Anda di halaman 1dari 25

PTLT II Mg.

PENGUJIAN KONSENTRASI AMONIA PADA AIR LINDI

PENDAHULUAN (nalen)
Pertumbuhan penduduk berdampak pada jumlah sampah yang terus meningkat tiap tahunnya.
Pengelolaan sampah telah menjadi isu penting yang dihadapi khususnya oleh negara Berkembang.
Saat ini pengelolaan sampah di Indonesia khususnya sampah domestik, sebagian besar
menggunakan sistem TPA open dumping. Pada kondisi pengelolaan seperti ini, sebagian besar
sampah hanya ditumpuk dalam suatu area TPA yang terbuka. Sehingga pada saat hujan, air
rembesan sampah yang dikenal dengan air lindi akan keluar. Dan apabila tidak dikelola dan diolah
dengan benar, maka akan berpotensi mencemari lingkungan sekitar.
Dalam kebanyakan TPA, air lindi terbentuk oleh rembesan kadar air dalam sampah maupun oleh
sumber-sumber dari luar seperti pengaruh drainase,air hujan dan lain sebagainya yang melalui
tumpukan sampah. Air lindi mengandung polutan padatan tersuspensi dan terlarut, zat - zat kimia
baik organik maupun anorganik yang terkandung dalam sampah yang konsentrasinya cukup tinggi
seperti amonia,nitrat, nitrit, sulfida, logam berat, nitrogen dan lain sebagainya. Dengan tingginya
konsentrasi polutan, maka potensi pencemaran terhadap lingkungan sangat besar. Oleh karena itu
perlu dicari teknologi yang tepat untuk dapat mengolah air lindi sampai air hasil olahannya tidak
berbahaya terhadap lingkungan.
Tingginya kadar ammonia pada air lindi dapat mencapai ribuan mg/L, sehingga pengolahan air
lindi tidak boleh dilakukan sembarangan (Machdar 2008). Pengurangan amonium dalam lindi atau
air limbah saat ini umumnya menggunakan proses biologis. Proses ini merupakan proses pengolahan
air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang berkontak dengan air limbah. Dalam kontak
tersebut, mikroorganisme menggunakan materi organik pencemar sebagai substrat dalam kondisi
lingkungan tertentu dan menstabilkan menjadi bentuk yang lebih sederhana. Maka dari itu,
praktikum ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi amonia air lindi melalui analisis
spektrofotometer secara fenat.

-cantumin tujuan praktikum


Tujuan praktikum: menentukan konsentrasi amonia air lindi melalui analisis spektrofotometer secara
fenat.

TINJAUAN PUSTAKA (roi)


- konsentrasi amonia
- air lindi
- Dampak air lindi
Air lindi
Air lindi (leachate) adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam
timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi - materi terlarut, termasuk juga materi organik
hasil proses dekomposisi biologis. Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas air lindi
akan sangat bervariasi dan berfluktuasi (Rowe dan Booker, 2017). Air lindi dapat didefinisikan
sebagai cairan yang menginfiltrasi melalui tumpukan sampah dan telah mengekstraksi material
terlarut maupun tersuspensi. Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi,
yang mengandung bahan-bahan polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik. Pada
umumnya air lindi memiliki nilai rasio BODs/COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang sangat
rendah ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi bersifat sulit untuk
didegradasi secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah mengindikasikan bahan
organik yang sulit terurai tinggi (Alaerts dan Santika, 2010).

Amonia
Sumber utama amonia adalah adanya bahan organik hasil penguraian sampah oleh bakteri yang
tidak dapat teroksidasi menjadi nitrit dan nitrat sehingga bersama-sama air hujan senyawa amonia
akan terangkut dan meresap ke dalam air tanah dangkal (Sundra2017). Hal ini juga ditandai dengan
tingginya konsentrasi amonia pada air lindi. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi
adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk
pertanian (Effendi 2013)

Dampak air lindi


Air lindi dapat berdampak buruk terutama pada lingkungan yang dapat berakibat pada kesehatan
masyarakat. Proses masuknya air hujan ke dalam timbunan sampah yang menghanyutkan komponen
komponen sampah yang telah terdekomposisi yang menghasilkan air lindi sampah kemudian
merembes sehingga menimbulkan pencemaran pada air tanah dangkal dan badan air lainnya
(Widyatmoko et al 2010). Pencemaran air lindi sampah akibat air hujan mencuci sampah yang sudah
busuk serta segala kotoran yang terjerap di dalamnya. Air lindi tersebut ada yang mengalir di
permukaan tanah yang dampaknya pada air permukaan dan menimbulkan bau dan penyakit,
sedangkan air lindi yang merembes ke dalam air tanah akan menimbulkan pencemaran air tanah
dangkal di sekitarnya.

METODOLOGI (camel)
Praktikum Teknik Lingkungan Terpadu pada pertemuan ke-1 ini dilaksanakan pada hari Rabu, 1
Februari 2023 pukul 13.00-16.00 WIB secara luring di Laboratorium Udara Departemen Teknik
Sipil dan Lingkungan. Kegiatan praktikum diawali dengan pemaparan materi praktikum secara
keseluruhan mengenai pengujian konsentrasi amonia pada air lindi, dilanjutkan dengan pemaparan
tujuan praktikum beserta tahapan-tahapan praktikum yang harus dilakukan oleh dosen praktikum.
Kemudian, dilakukan persiapan alat bahan, dimana alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
botol air mineral 300 ml, spektrofotometer, timbangan analitik, erlenmeyer, labu ukur, pipet
volumetrik. Sementara itu, bahan yang dibutuhkan pada praktikum ini antara lain seperti alumunium
foil, natrium nitropusida, fenol, tri-natrium sitat, NaOH, etanol, dan aquades.
Kegiatan praktikum dilakukan selama kurun waktu 3 jam dengan mengerjakan pengujian amonia
yang mengacu pada SNI 06-6989.30-2005. Pengambilan sampel air lindi sebanyak 300 ml dilakukan
di Kinjiro Farm pada hari Minggu, 29 Januari 2022 pukul 08.00 WIB. Langkah pengujian amonia
pada sampel air lindi tersebut diawali dengan pembuatan reagen yang terdiri dari larutan baku,
larutan fenol, larutan natrium itropusid, dan larutan pengoksidasi. Kemudian, dilanjutkan dengan
pembuatan deret uji, pengujian sampel, dan perhitungan. Pembuatan larutan baku dalam hal ini
terbagi menjadi pembuatan larutan induk amonia (1000 mg/L) yang dibuat dengan cara
dilarutkannya 0.3819 amonium klorida yang telah dikeringkan pada suhu 100 derajat C ke dalam
100 ml aquades, lalu pembuatan larutan baku amonia (100 mg/L) yang dibuat dengan cara
dilarutkannya 10 ml larutan baku dengan 100 l aquades, serta pembuatan larutan baku amonia (10
mg/L) yang dibuat dengan cara dilarutkannya 10 ml larutan baku ke dalam 100 ml aquades.
Kemudian, pembuatan larutan fenol dilakukan dengan diambilnya 11 ml fenol yang selanjutnya
dilarutkan ke dalam 100 ml etanol. Pembuatan larutan natrium nitropusid yang dilakukan dengan
diambilnya 0.5 gr natrium nitropusid dan dilarutkan ke dalam 100 ml aquades. Pembuatan larutan
pengoksidasi dilakukan dengan diambilnya 20 gr trinatrium sitrat dan ditambahkan 1 gr NaOH lalu
dilarutkan ke dalam 100 ml aquades yang selanjutnya ditambahkan dengan 25 ml larutan hipoklorit
(bayclin).
Setelah dilakukan pembuatan reagen, maka langkah selanjutnya yaitu melakukan pembuatan
deret uji. Pembuatan deret uji dilakukan dengan diambilnya larutan baku amonia (10 mg/L) sesuai
dengan panduan kemudian dilarutkan ke dalam 100 ml aquades. Lalu, larutan kerja diambil
sebanyak 25 ml dari setiap variasi konsentrasi. Fenol sebanyak 1 ml ditambahkan ke setiap sampel
variasi konsentrasi. Selanjutnya, natrium nitropusid ditambahkan sebanyak 1 ml dan larutan
pengoksidasi ditambahkan sebanyak 2.5 ml ke setiap sampel variasi konsentrasi. Setelah itu,
ditunggu selama 1 jam lalu uji absorbansi larutan pengujian dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 640 nm. Setelah dilakukan pembuatan reagen, maka selanjutnya dilakukan
pengujian sampel. Pengujian sampel dilakukan dengan diambilnya sampel air limbah yang akan
diuji sebanyak 25 ml. Lalu, larutan fenol, natrium nitropusid, dan larutan pengoksidasi ditambahkan.
Pengujian sampel yang telah dilakukan kemudian akan menghasilkan data yang selanjutnya akan
diolah atau dihitung. Langkah perhitungan diawali dengan diplotkannya hasil absorbansi deret uji,
dimana sumbu x adalah konsentrasi deret uji dan sumbu y sebagai hasil absorbansi. Lalu, persamaan
dari kurva yang diplotkan dimunculkan dengan bantuan Ms. Excel. Nilai gradien dan intercept kurva
dicatat. Kemudian, nilai gradien dan intercept disubtitusikan ke dalam persamaan Y = mx + c.
dimana, Y adalah nilai absorbansi, m adalah nilai gradien, x adalah konsentrasi sampel uji, dan c
adalah intercept. Selanjutnya, absorbansi sampel pengujian air limbah disubtitusikan ke dalam
persamaan Y = mx + c. Nilai x kemudian ditentukan untuk memperoleh konsentrasi air limbah yang
diuji.
Persamaan atau rumus yang digunakan dalam penentuan nilai absorbansi sampel pengujian air
limbah yaitu tercantum pada persamaan (1) berikut.

