Anda di halaman 1dari 5

A.

Pierre Bourdieu
Bourdieu merupakan tokoh terkenal dalam bidang filsafat dan
sosiologi.Bourdieu memiliki nama asli atau nama Panjang Pierre Félix Bourdieu.
Bourdieu merupakan seorang filsuf, sosiolog, etnolog, dan anthropolog kondang
berkebangsaan Perancis pada abad ke-20(Haryatmoko, 2003).Sebagai seorang filsuf
yang ahli dalam bidang ilmu filsafat memiliki banyak karya dan cangkupan yang luas
.Dalam karirnya Bourdieu dikenal sebagai pakar sosiologi Pendidikan daripada
bidang dan pakar-pakar kajian sosiologi lainnya.
Pierre Bourdieu lahir pada 01 Agustus 1930 di Denguin, di kawasan pedesaan
Béarn, Pyrenia Atlantik, di kaki gunung Pyrénées, tepatnya di barat daya
Prancis.Berdasarkan bukunya ia menjelaskan bahwa keluarganya berasal dari
kalangan menengah kebawah .Sehingga pernah merasa rendah diri terhadap
lingkungannya. Ayahnya bekerja sebagai penjaga toko, dan kemudian beralih profesi
menjadi pegawai pemerintah di kantor pos desa.Keluarga Pierre Bourdieu tidak
memiliki uang yang cukup untuk menyekolahkan anak-anaknya namun mendapatkan
beasiswa karena memiliki kepintaran sehingga disekolahkan oleh pihak pemerintah.
Bourdieu memperoleh pendidikan formal di lycée—pendidikan setingkat
Sekolah Menengah Atas—di Pau, dan kemudian pindah ke lycée Louis-le-Grand di
Paris(Achmad et al., 2015). Pada tahun 1951, Bourdieu diterima di Teachers College,
Ecole Normale Supérieure (ENS), sebuah lembaga pendidikan tinggi yang sangat elite
di Prancis. Di Ecole Normale Supérieure, karena merasa berasal dari desa di daerah
terpencil yang— dapat dibilang: hampir tidak dikenal, dan secara ekonomi berasal
dari kalangan menengah bawah.Bourdieu mengalami Cultural-Shock karena merasa
rendah diri karena tidak memiliki kekayaan yang berlebih .Selain itu,temn-temannya
berasal dari keluarga yang kaya dan mampu beli barang-barang dan fasilitas yang
mewah. Konon, kepada Jecques Derrida, teman satu angkatannya, Bourdieu
mengatakan: “Saya tidak pernah menjadi anggota yang gembira di universitas, dan
saya tidak pernah mengalami dan takjub terhadap keajaiban di dalamnya, terutama di
tahun-tahun pertama sebagai mahasiswa baru.”(Dan, n.d.)
Pada tahun 1962, saat berusia 32 tahun, Bourdieu menikah dengan Mare-
Claire Brizard. Dari hasil perkawinannya tersebut, Bourdieu dikaruniai tiga orang
putra .Pernikahan Bourdieu berjalan harmonis namun pernikahan tidak berlangsung
lama karena Bourdieu mengalami atau terserang penyakit yang menggerogoti
tubuhnya yaitu poenyakit kanker(Haryatmoko, 2003).
Pada tahun 1955, Bourdieu memperoleh Agregasi Filsafat, agrégé de
philosophie, meskipun ia menolak membuat tesis. Penolakan itu ia lakukan sebagai
reaksi terhadap struktur pendidikan di Prancis yang sentralistik dan otoriter, serta
tumpulnya pendidikan di Prancis ketika itu(Achmad et al., 2015).
Pada tahun 1956, Bourdieu mendapat panggilan wajib militer bersama tentara
Prancis di Aljazair selama dua tahun. Berarti, di sekolah ini, Bourdieu mengajar tidak
terlalu lama, hanya sekitar satu tahun. Setelah selesai menjalani wajib militer selama
dua tahun, 1958, Bourdieu tidak langsung kembali ke Prancis. Ia mengajar di Fakultas
Sastra di Alger (di Universitas Aljazair) hingga tahun 1960 sambil melakukan
penelitian empiris tentang masyarakat Aljazair(Achmad et al., 2015).
Pada tahun 1981, Bourdieu diangkat sebagai ahli sosiologi di Collège de
France, dan sebagai direktur lembaga tersebut, menggan- tikan posisi Raymond
Aron.Bourdieu merupakan ahli sosiologi terkenal pada masa tersebut di
Perancis.Sebagai seorang sosiolog Bourdieu melakukan banyak penelitian empiris
terhadap kehidupan sosial . Bourdieu sangat serius melawan mekanisme-mekanisme
dominasi sosial, serta membela kelompok-kelompok yang tertindas dan termar-
ginalkan(Dan, n.d.).Pada pemikirannya Bourdieu memiliki beberapoa konsep penting
yang dijadikan sebagai acuan dalam teorinya.Teori yang dimiliki oleh Pierre Bourdieu
dikenal sebagai Teori Gado-gado.Sedangkan konsep penting didalamnnya yaitu
habitus, champ (ranah perjuangan), kekuasaan simbolik, dan modal budaya(Mangihut,
2016).
Pierre Bourdieu meninggal dunia pada tanggal 23 Januari 2002, setelah
tubuhnya digerogoti penyakit kanker (Mangihut, 2016).Bourdieu dimakamkan di
Père Lachaise, sebuah pemakaman terkenal di sebelah timur laut kota Paris.
Borudieu dikubur di antara kuburan jasad sosiolog terkenal Saint-Simon dan
makam pendiri gastronomi Prancis, Brillat Savarin. Konon, di pemakaman ini
juga August Comte, Maurice Merleau-Ponty, Balzac, Modigliani, Oscar Wilde,
dan Jim Marrison dikuburkan(Mangihut, 2016).
B. Latar Belakang Munculnya Teori “Gado-gado “ Oleh Pierre Bourdieu Perspektif
Postmodernism

