Anda di halaman 1dari 11

Realitas Sosial dalam Teori Bourdieu

DOSEN PENGASUH :

Dr. NIRZALIN, M.Si.

DISUSUN OLEH :

Nama : Nura Azlina

Nim : 180250032

Kelas :sosiologi 4A

Mata Kuliah: sosiologi modern II

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LHOKSEUMAWE

2020
KATA PENGNATAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “REALITAS SOSIAL MENURUT
TEORI BOURDIEU” Adapun maksud di laksanakannya penyusunan makalah ini tidak lain
adalah untuk memenuhi tugas sosiologi modern II yang di tugaskan agar lebih memahami
tentang realitas sosial.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempunaan.Untuk itu, saya
mohon kritik dan saran pembaca. Dan sebelumnya saya memohon maaf yang sebesar-besarnya
jika ada kesalahan cetak atau bahasa yang kurang baku di dalam makalah ini.

Saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang
memerlukannya di mana sekarang dan di masa yang akan datang.

i
Daftar isi

Kata pengantar......................................................................................................... i

Daftar isi ................................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan................................................................................................... 1

1.1 Latar belakang...................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 2
1.3 Tujuan penulisan.................................................................................................. 2

Bab II Pembahasan.................................................................................................. 3

2.1 Pengertian Realitas Sosial.................................................................................... 3

2.2 habitus.................................................................................................................. 3

2.3 Ranah.................................................................................................................... 5

Bab III Kesimpulan.................................................................................................. 7

3.1 kesimpulan........................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Gagasan dasar pemikiran Bourdieu dalam memahami bagaimana individu berelasi sehingga
membentuk “praktik”. Bagaimana praktik tersebut terjadi dan apa saja yang terlibat dalam
praktik itu, dan bagaimana relasi habitus, arena, kapital, praktik dan kuasa dalam pandangan
Bourdieu. Bourdieu adalah salah satu teoretisi terkemuka yang pemikirannya di gunakan dalam
cultural studies.Pemikiran Bourdieu banyak di pengaruhi oleh Aristoteles, Thomas Aquinas,
Hegel, Marx, Durkheim, Max Weber, Picasso, Franz Fanon, Jean Paul Sartre, Husserl, Ferdinand
de Saussure, Levi Strauss, Wittgenstein, Martin Heidegger, Michel Foucault, dll.

Bourdieu dikenal dengan pengembangan kajian sosiologi kultural dan sosiologi reflektif atau
metasosiologi.Teori sosiologi kultural Bourdieu adalah “teori tentang praktik manusia” yang
memadukan teori yang berpusat pada agen atau aktor (agent centred) dengan penjelasan
objektivisme yang menekankan dimensi struktur dalam membentuk kehidupan sosial. Dasar
pembentukan teorinya tak lepas dari pengalaman Bourdieu sendiri yang kemudian
mempengaruhi bangunan teorinya dalam karya-karyanya, yakni pengalamannya selama di
Aljiers, Aljazair yang melakukan penelitian di masyarakat Aljiers sambil menjadi asisten dosen,
setelah ia lulus dari sekolah filsafat terkemuka di Paris, Prancis, yakni Lycèe Louis le Griand dan
Ècole Normale Supèrieure pada tahun 1951.

Bourdieu memahami realitas sosial sebagai relasi dialektika antara individu (agen, struktur
subjektif) dengan struktur objektif yakni struktur itu sendiri.relasi dialektika ini melibatkan
unsur-unsur subjektif seperti mental individual, struktur pengalaman individual, sruktur kognitif,
dsb yang berdialektika dengan struktur objektif. Dialektika ini menghasilkan “praktik”. Dan
dalam relasi dialektika ini, Bourdieu memunculkan konsep-konsep untuk menjelaskan “struktur
subjektif” dan “objektif” tersebut yakni yang disebutnya sebagai “habitus” dan arena (ranah,
field). Habitus mengacu pada “apa yang ada dan dimiliki oleh agen (individu).Pertemuan habitus
dalam arena memunculkan modal (kapital), yang dapat merupakan kapital sosial, ekonomi,
kultural dan simbolik. Habitus, arena, kapital menghasilkan apa yang disebut Bourdieu sebagai
kuasa simbolik. Berikut penjelasan dan relasi di antara habitus, arena, kapital dan kuasa

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan realitas sosial?
2. Bagaimana teori Bourdieu dalam realitas sosial?
3. Apa perbedaan ranah dan habitut

1.3 Tujuan Masalah


1. Supaya mengerti tentang realitas sosial.
2. Agar mengerti teori boudieu dalam realitas sosial.
3. Supaya mengetahui perbedaan ranah dengan habitut.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Realitas Sosial

