Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA)

Volume 6, Nomor 1, Januari-Juni 2023


e-ISSN: 2598-4934
p-ISSN: 2621-119X
DOI: https://doi.org/10.31539/kaganga.v6i1.5089

Pemikiran Pierre Bourdieu dalam Memahami Realitas Sosial

Mega Mustikasari1, Arlin2, Syamsu A Kamaruddin3


Universitas Negeri Makasar1,3
Universitas Pejuang Republik Indonesia Makasar2
megamustiikasari64@gmail.com1

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemikiran Bourdieu, sebagai pengantar dalam
memahami realitas sosial. Penelitian ini memperkenalkan gagasan dasar pemikiran
Bourdieu dalam memahami bagaimana individu berelasi sehingga membentuk “praktik”.
Bagaimana ‘praktik’ tersebut terjadi dan apa saja yang “terlibat” dalam ‘praktik’ itu, dan
bagaimana relasi habitus, arena, kapital, praktik dan kuasa dalam pandangan Bourdieu.
Hasil penelitian ini menunjukan Pierre Bourdieu, adalah salah satu teoritis terkemuka yang
pemikirannya digunakan dalam cultural studies. Pemikiran Bourdieu banyak dipengaruhi
oleh Aristoteles, Thomas Aquinas, Hegel, Marx, Durkheim, Max Weber, Picasso, Franz
Fanon, Jean Paul Sartre, Husserl, Ferdinand de Saussure, Levi Strauss, Wittgenstein,
Martin Heidegger, Michel Foucault, dll. Simpulan penelitian bahwa Bourdieu meramu
pemikiran beberapa pemikir tersebut menjadi bentuk pemikiran baru yang menekankan
peran aktor atau subyektivitas yakni yang dikenal dengan metode strukturalisme-
konstruktif. Bourdieu dikenal dengan pengembangan kajian sosiologi kultural dan sosiologi
reflektif atau metasosiologi.

Kata Kunci: Pemikiran Pierre Bourdieu

ABSTRACT
The purpose of this study is to find out Bourdieu's thoughts, as an introduction to
understanding social reality. This study introduces the basic ideas of Bourdieu's thinking in
understanding how individuals relate to form "practices". How does this "practice" occur
and what is "involved" in that "practice", and what are the relations of habitus, arena,
capital, practice and power in Bourdieu's view. The results of this study show that Pierre
Bourdieu is one of the leading theorists whose ideas are used in cultural studies.
Bourdieu's thinking was heavily influenced by Aristotle, Thomas Aquinas, Hegel, Marx,
Durkheim, Max Weber, Picasso, Franz Fanon, Jean Paul Sartre, Husserl, Ferdinand de
Saussure, Levi Strauss, Wittgenstein, Martin Heidegger, Michel Foucault, etc. The
conclusion of the research is that Bourdieu concocted the thoughts of several thinkers into
a new form of thinking that emphasizes the role of actors or subjectivity, which is known as
the structural-constructive method. Bourdieu is known for developing cultural sociology
studies and reflective sociology or metasociology.

Keywords: Thoughts of Pierre Bourdieu

9
2022. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 5(2): 9-14

PENDAHULUAN
Pierre Bourdieu adalah seorang bertemu dan berkenalan dengan Michel
pemikir Prancis yang hendak memahami Foucault, Jacques Derrida dan Emmanuel
struktur sosial masyarakat, sekaligus Le Roy Ladurie. Pengalaman pribadi
perubahan dan perkembangan yang dalam keluarga juga
terjadi di dalamnya. Baginya, analisis membentuk habitus Bourdieu dan juga
sosial selalu bertujuan untuk mempengaruhi karyanya. Terlahir dengan
membongkar struktur- struktur dominasi nama Pierre Fèlix Bourdieu (1930–2002),
ekonomi maupun dominasi simbolik dari di sebuah desa kecil yang bernama
masyarakat, yang selalu menutupi Denguin, di wilayah Béarn, Pyrénées,
ketidakadilan di dalamnya. Untuk itu, ia Perancis pada 1 Agustus 1930. Ia berasal
mengembangkan beberapa konsep yang dari keluarga biasa dan besar di
diperolehnya dari analisis data sosiologis, lingkungan kelas menengah ke bawah,
sekaligus pemikiran-pemikiran filsafat dan kemudian berhasil menembus
yang ia pelajari. Pierre Bourdieu lahir perguruan tinggi elit dengan lingkungan
pada 1 Agustus 1930 di Denguin, Prancis. bergaya borjuis. Perubahan habitus dan
Ia meninggal pada 23 Januari 2002 di arena yang menyolok ini juga
Paris, Prancis. Ia dikenal sebagai seorang mempengaruhi karyanya yang kemudian
intelektual publik yang lahir dari membawanya menjadi seorang sosiolog
pengaruh pemikiran Emile Zola dan Jean- kultural, etnolog, antropolog dan filsuf
Paul Sartre. Konsep-konsep yang ia yang diperhitungkan (Achmad, 2015).
kembangkan amat berpengaruh di dalam Teori yang dikembangkan Bourdieu
analisis-analisis sosial maupun filsafat di berorientasi pada hubungan dialektik
abad 21. Sebelum meninggal, antara struktur objektif dan fenomena
(Wattimena, 2012) subjektif dalam melihat realitas sosial,
Inti teori sosiologi kultural yang disebut strukturalisme konstruktif,
Bourdieu adalah “Teori tentang praktik atau konstruktivis strukturalisme
manusia” yang memadukan teori yang (constructivist structuralism), atau
berpusat pada agen atau aktor (agent Bourdieu menyebutnya “strukturalisme
centered) dengan penjelasan objektivisme genetis”, yaitu pemaduan analisis struktur
yang menekankan dimensi struktur dalam objektif dengan asal-usul mental
membentuk kehidupan sosial (Wuriyani, individual, yang menurut Bourdieu, tidak
2019). dapat dipisahkan dari analisis asal-usul
Dasar pembentukan teorinya tidak struktur sosial itu sendiri. Tampak bahwa
lepas dari pengalaman Bourdieu sendiri Bourdieu mengambil sebagian perspektif
yang kemudian mempengaruhi bangunan strukturalisme dan melihat “struktur
teorinya dalam karya-karyanya, yakni objektif sebagai bebas dari kesadaran dan
pengalamannya selama di Aljiers, kemauan agen, yang mampu
Aljazair yang melakukan penelitian di membimbing dan mengendalikan praktik
masyarakat Aljiers sambil menjadi asisten mereka atau representasi
dosen, setelah ia lulus dari sekolah filsafat mereka” (Achmad, 2015).
terkemuka di Paris, Prancis, yakni Lycèe Struktur subjektif Bourdieu tampak
Louis le Griand dan Ècole Normale pada dinamika aktor, yang menurutnya
Supèrieure pada tahun 1951. Selama di mampu berimprovisasi secara teratur,
perguruan tinggi kedua ini, Bourdieu meski dihasilkan tanpa sengaja. Ritzer,