Y= mx + c………………………………………………………………………………………(1)

Keterangan:
Y = Nilai absorbansi
m = Nilai gradien
x = Konsentrasi sampel uji
c = intercept

Proses kegiatan praktikum mengenai analisis pengujian konsentrasi amonia pada air lindi dapat
digambarkan dalam skema diagram alir berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampah menjadi permasalahan yang serius di kota-kota besar maupun daerah, hal tersebut
selaras dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Di sisi lain,
perkembangan manajemen sampah yang tidak sebanding dengan laju timbunan sampah menjadi
masalah utama yang harus segera dipecahkan. Salah satu kelemahan dari sistem pembuangan
sampah yang utama yaitu tidak adanya pengolahan air lindi (leachate). Selama ini, air lindi belum
cukup ditangani secara baik dan cenderung dibiarkan begitu saja sehingga berpeluang besar dalam
mencemari lingkungan. Air lindi yang dihasilkan seharusnya dilakukan pengolahan terlebih dahulu
sebelum dibuang. Hal tersebut disebabkan karena air lindi yang tidak ditangani dengan benar dan
langsung dibuang ke tanah, akan mencemari kualitas air yang berada di sekitar lingkungan TPA
(Angrianto et al. 2021). Dengan kata lain, jumlah timbulan sampah yang terdapat di TPS menjadi
sangat berpotensi mencemari air tanah karena faktor air lindi yang keluar dari sampah tersebut.
Pengujian air lindi yang dilakukan pada praktikum ini berfokus untuk menganalisis kandungan
amonia yang terdapat pada sampel air lindi tersebut. Praktikum yang dilakukan meliputi pengolahan
sampel air lindi dan pembuatan larutan kalibrasi. Pembuatan larutan kalibrasi atau deret uji
kemudian akan menghasilkan kurva kalibrasi yang digunakan untuk mendapatkan persamaan dalam
perhitungan kadar amonia. Kurva kalibrasi dapat terlihat pada gambar (..) di bawah. Dapat diketahui
bahwa berdasarkan data hasil pengukuran dengan lima macam konsentrasi larutan kerja dan hasil
absorbansi, dapat diperoleh persamaan yakni y=.......x + ….. dengan nilai y sebagai nilai absorbansi,
m sebagai nilai gradien, x sebagai konsentrasi sampel uji, dan c sebagai intercept. Berdasarkan kurva
kalibrasi, maka dapat diperoleh nilai regresi sebesar ……. Dimana, nilai tersebut sudah melebihi
nilai koefisien korelasi minimal yang ditentukan dalam SNI 06-6989.30-2005 untuk pengendalian
mutu yaitu sebesar 0.97. Oleh karena itu, hasil persamaan yang diperoleh dapat digunakan dalam
perhitungan kadar amonia yang terdapat pada air lindi yang bersumber dari Kinjiro Farm. Kurva
kalibrasi yang ditunjukkan pada gambar (...) merepresentasikan hubungan antara konsentrasi larutan
dengan nilai absorbansi, dimana semakin besar konsentrasi atau kepekatan larutan, maka semakin
besar nilai absorbansi dan sebaliknya.

GRAFIK/KURVA KALIBRASI

Pengujian nilai absorbansi pada sampel air lindi yang dilakukan dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 640 nm menghasilkan angka absorbansi sebesar …… . Sampel air lindi yang
telah disiapkan kemudian diberi perlakuan pengenceran menggunakan aquades, dimana faktor
pengenceran ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepekatan warna yang akan dihasilkan oleh
sampel air lindi itu sendiri. Sampel air lindi yang diuji pada praktikum ini diberi faktor pengenceran
sebanyak 1000 kali, hal tersebut bertujuan agar nilai absorbansi yang dihasilkan oleh air lindi tidak
terlalu besar karena pada dasarnya kadar amonia pada air lindi sangatlah tinggi. Setelah diperoleh
data hasil absorbansi dan persamaan kurva kalibrasi, maka nilai kadar amonia dapat diketahui.
Dimana, pada sampel air lindi yang diuji oleh kelompok 5 menunjukkan nilai kadar amonia sebesar
……. mg/L. Amonia secara umum dihasilkan oleh proses dekomposisi, reduksi nitrat oleh bakteri,
kegiatan pemupukan dan ekskresi organisme yang terdapat di dalamnya. Kadar amonia yang tinggi
dapat menjadi indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik,
industri, dan limpasan pupuk pertanian (Angrianto et al. 2021).
Garis hukum yang berlaku mengenai air lindi diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor P.59/menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah. Peraturan mengenai baku mutu air lindi
tersebut disusun agar menjadi standar parameter air lindi yang diperbolehkan untuk dilepas ke badan
air. Akan tetapi, spesifikasi peraturan terkait baku mutu amonia yang terkandung di dalam air lindi
tidak memiliki rincian lebih lanjut. Di sisi lain, dapat diketahui bahwa air lindi juga memiliki
kandungan Total N. Nilai Total N diketahui sebagai jumlah atau kadar keseluruhan nitrogen, dalam
hal ini antara lain adalah nitrat, nitrit, amonia, dan N-organik. Dimana, nilai Total N umumnya
terdapat di dalam limbah cair atau sampel, air permukaan dan masih banyak lagi (Dimas et al. 2017).
Akan tetapi dalam hal ini, baku mutu Total N sebesar 60 mg/L tidak dapat dijadikan sebagai standar
acuan baku mutu amonia yang terdapat di dalam air lindi. Sehingga, pada pengujian ini, standar
acuan baku mutu kadar amonia yang digunakan yakni Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 5 Tahun 2012 dengan baku mutu kadar amonia sebesar 5 mg/L.
Data hasil pengujian kadar amonia yang terdapat pada sampel air lindi yang telah dilakukan saat
praktikum oleh kelompok 5 menghasilkan nilai kadar amonia sebesar …… mg/L. Sehingga, dapat
terlihat bahwa kadar amonia pada sampel air lindi tersebut sangat melebihi standar baku mutu yang
telah ditetapkan. Dengan kata lain, sampel air lindi yang digunakan sangat berpotensi mencemari
lingkungan terutama mencemari kualitas air sekitar. Oleh karena itu, sangat diperlukan perlakuan
khusus pada sumber air lindi yang dijadikan sampel pada kegiatan praktikum ini agar kadar amonia
pada air lindi dapat berada di bawah baku mutu dan tidak berpotensi besar mencemari lingkungan
sekitar. Angrianto et al. (2021) menyatakan bahwa air lindi menjadi salah satu aspek pencemaran air
yang memiliki tingkat bahaya atau resiko tinggi baik secara langsung maupun tidak langsung terkait
kesehatan. Bahaya langsung terhadap kesehatan manusia atau masyarakat dapat terjadi akibat
mengkonsumsi air yang tercemar atau air kualitas yang buruk, baik secara langsung diminum atau
melalui makanan, dan akibat penggunaan air yang tercemar untuk berbagai kegiatan sehari-hari.
Penanganan untuk mengurangi efek cemaran air lindi terhadap lingkungan sudah banyak
dilakukan, diantaranya dengan melakukan kombinasi perlakuan pada lindi berupa penambahan PAC
dan aluminium sulfat untuk flokulasi lindi sebagai pre-treatment dan membuat alat berdasarkan
prinsip lumpur aktif, absorpsi flokulasi, dan digesti aerobik (Hur et al. 2001). Usaha lainnya untuk
restorasi TPA yang sudah ditutup adalah dengan penanaman vegetasi yang sesuai, hal ini akan
membantu untuk mengurangi pencemaran lindi dan emisi metana yang dihasilkan serta
menghasilkan pohon dengan ukuran yang lebih besar disebabkan air lindi yang mengandung nutrisi
dan bahan organik yang tinggi (Mahyudin 2017).

Kesimpulan
Salah satu parameter kualitas air lindi adalah kadar amonia, dari hasil pengujian yang sudah
dilakukan menghasilkan kurva kalibrasi sehingga diperoleh nilai intercept dan gradien. Berdasarkan
nilai intercept, gradien dan absorbansi menghasilkan hubungan kurva absorbansi dan konsentrasi
amonia. Konsentrasi amonia sebesar …… mg/L didapatkan dari hasil pengujian sampel uji air lindi
yang telah diencerkan 1000 kali. Nilai konsentrasi amonia yang sudah didapatkan melebihi nilai
baku mutu sehingga diperlukan pengelolaan air lindi yang lebih optimal untuk mencegah adanya
kerusakan pada lingkungan yang lebih parah.

DAFTAR PUSTAKA
Angrianto NL, Manusawai J, Sinery AS. 2021. Analisis kualitas air lindi dan permukaan diareal TPA
Sowi Gunung dan sekitarnya di Kabupaten Manokwari, Papua Barat. CASSOWARY. 4(2):
221-233.
Booker J. R, Quigley R. M, Rowe, R. K..2017. Clayey barrier systems for waste disposal facilities.
CRC Press.
Dimas AP, Istirokhatun T, Praharyawan S. 2017. Pemanfaatan air lindi TPA Jatibarang sebagai
media alternatif kultivasi mikroalga untuk perolehan lipid. Jurnal Teknik Lingkungan. 6(1):
1-15.
Effendi, H. (2013). Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan.
Hur JM, Park JA, Son BS, Jang BG, Kim SH. 2001. Mature landfill leachate treatment from an
abandoned municipal waste disposal site. Korean Journal of Chemical Engineering. 18(2):
233-239.
Machdar I. (2008). Water Science and Technology. 39(7): 23-31.
Mahyudin RP. 2017. Kajian permasalahan pengelolaan sampah dan dampak lingkungan di TPA
(Tempat Pemrosesan Akhir). Jurnal Teknik Lingkungan. 3(1): 66-74.
Santika S S, Alaerts G.2010. Metoda Penelitian Air.Usaha nasional. Surabaya (ID)
Sundra I K 2017. Pengaruh TPA Sampah Terhadap Kualitas Air Sumur di Wilayah Suwung
.Denpasar.
Widyatmoko H. 2010. Menghindari, Mengolahdan menyingkirkan Sampah. Penerbit PT.Dinastindo
Adiperkasa Internasional. Jakarta (ID)

—--------------------------------------------------BATAS—-------------------------------------------------------

PTLT II Mg. 3

PENGUJIAN KONSENTRASI NITRIT PADA AIR LINDI

PENDAHULUAN
Jumlah sampah yang terus meningkat di setiap tahunnya menjadi akibat dari pertumbuhan
penduduk yang selalu meningkat setiap waktu. Pengelolaan sampah telah menjadi isu penting yang
dihadapi khususnya oleh negara Berkembang. Saat ini pengelolaan sampah di Indonesia khususnya
sampah domestik, sebagian besar menggunakan sistem TPA open dumping. Pada kondisi
pengelolaan seperti ini, sebagian besar sampah hanya ditumpuk dalam suatu area TPA yang terbuka.
Sehingga pada saat hujan, air rembesan sampah yang dikenal dengan air lindi akan keluar. Dan
apabila tidak dikelola dan diolah dengan benar, maka akan berpotensi mencemari lingkungan sekitar.
Dalam kebanyakan TPA, air lindi terbentuk oleh rembesan kadar air dalam sampah maupun oleh
sumber-sumber dari luar seperti pengaruh drainase,air hujan dan lain sebagainya yang melalui
tumpukan sampah. Air lindi mengandung polutan padatan tersuspensi dan terlarut, zat - zat kimia
baik organik maupun anorganik yang terkandung dalam sampah yang konsentrasinya cukup tinggi
seperti amonia,nitrat, nitrit, sulfida, logam berat, nitrogen dan lain sebagainya. Dengan tingginya
konsentrasi polutan, maka potensi pencemaran terhadap lingkungan sangat besar. Oleh karena itu
perlu dicari teknologi yang tepat untuk dapat mengolah air lindi sampai air hasil olahannya tidak
berbahaya terhadap lingkungan.
Tingginya kadar ammonia pada air lindi dapat mencapai ribuan mg/L, sehingga pengolahan air
lindi tidak boleh dilakukan sembarangan (Machdar 2008). Pengurangan amonium dalam lindi atau
air limbah saat ini umumnya menggunakan proses biologis. Proses ini merupakan proses pengolahan
air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang berkontak dengan air limbah. Dalam kontak
tersebut, mikroorganisme menggunakan materi organik pencemar sebagai substrat dalam kondisi
lingkungan tertentu dan menstabilkan menjadi bentuk yang lebih sederhana. Maka dari itu,
praktikum ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi amonia air lindi melalui analisis
spektrofotometer secara fenat.

TINJAUAN PUSTAKA
Air lindi
Air lindi (leachate) adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam
timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi - materi terlarut, termasuk juga materi organik
hasil proses dekomposisi biologis. Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas air lindi
akan sangat bervariasi dan berfluktuasi (Rowe dan Booker, 2017). Air lindi dapat didefinisikan
sebagai cairan yang menginfiltrasi melalui tumpukan sampah dan telah mengekstraksi material
terlarut maupun tersuspensi. Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi,
yang mengandung bahan-bahan polimer (makromolekul) dan bahan organik sintetik. Pada umumnya
air lindi memiliki nilai rasio BODs/COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang sangat rendah ini
mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi bersifat sulit untuk didegradasi
secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah mengindikasikan bahan organik yang
sulit terurai tinggi (Alaerts dan Santika, 2010).

Nitrit
Nitrit menjadi salah satu zat pencemar yang terdapat pada air lindi. Dimana, air lindi yang
memiliki kandungan nitrit tersebut nantinya akan mengalir meninggalkan timbunan sampah yang
menyebabkan pencemaran pada air permukaan maupun air tanah (Angrianto et al. 2021). Nitrit
terbentuk ketika sebagian dari amonia terlepas di dalam udara, dan sebagian yang lain dipergunakan
oleh beberapa genus bakteri. Nitrit dapat digunakan oleh beberapa bakteri yang lain untuk
memperoleh energi. Oksidasi amonia menjadi nitrit dan oksidasi nitrit menjadi nitrat berlangsung
dalam lingkungan aerob. Peristiwa tersebut disebut dengan nitrifikasi. Pada tahap pertama, terjadi
pengoksidasian amonia menjadi nitrit dilakukan oleh Nitrosomonas, Nitrosococcus, dan beberapa
spesies lainnya. Di sisi lain, pengoksidasian nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh Nitrobacter (Damsir
et al. 2016).

Dampak air lindi


Air lindi dapat berdampak buruk terutama pada lingkungan yang dapat berakibat pada kesehatan
masyarakat. Proses masuknya air hujan ke dalam timbunan sampah yang menghanyutkan komponen
komponen sampah yang telah terdekomposisi yang menghasilkan air lindi sampah kemudian
merembes sehingga menimbulkan pencemaran pada air tanah dangkal dan badan air lainnya
(Widyatmoko et al 2010). Pencemaran air lindi sampah akibat air hujan mencuci sampah yang sudah
busuk serta segala kotoran yang terjerap di dalamnya. Air lindi tersebut ada yang mengalir di
permukaan tanah yang dampaknya pada air permukaan dan menimbulkan bau dan penyakit,
sedangkan air lindi yang merembes ke dalam air tanah akan menimbulkan pencemaran air tanah
dangkal di sekitarnya.

METODOLOGI
Praktikum Teknik Lingkungan Terpadu pada pertemuan ke-3 ini dilaksanakan pada hari Rabu, 8
Februari 2023 pukul 13.00-16.00 WIB secara luring di Laboratorium Udara Departemen Teknik
Sipil dan Lingkungan. Kegiatan praktikum diawali dengan pemaparan materi praktikum secara
keseluruhan mengenai pengujian konsentrasi nitrit pada air lindi, dilanjutkan dengan pemaparan
tujuan praktikum beserta tahapan-tahapan praktikum yang harus dilakukan oleh dosen praktikum.
Kemudian, dilakukan persiapan alat bahan, dimana alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
spektrofotometer, timbangan analitik, erlenmeyer 250 mL, labu ukur 100 mL, dan pipet ukur 1 mL.
Sementara itu, bahan yang dibutuhkan pada praktikum ini antara lain seperti sulfanilamida, asam
klorida, N-(1-naphthyl)-ethylene diamine dihydrochloride (NED Dihidroklorida), sodium nitrit, dan
aquades.
Kegiatan praktikum dilakukan selama kurun waktu 3 jam dengan mengerjakan pengujian kadar
nitrit pada air lindi yang mengacu pada SNI 06-6989.9-2004 tentang cara uji nitrit (NO2-N) dengan
spektrofotometer. Pengambilan sampel air lindi sebanyak 300 ml dilakukan di Kinjiro Farm pada
hari Minggu, 29 Januari 2022 pukul 08.00 WIB. Langkah pengujian kadar nitrit pada sampel air
lindi tersebut diawali dengan pembuatan reagen, pembuatan deret uji, pengujian sampel, dan
perhitungan. Pembuatan reagen pada praktikum ini terdiri atas pembuatan larutan baku, larutan
sulfanilamida, dan larutan NED dihidroklorida. Secara rinci, dapat diketahui bahwa larutan baku
terdiri atas larutan induk nitrit (250 mg/L) yang dibuat dengan diambilnya 0.1232 sodium nitrit yang
dilarutkan dengan aquadest hingga 100 mL. Selain larutan induk nitrit, terdapat larutan intermediet
nitrit (50 mg/L) yang dibuat dengan diambilnya 20 ml larutan induk yang dilarutkan dengan aquades
hingga 100 mL. Kemudian, selain larutan induk nitrit dan larutan intermediet nitrit, pada larutan
baku juga terdapat larutan baku nitrit (0.5 mg/L) yang dibuat dengan diambilnya 1 ml larutan
intermediet nitrit yang selanjutnya dilarutkan dengan aquades hingga 100 mL. Setelah pembuatan
larutan baku, pada proses pembuatan reagen juga terdapat larutan sulfanilamida dan larutan NED
dihidroklorida. Larutan sulfanilamida dibuat dengan komposisi sulfanilamida sebanyak 1 gram dan
asam klorida sebanyak 10 mL yang dilarutkan dengan aquades hingga 100 mL. Di sisi lain, larutan
NED dihidroklorida dibuat dengan komposisi NED dihidroklorida sebanyak 5 gram yang dilarutkan
dengan aquades hingga 100 mL.
Setelah prosedur pembuatan reagen telah selesai, maka langkah selanjutnya yaitu melakukan
pembuatan deret uji. Pembuatan deret uji (larutan kerja) diawali dengan diambilnya larutan baku
nitrit (0.5 mg/L) sesuai dengan panduan yang tertera pada tabel 1 kemudian dilarutkan dengan
aquades hingga 50 mL pada labu ukur 50 mL. Selanjutnya, sulfanilamida sebanyak 1 ml
ditambahkan dan ditunggu hingga 2-8 menit. Lalu, NED dihidriklorida ditambahkan sebanyak 1 ml.
Kemudian, diamkan selama 20 menit lalu dilakukan uji absorbansi larutan pengujian dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 543 nm. Panduan pembuatan larutan kerja
dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Pengujian sampel air lindi untuk mengetahui kandungan nitrit di dalamnya diawali dengan
dimasukkannya sampel ke dalam labu ukur 50 mL. Selanjutnya, sulfanilamida sebanyak 1 ml
ditambahkan lalu ditunggu hingga 2-8 menit. Setelah itu, NED dihidroklorida ditambahkan sebanyak
1 ml. Lalu, didiamkan selama 20 menit dan selanjutnya dilakukan uji absorbansi larutan pengujian
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 543 nm. Pengujian sampel yang telah dilakukan
kemudian akan menghasilkan data yang selanjutnya akan diolah atau dihitung. Langkah perhitungan
diawali dengan diplotkannya hasil absorbansi deret uji, dimana sumbu x adalah konsentrasi deret uji
dan sumbu y sebagai hasil absorbansi. Lalu, persamaan dari kurva yang diplotkan dimunculkan
dengan bantuan Ms. Excel. Nilai gradien dan intercept kurva dicatat. Kemudian, nilai gradien dan
intercept disubtitusikan ke dalam persamaan Y = mx + c. dimana, Y adalah nilai absorbansi, m
adalah nilai gradien, x adalah konsentrasi sampel uji, dan c adalah intercept. Selanjutnya, absorbansi
sampel pengujian air limbah disubtitusikan ke dalam persamaan Y = mx + c. Nilai x kemudian
ditentukan untuk memperoleh konsentrasi air limbah yang diuji.
Persamaan atau rumus yang digunakan dalam penentuan nilai absorbansi sampel pengujian air
limbah yaitu tercantum pada persamaan (1) berikut.

Y= mx + c………………………………………………………………………………………(1)

Keterangan:
Y = Nilai absorbansi
m = Nilai gradien
x = Konsentrasi sampel uji
c = intercept

Proses kegiatan praktikum mengenai analisis pengujian konsentrasi amonia pada air lindi dapat
digambarkan dalam skema diagram alir berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN

Nitrit menjadi salah satu zat pencemar dalam air lindi. Dimana, air lindi tersebut kemudian akan
mengalir meninggalkan timbunan sampah yang menyebabkan pencemaran pada air permukaan
maupun air tanah (Angrianto et al. 2021). Pengujian air lindi yang dilakukan pada praktikum ini
berfokus untuk menganalisis kandungan nitrit yang terdapat pada sampel air lindi yang telah
disiapkan. Praktikum yang dilakukan meliputi pengolahan sampel air lindi dan pembuatan larutan
kalibrasi. Pembuatan larutan kalibrasi atau deret uji kemudian akan menghasilkan kurva kalibrasi
yang digunakan untuk mendapatkan persamaan dalam perhitungan kadar nitrit. Hasil kurva kalibrasi
tersebut dapat terlihat pada Gambar (…). Berdasarkan ploting hasil pengukuran dengan delapan
variasi konsentrasi larutan kerja dan hasil absorbansi diperoleh persamaan yaitu y = 0,0102x +
0,0149, dengan y adalah nilai absorbansi, m adalah nilai gradien, x adalah konsentrasi sampel uji,
dan c adalah intercept.
Berdasarkan pembuatan kurva kalibrasi, diperoleh nilai regresi sebesar 0,99 . Nilai tersebut
sudah melebihi nilai koefisien korelasi minimal yang diatur di dalam SNI 06-6989.9-2004 untuk
pengendalian mutu yaitu sebesar 0.99. Sehingga, hasil persamaan yang diperoleh dapat digunakan
dalam perhitungan kadar nitrit pada sampel air lindi yang telah disiapkan. Kurva kalibrasi yang
dihasilkan juga menunjukkan hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansi, dimana
semakin tinggi konsentrasi larutan, maka nilai absorbansi akan semakin besar pula dan sebaliknya.

GAMBAR 2 KURVA KALIBRASI DERET UJI (kasih space)

Data hasil pengujian nilai absorbansi yang dilakukan menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 543 nm dari sampel air lindi yang digunakan dapat terlihat pada tabel 1. Pada
pengujian kadar nitrit dalam sampel air lindi kali ini, digunakan faktor pengenceran sampel
sebanyak 100 kali. Faktor pengenceran ini dilakukan dengan harapan nilai absorbansi dapat terbaca
oleh spektrofotometer. Analisis setiap sampel dengan spektrofotometer dilakukan sebanyak dua kali
atau dengan kata lain analisis sampel dilakukan secara duplo. Hal tersebut bertujuan untuk
meningkatkan ketelitian dan keakuratan dari data yang dihasilkan, sehingga ketika nilai yang
diperoleh sangat berbeda nyata pada dua kali pengukuran maka diperlukan pengukuran ulang.

TABEL 2 HASIL PENGUKURAN NILAI ABSORBANSI (kasih space)

Berdasarkan data hasil pengukuran pada tabel 1 dapat terlihat bahwa nilai absorbansi pada
sampel 1 lebih besar jika dibandingkan dengan sampel 2. Perbedaan nilai yang signifikan tersebut
terjadi akibat adanya ketidaktelitian dimana terdapat kelebihan NED yang tercampur. Nilai
absorbansi rata-rata yang diperoleh dari pengujian sampel adalah sebesar ….. dan berada di bawah
nilai absorbansi pada deret uji dengan konsentrasi terbesar yaitu …. mg/L. Dengan adanya hasil data
absorbansi dan persamaan kurva kalibrasi, maka nilai kadar nitrit dapat ditentukan. Hasil pengujian
kadar nitrit pada sampel air limbah dalam praktikum kali ini yaitu sebesar ….. mg/L dengan
konsentrasi nitrit dalam larutan K sebesar …… . Baku mutu untuk kadar nitrit itu sendiri pada
dasarnya tidak dibahas secara terperinci. Sehingga, pada praktikum kali ini acuan baku mutu yang
digunakan yaitu Peraturan Menteri LHK No. P.59 Tahun 2016. Dimana, digunakan acuan baku mutu
terhadap nilai N Total yaitu sebesar 60 mg/L. Berdasarkan hasil perhitungan, maka dapat dikatakan
bahwa kandungan nitrit pada sampel air lindi berada di atas baku mutu. Pada dasarnya, pengujian
kadar nitrit pada sampel air lindi yang dilakukan saat praktikum ini tidak mendapatkan suplai
oksigen yang cukup untuk mengalami proses nitrifikasi. Sehingga, nilai kadar nitrit pada sampel air
lindi cenderung lebih tinggi/lebih rendah dari baku mutu yang berlaku.
Pada umumnya, kadar nitrit yang berlebih, dalam hal ini yang terkandung dalam air lindi, dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada keseimbangan ekosistem dan turut menimbulkan gangguan
yang kronis pada kesehatan manusia jika masuk ke dalam tubuh (Febriandana et al. 2021). Di sisi
lain, tingginya kandungan nitrit yang berada di dalam air sumur gali dapat disebabkan akibat
tercemarnya dari sistem pembuangan sampah sementara. Maka dari itu, kandungan nitrit yang ada
pada air lindi harus dikendalikan sedemikian rupa agar tidak mencemari air sumur yang ada di
sekitar pemukiman warga. Upaya yang dapat dilakukan sebagai suatu usaha dalam menurunkan
kadar nitrit pada air lindi yaitu dengan mengoptimalisasi proses pengolahannya, yakni berupa
resirkulasi air lindi dengan cara menyemprotkannya kembali ke timbunan sampah, optimalisasi
aerasi dengan cara menambah aerator pada kolam fakultatif, melakukan pemeliharaan biofilter
dengan cara mengganti media tempat tumbuhnya bakteri pengurai, serta melakukan fitoremediasi
kolam wetland menggunakan tanaman air eceng gondok

Kesimpulan
Salah satu parameter kualitas air limbah adalah kadar nitrit. Dari pengujian yang sudah dilakukan
dapat diketahui bahwa menurut Permen LHK No.59 Tahun 2016 konsentrasi nitrit dalam air lindi
melebihi baku mutu. Nilai konsentrasi nitrit yang melebihi baku mutu tersebut dapat membahayakan
makhluk hidup dan lingkungan sekitar. Nilai konsentrasi nitrit yang melebihi baku mutu ini
memerlukan beberapa strategi untuk mengoptimalkan pengolahan air lindi untuk mengurangi
senyawa berbahaya yang terlarut di dalamnya khususnya nitrit.

