditampilkan
dalam konde. D. METODE PENELITIAN DAN LOKASI PENELITIAN 1. Metode Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan ini mengandalkan data berupa teks dan gambar, memiliki langkah-langkah unik
dalam menganalisis datanya, dan bersumber dari startegi penelitian yang memiliki data yang
berbeda-beda. Bagian ini juga membahas sampel penelitian dan pengumpulan dan prosedur-
prosedur perekaman data secara keseluruhan.selanjutnya dibahas langkah-langkah analisis data
dan metode-metode yang digunakan untuk menyajikan data, menginterpretasikannya,
memvalidasinya, dan menunjukkan potensi hasil penelitian.9 Dengan menggunakan pendekatan
ini penulis mau menjelaskan pemahaman masyarakat Suku Boti Dalam terhadap konde yang
dimiliki oleh para pria Boti Dalam, dan apa nilai-nilai identitas diri yang ditampilkan dalam
konde. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Boti, Kecamatan Ki’E, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur. 9 Jhon W Creswell, Research Design: Pendekatan
Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), 245-246. 8 3.
Populasi dan Sampel Populasi terdiri atas sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian, dari
padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. Populasi dalam penelitian ini adalah warga
Suku Boti Dalam dan warga Suku Boti Luar, Kecamatan Ki’E, Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Propinsi Nusa Tengara Timor. 4. Teknik Pengumpulan data. a. Penelitian Kepustakaan Peneliti
pustaka diambil dari sejumlah buku yang digunakan untuk menunjang tulisan ini. Data ini
meliputi kebudayaan, dan simbol sebagai identitas. b. Observasi Observasi yang dipakai adalah
observasi naturalistik. Teknik ini bisa diterapkan dalam konteks alami suatu kejadian, di antara
para pelaku yang secara natural ingin berpartisipasi dalam interaksi dan mengikuti alur alami
kehidupan sehari-hari. Hal ini menguntungkan seorang peneliti untuk memasuki kompleksitas
fenomena alam, ketika koneksi, korelasi, hubungan tersebut tersingkap di depan mata.10 c.
Wawancara Wawancara adalah cara-cara memperoleh data dengan berhadapan langsung,
bercakap-cakap, baik antara individu dengan indivdu maupun individu dengan kelompok.11
Pada umumnya wawancara dibedakan menjadi dua macam, yaitu; 10 Norman K Denzin dan
Yvonna S Lincoln, Qualitative Research, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 526. 11 Nyoman
Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 222. 9 wawancara terstruktur dan wawancara tak
terstruktur. Wawancara terstruktur disebut sebagai wawancara yang baku, terarah, terpimpin,
di dalamnya susunan pertanyaan sudah ditentukan sebelumnya, sedangkan wawancara tak
terstruktur memberikan ruang yang lebih luas dibandingkan dengan tipe-tipe wawancara yang
lain. Wawancara ini sangat berbeda dari wawancara terstruktur dalam hal waktu bertanya dan
cara memberikan respon, yaitu jenis ini jauh lebih bebas iramanya. Responden biasanya terdiri
atas mereka yang terpilih saja karena sifatsifatnya yang khas. Biasanya mereka memiliki
pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang
diperlukan.Pertanyaan biasanya tidak disusun terlebih dahulu, pertanyaan tanya jawab mengalir
seperti dalam percakapan sehari-hari. Dalam proses wawancara demikian kadang-kadang
pewawancara sudah memiliki konsep dalam benak dan apa yang akan diperbincangkan dengan
lawan bicaranya, sehingga bila percakapan tersebut mulai keluar dari yang konsepkan maka
peneliti meluruskan kembali pembicaran dan senantiasa mengingat tujuan wawancara. 12
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan wawancara tak terstruktur. Peneliti memulai
wawancara dengan ide utama yang akan terus dikembangkan dari hasil percakapan dengan
informan. Selain itu peneliti juga menjaga agar percakapan tersebut tidak keluar atau melebar
dari apa yang telah dikonsepkan atau yang menjadi ide utama. wawancara ini akan ditujukan
kepada Raja Suku Boti Dalam, beberapa masyarakatnya, selain itu juga untuk Kepala Desa Suku
Boti Luar dan beberapa warganya. 12 Lexy J Moleong,Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Bandung, 2009), 191. 10 d. Analisis Data Analisi data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelolah, mensintesiskanya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.Adapun proses analisis data kualitatif antara lain: Pertama,
mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya
tetap dapat ditelusuri, Kedua, mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan,
mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya, Ketiga, berpikir, dengan jalan
membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan
hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.13 E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu: 1. Tulisan ini dapat menjadi sumber
pengetahuan terhadap orang-orang yang ingin mengetahui tentang Suku Boti Dalam. 2. Tulisan
ini diharapkan akan menambah pengetahuan pembaca tentang pentingnya pemahaman
masyarakat saat ini mengenai simbol yang ada dalam suatu budaya. 13 Lexy J. Moleong, Metode
Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), 248. 11 3. Tulisan ini juga
diharapkan dapat memberikan sumbangan pada masyarakat dawan, khususnya masyarakat
Suku Boti Dalam agar terus menjaga simbol yang ada dalam masyarakat mereka sebagai sesuatu
yang harus terus dipertahankan dan yang telah menjadi identitas budaya mereka. F.
SISTEMATIKA PENULISAN Bab I: Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan garis besar penelitian. Bab II: Berisi landasan teoritis, yakni teori simbol
dan Identitas Sosial. Bab III: Uraian terperinci atas hasil-hasil penelitian berdasarkan konteks
penelitian di desa Boti Kabupaten TTS, khususnya berkaitan dengan pemahaman dan perilaku
orang Boti Dalam tentang konde pria. Bab IV: Analisis atas konde pria Boti Dalam sebagai simbol
identitas dan di dalam prespektif teori simbol dan identitas sosial. Bab V: Berisi kesimpulan,
refleksi teologis, saran dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai