Anda di halaman 1dari 16

Pendahuluan

Mahasiswa merupakan seseorang yang sedang menjalani proses belajar


di tingkat perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, institut dan
universitas (Hartaji, 20212:5). Mahasiswa baru merupakan status yang
disandang oleh seseorang di tahun pertama kuliahnya. Mahasiswa yang
merantau dalam hal ini disebut dengan mahasiswa perantauan yaitu mahasiswa
yang dalam proses belajarnya di perguruan tinggi sedang meninggalkan
kampung halaman atau tempat tinggalnya (Dewa, 2015). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa asli mengacu pada mahasiswa pribumi
yang berasal dari tempat yang bersangkutan.

Pada awal menempuh pendidikan di perguruan tinggi, mahasiswa


dihadapkan pada berbagai macam tantangan dan perubahan dalam hidup. Ini
disebabkan oleh adanya perbedaan sifat pendidikan di Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan perguruan tinggi, perbedaan tersebut meliputi perbedaan kurikulum
dan sistem pembelajaran, disiplin, serta hubungan antara mahasiswa dan dosen
(Zubir, 2012 dalam Maulina B, Sari DR. 2018). Seorang Mahasiswa yang
berusia 18-25 tahun masuk dalam tahap perkembangan. Tahap ini digolongkan
pada masa remaja akhir sampai dewasa awal (Danim, 2013:112-113) dalam
(Hulukati W, Djibran MR. 2018). Tugas-tugas perkembangan pada masa
remaja dan dewasa awal seperti menjalin hubungan baik dengan teman sebaya,
menjalin peran sosial yang baik sebagai perempuan atau laki-laki, dapat mandiri
dalam mengatur jaminan ekonomi, menentukan masa depan, berperilaku yang
baik, dan bertanggung jawab secara sosial serta menentukan pasangan hidup.

Menurut Havighurst (1961) dalam Jannah M. (2015) mengartikan tugas-


tugas perkembangan sebagai “tugas yang muncul pada periode tertentu dalam
rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan
akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas
berikutnya, sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan
ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan
penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas
berikutnya.
Mahasiswa tentunya memiliki tugas perkembangan yang harus
terpenuhi. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah
yang berhubungan dengan penyesuaian sosial (Hurlock, 1990). Penyesuaian
sosial tersebut yang menyebabkan stres. Faktor yang mempengaruhi stres pada
mahasiswa meliputi perbedaan kurikulum, sistem pembelajaran, disiplin, serta
hubungan adaptasi dengan dosen maupun mahasiswa lain. Zubir (2012) dalam
Maulina B, Sari DR (2018).

Faktor stres lainnya yang dialami oleh mahasiswa baru adalah harus bisa
hidup mandiri, menyesuaikan diri dengan teman dan kegiatan-kegiatan baru
serta menghadapi beragam budaya yang ada di lingkungan baru hal ini menurut
Shafira (2015) dalam Maulina B, Sari DR (2018). Lingkungan baru yang
dihadapi mahasiswa meliputi lingkungan perguruan tinggi maupun lingkungan
tempat tinggal yang mengharuskan mahasiswa untuk melakukan penyesuaian
diri hal ini juga menimbulkan stres. Stres merupakan respon individu terhadap
keadaan atau kejadian yang memicu stres, yang mengancam dan mengganggu
kemampuan seseorang untuk menanganinya. Santrock (2007) Diponegoro, A.
M., & Thalib, S. B. 2001; Dari, P. T. S. D., & Ibu, D. S. (2012) dalam Barseli
M, Ifdil I, Nikmarijal N. (2017).

Stres yang tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi kondisi


psychological well-being seseorang. Ryff (1989) dalam teori Psychological
well-being menjelaskan bahwa psychological well-being merupakan suatu
konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas
dalam kehidupan sehari-hari, serta mengarah pada ungkapan perasaan-perasaan
pribadi atas apa yang dirasakan individu sebagai hasil dari pengalaman
hidupnya. Enam dimensi psychological well-being menurut Ryff (dikutip dalam
Compton, 2005) yaitu dimensi Self- Acceptance, dimana individu yang
memiliki penerimaan diri adalah individu yang memiliki sikap positif terhadap
dirinya, mau menerima hal baik maupun yang buruk, dan berpikiran positif
terhadap kehidupan di masa lalu. Sebaliknya individu yang memiliki
penerimaan diri rendah adalah individu yang merasa tidak puas pada keadaan
dirinya, merasa kecewa terhadap kejadian yang telah terjadi dalam hidup. (Ryff,
1989).