Daftar Pustaka
Angrianto NL, Manusawai J, Sinery AS. 2021. Analisis kualitas air lindi dan permukaan diareal TPA
Sowi Gunung dan sekitarnya di Kabupaten Manokwari, Papua Barat. CASSOWARY. 4(2):
221-233.
Booker J. R, Quigley R. M, Rowe, R. K..2017. Clayey barrier systems for waste disposal facilities.
CRC Press.
Damsir, Suprihatin, Romli M, Yani M, Herlambang A. 2016. Karakteristik lindi hasil fermentasi
anaerobik sampah Kota Dalam lisimeter dan potensi pemanfaatannya menjadi pupuk air.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 26(2): 125-133.
Febriandana I, Mahreda ES, Kissinger, Fatmawati. 2021. Uji nitrit pada air lindi di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Cahaya Kencana Kabupaten Banjar menggunakan
kolorimeter portabel. EnviroScienteae. 17(1): 47-51.
Machdar I. (2008). Water Science and Technology. 39(7): 23-31.
Santika S S, Alaerts G.2010. Metoda Penelitian Air.Usaha nasional. Surabaya (ID)

—--------------------------------------------------BATAS—-------------------------------------------------------
PTLT II. MG 4

PENGUJIAN KONSENTRASI BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD) PADA AIR


SUNGAI CISADANE

PENDAHULUAN
Fungsi air bagi masyarakat dan makhluk hidup pada dasarnya sangatlah penting. Sehingga,
keberadaan sumber air harus tetap dijaga baik secara kuantitas maupun kualitas. Sungai menjadi
salah satu sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Akan tetapi,
berdasarkan pantauan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (LH RI) tahun 2014,
sebanyak 75% sungai di Indonesia tercemar berat akibat buangan air limbah rumah tangga termasuk
sungai Cisadane di Kota Tangerang. Hal ini terjadi akibat sistem buangan air limbah yang tergolong
buruk. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) dan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), serta
kepemilikan jamban pada masyarakat sekitar sungai Cisadane yang kurang memadai mengakibatkan
kualitas air sungai menurun. Penurunan kualitas air merupakan akibat dan aktivitas manusia yang
tidak peduli terhadap lingkungan dan tidak mengindahkan kaidah pembangunan berkelanjutan (Jiao
2015).
Limbah hasil kegiatan yang dialirkan ke perairan tentu dapat mencemari sungai atau laut dan
menimbulkan berbagai masalah penyakit bagi manusia dan lingkungan. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk memantau kualitas air adalah dengan mengukur kandungan BOD (Biochemical
Oxygen Demand) pada air sungai maupun air laut yang ingin diteliti. Parameter BOD pada dasarnya
memberikan informasi mengenai fraksi yang siap terurai dari bahan organik yang mengalir di dalam
air (Sutton 2011). BOD diketahui sebagai jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh
mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Santoso 2018). Nilai
BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, melainkan hanya mengukur
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mendekomposisi bahan organik tersebut (Wulandari 2018).
Pencemaran air sangat berdampak terhadap menurunnya kegiatan ekonomi dan sosial akibat
banyaknya bahan organik yang melebihi standar baku mutu atau kandungan zat beracun di perairan
(Thambavani dan Sabitha 2012). Kondisi tersebut dapat merusak kadar kimia air dan menyebabkan
kandungan oksigen terlarut di perairan menjadi kritis. Kadar kimia air yang rusak tersebut akan
berpengaruh terhadap peran atau fungsi dari perairan. Jumlah polutan yang terdapat di perairan dapat
mempengaruhi tingginya pencemaran yang ditampung oleh badan perairan akibat air buangan
domestik yang berasal dari penduduk maupun buangan dari proses-proses industri. Nilai BOD dalam
hal ini menjadi salah satu parameter kimia yang berfungsi untuk mengetahui kualitas perairan.
Dalam hal ini, analisis BOD perairan dapat meminimalisir jumlah toksik jika nilainya telah diketahui
dan dilakukan pengolahan secara biologis (Daroini dan Arisandi 2020). Oleh karena itu, praktikum
ini bertujuan mengetahui besaran nilai BOD pada air sungai Cisadane untuk menentukan kualitas air
sungai Cisadane pada Kota Tangerang itu sendiri.

TINJAUAN PUSTAKA
Sungai
Pada dasarnya, sudah sejak dahulu terdapat hubungan antara kehidupan manusia dengan sungai.
Tempat tinggal manusia banyak yang berada berdekatan dengan sungai, karena di dalam
kehidupannya manusia membutuhkan air yang dengan mudah didapatkan dari sungai. Sungai juga
dimanfaatkan sebagai sumber air untuk berbagai macam kebutuhan hidup manusia, mulai dari air
untuk keperluan rumah tangga, irigasi, perikanan, pariwisata hingga sarana transportasi. Dapat
diketahui bahwa sungai tidak hanya dimanfaatkan airnya, tetapi alur sungai juga dimanfaatkan untuk
keperluan hidup manusia. Dimana, pemanfaatan alur sungai dilakukan oleh masyarakat setempat
untuk berbagai keperluan, mulai dari bidang pertanian hingga ke pemukiman (Darmanto dan
Sudarmadji 2013). Sungai adalah air tawar dari sumber alamiah yang mengalir dari tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan menuju atau bermuara ke laut, danau atau sungai yang
lebih besar. Kondisi sungai yang terdapat di beberapa wilayah di Indonesia sudah jauh di atas
ambang batas layak yang disyaratkan sebagai sumber air baku. Pada tahun 2010, disebutkan bahwa
tingkat kekeruhan air telah melampaui batas 1000 NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Hal tersebut
menjadi dampak dari pemanfaatan air sungai yang umumnya dilakukan secara besar-besaran oleh
pemerintah maupun masyarakat sekitar (Zuliyanti et al. 2022).

Pencemaran Air Sungai


Salah satu sumber air yang sangat tercemar saat ini adalah sungai. Sungai yang terdapat di
Indonesia sebagian besar tidak berada dalam kondisi optimal, padahal fungsi sungai bagi manusia
sangatlah banyak. Di samping itu, sungai cukup berperan penting bagi ekosistem yang terdapat pada
sungai itu sendiri. Definisi tepat bagi pencemaran air terbagi menjadi dua kategori, yakni dengan
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, energi, zat maupun komponen lainnya yang dapat
menyebabkan kelebihan pada baku mutu yang telah ditetapkan. Terjadinya pencemaran sungai
diakibatkan oleh dua sumber, yaitu sumber tertentu dan sumber tak tentu. Contoh dari sumber
tertentu ini merupakan hasil dari suatu aktivitas industri serta suatu limbah domestik terpadu.
Sumber kedua yaitu sumber tak tentu, dimana sumber ini berasal dari suatu kegiatan pemukiman,
transportasi, pertanian. Pencemaran air juga dapat terjadi secara biologi, kimia maupun fisika.
Pencemaran secara kimia dapat terbagi menjadi dua, yaitu kimia organik serta kimia anorganik.
Pencemaran yang timbul dari tiga faktor tersebut jika melebihi baku mutu akan memiliki dampak
negatif bagi biota perairan serta manusia jika digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Arni dan
Susilawati 2022).

BOD (Biochemical Oxygen Demand)


Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri dalam
melakukan proses dekomposisi aerobik terhadap bahan organik dari suatu larutan. Nilai BOD
menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah
bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan (Pramyani dan Marwati
2020). . BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang
terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Air
limbah dengan BOD yang tinggi tidak dapat mendukung kehidupan organisme yang membutuhkan
oksigen. BOD yang lebih tinggi juga dapat mengakibatkan penipisan oksigen dari air limbah dan
kondisi anaerobik dalam air limbah (Bhutiani et al. 2019). Parameter BOD masih cukup relevan
untuk digunakan sebagai salah satu parameter air yang penting (Atima 2015).

METODOLOGI
Praktikum Teknik Lingkungan Terpadu pada pertemuan ke-4 ini dilaksanakan pada hari Rabu,
15 Februari 2023 pukul 13.00-16.00 WIB secara luring di Laboratorium Udara Departemen Teknik
Sipil dan Lingkungan. Kegiatan praktikum diawali dengan pemaparan materi praktikum secara
keseluruhan mengenai pengujian konsentrasi BOD (Biochemical Oxygen Demand) pada air sungai
Cisadane, dilanjutkan dengan pemaparan tujuan praktikum beserta tahapan-tahapan praktikum yang
harus dilakukan oleh dosen praktikum. Kemudian, dilakukan persiapan alat bahan, dimana alat yang
digunakan pada praktikum ini adalah botol winkler, gelas ukur 1000 mL, gelas beaker 1000 mL,
inkubator 20 derajat C, dan pipet volumetrik 10 mL. Sementara itu, bahan yang dibutuhkan pada
praktikum ini antara lain seperti MnSO4, KOH-KI, H2SO4 pekat, larutan baku Na2S2O3, indikator
amilum, dan aquades.
Kegiatan praktikum dilakukan selama kurun waktu 3 jam dengan mengerjakan pengujian kadar
BOD (Biochemical Oxygen Demand) pada air sungai Cisadane yang mengacu pada SNI
06-6989.14-2004 tentang Cara Uji Oksigen Terlarut Secara Iodometri (modifikasi azida) dan SNI
6989.72-2009 tentang Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD). Pengambilan sampel air
sungai Cisadane sebanyak 300 ml dilakukan di Sungai Cisadane titik 4 pada Jalan Sedane (dekat
Jalan Empang) hari Rabu, 15 Februari 2023 pukul 11.00 WIB. Langkah pengujian kadar BOD pada
sampel air sungai cisadane tersebut diawali dengan persiapan sampel uji yang meliputi aquades dan
sampel uji itu sendiri, persiapan normalitas larutan baku Na2S2O3, lalu dilakukan pengujian sampel,
serta dilakukan perhitungan ketika data pengujian sampel telah diperoleh.
Praktikum ini diawali dengan persiapan contoh uji berupa sampel aquades dan sampel uji.
Persiapan sampel akuades dilakkan dengan dimasukkannya aquades kedalam botol winkler (DO0
dan DO5) kemudian Pengukuran DO0 dilakukan langsung setelah sampel aquades disiapkan
sedangkan DO5 dilakukan pada hari kelima dan disimpan. Selanjutnya persiapan sampe uji
dilakukan dengan dimasukkannya sampel uji kedalam 2 botol winkler (DO0 dan DO5) dengan
syarat apabila nilai DO terlalu tinggi maka harus dilakukan pengenceran terlebih dahulu. kemudian
Pengukuran DO0 dilakukan langsung setelah sampel aquades disiapkan sedangkan DO5 dilakukan
pada hari kelima dan disimpan.
Selanjutnya dilakukan Normalitas larutan baku Natrium Tiosulfat Na2S2O3 dengan
dimasukkannya larutan baku K2Cr2O7 0,025 N 10 mL yang ditambahkan aquades 40 mL, KI murni
0,5 gr dan 1 mL H2SO4 hingga berwarna oranye pekat. Kemudian dilakukan titrasi dengan Larutan
Natrium Tiosulfat Na2S2O3 hingga berwarna kuning, selanjutnya tambahkan indicator amilum 1-2
mL hingga berwarna hijau lumut dan dilanjutkan dengan titrasi Larutan Natrium Tiosulfat Na2S2O3
hingga berwarna biru muda.
Pengujian sampel dilakukan dengan menambahkan MnSO4 1 mL dan KOH-KI 1mL kedalam
sampel Lalu di kocok hingga terdapat endapan lalu tambahkan H2SO4, dan kocok lagi hingga
endapannya terlarut. Selanjurnya Ambil 50 mL sampel dari botol winkler lalu titrasi dengan Natrium
Tiosulfat Na2S2O3 hingga berwarna kuning muda dan tambahkan 3-4 tetes amilum hingga berwarna
biru. Kemudian dilakukan titrasi kembali dengan dengan Larutan Natrium Tiosulfat Na2S2O3
hingga berwarna bening dan Catat volume titrasi yang telah dilakukan.
Persamaan yang dapat digunakan pada pengujian ini sebagai berikut:
Nilai normalitas Larutan Natrium Tiosulfat Na2S2O3
N=(N2-V2)/v1………………………………………………………………………..(1)
Keterangan:
N = Normalitas Larutan Baku K2Cr2O7
V2 = Volume Larutan Baku K2Cr2O7
V1= Volume Larutan Natrium Tiosulfat Na2S2O3
Nilai DO
DO=(V x N x 8000 x F)/50……………………………………………………....…………..(2)
Keterangan:
V = Volume Larutan Natrium Tiosulfat Na2S2O3
N= Vol Normalitas Larutan Natrium Tiosulfat Na2S2O3
F= Faktor pengenceran

Secara garis besar, tahapan-tahapan pengujian konsentrasi BOD pada air sungai CIliwung dapat
dilihat pada diagram alir seperti Gambar 1 berikut:

Gambar 1 Diagram alir persiapan contoh uji pada pengujian BOD pada air sungai Cisadane
Gambar 2 Diagram alir Normalitas larutan baku Natrium Tiosulfat Na2S2O3 dan pengujian
sampel pada pengujian BOD pada air sungai Cisadane

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pencemaran air tentu berdampak buruk terhadap manusia dan makhluk lain. Maka dari itu,
diperlukan analisis pada badan air yang aktif digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk
mengetahui kualitas air yang terdapat pada badan air tersebut. Hal ini sangat disarankan untuk
dilakukan supaya ketika badan air diketahui telah tercemar, maka dapat disusun strategi atau usaha
untuk menanggulangi pencemaran air yang terjadi. Sungai Cisadane menjadi salah satu sungai di
Indonesia yang tercemar berat akibat buangan air limbah rumah tangga. Sampel air sungai Cisadane
memiliki karakteristik air yang keruh dan berwarna dengan suhu normal dalam rentang 25-30 derajat
C. Parameter BOD secara umum banyak digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air.
Secara sederhana, pengukuran BOD diartikan sebagai pengukuran banyaknya oksigen yang
digunakan oleh mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik yang terdapat di dalam suatu
perairan.
Nilai BOD pada dasarnya diperoleh dari selisih nilai DO0 dan DO5. Secara sederhana, DO0
diketahui sebagai pengujian terhadap banyaknya kadar oksigen terlarut sesaat setelah pengambilan
sampel air. Dimana, kondisi sampel tidak boleh didiamkan lebih dari 2 jam, sehingga sampel air
yang telah diperoleh secepat mungkin harus segera dilakukan pengujian untuk mendapatkan nilai
DO0. Di sisi lain, DO5 diketahui sebagai pengujian terhadap banyaknya kadar oksigen terlarut
setelah sampel disimpan selama 5 hari di dalam kulkas. Pada dasarnya, tahap pengujian nilai DO,
baik DO0 maupun DO5 memiliki langkah yang sama dari awal hingga akhir.
Pengujian DO baik DO0 maupun DO5 pada sampel air sungai Cisadane diawali dengan
ditambahkannya larutan MnSO4 sebanyak 1 mL dan alkali iodida sebanyak 1 mL secara berurutan
lalu dihomogenkan dan didiamkan lebih kurang selama 10 menit agar partikel pada sampel air dapat
mengendap. Kemudian, sampel air ditetesi H2SO4 lalu dihomogenkan hingga padatan atau partikel
yang berwarna jingga kemerahan hancur. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan ke dalam 2
erlenmeyer dengan masing-masing erlenmeyer diisi sampel air sebanyak 50 mL. Masing-masing
erlenmeyer kemudian ditetesi amilum hingga sampel air berwarna biru gelap. Kemudian, dilakukan
titrasi menggunakan larutan Natrium Tiosulfat hingga sampel berwarna bening. Volume larutan
Natrium Tiosulfat yang digunakan hingga sampel air menjadi bening tersebut kemudian dimasukkan
ke dalam persamaan (2) untuk mengetahui besar nilai DO baik DO0 maupun DO5.
Setelah dilakukan serangkaian pengujian pada sampel, maka berdasarkan perhitungan diperoleh
nilai DO0 pada erlenmeyer 1 dan erlenmeyer 2 sebesar 7.2 mg/L. Di sisi lain, nilai DO5 pada
erlenmeyer 1 dan erlenmeyer 2 secara berturut-turut sebesar 5.7 mg/L dan 4.3 mg/L. Dapat terlihat
bahwa nilai DO0 lebih besar daripada DO5. Hal tersebut dapat diasumsikan bahwa pada DO0 posisi
bakteri yang terkandung di dalam sampel air belum melakukan degradasi polutan. Sedangkan, pada
DO5 bakteri telah melakukan degradasi sehingga nilai DO5 menjadi lebih rendah dibandingkan
dengan nilai DO0. Nilai DO0 dan DO5 yang telah diketahui tersebut kemudian akan menentukan
besaran nilai BOD dari sampel air sungai yang digunakan. Ringkasan hasil data pengujian BOD
pada sampel air sungai Cisadane dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Data hasil perhitungan nilai DO dan BOD pada sampel air sungai Cisadane