Sebagai seorang sosiolog ternama Bourdieu memiliki banyak karya-karya


yang sering dijadikan kutipan dalam kegiatan penelitian (Achmad et al.,
2015).Bourdieu merupakan salah satu tokoh yang masuk dalam
Postmodernism.Konsep penting yang dimiliki oleh Bourdieu asli dari hasil
pemikirannya ,namun pemikiran tersebut telah dipengaruhi oleh tokoh yang sudah ada
pada aliran sebelumnya atau pada masa sebelumnya(Mangihut, 2016). Konsep
penting dalam teori praktik Bourdieu yaitu, habitus, arena/ranah/medan (field),
kekerasan simbolik (symbolic violence), modal (capital), dan strategi (strategy)
(Mangihut, 2016).Bourdieu awalnya menggeluti di bidang filsafat dan menjadi
seorang filsuf namun terjadi perubahan minat Bourdieu ke bidang ilmu sosial atau
sosiologi. Seperti dikemukakan Haryatmoko (2003), perubahan ini dipengaruhi oleh
keprihatinan Bourdieu terhadap lingkungan sosial dan hasratnya terhadap
perubahan.Perubahan yang dimnaksudkan yaitu terkait pandangan terhadap
masyarakat kelas bawah yang telah termarjinalkan atau didiskriminasikan oleh pihak
pemerintah .

Pemikiran Bourdieu dilatarbelakangi oleh pertentangan tajam yang telah


terjadi antara dua kubu yang berseteru yaitu kubu pertama “Strukturalisme” dan kubu
kedua yaitu”Eksistensialisme”. Bertitik tolak dari pemikiran kedua aliran ini,
Bourdieu membuat teori campuran atau teori gado-gado.Disebut gado-gado karena
hasil dari pencampuran antara dua kubu yang memberikan rasa da memberikan
pandangan baru terhadap ilmu sosial (Mangihut, 2016).Teori struktural dan teori
eksistensialisme memiliki latar belakang dan pandangan yang berbeda terhadap ilmu
sosial bahkan sering disebut bertentangan (Mangihut, 2016).

Bourdieu tidak setuju akan Aliran Strukturalisme Saussure, Levi-Strauss, dan


Strukturalisme Marxis, alasannya aliran strukturalis berfokus pada struktur-struktur
objektif dan mengabaikan proses konstruksi sosial(Achmad et al., 2015). Menurut
Bourdieu, struktur juga terdapat dalam dunia sosial dan struktur objektif merupakan
hal yang independen dari kesadaran dan kehendak agensi yang mampu menuntun atau
membimbing praktik dan representasinya(Haryatmoko, 2003).Teori strukturalisme
terlalu menekankan determinisme struktur, sehingga mematikan peran
subjek.Sedangkan Eksistensialisme terlalu menekankan kebebasan individu (agen)
dalam berperilaku dan mengabaikan pengaruh dari struktur (norma atau aturan).

