LATAR BELAKANG Rambut merupakan salah satu bagian dari tubuh
manusia, di antaranya adalah rambut yang tumbuh di kepala dan tentu rambut memiliki fungsinya tersendiri. Rambut yang tumbuh di kepala memiliki fungsi antara lain untuk melindungi kulit kepala dari panas matahari dan dari udara yang dingin. Pada umumnya ketika berbicara mengenai rambut, maka ada perbedaan antara rambut yang dimiliki oleh pria dan wanita, rambut untuk pria berpotongan pendek sedangkan rambut untuk wanita dibiarkan panjang, sehingga akan terlihat berbeda jika terdapat pria yang berambut panjang, namun pada kenyataannya pria yang berambut panjang itu ada. Pria yang berambut panjang telah ada jauh sebelum masa sekarang dan umumnya dapat ditemui dalam suku-suku tertentu dan dalam kehidupan masyarakat tradisional, tentu ada alasan tersendiri mengapa rambut mereka dibiarkan panjang. Rambut panjang untuk kaum pria pada masa kini, juga dimiliki oleh salah satu suku yang ada di Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kecamatan Ki,E, Desa Boti, suku tersebut adalah Suku Boti Dalam. Masyarakat Boti terbagi atas dua wilayah, pertama. Masyarakat Boti Luar, yaitu orang-orang yang terbuka dengan perkembangan dan telah menerima agama negara sebagai agama mereka, dan mayoritas agama di suku Boti Luar adalah Kristen Protestan. kedua. Masyarakat Suku Boti Dalam, yaitu orang-orang yang masih menjaga keaslian budaya mereka, dan sulit sekali untuk menerima perkembangan, masyarakat Suku 2 Boti Dalam masih berpegang pada agama suku Halaika. Masyarakat Suku Boti Dalam memiliki begitu banyak bentuk kebudayaan dalam kehidupan mereka, salah satunya ialah Konde rambut pria Suku Boti Dalam.1 Konde rambut yang dimiliki oleh pria Suku Boti Dalam menunjukan keunikan dan ciri khas serta hal tersebut bisa juga dikatakan sebagai simbol identitas mereka. Identitas dalam hal ini, ialah bagaimana mereka menunjukkan bahwa dengan konde tersebut mereka ada, dan ketika orang berbicara mengenai keberadaan mereka hal pertama yang muncul dalam bayangan atau pemikiran orang ialah, Pria yang berkonde. Konde pada dasarnya berbentuk bulat karena dibentuk dengan mengulung rambut yang panjang. Konde yang dimiliki pria Suku Boti Dalam memiliki perbedaan dari posisi konde tersebut. Pria yang sudah berkeluarga letak kondenya berada di atas atau tepatnya di bagian atas tempurung kepala, sedangkan untuk pria yang belum berkeluarga letak kondenya dibawah atau di bagian belakang kepala.2 Rambut panjang yang dimiliki oleh pria Suku Boti Dalam bukan merupakan gaya hidup, namun memiliki makna tertentu yang berkaitan dengan keyakinan, nilai dan kepercayaan. Contoh: Sebagaimana orang tradisional mereka jarang mencuci rambut dan tidak boleh memotong rambut mereka, karena ketika memotong rambut maka akan mendatangkan bencana bagi mereka, sebab pada rambut tersebut dipercaya ada kekuatan, sehingga bila rambut itu dipotong maka hilanglah daya hidup yang dimiliki pria tersebut.3 1 Bpk Thae Benu, Masyarakat. Wawancara telepon, tanggal 9 Maret 2017. Pukul 15.00 WIB. 2 Bpk Thae Benu, Masyarakat. Wawancara telepon, tanggal 9 Maret 2017. Pukul 15.00 WIB. 3 Eben I. Nuban Timo, Kupang Punya Cerita: Orang Kupang di Sekitar Injil 150 Tahun Lalu (Salatiga: Satya Wacana University Perss, 2015), 122-123. 3 Berikut ini adalah beberapa gambar pria Suku Boti Dalam yang berkonde: Gambar 1.1: gambar pria suku Boti Dalam Gambar 1.2: Pria Boti Dalam yang berkonde 4 Gambar 1.3: salah satu pria Suku Boti Dalam yang berkonde Gambar 1.4: Konde rambut yang diikat dengan kain putih, seperti yang terlihat dalam gambar ini, berfungsi untuk menjaga agar gulungan konde rambut tersebut tidak terlepas 5 Konde pria Boti Dalam juga merupakan aturan yang ada dalam kelompok tersebut, dan aturan itu telah disepakati bersama. Dalam aturan tersebut ada nilai-nilai yang mengikat, dan bila pria Boti Dalam memotong rambut mereka dengan sendirinya mereka melanggar aturan yang telah dibuat bersama dan sanksi yang diberikan kepada pria yang memotong rambutnya adalah ia dikeluarkan dari komunitas Suku Boti Dalam.4 Berbicara mengenai identitas maka manusia adalah mahkluk sosial yang dalam membangun identitas dirinya tidak dapat melepaskan diri dari norma yang mengikat semua warga masyarakat tempat ia hidup dan peran sosial yang diembannya dalam masyarakat tertentu.5 Ketika seseorang menjadi anggota kelompok tertentu atau mengidentifikasi dirinya dalam sebuah kelompok maka dapat dikatakan ia telah memiliki identitas sosial. Menurut Tajfel, identitas sosial merupakan pengetahuan individu di mana dia merasa sebagai bagian anggota kelompok yang memiliki kesamaan emosi serta nilai.6 Selain identitas sosial, ketika berbicara mengenai simbol maka Erwin Goodenough mendefinisikan simbol sebagai berikut: “simbol adalah barang atau pola yang, apa pun sebabnya, bekerja pada manusia, dan berpengaruh pada manusia, melampaui pengetahuan semata-mata tentang apa yang disajikan secara harafiah dalam bentuk yang diberikan itu.”7 Dalam The Power Of Symbols, F.W. Dillistone juga mengembangkan pemikiran dari beberapa ahli, menurutnya sebuah simbol dapat 4 Boy Benu, Masyarakat, Wawancara Telepon, tanggal 9 Maret 2017, Pukul 18:29 WIB. 5 Rama Tulus Pilakoannu, Agama Sebagai Identitas Sosial, (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2010), 51. 6 Pilakoannu, Agama, 59. 7 F.W. Dillistone, The Power Of Symbols (Yogyakarta: Kanisius, 2002),19. 6 dipandang sebagai: kata atau barang atau objek atau peristiwa atau pola atau pribadi atau hal yang konkrit, yang mewakili, menggambarkan, mengisyaratkan, menandakan, menyampaikan, mengungkapkan yang mengacu kepada bagian yang berkaitan dengan sesuatu yang lebih besar atau transenden atau tertinggi atau terakhir: sebuah makna, realitas, suatu cita-cita, nilai, prestasi, kepercayaan masyarakat, konsep, lembaga, dan suatu keadaan.8 Bertolak dari hal-hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian tentang masyarakat Boti Dalam mengenai salah satu simbol identitas mereka yaitu konde, dengan judul penelitian: “Konde Pria Suku Boti Dalam Sebagai Simbol Identitas” Studi Sosial-Kultural Mengenai Konde Sebagai Simbol Identitas Pria Suku Boti Dalam. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka yang menjadi rumusan masalah bagi penulis yakni: 1. Apa pemahaman masyarakat Suku Boti Dalam mengenai konde rambut yang dimiliki oleh pria? 2. Apa niai-nilai identitas diri yang ditampilkan dalam konde pria Suku Boti Dalam? 8 Dillistone, The Power, 20. 7 C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengidentifikasipemahaman konde dalam pikiran masyarakat Suku Boti Dalam. 2. Mengidentifikasi nilai-nilai identitas diri apa yang ditampilkan dalam konde. D. METODE PENELITIAN DAN LOKASI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Pendekatan yang penulis gunakan dalam jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini mengandalkan data berupa teks dan gambar, memiliki langkah-langkah unik dalam menganalisis datanya, dan bersumber dari startegi penelitian yang memiliki data yang berbeda-beda. Bagian ini juga membahas sampel penelitian dan pengumpulan dan prosedur- prosedur perekaman data secara keseluruhan.selanjutnya dibahas langkah-langkah analisis data dan metode-metode yang digunakan untuk menyajikan data, menginterpretasikannya, memvalidasinya, dan menunjukkan potensi hasil penelitian.9 Dengan menggunakan pendekatan ini penulis mau menjelaskan pemahaman masyarakat Suku Boti Dalam terhadap konde yang dimiliki oleh para pria Boti Dalam, dan apa nilai-nilai identitas diri yang ditampilkan dalam konde. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Boti, Kecamatan Ki’E, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur. 9 Jhon W Creswell, Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), 245-246. 8 3. Populasi dan Sampel Populasi terdiri atas sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian, dari padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. Populasi dalam penelitian ini adalah warga Suku Boti Dalam dan warga Suku Boti Luar, Kecamatan Ki’E, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tengara Timor. 