Realitas sosial adalah kenyataan atau fakta yang terjadi dalam keadaan norma yang terjadi
dalam pola-pola hubungan masyarakat, realitas sosial yang ada dalam kehidupan sehari-hari
kadang tidak seusuai dengan harapan kebanyakan orang. Ketidak adilan, kekecewaan, ketidak
puasan yang sering di rasakan oleh masyarakat, terlebih terhadap penguasa yang berdampak
nada kehidupan masyarakat luas bahkan juga terpuruknya kondisi bangsa.Bourdieu memahami
realitas sosial sebagai relasi dialektika antara individu (agen, struktur subjektif) dengan struktur
objektif yakni struktur itu sendiri.relasi dialektika ini melibatkan unsur-unsur subjektif seperti
mental individual, struktur pengalaman individual, sruktur kognitif, dsb yang berdialektika
dengan struktur objektif. Dialektika ini menghasilkan “praktik”. Dan dalam relasi dialektika ini,
Bourdieu memunculkan konsep-konsep untuk menjelaskan “struktur subjektif” dan “objektif”
tersebut yakni yang disebutnya sebagai “habitus” dan arena (ranah, field).

2.2 Habitus

Secara Umum Bourdieu menjelaskan bahwa Habitus merupakan alternatif bagi solusi yang
diatawarkan subjektuvisme ( Kesadaran, subjek, dan lain sebagainya, reaksi terhadap “Filsafat
tindakan ganjil” ala strukturalisme yang mereduksi agen menjadi sekadar ‘pengamban’ ( trager
menurut Althusser) atau ekspresi bawah sadar (levis strauss) ‘struktur’ ( Bourdieu : 4 ). Habitus
dapat dirumuskn sebagai sebuah sistem disposisi-disposisi (skema-skema persepsi,pikiran dan
tindakan yang diperoleh dan bertahan lama). Agen-agen individual mengembangkan disposisi-
disposisi ini sebagai tanggapan terhadap kondisi-kondisi obyektif yang dihadapinya. Dengan
cara ini, Bourdieu menteorikan penanaman struktur sosial obyektif ke dalam pengalaman mental
dan subyektif dari si agen.

Membahas habitus secara memadai mengandaikan suatu bentuk epistemologi sejarah dalam
arti mengungkap relevnasi parktis suatu wacana.Konsep ini sebenarnya berasal dari tradisi
pemikiran filsafat, bukan merupakan ciptaan asli Bourdieu.Dalam bahasa Latin, habitus bisa

3
berarti kebiasaan (habitual), penampilan diri (appearance), atau bisa pula merujuk pada tata
pembawaan yang terkait dengan kondisi tipikal tubuh. Selain itu, istilah habitus juga menunjukan
aspek perlengkapan bagi substansi tertentu, seperti yang ditemukan dalam pemikiran Aristoteles
mengenai pembagian ada (being).Ritzer (2009), yang menguraikan konsep habitus Bourdieu,
juga mengungkapkan habitus sebagai “akal sehat” (common sense) yang merefleksikan
pembagian objektif dalam struktur kelas seperti kelompk usia, jenis kelamin, dan kelas sosial.
Dalam hal ini, habitus bisa jadi merpakan fenomena kolektif, dia memungkinkan orang untuk
memahami dunia sosial.

Namun keberadaan berbagai habitus berarti bahwa dunia sosial dan strukturnya tidak
menancapkan dirinya secara seragam pada setiap aktor.Dengan demikian habitus memungkinkan
dibangunnya teori produksi sosial pelaku dan logika tindakan, ia merupakan faktor penjelasan
logika berfungsinya masyarakat. Dalam perspektif ini, sosialisasi menjadi bentuk
pengintegrasian habitus kelas.Ia menghasilkan kepemilikan individu pada kelas dengan
mereproduksi kelas sebagai kelompok yang memiliki kesamaan habitus. Haryatmoko, yang
mengutip Bourdieu (1980:101) mengatakan bahwa “setiap sistem disposisi individu adalah
variabel struktural sistem disposisi yang lain, dimana terungkap kekhasan posisinya di dalam
kelas dan arah yang ditujukan. Gaya pribadi, praktik-praktik kehidupan atau hasil karya, tidak
lain kecuali suatu jarak terhadap gaya khas suatu zaman atau suatu kelas, sehingga gaya itu
mengacu pada gaya umum, tidak hanya melakukan keseragaman, tetapi juga melalui pembedaan
yang menghasilkan pembawaan tertentu”.

Pierre Bourdieu mendefinisikan habitus sebagai pengkondisian yang dikaitkan dengan


syarat-syarat keberadaan suatu kelas. Menurutnya sistem-sistem disposisi tahan waktu dan dapat
diwariskan, struktur-struktur yang dibentuk, yang kemudian akan berfungsi juga sebagai
struktur-struktur yang membentuk adalah merupakan hasil dari suatu habitus. Dengan demikian,
habitus adalah merupakan hasil ketrampilan yang menjadi tindakan praktis (tidak selalu disadari)
yang kemudian diterjemahkan menjadi suatu kemampuan yang kelihatannya alamiah dan
berkembang dalam lingkungan sosial tertentu.