Dimensi Positive Relations with Others adalah individu yang memiliki


kehangatan, kepuasan, kepercayaan pada hubungan dengan orang lain, rasa
empati, afeksi dan kelekatan. Jika individu yang tidak memiliki hubungan
positif dengan orang lain akan sulit menemukan kehangatan, keterbukaan dan
keterkaitan dengan orang lain. Selain itu, individu tersebut terisolasi dan merasa
frustasi dalam menjalin suatu hubungan interpersonal, dan bahkan tidak
bersedia melakukan kompromi atau diskusi guna mempertahankan hubungan
dengan orang lain (Ryff, 1989).

Dimensi Autonomy adalah individu yang mandiri, mampu mengatur


perilaku dan dapat mengevaluasi dirinya sesuai standar pribadi. Sedangkan,
individu yang tidak memiliki otonomi akan berkaitan pada ekspektasi, harapan,
evaluasi atau penilaian orang lain, sehingga individu mengandalkan penilaian
orang lain untuk membuat keputusan penting. Di samping itu, individu berpikir
dan melakukan suatu tindakan berdasarkan tekanan- tekanan sosial (Ryff,
1989). Dimensi Environmental Mastery dimiliki oleh individu yang
mempunyai rasa penguasaan dalam mengelola lingkungan, mampu mengontrol
hal-hal yang berasal dari aktivitas luar, menggunakan kesempatan dengan
efektif. Sedangkan individu yang tidak memiliki penguasaan lingkungan adalah
individu yang mempunyai kesulitan dalam mengatur kegiatannya sehari- hari.
(Ryff, 1989).

Dimensi Personal Growth adalah yang memiliki rasa untuk terus


berkembang serta mau bertumbuh dan mengembangkan diri pada pengalaman
baru. Selain itu individu tersebut sadar akan kemampuan atau potensi diri,
mampu melihat peningkatan perilaku dirinya dari waktu ke waktu, serta dapat
melakukan perubahan dengan efektif sesuai perkembangan pengetahuan. Disisi
lain, individu yang tidak memiliki perkembangan pribadi yaitu individu yang
tidak mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, serta merasa tidak dapat
mengembangkan sikap atau perilaku baru (Ryff,1989).

Dimensi Purpose in Life adalah Individu yang memiliki tujuan dan rasa
untuk mengarahkan kehidupan serta merasakan makna dari masa sekarang dan
masa lalu, memiliki kepercayaan atau keyakinan pada tujuan hidup yang dia
tentukan. Sebaliknya individu yang tidak memiliki tujuan hidup adalah individu
yang kurang memiliki arah hidup serta tujuan hidup dan tidak memiliki
gambaran atau keyakinan pada yang memberi makna hidup (Ryff, 1989). Faktor
yang mempengaruhi psychological well-being menurut Ryff & Singer (2008)
adalah faktor psikososial, para ahli menghubungkan aspek-aspek sosial well-
being dengan konstruk-konstruk psikologis seperti emosi, kepribadian, tujuan
pribadi, spiritualitas. Well-being juga dipengaruhi oleh pengalaman hidup, usia,
jenis kelamin, status ekonomi, perubahan status perkawinan, trauma membuka
diri (Ryff & Singer 2008).

Dimensi psychological well being juga berhubungan dengan bagaimana


seseorang dapat mandiri dan tidak menunjukan ketergantungan, mampu
menghadapi tekanan sosial dengan berpikir dan bertindak dalam suatu cara
tertentu hal ini dikemukakan oleh teori Ryff (1989) dalam Rahman, PL, &
Yusuf, EA. (2012).

Menurut Maganga 2009 (dalam Wijanarko E, Syafiq M 2013)


menyebutkan bahwa kecenderungan mahasiswa asing untuk mengelompok
dengan mahasiswa dari daerah asal atau etnis yang sama sebagai hambatan
adaptasi sosial. Hal ini disebabkan karena pendatang cenderung memandang
kehadiran mereka bersifat sementara. Akibatnya, mereka cenderung untuk tidak
berupaya maksimal dalam mengambil pengalaman interaksi dengan masyarakat
lokal ketika muncul hambatan-hambatan adaptasi sehingga mempengaruhi
psychological well-being mereka.

Berdasarkan informasi dari Badan Administrasi dan Registrasi


Universitas Kristen Satya Wacana, jumlah mahasiswa pendatang adalah 8.641
dan jumlah mahasiswa asli salatiga adalah 7.660 orang. Hasil wawancara
singkat yang dilakukan peneliti kepada mahasiswa baru angkatan 2021 yang
berinisial PL, FT, MP, DL, AS, BS, dari beberapa fakultas yang ada
disimpulkan bahwa tahun pertama memasuki dunia perkuliahan mereka
kesulitan saat beradaptasi dikarenakan belum mengetahui, mengenali,
memahami karakter masing-masing orang disekitar. Alasan lain adalah, mereka
harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda dengan beragam
budaya, agama dan kebiasaan-kebiasaan yang ada, baik lingkungan tempat
tinggal maupun lingkungan kampus, kost, asrama/kontrakan. Serta merasa sulit
atau canggung untuk menjalin komunikasi dengan sesama dan kesulitan dalam
proses pembelajaran.

Penelitian ini hendak menjawab pertanyaan bagaimana perbedaan


psychological well-being pada mahasiswa baru penduduk asli Salatiga dan
mahasiswa baru pendatang. Berdasarkan permasalahan yang disampaikan,
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan
psychological well-being pada mahasiswa asli Salatiga dan pendatang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan psychological


well-being pada mahasiswa baru asli Salatiga dan pendatang. Manfaat dalam
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti,
serta mengetahui lebih jauh tentang kondisi psychological well-being
khususnya bagi mahasiswa baru. Manfaat bagi industri pendidikan diharapkan
dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa mahasiswi tentang
psychological well-being
METODE

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan


komparatif. Penelitian ini dilakukan kepada Mahasiswa baru berdomisili di Salatiga dan
pendatang yang ada di UKSW Salatiga, dan dilaksanakan pada bulan April-Juli 2022 di
Kota Salatiga, Jawa Tengah. Responden dalam penelitian ini berjumlah 390 orang yang
sudah dihitung menggunakan rumus slovin. Responden dibagi menjadi dua kelompok
variabel yang berjumlah 195 orang mahasiswa baru pendatang dan 195 orang
mahasiswa baru asli Salatiga, hal ini dilakukan agar dapat membandingkan kedua
kelompok dengan jumlah yang sama sesuai dengan syarat penggunaan rumus uji T.
Responden dalam penelitian ini dipilih menggunakan teknik mini survei dengan kriteria
inklusi: a) Mahasiswa baru pendatang dari luar Salatiga angkatan 2021 b) Mahasiswa
baru berdomisili Salatiga angkatan 2021 c) Sehat fisik maupun mental d) Bersedia
menjadi Responden dalam penelitian ini. Sesuai data demografi Mahasiswa pendatang
berasal dari luar Salatiga yaitu Kalimantan, Sulawesi, Manado, NTT, Papua, Medan,
Batak, Lampung dll.

Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
kuesioner baku variabel psychological well-being yang diukur menggunakan skala six-
dimensional psychological well-being yang diterjemahkan dengan prosedur forward-
backward translation ke dalam bahasa Indonesia pada penelitian Triwahyuni dan
Prasetio (2021). Uji validitas dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA) telah
dilakukan dan diperoleh validitas alat ukur yang relatif meyakinkan (RMSEA = 0,074;
SRMR = 0,072; CFI = 0,95). Aitem nomor 9 (“Saya pikir penting untuk mendapatkan
berbagai pengalaman baru yang dapat menstimulasi cara berpikir saya tentang diri dan
dunia saya”) dan nomor 37 (“Saya menilai diri saya berdasarkan nilai yang saya pikir
penting, anggap penting”) tidak diikutsertakan karena tidak bernilai signifikan.
Kemudian, uji reliabilitas pada kuesioner dilakukan dengan hasil skor koefisien
reliabilitas (Cronbach’s alpha) 0,930. Reliabilitas per dimensinya dijabarkan
menggunakan nilai koefisien Cronbach alpha sebagai berikut: 0,723 (otonomi); 0,795
(penguasaan lingkungan); 0,723 (pertumbuhan diri); 0,772 (relasi positif); 0,844 (tujuan
hidup); dan 0,844 (penerimaan diri). Terdapat total 40 aitem yang dapat mengukur baik
psychological well-being secara keseluruhan, maupun enam dimensinya secara terpisah.
Alat ukur ini menggunakan skala 1-6 yang menggambarkan persetujuan terhadap
pernyataan mulai dari sangat setuju diberi skor 6, setuju diberi skor 5, agak setuju diberi
skor 4, agak tidak setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2, sangat tidak setuju
diberi skor 1. Pada kuesioner juga terdapat pertanyaan mengenai data demografi yang
terdiri dari latar belakang pendidikan, pendapatan perbulan, dan status perkawinan. Data
demografi ini dihimpun untuk melihat karakteristik responden yang nantinya dapat
digunakan sebagai data pendukung dalam deskripsi well-being.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji T Mann-
Whitney U, hal ini dilakukan karena tidak terpenuhinya uji asumsi berupa data yang
tidak berdistribusi normal dengan hasil signifikan 0,000 (p= >0,05). Hasil analisis
hipotesis dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 25.
Hasil Penelitian

Karakteristik Responden
Tabel Profil Demografi Mahasiswa Pendatang dan Asli Salatiga.
Penelitian ini melibatkan mahasiswa pendatang sebanyak 195 orang dan asli Salatiga
sebanyak 195 orang angkatan 2021, dengan kriteria sebagai berikut :
Variabel Jumlah (n=390) Presentase (%)
Asal Daerah
Mahasiswa Pendatang 195 50%
Mahasiswa Asli Salatiga 195 50%
Total 100%
Jenis Kelamin
Laki-laki 167 43%
Perempuan 223 57%
Total 100%
Pendidikan Terakhir
SMA/SMK 364 93%
S1 (Sarjana) 26 7%
Total 100%
Usia
17-20 tahun 333 85%
21-25 tahun 57 15%
Total 100%
Status Perkwinan
Menikah 12 3%
Belum menikah 377 96%
Cerai 1 1%
Total 100%

Pendapatan Perbulan
Rp. 500.000-1.000.000 105 27%
< Rp. 500.000 187 48%
> Rp. 1.500.000 98 25%
Total 100%

Pada Tabel distribusi karakteristik responden diatas menunjukan bahwa mahasiswa


pendatang angkatan 2021 sebanyak 195 responden dan asli Salatiga sebanyak 195 responden.
Responden dalam penelitian ini paling banyak berusia 17-20 tahun. Distribusi frekuensi
responden berdasarkan jenis kelamin terdapat 57% dengan jenis kelamin perempuan dan 43%
jenis kelamin laki-laki. Distribusi frekuensi berdasarkan status pernikahan 96% belum
menikah, 3% berstatus menikah dan 1% cerai. Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan
terakhir paling banyak 93% SMA/SMK, diikuti 7% S1(Sarjana). Selain itu distribusi frekuensi
berdasarkan pendapatan perbulan/uang saku paling banyak 48% <Rp. 500.000, >Rp. 500.000-
1.000.000 sebanyak 27%, dan 25% >Rp. 1.500.000 .

Psychological Well-Being Mahasiswa Baru Pendatang dan Asli Salatiga


Tabel Hasil Kategorisasi PWB Mahasiswa Pendatang dan Asli Salatiga
Responden Skor Kategori Frekuensi Presentase (%)
(n=390)
Mahasiswa Pendatang X > 173 Tinggi 50 25%
107 < X < 173 Sedang 144 74%
X < 107 Rendah 1 1%
Total 195 100%
Mahasiswa Asli Salatiga X > 173 Tinggi 30 15,4%
107 < X < 173 Sedang 165 84,6%
X < 107
Total 195
100%

Tabel kategorisasi diatas terlihat bahwa responden pada mahasiswa pendatang memiliki
skor tinggi yaitu sebanyak 50 responden dengan persentase 25%, skor sedang sebanyak 144
responden dengan persentase 74%, diikuti skor rendah 1 responden dengan persentase 1%.
Sedangkan mahasiswa asli Salatiga memiliki skor tinggi yaitu sebanyak 30 responden dengan
persentase 15,4%, diikuti skor sedang sebanyak 165 responden dengan persentase 84,6%.

Kategori Skor Psychological Well-Being Berdasarkan Dimensi


Hasil PWB Per-dimensi Mahasiswa Baru Pendatang dan Asli Salatiga
Responden Dimensi PWB Mean (M) Interpretasi
Mahasiswa Otonomi 25,8154 Sedang
Pendatang Relasi positif 19,1436 Tinggi
Tujuan hidup 27,9231 Sedang
Penguasaan lingkungan 27,0615 Tinggi
Perkembangan pribadi 21,9949 Sedang
Penerimaan diri 28,5538 Tinggi
Mahasiswa Asli Otonomi 25,3487 Sedang
Salatiga Relasi positif 28,8769 Tinggi
Tujuan hidup 27,1949 Sedang
Penguasaan lingkungan 27,1744 Tinggi
Perkembangan pribadi 21,4103 Sedang
Penerimaan diri 27,8821 Tinggi
Tabel diatas menunjukan hasil bahwa dimensi psychological well-being relasi positif,
penguasaan lingkungan, dan penerimaan diri pada mahasiswa pendatang dan asli Salatiga
tergolong tinggi. Kemudian pada dimensi psychological well-being otonomi, perkembangan
pribadi dan tujuan dalam hidup tergolong sedang.
Uji T Mann-Whitney Test
Hasil Psychological Well-being Mahasiswa Pendatang dan Asli Salatiga
Variabel Responden Frekuensi Mean (m) Asymp. Sig
(n=390) (2-tailed)
Psychological Mahasiswa Pendatang 195 199.51 0,483
Well-Being Mahasiswa Asli Salatiga 195 191.49

Total 390
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan hasil nilai signifikan-t
hitung sebesar 0,483 yang artinya (p value= < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikasi psychological well-being pada mahasiswa pendatang dan asli
Salatiga.