4. Teknik Pengumpulan data. a. Penelitian Kepustakaan Peneliti pustaka diambil dari sejumlah buku yang digunakan untuk menunjang tulisan ini. Data ini meliputi kebudayaan, dan simbol sebagai identitas. b. Observasi Observasi yang dipakai adalah observasi naturalistik. Teknik ini bisa diterapkan dalam konteks alami suatu kejadian, di antara para pelaku yang secara natural ingin berpartisipasi dalam interaksi dan mengikuti alur alami kehidupan sehari-hari. Hal ini menguntungkan seorang peneliti untuk memasuki kompleksitas fenomena alam, ketika koneksi, korelasi, hubungan tersebut tersingkap di depan mata.10 c. Wawancara Wawancara adalah cara-cara memperoleh data dengan berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu dengan indivdu maupun individu dengan kelompok.11 Pada umumnya wawancara dibedakan menjadi dua macam, yaitu; 10 Norman K Denzin dan Yvonna S Lincoln, Qualitative Research, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 526. 11 Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 222. 9 wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara terstruktur disebut sebagai wawancara yang baku, terarah, terpimpin, di dalamnya susunan pertanyaan sudah ditentukan sebelumnya, sedangkan wawancara tak terstruktur memberikan ruang yang lebih luas dibandingkan dengan tipe-tipe wawancara yang lain. Wawancara ini sangat berbeda dari wawancara terstruktur dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan respon, yaitu jenis ini jauh lebih bebas iramanya. Responden biasanya terdiri atas mereka yang terpilih saja karena sifatsifatnya yang khas. Biasanya mereka memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan.Pertanyaan biasanya tidak disusun terlebih dahulu, pertanyaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Dalam proses wawancara demikian kadang-kadang pewawancara sudah memiliki konsep dalam benak dan apa yang akan diperbincangkan dengan lawan bicaranya, sehingga bila percakapan tersebut mulai keluar dari yang konsepkan maka peneliti meluruskan kembali pembicaran dan senantiasa mengingat tujuan wawancara. 12 Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan wawancara tak terstruktur. Peneliti memulai wawancara dengan ide utama yang akan terus dikembangkan dari hasil percakapan dengan informan. Selain itu peneliti juga menjaga agar percakapan tersebut tidak keluar atau melebar dari apa yang telah dikonsepkan atau yang menjadi ide utama. wawancara ini akan ditujukan kepada Raja Suku Boti Dalam, beberapa masyarakatnya, selain itu juga untuk Kepala Desa Suku Boti Luar dan beberapa warganya. 12 Lexy J Moleong,Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung, 2009), 191. 10 d. Analisis Data Analisi data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelolah, mensintesiskanya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.Adapun proses analisis data kualitatif antara lain: Pertama, mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri, Kedua, mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya, Ketiga, berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.13 E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu: 1. Tulisan ini dapat menjadi sumber pengetahuan terhadap orang-orang yang ingin mengetahui tentang Suku Boti Dalam. 2. Tulisan ini diharapkan akan menambah pengetahuan pembaca tentang pentingnya pemahaman masyarakat saat ini mengenai simbol yang ada dalam suatu budaya. 13 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), 248. 11 3. Tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pada masyarakat dawan, khususnya masyarakat Suku Boti Dalam agar terus menjaga simbol yang ada dalam masyarakat mereka sebagai sesuatu yang harus terus dipertahankan dan yang telah menjadi identitas budaya mereka. F. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I: Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan garis besar penelitian. Bab II: Berisi landasan teoritis, yakni teori simbol dan Identitas Sosial. Bab III: Uraian terperinci atas hasil-hasil penelitian berdasarkan konteks penelitian di desa Boti Kabupaten TTS, khususnya berkaitan dengan pemahaman dan perilaku orang Boti Dalam tentang konde pria. Bab IV: Analisis atas konde pria Boti Dalam sebagai simbol identitas dan di dalam prespektif teori simbol dan identitas sosial. Bab V: Berisi kesimpulan, refleksi teologis, saran dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri