Anda di halaman 1dari 10

ASESMEN PASIEN

PP 1 Kerangka waktu penyelesaian asesmen awal :


- Asesmen awal rawat jalan harus selesai dalam waktu 1 jam
- Asesmen awal gawat darurat harus selesai dalam waktu 2 jam
- Asesmen awal rawat inap harus selesai dalam waktu 24 jam
- Asesmen awal rawat jalan harus selesai dalam waktu 1 jam
- Pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit akut/non
kronis asesmen awal diperbaharui setelah 1 (satu) bulan
- Pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit kronis,
asesmen awal diperbaharui setelah 3 (tiga) bulan
Isi, jumlah dan jenis asesmen awal medis dan keperawatan meluputi :
a. Status fisik
b. Psiko-sosio-spiritual
c. Ekonomi
d. Riwayat kesehatan pasien
e. Riwayat alergi
f. Asesmen nyeri
g. Risiko jatuh
h. Asesmen fungsional
i. Risiko nutrisional
j. Kebutuhan edukasi
k. Perencanaan pemulangan pasien (Discharge Planning)
AP 1.1 AP 1.2 Asesmen awal pasien rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat meliputi
AP 1.3 pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan, pengkajian pasien dari aspek
psikologis, sosial, ekonomi, cultural dan spiritual pasien.
AP 1.4 Kriteria risiko nutrisi
Pasien di skrining untuk risiko nutrisional sebagai bagian dari asesmen
awal :
a. Secara umum seleksi dilakukan melalui evaluasi sangat sederhana
b. Asesmen secara mendalam dibutuhkan untuk mengidentifikasi
pasien yang memerlukan intervensi nutrisi
c. Skrining gizi awal nutrisional dilakukan secara Malnutrition
Screening Tools (MST)
AP 1.4.1 Kriteria asesmen kebutuhan fungsional dan risiko jatuh dikembangkan
staf yang kompeten dan berwenang :
a. Secara umum seleksi dilakukan melalui evaluasi sangat sederhana
b. Asesmen secara mendalamdibutuhkan untuk mengidentifikasi
pasien yang memerlukan intervensi layanan rehabilitasi atau
layanan lain yang terkait dengan kemampuan untuk fungsi
mandiri, melalui :
 Skirining awal asesmen fungsional dengan metode barthel
index
 Skrining risiko jatuh (humpty dumpty untuk pasien anak,
morse falls scale untuk pasien dewasa)
AP 1.5 Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining terhadap nyeri dan
jika ada nyeri dilakukan asesmen lebih mendalam terhadap nyeri di
sesuaikan dengan :
- Umur pasien
- Pengukuran intensitas
- Kualitas nyeri seperti karakteristik nyeri, frekuensi, lokasi
dan lamanya
- Informasi tambahan riwayat rasa nyeri, apa keinginan pasien
untuk menghilangkan rasa nyeri dan sebagainya
Asesmen awal nyeri di nilai untuk :
- Anak ≥ 6 tahun dan dewasa secara wong baker faces pain
rating scale dan numeric rating scale
- Anak ≤ 6 tahun menggunakan FLACC
Asesmen ulang nyeri dilakukan secara skor sedasi/Pasero-Mc Caffery-
Induced sedation scale (POSS)
AP 1.6 Asesmen tambahan untuk populasi tertentu atau populasi pasien khusus
mengharuskan proses asesmen perlu di tambah, di RSIA Siti Hawa
meliputi :
- Neonatus
- Remaja
- Geriatri
- Pasien dengan kebutuhan P3 (perencanaan pemulangan
pasien)
- Pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris
AP 4 Asuhan terintegrasi/kolaborasi pelayanan & DPJP sebagai clinical leader
 Kolaborasi salah satunya dengan CPPT
 Kolaborasi dengan tenaga profesi lainnya, mulai asesmen,
pelayanan pasien visite bersama, laporan kasus bersama dengan
PPA
 Dokumentasikan rekam medis untuk membuktikan proses
kolaborasi
AP 5.3 Program manajemen risiko laboratorium
Program manajemen risiko laboratorium merupakan bagian dari :
1. Program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang meliputi:
a) Keselamatan dan keamanan
b) Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
c) Penanggulangan bencana (emergensi)
d) Proteksi kebakaran (fire safety) -properti dan para penghuni
dilindungi dari bahaya kebakaran dan asap
e) Peralatan medis- pemilihan, pemeliharaan, dan penggunaan
teknologi dengan cara yang aman untuk mengurangi risiko