Pembahasan

Penelitian dilakukan pada mahasiswa yang telah menjalani proses kuliah selama satu
tahun. Situasi ini memberikan pengaruh terhadap hasil yang didapatkan. Bagi mahasiswa luar
Salatiga, waktu satu tahun adalah masa transisi yang cukup untuk bisa melakukan adaptasi.
Disisi lain mahasiswa asal Salatiga, tentunya cenderung terbiasa dengan lingkungan, budaya,
dan aktivitas dikarenakan berdomisili di Salatiga. Oleh karenanya, baik mahasiswa pendatang
maupun asli Salatiga menunjukan tingkat well-being yang sama, meskipun pada beberapa
faktor penentu memiliki perbedaan.
Analisis di atas didukung dengan penelitian yang dilakukan Mitasari dan Istikomayanti
(2017) bahwa tahun pertama adalah waktu yang digunakan mahasiswa untuk berproses
menghadapi tantangan sebagai mahasiswa baru, yang terbesar adalah culture shock pada
mahasiswa pendatang. Situasi ini memungkinkan mahasiswa memiliki tingkat well-being yang
rendah. Ketika menghadapi situasi ini, mahasiswa pendatang berupaya untuk melakukan
penyesuaian diri dengan aktif menjalin pertemanan dengan mahasiswa lokal. Hal yang sedikit
membedakan dengan hasil penelitian ini bahwa, tingkat well being mahasiswa baru rata-rata
ada pada tingkat sedang. Hasil ini dapat diperkuat dengan keberadaan para senior tiap etnis
yang terbentuk di kampus UKSW Salatiga.
Para senior etnis memiliki peranan besar, terutama mereka yang tergabung dalam
organisasi etnis-etnis di UKSW. Keberadaan organisasi ini sangat membantu Mahasiswa baru
dalam melakukan penyesuaian diri secara cepat sehingga shock culture yang terjadi, tidak
berdampak secara signifikan terhadap well-being mereka. Sebaliknya, mahasiswa cenderung
merasa aman dan nyaman dengan lingkungan, dan secara bertahap dapat beradaptasi dalam hal
makanan, pola komunikasi dan budaya setempat.
Kemampuan beradaptasi dengan cepat ini menjawab teori adaptasi oleh Calista Roy
(1970) yang menjelaskan bahwa lingkungan sekitar menjadi suatu unsur penting yang
berpengaruh terhadap perkembangan dan perilaku individu. Pada dua penelitian lain ditemukan
secara konsisten bahwa penerimaan diri, penguasaan lingkungan, dan tujuan dalam hidup
merupakan dimensi yang sangat penting bagi mahasiswa baru sebagai landasan untuk
memenuhi tuntutan dunia perkuliahan (Bowman, 2010; Freire et al., 2016).
Mahasiswa pendatang dan asli Salatiga memiliki nilai relasi positif, penguasaan
lingkungan, dan penerimaan diri yang tinggi. Hal ini disebabkan adanya pandangan positif
dalam diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan sekitar. Dikutip dari Solopos.com dengan
adanya kegiatan kampus seperti orientasi mahasiswa baru, latihan dasar kepemimpinan
mahasiswa, makrab fakultas, makrab etnis, pagelaran budaya dan lainnya yang dilakukan di
lingkungan UKSW. Kegiatan ini merupakan bentuk penyelarasan dari berbagai latar belakang
budaya yang dimiliki mahasiswa. Kegiatan-kegiatan di atas yang merangkul mereka untuk
mampu menjalin relasi yang positif, penguasaan lingkungan dengan sesama meskipun dari
daerah yang berbeda serta merasa nyaman dengan lingkungan baru. Relasi yang dimaksud
adalah relasi dengan orang yang lebih tua seperti dosen, senior kampus, lingkungan sekitar dan
keluarga baru di perantauan (Yulianti dan Harmaini, 2014). Adanya orang terdekat yang diajak
untuk berbagi saat ada masalah, membuktikan mahasiswa baru dapat menjalin hubungan yang
baik dengan sesama, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ryff & Singer (2008).
UKSW dijuluki sebagai kampus Indonesia mini yang artinya memiliki mahasiswa baru
setiap tahun dari beragam budaya yang berbeda. Ketika mahasiswa baru pendatang dan asli
Salatiga memilih untuk melanjutkan studi di UKSW, tentunya mereka sudah mengetahui akan
bertemu dengan orang-orang yang berbeda. Sehingga perbedaan tersebut tidak bisa dijadikan
sebagai patokan bahwa mereka menilai diri mereka dari sisi negatif, tetapi bagaimana masing-
masing individu dapat melakukan penerimaan diri dengan baik sebab hal tersebut sudah
berbeda terlebih dahulu. Memiliki penerimaan diri yang tinggi berarti mahasiswa baru mampu
menerima kejadian dimasa lalu dengan positif dan mempersiapkan masa depan dengan baik.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Compton & Hoffman, 2013 (Ryff, 2014) bahwa
penerimaan diri adalah evaluasi positif terhadap diri sendiri, dan kemampuan mengenali aspek
dalam diri sendiri yang memiliki kekurangan atau kelebihan.
Mahasiswa baru pendatang dan asli Salatiga memiliki nilai otonomi, perkembangan
pribadi, dan tujuan dalam hidup yang tergolong sedang. Masing-masing individu tentunya
memiliki kemandirian, atau kekuasaan dalam diri mereka, meskipun mereka sudah lepas dari
orang tua, seharusnya mereka mempunyai nilai otonomi yang tinggi terhadap diri mereka.
Akan tetapi, pada saat awal memasuki dunia perkuliahan, mereka dalam masa transisi yang
membuat mereka merasa kurang bebas karena masih ada ketakutan-ketakutan, serta masih
dikontrol oleh orang tua, sehingga hal tersebut mempengaruhi mereka dalam mengambil
keputusan dan melakukan sesuatu.
Mahasiswa baru pendatang dan asli Salatiga memiliki tujuan hidup yang tergolong
sedang disebabkan karena mereka baru saja berproses satu tahun berkuliah, tentunya belum
mengetahui kedepannya seperti apa, kemungkinan yang terjadi mereka memilih jurusan yang
bukan keinginan mereka. Hal lainnya dalam aspek tujuan dalam hidup, item “Saya hidup
dengan menjalani hari ini dan tidak terlalu memikirkan tentang masa depan”, 34% dari
responden menjawab “sangat setuju”, 28% menjawab “setuju”. Berkaitan dengan tujuan dalam
hidup, mahasiswa baru pendatang dan asli Salatiga memiliki nilai perkembangan pribadi
tergolong sedang. Dilihat dari data demografi responden, 93% paling banyak dengan
pendidikan terakhir SMA/SMK, artinya mereka baru saja lulus dari bangku sekolah. Sikap atau
pemikiran sebagai anak sekolah atau ABG yang emosinya masih labil, tentunya masih ada
dalam diri mereka. Kemudian, pengalaman berkuliah yang mereka rasakan baru satu tahun,
sehingga perkembangan pribadi mereka belum maksimal.
Bagi mahasiswa baru, dimensi tersebut penting untuk meningkatkan kesejahteraan
psikologis mereka, tujuan hidup menggerakan mahasiswa untuk menentukan arah lebih
mandiri, memilih tempat di dalam lingkungan, serta membangun koneksi dengan orang-orang
yang dianggap penting dan selaras dengan tujuan hidup mahasiswa (Ryff, 2014). Hal ini sesuai
dengan tugas perkembangan mereka. Yusuf 2012 dalam teorinya mengatakan seorang
mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usian nya 18-25 tahun. Tahap ini
digolongkan pada masa remaja akhir sampai dewasa awal, yang memiliki tugas perkembangan
pemantapan pendirian hidup.
Well-being juga dipengaruhi oleh faktor usia. Mereka berada di range usia yang sama
yaitu 18-25 tahun (Yusuf, 2012). Usia pada sampel penelitian ini 17-25 tahun, usia ini
cenderung mereka habiskan dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif bersama orang
sekitar. Pada rentang usia ini juga, mereka sedang dalam masa pencarian jati diri dimana
mereka akan lebih banyak mencari kesenangan bersama teman-teman sebaya. Hasil ini serupa
dengan penelitian Rahayu yang menemukan bahwa semakin bertambah usia seseorang, maka
tingkat kesejahteraan psikologis nya semakin baik (Rahayu, 2016). Hal ini didukung oleh teori
Ryff (1989) yang menyatakan bahwa usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tinggi rendahnya kesejahteraan psikologis, dimana individu yang memiliki usia lebih dewasa
memiliki tingkat psychological well-being yang lebih baik dari pada individu yang lebih muda.
Orang-orang yang dipandang penting dalam tujuan hidup mahasiswa meliputi keluarga,
teman, kelompok keagamaan, kelompok kegiatan fakultas, etnis dan lain-nya (Pfund & Miller,
2019). Perkembangan pribadi mahasiswa meliputi kemampuan mereka dalam menggali
potensi diri untuk mengembangkannya, serta keterbukaan mahasiswa terhadap pengalaman
baru (Compton & Hoffiman, 2013; Ryff, 2014).
Hubungan tempat tinggal dan daerah asal dengan penyesuaian mahasiswa juga tidak
lepas dari berbagai aspek di lingkungan baru yang dihadapi oleh mahasiswa saat ini. Salah satu
hal yang menarik dari lingkungan UKSW adalah adanya organisasi kelompok etnis yang
memiliki berbagai kegiatan bersama dan memiliki tujuan untuk menjalin kekeluargaan di
antara sesama mahasiswa pendatang dan lokal. Organisasi kelompok etnis ini menawarkan
berbagai kegiatan seperti malam keakraban etnis, ibadah rutin disertai jamuan makan bersama,
pendampingan dari senior yang berasal dari etnis yang sama, serta kegiatan kebudayaan seperti
berlatih tari-tarian etnis untuk ditampilkan dalam acara budaya tahunan di kampus. Suasana
kekeluargaan dalam kegiatan-kegiatan komunitas ini membuat mahasiswa tetap merasa dekat
dengan suasana di daerah asalnya ketika memasuki lingkungan yang asing. Adanya komunitas
dari daerah asal yang tersedia di universitas ini membuat mahasiswa pendatang dapat memiliki
kepuasan terhadap keputusannya untuk menempuh pendidikan di institusi yang dipilihnya saat
ini. Dukungan dari anggota komunitas juga dapat membuat mahasiswa merasa memiliki dan
bertahan menyelesaikan studi di UKSW.