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai BOD pada erlenmeyer 1 dan erlenmeyer 2
secara berturut-turut yaitu sebesar 1.44 mg/L dan 2.87 mg/L dengan rata-rata nilai BOD dari kedua
erlenmeyer tersebut sebesar 2.15 mg/L. Pada dasarnya, perhitungan nilai BOD bertujuan untuk
mengetahui standar peruntukan air sungai yang terdapat pada titik tersebut. Hal ini dilakukan untuk
menghindari penggunaan air untuk sektor yang tidak tepat. Pada PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat penentuan peruntukan
air sungai yang terdiri dari 4 kelas. Peruntukan air sungai sesuai dengan kelasnya dapat dilihat pada
tabel 2 berikut.
Tabel 2 Baku mutu air sungai
Nilai BOD yang telah diperoleh berdasarkan hasil pengujian dan perhitungan pada sampel air
Sungai Cisadane dapat dianalisis pada masing-masing erlenmeyer maupun nilai rerata yang
diperoleh. Pada erlenmeyer 1, diperoleh nilai BOD sebesar 1.44 mg/L dimana nilai tersebut berada
pada kelas 1 karena nilai BOD tidak melebihi batas baku mutu pada kelas 1 yaitu sebesar 2 mg/L. Di
sisi lain, pada erlenmeyer 2 diperoleh nilai BOD sebesar 2.87 mg/L sehingga nilai tersebut termasuk
ke dalam kelas 2 karena lebih dari 2 mg/L. Berdasarkan hasil rerata nilai BOD pada erlenmeyer 1
dan erlenmeyer 2 diperoleh nilai sebesar 2.15 mg/L. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai
BOD dari sampel air sungai Cisadane termasuk ke dalam kelas 2 karena melebihi nilai BOD pada
kelas 1 yakni 2 mg/L tetapi kurang dari nilai BOD pada kelas 2 yakni 3 mg/L. Baku mutu air sungai
kelas 2 diketahui sebagai air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan/atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

-bahas berdasarkan literatur mengenai akibat kalo nilai DO0 < DO5

-bahas kalo nilai DO itu makin besar makin bagus atau ngga

Parameter DO dan BOD menentukan kondisi terkini kemampuan badan air untuk memulihkan beban
pencemar secara alami. Menurut Tchobanoglous et al., (2003), konsentrasi BOD menunjukkan jumlah
konsentrasi oksigen terlarut (DO) yang digunakan oleh mikroorganisme dalam aktivitas pembakaran zat
organik, dan diukur setelah lima hari pengujian (BOD5). Nilai beban pencemaran DO berbanding terbalik
dengan BOD dan COD. Pada konsentrasi DO, semakin tinggi nilai DO maka semakin baik kualitas air.

-bahas kalo nilai BOD itu makin besar makin bagus atau ngga

BOD atau Biological Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah
oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau
mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Sugiharto 2018). BOD dapat digunakan
sebagai ukuran kualitas limbah cair atau air apabila tidak ada gangguan terhadap aktivitas
mikroorganisme. Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jenis limbah, suhu air, derajat
keasaman (pH), kondisi air secara keseluruhan (Agusnar H 2015). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa konsentrasi DO0 lebih besar dari DO5. Hal tersebut dikarenakan pada percobaan menentukan
konsentrasi DO5 contoh uji didinginkan terlebih dahulu selama 5 hari di dalam lemari es, akibatnya
suhu pada contoh uji air akan mengalami penurunan suhu. Menurut Sugiharto (2018), aktivitas
mikroorganisme akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Semakin tinggi nilai BOD
maka kualitas air semakin buruk disebabkan oleh gangguan dari mikroorganisme yang hidup
didalamnya (sugiharto 2018).

-solusi penanganan untuk BOD

Penurunan konsentrasi BOD dapat dilakukan dengan cara membangun sistem bioremediasi buatan dengan
menggunakan bioreaktor (Jackson et al., 2007). Selain itu, fotodegradasi katalis lapis tipis juga dapat
digunakan untuk menurunkan nilai BOD. Adsorpsi karbon aktif, oksidasi kimiawi, serta degradasi
fotokatalitik merupakan berbagai cara untuk mengurangi kadar BOD. Pengelolaan daerah aliran sungai harus
dilakukan secara terpadu meliputi bagian hulu, tengah, dan hilir sungai tanpa terhambat oleh batas
administrasi. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui perkembangan kualitas air. Pemantauan kualitas air juga
berguna sebagai inventarisasi dan dapat menentukan penyebab maupun akibat dari suatu kegiatan terhadap
kualitas air.

KESIMPULAN

Daftar Pustaka
Atima W. 2015. BOD dan COD sebagai parameter pencemaran air dan baku mutu air limbah.
/Biosel: Biology Science and Education. 4(1): 83-94.
Arni A, Susilawati. 2022. Pencemaran air sungai akibat pembuangan sampah di Desa Bagan Kuala
Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Nautical: Jurnal Ilmiah Multidisiplin. 1(4):
241-245.
Bhutiani R, Rai N, Sharma PK, Rausa K, Ahamad F. 2019. Phytoremediation efficiency of water
hyacinth (E. crassipes), canna (C. indica) and duckweed (L. minor) plants in treatment of
sewage water. Environment Conservation Journal. 20(1): 143-156.
Darmanto D, Sudarmadji. 2013. Pengelolaan sungai berbasis masyarakat lokal di daerah Lereng
Selatan Gunung Api Merapi. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 20(2): 229-239.
Daroini TA, Arisandi A. 2020. Analisis BOD (Biochemical Oxygen Demand) di perairan Desa P
rancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. JUVENIL. 1(4): 558-566.
Jiao Ding. 2015. Klasifikasi Kualitas Air Sungai. Bandung: Penerbit Jaka.
Peraturan Menteri PU RI [Direktorat Jenderal Pengairan]. 2014. Keputusan Direktur Jenderal
Pengairan Nomor: 1451/KPTS/2014 Tentang Standar Perencanaan Drainase. Jakarta.
Pramyani IAPC, Marwati NM. 2020. Efektivitas metode aerasi dalam menurunkan kadar
Biochemical Oxygen Demand (BOD) air limbah laundry. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 10(2):
88-99.
Santoso AD. 2018. Keragaman nilai DO, BOD dan COD di danau bekas tambang batu bara studi
kasus pada Danau Sangatta North Pt. Kpc di Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan.
19(1): 89-96.
Sutton S. 2011. Measurement of microbial cells by optical density. Journal of Technology. 1(3):
46-49.
Thambavani DS, Sabitha MA. 2012. Multivariate statistical analysis between COD and BOD of
sugar mill effluent. Scholarly Journal of Mathematics and Computer Science. 1(1): 6-12.
Wulandari A. 2018. Analisis Beban Pencemaran Dan Kapasitas Asimilasi Perairan Pulau Pasaran Di
Provinsi Lampung. [Skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Zuliyanti, Anggela R, Cahyaningrum W. 2022. Analisis pemanfaatan air sungai bagi rumah tangga
di Bantaran Sungai Melawai Desa Sungai Ana Kabupaten Sintang. Jurnal Pendidikan Geografi
dan Pariwisata. 2(1): 35-51.

—--------------------------------------------------BATAS—-------------------------------------------------------
PENGUJIAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR SUNGAI
CISADANE
PENDAHULUAN
Air sangat penting bagi kehidupan manusia sehingga pengelolaan kualitas harus diperhatikan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam
yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk
memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan.
Oleh karena itu dilakukannya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara
bijaksana untuk melestarikan fungsi air dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan
mendatang serta keseimbangan ekologis (Kustiasih 2011).
Pengelolaan kualitas air sebagai upaya pemeliharaan agar tercapai kualitas air yang diinginkan
sesuai peruntukannya dan menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya, maka
diperlukan pemeriksaan kualitas air secara berkala, terutama terhadap parameter-parameter yang
merupakan indikator adanya pencemaran di dalam air, antara lain pemeriksaan parameter pH, TSS,
COD dan BOD, yang dapat digunakan sebagai salah satu ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat
organik. Nilai COD akan lebih besar dibandingkan dengan nilai Biological Oxygen Demand (BOD)
hal ini dikarenakan sebagian besar senyawa akan mudah teroksidasi secara kimiawi dibandingkan
secara biologis (Siregar et al. 2015). Tingginya kadar COD dapat menjadi ukuran bagi pencemaran
air oleh zat-zat organik teroksidasi dengan proses mikrobiologi, yang mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut dalam air sehingga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme akuatik,
sehingga pengujian COD ini perlu dilakukan. Oleh karena itu, praktikum ini bertujuan mengukur
dan mengidentifikasi nilai COD air sungai.