f) Sistem penunjang (sistem utilitas)- pemeliharaan sistem listrik,
air dan sistem penunjang lainnya dengan tujuan untuk
mengurangi risiko kegagalan operasional
2. Pengelolaan bahan B3 dan limbah
a) Data inventarisasi B3 dan limbahnya yang meliputi jenis, jumlah,
dan lokasi
b) Penanganan, penyimpanan, dan penggunaan B3 dan limbahnya
c) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan prosedur
penggunaan, prosedur bila terjadi tumpahan, atau
paparan/pajanan
d) Pemberian label/rambu-rambu yang tepat pada B3 dan limbahnya
e) Pelaporan dan investigasi dari tumpahan eskposur (terpapar) dan
insiden lainnya
f) Dokumentasi, termasuk izin, lisensi atau persyaratan peraturan
lainnya
g) Pengadaan/pembelian B3, pemasok (supplier) wajib
melampirkan material safety data sheet/ lembar data pengaman
(MSDS/LDP)
3. Sistem penyimpanan dan pengolahan limbah bahan berbahaya
beracun cair dan padat yang benar
4. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
a) Kebersihan tangan
b) Surveilans risiko infeksi
c) Investigasi wabah (outbreak) penyakit infeksi
d) Meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan antimikroba
secara aman
e) Asesmen berkala terhadap risiko
f) Mengukur dan me-review risiko infeksi
AP 5.3.2 Penetapan hasil laboratorium yang kritis
Hasil laboratorium yang signifikan diluar batas normal dapat memberi
risiko tinggi atau kondisi yang dapat mengancam kehidupan pasien.
1. Penetapan batasan nilai kritis dan diagnostik kritis antara lain :
a. Laboratorium klinis
b. Laboratorium patologi anatomi seperti keganasan
c. Laboratorium mikrobiologi, seperti :
 Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)
 Methicillin Resistant Staphylococcus Epidermis
(MRSE)
 Carbapenem Resistant Enterobacteriaceae (CRE)
 Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
2. Hasil laboratorium kritis :
a. Dicatat dalam rekam medis pasien
b. Penyusunan regulasi dan tindak lanjut dari hasil
laboratorium yang kritis secara kolaboratif
c. Pelaksanaan evaluasi dan tindak lanjut terhadap seluruh
proses, agar memenuhi ketentuan serta dimodifikasi sesuai
kebutuhan
3. Pelaporan hasil kritis
a. Staf laboratorium melaporkan hasil pemeriksaan
laboratorium kritis pada dokter ruangan/perawat ruangan
b. Dokter ruangan/perawat ruangan setelah membaca hasil
pemeriksaan melaporkan pada DPJP
c. Dokter ruangan/perawat ruangan yang melaporkan hasil
kritis via telpon mencatat jam, tanggal, nama pelapor, dan
DPJP yang dihubungi, dengan menggunakan teknik
komunikasi verbal tulis (write back), baca (read back),
konfirmasi (confirmation) dan verifikasi (verification).
Proses pelaporan ditulis pada berkas rekam medis pasien
(Form Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi)
d. Dokter ruangan/perawat ruangan yang menerima hasil
kritis menerapkan mekanisme pelaporan hasil kritis sebagai
berikut:
 15 menit pertama : harus segera melaporkan pada
DPJP, bila belum berhasil menghubungi ke langkah
berikut
 15 menit kedua : harus melaporkan kepada DPJP, bila
belum berhasil menghubungi lanjut kelangkah
berikutnya
 15 menit ketiga : Bila hari kerja dapat menghubungi
Ka. Instalasi terkait bila diluar jam kerja/hari libur
menghubungi konsulen jaga yang bertugas, bila belum
berhasil menghubungi ke langkah berikut
 15 menit keempat : menghubungi konsulen jaga yang
bertugas, bila belum berhasil juga dapat menghubungi
Kasi pelayanan/Kasi keperawatan
 Dokter ruangan /perawat ruangan yang melaporkan
tentang hasil kritis yang perlu diwaspadai tersebut,
bertanggung jawab terhadap interpretasi hasil dan
pengambilan tindakan terhadap pasien
4. Nilai ambang kritis pemeriksaan laboratorium
Nilai Ambang Kritis Pemeriksaan Laboratorium
1. Nilai ambang kritis pemeriksaan kimia neonatus
No Pemeriksaan Satuan Batas Batas Atas
Bawah
1 Bilirubin Total mg/dL - 15
2 Glukosa mg/dL 30 325
3 Kalium mmol/dL 2,8 7,8

2. Nilai ambang kritis pemeriksaan kimia anak


No Pemeriksaan Satuan Batas Batas Atas
Bawah
1 Bilirubin Total mg/dL - 20
2 Glukosa mg/dL 46 445
3 Laktat mmol/dL - 4,1

3. Nilai ambang kritis pemeriksaan kimia dewasa


No Pemeriksaan Satuan Batas Batas Atas
Bawah
1 Laktat mmol/dL - 3,4
2 Glukosa Mg/dL ≤ 50 ≥ 600
3 Kalium mmol/dL 2,8 6,2
4 Natrium mmol/dL 120 155

4. Nilai ambang kritis pemeriksaan hematologi


No Pemeriksaan Satuan Batas Batas Atas
Bawah
1 Hemoglobin dewasa g/dL 5 20
2 Hemoglobin bayi baru g/dL 5 25
lahir
3 Hematokrit % 20 60
4 WBC/Leukosit µg 1,000 50,000
5 Platelet/Trombosit µg 20,000 800,000
AP 5.5 Program pengelolaan laboratorium
1. Program pengelolaan peralatan laboratorium termasuk peralatan
yang merupakan kerja sama dengan pihak ketiga meliputi :
a. Uji fungsi
b. Inspeksi berkala
c. Pemeliharaan berkala
d. Kalibrasi berkala
e. Identifikasi dan inventarisasi peralatan laboratorium
f. Monitoring dan tindakan terhadap kegagalan fungsi alat
g. Proses penarikan (recall)
h. Pendokumentasian
2. Staf IPSRS yang terlatih memiliki sertifikat melaksanakan :
a. Uji fungsi dan didokumentasikan
b. Melaksanakan inspeksi berkala dan didokumentasikan
c. Melaksanakan pemeliharaan berkala dan didokumentasikan
d. Melaksanakan kalibrasi berkala dan didokumentasikan
3. Program pengelolaan laboratorium juga termasuk :
a. Adanya daftar inventaris peralatan laboratorium
b. Adanya monitoring dan tindakan terhadap kegagalan fungsi
alat dan didokumentasikan
c. Adanya pelaksanaan bila terjadi proses penarikan (recall)
dan didokumentasikan
d. Evaluasi berkala dan tindak lanjut terhadap uji fungsi,
inspeksi berkala, pemeliharaan berkala, kalibrasi berkala,
identifikasi dan inventarisasi peralatan laboratorium,
monitoring dan tindakan terhadap kegagalan fungsi alat dan
proses penarikan (recall)
Bagan Kriteria Pemeliharaan
AP 5.6 Pengelolaan logistik laboratorium, reagensia esensial termasuk bila
terjadi kekosongan
Pengelolaan logistik laboratorium, reagensia esensial, bahan lain yang
diperlukan termasuk apabila terjadi kekosongan dan pengendalian secara
aman, karena :
a. Data inventarisasi B3 serta limbahnya yang meliputi jenis,
jumlah, dan lokasi
b. Penanganan, penyimpanan, dan penggunaan B3 serta
limbahnya
c. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan prosedur
penggunaan, prosedur bila terjadi tumpahan atau
paparan/pajanan
d. Pemberian label/rambu-rambu yang tepat pada B3 serta
limbahnya
e. Pelaporan dan investigasi dari tumpahan, eksposur (terpapar)
dan insiden lainnya
f. Dokumentasi, termasuk izin, lisensi, atau persyaratan
peraturan lainnya
g. Pengadaan/pembelian B3 dan pemasok (supplier) wajib
melampirkan MSDS/LDP
AP 5.7 Persiapan pengambilan spesimen
Persiapan pasien secara umum
a. Persiapan pasien untuk pengambilan spesimen pada keadaan
basal:
1) Untuk pemeriksaan tertentu pasien harus puasa selama 8-
12 jam sebelum diambil darah. Lihat tabel dibawah ini
2) Pengambilan spesimen sebaiknya pagi hari antara pukul
07.00 -09.00.
Glukosa Puasa 10-12 jam
TTG (Tes Toleransi Glukosa) Puasa 10-12 jam
Glukosa kurva harian Puasa 10-12 jam
Trigliserida Puasa 12 jam
Asam Urat Puasa 10-12 jam
VMA Puasa 10-12 jam
Renin (PRA) Puasa 10-12 jam
Insulin Puasa 8 jam
C. Peptide Puasa 8 jam
Gastrin Puasa 12 jam
Aldosteron Puasa 12 jam
Homocysteine Puasa 12 jam
Lp(a) Puasa 12 jam
PTH Intact Puasa 12 jam
Apo A1 Dianjurkan Puasa 12 jam
ApoB Dianjurkan Puasa 12 jam