Kesimpulan dan Saran

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan psychological
well-being pada mahasiswa pendatang dan asli Salatiga. Responden memiliki tingkat
kesejahteraan psikologis yang terdiri dari enam dimensi psychological well-being yaitu nilai
penerimaan diri, relasi positif yang tinggi. Nilai perkembangan pribadi, otonomi, tujuan dalam
hidup, dan penguasaan lingkungan yang sedang. Dilihat dari lingkungan UKSW pada
umumnya adanya organisasi kelompok etnis yang memiliki berbagai kegiatan bersama dan
secara umum memiliki tujuan untuk menjalin kekeluargaan di antara sesama mahasiswa
pendatang maupun lokal. Suasana kekeluargaan dalam kegiatan-kegiatan komunitas ini
membuat mahasiswa merasa dekat dengan suasana di daerah asalnya ketika memasuki
lingkungan yang baru yaitu lingkungan UKSW.
Sehubungan dengan pandemi covid-19, proses pengambilan data dalam penelitian ini
dilakukan secara online melalui email student, whatsApp dll. Sehingga peneliti tidak bertatap
muka langsung dengan responden. Hal ini membuat peneliti tidak bisa melihat kondisi
responden secara langsung. Oleh karena itu menjadi keterbatasan dalam penelitian ini, saran
lainnya adalah pengambilan data sebaiknya dilakukan tahun pertama mereka memasuki
perkuliahan. Saran untuk peneliti selanjutnya agar bisa menggali lebih dalam well-being pada
mahasiswa baru dengan berinteraksi secara langsung untuk mengetahui kondisi mereka.
Daftar Pustaka