Bourdieu mencontohkan dalam hal penguasaan bahasa, penulisan atau pemikiran. Seniman,
sastrawan, penulis atau pemikir dikatakan mampu menciptakan karya-karya mereka berkat
kebebasan kreatifnya karena mereka tidak lagi menyadari tanda-tanda atau gaya yang sudah

4
mereka integrasikan ke dalam dirinya. Apa yang dipercaya sebagai kebebebasan kereatif
sebetulnya merupakan buah pembatasan struktur-struktur. Jadi habitus menjadi sumber
penggerak tindakan, pemikiran dan representasi.

2.3 Ranah

Ranah sosial obyektif menempatkan persyaratan-persyaratan bagi para pesertanya untuk


keanggotaan, atau katakanlah demikian, dalam ranah bersangkutan.Maka, karena itu struktur
sosial obyektif diserap ke dalam perangkat personal disposisi-disposisi kognitif dan somatik
(somatic).Sedangkan struktur subyektif tindakan agen kemudian disetarakan dengan struktur
obyektif dan urgensi yang masih ada dari ranah sosial tersebut. Maka muncullah kemudian
hubungan yang bersifat doxic (doxa = semacam hymne atau pujian).Doxa adalah kepercayaan
dan nilai-nilai tak sadar, berakar mendalam, mendasar, yang dipelajari (learned), yang dianggap
sebagai universal-universal yang terbukti dengan sendirinya (self-evident), yang
menginformasikan tindakan-tindakan dan pikiran-pikiran seorang agen dalam ranah (fields)
tertentu.

Doxa cenderung mendukung pengaturan sosial tertentu pada ranah tersebut, dan dengan
demikian mengistimewakan pihak yang dominan dan menganggap posisi dominan tersebut
sebagai terbukti dengan sendirinya (self-evident) dan lebih disukai secara universal (universally
favorable).Karena itu, kategori-kategori pemahaman dan persepsi yang membentuk habitus, yang
selaras dengan organisasi obyektif dari ranah bersangkutan, cenderung untuk mereproduksi
struktur utama dari ranah tersebut.Maka Bourdieu melihat habitus sebagai kunci bagi reproduksi
sosial karena ia bersifat sentral dalam membangkitkan dan mengatur praktik-praktik yang
membentuk kehidupan sosial.

Individu-individu belajar untuk mendambakan hal-hal yang dimungkinkan bagi mereka, dan
tidak mengaspirasi hal-hal yang tidak tersedia bagi mereka. Kondisi-kondisi di mana individu
hidup membangkitkan disposisi-disposisi (kecondongan) yang cocok dengan kondisi-kondisi
tersebut (termasuk selera pada seni, sastra, makanan, dan musik), dan dalam arti tertentu mem-
pra-adaptasi terhadap tuntutan-tuntutan dari kondisi tersebut.Praktik-praktik yang paling tidak
dimungkinkan dengan demikian disisihkan, sebagai hal-hal yang tak terbayangkan, lewat

5
semacam ketundukan segera terhadap tatanan tertentu. Tatanan tersebut membuat agen-agen
condong untuk mengerjakan sesuatu dengan suka hati, yaitu untuk menolak apa yang secara
kategoris memang tertolak, dan untuk menghendaki hal-hal yang memang tidak terhindarkan.

6
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Realitas sosial adalah kenyataan atau fakta yang terjadi dalam keadaan norma yang terjadi
dalam pola-pola hubungan masyarakat, realitas sosial yang ada dalam kehidupan sehari-hari
kadang tidak seusuai dengan harapan kebanyakan orang. Ketidak adilan, kekecewaan, ketidak
puasan yang sering di rasakan oleh masyarakat.. Bourdieu memahami realitas sosial sebagai
relasi dialektika antara individu (agen, struktur subjektif) dengan struktur objektif yakni struktur
itu sendiri.relasi dialektika ini melibatkan unsur-unsur subjektif seperti mental individual,
struktur pengalaman individual, sruktur kognitif, dsb yang berdialektika dengan struktur objektif.

Habitus adalah struktul mental atau kognitif yang dengannya orang berhubungan dengan
dunia sosial, sedangkan ranah atau arena adalah obyektif menempatkan persyaratan-persyaratan
bagi para pesertanya untuk keanggotaan, atau katakanlah demikian, dalam ranah bersangkutan.

7
DAFTAR PUSTAKA

 Ritzer, George Teori Sosiologi Modern. Edisi Ketujuh. Terj. Triwibowo BS, Jakarta:
Kencana, 2014.
 Shusterman, Richard. Bourdieu: A Critical Reader. Massachusetts, USA: Blacwell
Publishers Inc.,2000.
 Fashri, Fauzi.pierre Bourdieu:Menyingkapi Kuasa symbol.Yogyakarta: Jalasutra,2014.
 Jurnal pierre Bourdieu, Krisdinanto nanang. Sang juru damai, staf pengajar ilmu
komunikasi Universitas kotolik widya Mandala.

Anda mungkin juga menyukai