10
2022. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 5(2): 9-14

mengutip Jenkins, menunjukkan atau kelompok sosial, dalam proses


kelemahan teori Bourdieu adalah pada internalisasi eksternalitas dan
ketidakmampuan dalam mengatasi eksternalisasi internalitas, yang mana
subyektivitas. Namun Bourdieu praktik ini harus dianalisis sebagai hasil
menjembatani subjektivisme dan interaksi habitus dan ranah (arena)
objektivisme sebagai inti karyanya, yakni (Bourdieu dalam Herwinarko, 2020)
terletak pada habitus dan lingkungan, dan Habitus, adalah struktur kognitif
hubungan dialektika antara keduanya yang memerantarai individu dan realitas
(Karnanta, 2013). sosial. Individu menggunakan habitus
dalam berurusan dengan realitas
METODE PENELITIAN sosial. Habitus merupakan struktur
Sederhananya, Bourdieu memahami subjektif yang terbentuk dari pengalaman
realitas sosial sebagai relasi dialektika individu berhubungan dengan individu
antara individu (agen, struktur subjektif) lain dalam jaringan struktur objektif yang
dengan struktur objektif yakni struktur itu ada dalam ruang sosial. Struktur kognitif
sendiri. relasi dialektika ini melibatkan memberi kerangka tindakan kepada
unsur-unsur subjektif seperti mental individu dalam hidup keseharian bersama
individual, struktur pengalaman orang-orang lain.
individual, struktur kognitif, dsb yang Habitus merupakan hasil
berdialektika dengan struktur objektif. pembelajaran lewat pengasuhan, aktivitas
Dialektika ini menghasilkan “praktik”. bermain, dan juga pendidikan masyarakat
Dalam relasi dialektika ini, Bourdieu dalam arti luas. Dalam interaksi dengan
memunculkan konsep-konsep untuk orang lain atau pihak luar ini,
menjelaskan “struktur subjektif” dan terbentuklah ranah (arena), yang
“objektif” tersebut yakni yang disebutnya merupakan jaringan relasi posisi-posisi
sebagai “habitus” dan arena (ranah, objektif (Wuriyani, 2019). Habitus juga
field). Habitus mengacu pada “apa yang mencakup pengetahuan dan pemahaman
ada dan dimiliki oleh agen (individu). seseorang tentang dunia, yang
Pertemuan habitus dalam arena memberikan kontribusi tersendiri pada
memunculkan modal (kapital), yang dapat realita dunia itu. Oleh karenanya,
merupakan kapital sosial, ekonomi, pengetahuan memiliki kekuasaan
kultural dan simbolik. Habitus, arena, konstitutif atau kemampuan menciptakan
kapital menghasilkan apa yang disebut bentuk realitas dunia (Encyclopaedia,
Bourdieu sebagai kuasa simbolik. Berikut 2002).
penjelasan dan relasi di antara habitus, Richard Shusterman mencatat
arena, kapital dan kuasa (Achmad, 2015). bahwa habitus meliputi keseluruhan relasi
Habitus ada di dalam pikiran aktor, sosial dan makna: “The habitus acts
lingkungan (field, arena) berada di luar through its bodily incorporation of social
pikiran mereka. Dialektika atau penetrasi relationships and meanings (i.e. those
timbal balik antara struktur objektif dan involving reference to others) but without
subjektif atau antara struktur dan needing to articulate them in terms of
keagenan, merupakan upaya untuk keluar explicit rules or reasons.” Habitus
dari kebuntuan struktur dan agensi, oleh muncul dalam keseluruhan relasi-relasi
Bourdieu disebut ‘praktik’. Praktik, sosial dan makna, misalnya dalam
menurut Bourdieu terjadi antara individu keterlibatan interaksi dengan orang lain,

11
2022. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 5(2): 9-14

akan tetapi terjadi tanpa artikulasi sebagai pengganda berbagai jenis modal
eksplisit (Bourdieu dalam Herwinarko, yakni modal ekonomi, modal sosial,
2020) . modal budaya dan modal simbolik. Dan
Hubungan habitus dengan arena, pada kenyataannya, ia menciptakan
Shusterman menyatakan bahwa keduanya modal simbolik. Modal dipandang
memiliki jalinan makna yang saling Bourdieu sebagai basis dominasi dan
bertautan. Berikut pernyataannya: legitimit. Modal simbolik merupakan
“Bourdieu’s theory of the dynamics of modal yang dapat ditukar dan membawa
habitus (not a rigidly fixed or mechanical posisi yang dapat memunculkan
habit) and of field (not a stationary space kekuasaan, yakni kekuasaan untuk
but a dynamic field constituted by merepresentasikan dunia sosial yang
struggles over changing positions) legitimit atau kekuasaan simbolik Fashri
demonstrates that social structures and Fauzi dalam (Suharso, 2015). mencatat,
identities must be understood not as mereka yang menguasai keempat modal
static, typological, and hard-edged tersebut dalam jumlah yang besar akan
categories but rather as dynamic memperoleh kekuasaan yang besar pula.
formations of organized diachronic Dengan demikian, modal harus ada dalam
complexity, poised between stability and sebuah ranah (arena) agar ranah memiliki
change, whose edges arc best construed daya-daya yang memberikan arti.
(in terms of non-linear dynamics) as Karakteristik modal dihubungkan dengan
fuzzy, shifting fractal basin boundaries skema habitus sebagai pedoman tindakan
between complex attractors with dan klasifikasi dan ranah (arena) selaku
relatively hard cores.” tempat beroperasinya modal (Krisdinanto,
Teori Bourdieu tentang dinamika 2016). Bourdieu juga meyakini bahwa
habitus dan arena, bukan ruang hampa kekuasaan bersifat tidak sederhana, dan
tetapi sebuah ranah, arena, yang sistemik atau bukan merupakan perkara
terkonstitusi oleh perjuangan untuk personal, sebagaimana ditulis Craig
mendapatkan posisi-posisi, Calhoun.
mendemonstrasikan bahwa struktur sosial Kuasa simbolik Bourdieu hadir
dan identitas harus dipahami tidak secara dalam arena dari relasi dialektiknya
statis, tipologik, menurut ketentuan dengan habitus dan modal (kapital),
kategoristik yang kaku, tetapi harus terutama kapital simbolik. Seseorang
dipahami sebagai formasi yang dinamis yang menguasai kapital dengan habitus
dari kompleksitas diakronik yang yang memadai akan menguasai arena dan
terorganisasi, berada seimbang diantara memenangkan pertarungan sosial karena
stabilitas dan perubahan, dengan masing- di dalam arena selalu terjadi pertarungan
masing sisi yang ditafsirkan sebagai sosial (Wiranata, 2020).
sesuatu yang kabur, menggeser tepian
batas antara kemenarikan yang kompleks HASIL PEMBAHASAN
dengan ketegaran relative (Wattimena, Pemikiran Bourdieu boleh
2012) dikatakan membuka tradisi baru dalam
Bourdieu juga menyatakan sosiologi. Alih-alih jatuh pada salah satu
bahwa habitus secara erat berhubungan dualisme di atas, Bourdieu memposisikan
dengan modal (kapital), karena dirinya dalam upaya mendamaikan
sebagian habitus tersebut berperan “oposisi absurd antara individu dan