Barseli M, Ifdil I, Nikmarijal N. Konsep stres akademik siswa. Jurnal konseling dan
pendidikan. 2017 Dec 28; 5(3):143-8.
Compton, W. C., & Hoffman, E. (2013). Positive psychology: the science of happiness and
flourishing (second ed.). Wadsworth.
Hidayat M. STUDI PENGARUH KEMANDIRIAN MAHASISWA YOGYAKARTA
TERHADAP PRESTASI AKADEMIK: RESPON 60 MAHASISWI DI
YOGYAKARTA. Jurnal Socius: Journal of Sociology Research and Education. 2018 Mar
12;4(2):108-18.
Hulukati, W., & Djibran, M. R. (2018). Analisis tugas perkembangan mahasiswa fakultas ilmu
pendidikan universitas negeri gorontalo. Jurnal Bikotetik (Bimbingan dan Konseling:
Teori dan Praktik), 2(1), 73-80.
Hurlock EB, Istiwidayanti, Sijabat RM, Soedjarwo. Psikologi perkembangan: Suatu
pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Erlangga, Jakarta; 1990.
Jannah M. Tugas-tugas perkembangan pada usia kanak-kanak. Gender Equality:
International Journal of Child and Gender Studies. 2015 Sep 1;1(2):87-98.
Kusbadini W. Psychological Well Being Perempuan Dewasa Awal yang Pernah Mengalami
Kekerasan Dalam Pacaran (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 3 No. 2 Agustus 2014.
Maulina B, Sari DR. Derajat Stres Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Ditinjau Dari
Tingkat Penyesuaian Diri Terhadap Tuntutan Akademik. Jurnal Psikologi Pendidikan Dan
Konseling: Jurnal Kajian Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan Konseling. 2018 June
24;4(1):1-5.
Pertiwi AD. PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU DARI MASA
PERCERAIAN PADA PEREMPUAN (Doctoral dissertation, University of
Muhammadiyah Malang).
Pfund, G. N., & Miller-Perrin, C. (2019). Interaction and harmony in faith communities:
Predicting life purpose, loneliness, and well-being among college students. Journal of
College and Character, 20(3), 234–253. https://doi.org/10.1080/2194587x.201
9.1631186
Ryff CD, Keyes CL. The structure of psychological well-being revisited. Journal of
personality and social psychology. 1995 Oct;69(4):719.
Ryff CD, Singer BH. Know thyself and become what you are: A eudaimonic approach to
psychological well-being. Journal of happiness studies. 2008 Jan 1;9(1):13-39.
Ryff CD. Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological
well-being. Journal of personality and social psychology. 1989 Dec;57(6):1069.
Rahayu, M. N. M., & Arianti, R. (2020). Penyesuaian mahasiswa tahun pertama di perguruan
tinggi: Studi pada mahasiswa fakultas psikologi uksw. Journal of Psychological Science
and Profession, 4(2), 73-84.
Rahayu T P. (2016). Determinan kebahagiaan di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 19(1),
149-170
Ryff, C. D. (2014). Psychological well-being revisited: Advances in the science and practice
of eudaimonia. Psychotherapy and Psychosomatics, 83(1), 10–28.
https://doi.org/10.1159/000353263
Simanjuntak JG, Prasetio CE, Tanjung FY, Triwahyuni A. Psychological Well-Being Sebagai
Prediktor Tingkat Kesepian Mahasiswa. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan. 2021 Mar
7;11(2):158-75.
Saputra, J. R., Rini, M. T., & Fari, A. I. (2022). Adaptasi Mahasiswa Baru Terhadap
Pembelajaran Daring Selama Pandemi dengan Pendekatan Teori Adaptasi Calista
Roy. Jurnal Keperawatan Florence Nightingale, 5(1), 14-19.
Triwahyuni, A., & Prasetio, C. E. (2021). Gangguan Psikologis dan Kesejahteraan Psikologis
pada Mahasiswa Baru. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 26(1),
35-56.
Wijanarko E, Syafiq M. Studi fenomenologi pengalaman penyesuaian diri mahasiswa Papua
di Surabaya. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan. 2013;3(2):79-92.

Anda mungkin juga menyukai