TINJAUAN PUSTAKA
CHEMICAL OXYGEN DEMAND
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah ukuran kuantitatif jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi atau mendekomposisi bahan organik dan anorganik dengan menggunakan agen
oksidasi seperti kalium dikromat. Dalam hal ini, nilai COD memberikan informasi tentang jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi karbondioksida dan air
(CO2 dan H2O) dengan bantuan oksidator, dan menghasilkan nilai COD yang lebih tinggi
dibandingkan BOD pada air yang sama. Oleh karena itu, hasil pengujian COD selama 10 menit
setara dengan hasil pengujian BOD selama 5 hari sebesar 96%. Hal ini menunjukkan bahwa COD
memiliki potensi untuk menggantikan pengujian BOD yang lebih lama dan memakan waktu.( Iswan
2012)
PENGUKURAN COD
Chemical Oxygen Demand (COD) menjadi salah satu parameter penting dalam pengolahan air
limbah. Prinsip pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium dikromat sebagai
oksidator pada sampel (dengan volume tertentu) yang ditambahkan perak sulfat sebagai katalisator
kemudian dipanaskan beberapa waktu tertentu. Kelebihan kalium dikromat pada saat melakukan
titrasi sehingga bisa diketahui banyaknya kalium dikromat yang dipakai untuk mengoksidasi suatu
bahan organik yang terdapat dalam sampel sehingga nilai COD dapat dihitung(Andika et al. 2020).

METODE REFLUKS
Salah satu metode sintesis senyawa organik adalah refluks. Metode ini digunakan apabila dalam
sintesis tersebut menggunakan pelarut yang volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa
maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks
adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, tetapi akan didinginkan
dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada
kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi
berlangsung (Nuraini et al. 2019).

Metodologi
Praktikum “Pengujian Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD)” dilaksanakan pada Rabu,
22 Februari 2023 pukul 13.00-16.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di laboratorium kualitas udara
dan kebisingan IPB University. Pengujian yang dilakukan mengacu SNI 6989.2:2009 tentang air dan
air limbah - Bagian 2: Cara uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD)
dengan refluks tertutup secara spektrofotometri. Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum
ini adalah Spektrofotometri ,Timbangan analitik ,Tabung reaksi , Block heater, Erlenmeyer, Corong ,
Pipet , Labu Ukur. Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Digest Solution,
Pereaksi sulfat, Kertas saring, Sampel uji, Air Suling. Praktikum ini bertujuan menentukan jumlah
oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi.

Prinsip pengujian COD yaitu Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji
dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang
dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L) diukur secara spektrofotometri sinar
tampak. Cr2O72- kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 420 nm dan Cr3+ kuat mengabsorpsi
pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L kenaikan
Cr3+ ditentukan pada panjang gelombang 600 nm.. Untuk nilai COD lebih kecil atau sama dengan
90 mg/L penurunan konsentrasi Cr2O72- ditentukan pada panjang gelombang 420 nm. Pengujian
COD diawali dengan pembuatan reagen yaitu berupa larutan baku, digest solution, dan pereaksi
sulfat. Selanjutkan pembuatan deret uji dengan konsentrasi larutan 0,100,200,400,600,dan 800 mg/l.
Setelah itu sampel diuji dengan cara Ambil sampel yang akan diuji sebanyak 2.5 ml. Tambahkan
larutan digest solution dan pereaksi sulfat. Terakhir hasil pengujian dihitung berdasarkan persamaan
dari kurva kalibrasi yang diperoleh dengan mensubstitusikan intercept dan gradient ke dalam
persamaan Y = mx + c sehingga konsentrasi air yang diuji diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN


COD atau Chemical Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik yang terjadi secara kimia menggunakan oksidator kuat dalam
kondisi asam dan panas. Nilai COD merupakan ukuran bagi tingkat pencemaran oleh bahan organik.
Kadar COD dalam air limbah berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan organik
yang terdapat dalam air limbah. Konsentrasi bahan organik yang rendah tidak selalu dapat direduksi
dengan metode pengolahan yang konvensional (Harahap et al. 2020). Nilai COD tersebut dihitung
berdasarkan SNI 6989-15-2019 sehingga menghasilkan konsentrasi COD, kurva hubungan nilai
absorbansi dengan konsentrasi larutan kerja, dan nilai rata-rata absorbansi. Nilai kadar COD dapat
diperoleh dari pengujian spektrofotometri dengan menambahkan zat oksidator kuat ke dalam sampel
yaitu senyawa kalium bikromat (K2CrO7). Hasil pengujian spektrofotometri dapat dilihat pada Tabel
1.

TABEL 1 HASIL PENGUJIAN SPEKTROFOTOMETRI (kasih space)

Contoh ya ini
kasih space dl aja
konsentrasi Abs
0
5
10
20
30
40
60
Abs Sampel
1 0.113
Abs Sampel
2 0.115

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan kerja maka nilai
absorbansinya semakin kecil. Oleh karena itu, hubungan antara nilai absorbansi dan konsentrasi
larutan kerja berbanding terbalik. Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 2 kurva kalibrasi.
Data-data tersebut selanjutnya diolah dengan menggunakan Microsoft Excel untuk mendapatkan
kurva hubungan nilai absorbansi dengan konsentrasi larutan kerja.

GAMBAR 2 KURVA KALIBRASI (kasih space)

Berdasarkan gambar diatas, kurva yang terbentuk menurun atau bersifat negatif. Hal ini ditandai
dengan nilai slope negatif sebesar …… yang dapat dilihat dari persamaan y=......x+..... . Selain itu,
terdapat nilai intercept sebesar …… . Menurut SNI 6989-15-2019 nilai bias metode tidak boleh lebih
besar atau sama dengan 10%, sehingga nilai R^2 sebesar 0,9….. sudah memenuhi syarat tersebut,
apabila nilai tersebut tidak memenuhi makan harus diulangi serta memeriksa alat pengujian sampai
syarat tersebut terpenuhi. Data yang diperoleh sepanjang jalan Sungai Cisadane terdapat 2 sampel
dengan nilai absorbansi yang berbeda yaitu ….. pada sampel 1 dan ….. pada sampel 2 sehingga
diperoleh nilai absorbansi rata-rata sebesar ….. . Pengolahan data selanjutnya yaitu menghitung
kadar COD dengan cara mengurangi nilai absorbansi rata-rata dan nilai intercept kemudian dibagi
dengan nilai slope yang dimiliki oleh kurva diatas, sehingga didapatkan konsentrasi COD di Sungai
Cisadane sebesar …. mg/L.

TABEL 2 KELAS BAKU MUTU AIR (kasih space)

Paramet
Satuan Kelas
er
I II III IV
pH 5-9 6-9 6-9 5-9
BOD Mg/L 2 3 6 12
COD Mg/L 10 25 50 100
DO Mg/L 6 4 3 0

(Sumber : PP Nomor 82 Tahun 2001)

Berdasarkan tabel 2 yang bersumber dari PP Nomor 82 Tahun 2001, nilai COD Sungai Cisadane
….. mg/L memenuhi baku mutu kelas ….. . Aliran Sungai Cisadane yang tergolong baku mutu kelas
… digunakan untuk ….. . Namun air sungai ini tidak dapat dikonsumsi secara langsung sehingga
dapat dikatakan tercemar ringan. Menurut Siahaan (2011) menyatakan bahwa kadar COD pada
sungai akan lebih tinggi Ketika musim kemarau dibandingkan musim hujan, hal tersebut
dikarenakan air hujan yang jatuh dapat membantu mengencerkan senyawa kimia dalam air.

DAFTAR PUSTAKA
Andika B, Wahyuningsih P, Fajri R. 2020. Penentuan Nilai BOD Dan COD Sebagai Parameter
Pencemaran Air Dan Baku Mutu Air Limbah Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit ( Ppks ) Medan.
Jurnal Kimia Sains Dan Terapan, 2(1), 14–22.
Harahap MR, Amanda LD, Matondang AH. 2020. ANALISIS KADAR COD (CHEMICAL
OXYGEN DEMAND) DAN TSS (TOTAL SUSPENDED SOLID) PADA LIMBAH CAIR
DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS. AMINA. 2(2): 79-83.
Iswan U. 2012. Evaluasi Kualitas Air Sungai DAS Batang Kuranji Kota Padang. Jurnal GEografi. 2
(1) : 32-47
Kustiasih T. 2011. Penelitian angka kebutuhan oksigen kimia air limbah dengan mempertimbangkan
faktor ketidakpastian. Jurnal Permukiman. 6(3): 121-128.
Nuraini E, Tantri F, Fajar L. 2019. Penentuan nilai BOD dan COD limbah cair inlet laboratorium
pengujian fisis Politeknik ATK Yogyakarta. Integrated Lab Journal. 7(2):10-15.
Siregar RD, Zaharah TA, Wahyuni N. 2015. Penurunan kadar COD (Chemical Oxygen Demand)
limbah cair industri kelapa sawit menggunakan arang aktif biji kapuk (Ceiba petandra). JKK.
4(2): 62-66.

Anda mungkin juga menyukai