Levi-Srauss dan Jean Paul Sartre merupakan tokoh sentral dalam pemeikiran
Bourdieu .Selain itu ada Max dan Weber . Kedua tokoh ini menjadi tokoh yang sangat
sentral dalam pemikiran Bourdieu sehingga melahirkan teori srukturalisme
konstruktif.Kebudayaan merupakan struktur yang sudah ada dari sananya.
Kebudayaan bentuknya given atau pemberian bukan konstruksi (Mangihut,
2016).Kebudayaan mempengaruhi seseorang tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan .Sehingga terjadi perbedaan antara seseorang yang tinggal di pedesaan
dan perkotaan.

Teori yang dikemukakan oleh Pierre-Felix Bourdieu disebut teori struktural


konstruktif atau sering juga disebut teori praktik sosial(Mangihut, 2016). Menurut
teorinya, ada hubungan yang saling memengaruhi antara subjektifitas dan objektifitas,
antara agen dan struktur. Pemikiran aliran struktural yang diwakili oleh Levi-Srauss,
dan teori eksistensialisme oleh Jean Paul Sartre.

C. Tokoh-tokoh Yang Mempengaruhi Pemikiran Pierre Bourdieu

Bourdieu merupakan salah seorang tokoh sosiologi kultural.Sehingga menggeluti


disebut atau berdedikasi pada kajian ilmu kebudayaan yang berada di lingkungan sosial
(Haryatmoko, 2003).

D. Konsep Penting Dalam Pemikiran Pierre Bourdieu


E. Modal
Modal (capital) adalah konsepsi yang biasa dipakai dalam khasanah ilmu
ekonomi, yang menunjuk pada uang atau barang yang digunakan sebagai pokok,
sebagai dasar, atau sebagai bekal usaha (berdagang atau apa pun jenis usahanya)
untuk menghasilkan sesuatu yang dapat menambah kekayaan. Borudieu
menggunakan istilah capital (modal) dalam konsepsi sosiologinya untuk menjelaskan
hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat, karena capital (modal) memiliki
ciri-ciri yang, menurut Bourdieu, dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-
hubungan kekuasaan dalam masyarakat tersebut(Achmad et al., 2015)
Dalam konteks pemikiran Bourdieu, konsep capital (modal) dipakai untuk
menunjuk keseluruhan sumber daya atau kualitas yang dimiliki oleh individu-individu
atau posisi-posisi sosial yang memiliki pengaruh atau nilai sosial. Selain itu, dalam
sosiologi Bourdieu, konsep modal juga digunakan [sebagai alat] untuk memetakan
hubungan- hubungan kekuasaan dalam masyarakat, dan untuk mengelompokkan
masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial tertentu. Menurut Bourdieu, semakin besar
sumber daya (capital) yang dimiliki, baik dari segi komposisi maupun jumlahnya
(diferensiasi dan distribusinya), maka akan semakin besar pula kekuasaan yang
dimiliki seseorang(Achmad et al., 2015).
F. .. KEKERASAN
Kekuasaan simbolik dan kekerasan simbolik, keduanya merupakan akibat logis dari
mobilisasi modal-modal simbolik. Bourdieu menyebut kekuasaan untuk
mendominasi kelompok yang kurang beruntung—kelompok atau orang-orang yang
tidak memiliki [akses untuk mendapatkan dan menguasai] jenis-jenis modal simbolik
—sebagai kekuasaan simbolik; dan menyebut pelaksanaan kekuasaan (praktik-praktik
kekuasaan) tersebut sebagai kekerasan simbolik.Bourdieu mendiskripsikan kekerasan
simbolis sebagai pemaksaan sistem simbolisme dan makna terhadap kelompok atau
kelas. Bourdieu menyebut segala bentuk kekerasan yang keberadaannya disadari dan
diterima sebagai sesuatu yang sah, sebagai sesuatu yang legitimate, sebagai sesuatu
yang sudah semestinya, dan sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja, dan sebagai
sesuatu yang wajar-wajar saja itu dengan istilah doxa(Mangihut, 2016)

Anda mungkin juga menyukai