b. Menghindari obat-obatan sebelum spesimen diambil:


1) untuk pemeriksaan dengan spesimen darah, tidak minum
obat 24 jam sebelum pengambilan spesimen.
2) untuk pemeriksaan dengan spesimen urin, tidak minum
obat 72 jam sebelum pengambilan spesimen.
3) apabila pemberian pengobatan tidak memungkinkan
untuk dihentikan, harus diinformasikan kepada petugas
laboratorium. Contoh: Sebelum pemeriksaan gula 2 jam
pp pasien minum obat antidiabetes.
c. Menghindari aktifitas fisik/olah raga sebelum spesimen
diambil.
d. Memperhatikan posisi tubuh
Untuk menormalkan keseimbangan cairan tubuh dari
perubahan posisi, dianjurkan pasien duduk tenang sekurang-
kurangnya 15 menit sebelum diambil darah.
e. Memperhatikan variasi diurnal (perubahan kadar analit
sepanjang hari) Pemeriksaan yang dipengaruhi variasi
diurnal perlu diperhatikan waktu pengambilan darahnya,
antara lain pemeriksaan ACTH, Renin, dan Aldosteron.
AP 5.11 Penyediaan dan Pelayanan Darah
1. Di RSIA Siti Hawa belum ada Bank Darah Rumah Sakit (BDRS),
jadi permintaan kebutuhan darah langsung ke UTD-PMI Cabang
Padang
2. Pemberian darah harus mendapatkan persetujuan dari pasien atau
keluarga, yang sebelumnya telah mendapatkan penjelasan tentang
tujuan, manfaat, risiko dan komplikasi pemberian transfusi darah
dan produk darah.
a. Pelaksanaan edukasi meliputi :
- Edukasi memuat kebutuhan, risiko, manfaat dan
alternatif penggunaan darah dan produk darah
- Edukasi dilakukan oleh DPJP yang dilakukan sebelum
pemberian darah dan produk darah
b. Persetujuan Khusus (Informed Consent) yang harus
diperoleh sebelum pemberian darah dan produk darah
diminta secara terpisah

Anda mungkin juga menyukai