12
2022. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 5(2): 9-14

masyarakat” Oleh karena itu, logika sebagai basis generatif bagi praktik-
tindakan harus dicari pada sisi rasionalitas praktik yang terstruktur dan terpadu
pelaku-pelakunya. Pendekatan seperti ini secara objektif.’ Ranah sebagai jaringan
tidak jauh berbeda dari model ekonomi seleksi antara posisi-posisi objektif dalam
klasik. Konsep habitus pada Bourdieu suatu tatanan sosial yang hadir terpisah
tidak akan menerima pemisahan ketat dari kesadaran dan kehendak individu.
antara pelaku sosial dan struktur-struktur Bourdieu cenderung menggunakan
yang melingkupinya (Wuriyani, 2019). kalimat panjang, rumit, berlebihan,
Pertama, dalam nalar yang sepele, habitus beranak-pinak dan seperti sengaja
hanya ada selama ia ada “di dalam berjarak dari bahasa kebanyakan sehingga
kepala” aktor yakni ketika masih menjadi nyaris tak terpahami. Tulisan Bourdieu
ide dan kepala merupakan bagian dari dianggap selalu mengulang-ulang
tubuh. Kedua, habitus hanya ada di gagasan yang sama dengan istilah-istilah
dalam, melalui dan disebabkan oleh teknis. Belum lagi konsep-konsepnya
praksis aktor dan interaksi antara dia dan yang menambah kerumitan gaya
ligkungan yang melingkupinya: cara bahasanya. Kritik lain terkait konsepsinya
berbicara, cara bergerak, cara membuat tentang ranah. Pemahaman bahwa ranah
sesuatu, dan lain-lain. Dalam hal ini adalah tanah perjuangan atau pergulatan
secara empiris, habitus bukanlah konsep dianggap mereduksi “dunia kehidupan.”
yang abstrak dan idealis. Ia bukan hanya Hal ini membuat relasi sosial seolah-olah
termanifestasi dalam perilaku, namun hanya terdiri atas pertarungan
merupakan bagian yang integral dari memperebutkan posisi-posisi belaka.
pelaku. Ketiga, transonomi praktis, yang Cara pandang ini mengesampingkan
tampak atau dapat diakses panca indra bentuk-bentuk hubungan lain yang juga
seperti laki-laki atau perempuan, depan penting dalam kehidupan, seperti
atau belakang, atas atau bawah, dan panas hubungan-hubungan kerja sama antar
atau dingin. Menurut Bourdieu, habitus agen. Konsepsi ranah seperti itu juga
merupakan sistem-sistem disposisi menyembunyikan kemungkinan adanya
(skema-skema persepsi, pikiran, dan pengalaman-pengalaman lain, seperti
tindakan yang diperoleh dan bertahan persahabatan, cinta, atau solidaritas, yang
lama) yang berupa gaya hidup (lifestyle), cenderung terabaikan dalam pemahaman
nilai-nilai (values), watak (disponsitions), ranah sebagai arena perjuangan. Adanya
dan harapan (espectation) kelompok rumah yatim piatu, penampungan
sosial tertentu (Fatmawati, 2020) gelandangan, solidaritas untuk para
Manusia sebagai subjek penentu penganggur, atau LSM yang
dengan kesadarannya dan menganggap memprioritaskan pendampingan dan
sepi pengaruh realitas sosial yang tampil advokasi menunjukkan bahwa rasa
sebagai struktur objektif. Untuk tanggung jawab untuk orang lain serta
menjelaskan bagaimana hubungan antara bela rasa mempunyai tempat penting
agensi dan struktur yang tidak linier itu dalam berfungsinya sektor-sektor public .
Bourdieu mengajukan konsep khasnya
yang disebut habitus dan ranah. Habitus
sebagai ‘...suatu sistem yang berlangsung
lama dan berulang-ulang (durable
transposible disposition) yang berfungsi

13
2022. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 5(2): 9-14

SIMPULAN Karnanta, K. Y. (2013). Paradigma TEOri


Pemikiran Pierre Bourdieu Arena Produksi Kultural Sastra:
bukanlah sebuah ide atau gagasan yang Kajian terhadap Pemikiran Pierre
belum ada sebelumnya, tetapi berupa Bourdieu. Poetika: Jurnal Ilmu
pembaharuan pandangan dari pemikir Sastra. 1(1). 3-15.
sebelumnya yang dirasanya tidak tepat. https://doi.org/10.22146/poetika.v1i
Misalanya saja gagasan Bourdieu 1.10420
dipengaruhi oleh pemikiran Marx muda. Krisdinanto, N. (2016). Pierre Bourdieu,
Selain itu, ia berusaha menemukan Sang Juru Damai. KANAL: Jurnal
kekurangan dari pandangan subjektivisme Ilmu Komunikasi, 2(2), 189-206.
dan objektivisme baik dari Levi-Strauss https://doi.org/10.21070/kanal.v2i2.3
mengenai paradigma strukturalisme dan 00
juga pandangan dari fenomenologi dan Ramadhanti, A. P. (Oktober, 2022).
hermeniotik. Pandangan Bourdieu tidak Zygmunt Bauman.
hanya difokuskan pada perkembangan https://www.kompasiana.com/alisya
ilmu sosiologi dan atropologi tetapi ia pasyar/634e950008a8b53abe235072
juga mengritik dan melihat pada bidang /zygmunt-
seni, sastra, jurnalistik, dan juga politik. bauman?page=2&page_images=1
Kritik lain terkait orientasi teoritisnya Suharso, S. P. (2015). Pemikiran
yang diklaim berhasil mendamaikan Sosiologi Kontemporer. In
objektivisme dan subjektivisme. Namun Repository.UNEJ.ac.id. Jember.
banyak yang melihat, orientasi teoritiknya https://repository.unej.ac.id/handle/1
masih terjebak dan mengakar pada 23456789/74460
objektivisme. Posisi teoritisnya dilihat Wattimena, R. A. . (April, 2012). Berpikir
masih menitikberatkan pada determinis. Kritis bersama Pierre Bourdieu –
Rumah Filsafat. Rumah Filsafat, 1–
DAFTAR PUSTAKA 24.
Achmad, Z. A. (2015). Teori Sosial https://rumahfilsafat.com/2012/04/1
Posmodern. FISIP. Universitas 4/sosiologi-kritis-dan-sosiologi-
Airlangga. Surabaya reflektif-pemikiran-pierre-bourdieu/
Bourdieu, P. (2020). Pertanyaan- Wiranata, A. (2020). Perubahan Sosial
Pertanyaan Sosiologi. IRCiSod. dalam Perspektif Pierre Bourdieu.
Yogyakarta https://doi.org/10.13140/RG.2.2.135
Encyclopaedia, B. (Januari, 2023). Pierre 85.04965
Bourdieu French sociologist and Wuriyani, E. P. (2019). Mengenalkan
Public Intellectual. Pemikiran Pierre Bourdieu untuk
https://www.britannica.com/biograp Sastra. 7(1). 7–11.
hy/Pierre-Bourdieu https://doi.org/10.24114/kultura.v1i1
Fatmawati, N. I., & Sholikin, A. (2020). .18301
Pierre Bourdieu Dan Konsep Dasar
Kekerasan Simbolik. Madani Jurnal
Politik Dan Sosial Kemasyarakatan,
12(1), 41–60.
https://doi.org/10.52166/madani.v12
i1.3280

14

Anda mungkin juga menyukai