Istilah ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang
berasal dari bahasa Latin scientia dari bentuk kat kerja scire yang berarti
mempelajari, mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu
mengalami perluasan arti sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan
sistematik. Dalam bahasa JErman wissenschaft.
The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas
penelaah yang mnecari penjelasan suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai
seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang mnejelaskan berbagai
gejala yang ingin dimengerti manusia.
Aktivitas
Ilmu
Metode Pengetahuan
a. Masalah (Problem)
Ada tiga karakteristik harus dipenuhi untuk menunjukkan bahwa suatu
masalah bersifat scientific, yaitu communicability, the scientific attitude,
dan the scientific method. Communicability berarti masalah adalah
sesuatu untuk dikomunikasikan. The scientific attitude paling tidak
memenuhi karakteristik curiosity, speculativeness, willingness to be
objective, willingness to suspend judgment, dan tentativty. The scientific
method berarti masalah harus dapat diuji (testabe).
b. Sikap (Attitude)
Karaketeristik yang harus dipenuhi antara lain :
Curiosity berarti adanya rasa ingin tahu tentang bagaimana sesuatu ide
ada, bagimana sifatnya, fungsinya, dan bagaimana sesuatu dihubungkan
dengan sesuatu yang lain.
Speculativeness. Secientist harus mempunyai usaha dan hasrat untuk
mencoba memecahkan masalah, melalui hipotesis-hipotesis yang
diusulkan
Willingness to be objective,hasrat dan usaha untuk bersikap dan bertindak
objektif merupakan hal yang penting bagi seorang scientist.
Willingness to suspend judgment, ini berarti bahwa seseorang scientist
dituntut untuk bertindak sabar dalam mengadakan observasi, dan bersikap
bijaksana dalam menemukan kebijakan berdasarkan bukti-bukti yang
dikumpulkan karena apa yang diketemukan masih serba tentative.
c. Metode (Method)
Sifat scientific method berkenaan dengan hipotesis yang kemudian diuji.
Esensiscience terletak pada metodenya. Sciencesebagai teori, merupaka
sesuatu yang selalu berubah. Berkenaan dengan sifat metode scientific,
para scientist tidk selalu memiliki ide yang (pasti) yang dapat ditunjukkan
sebagai sesuatu yang absolute atau mutlak.
d. Aktivitas (Activity)
Science adalah sesuatu lahan yang dikerjakan oleh para scientist, melalui
apa yang disebutscientific research, terdiri atas dua aspek, yaitu
individual dan sosial. Dari aspek individual, scienceadalah aktivitas, yang
dilakukan oleh seseorang. Adapun dari aspek sosial, science has become
a vast institutional undertaking. Scientist menyuarakan kelompok orang-
orang ‘elite’, danscience merupakan a never ending journey, atau a never
ending effort.
e. Kesimpulan (Conclusions)
Science lebih sering dipahami sebagai a body of kwoledge. Body dari
ideide ini merupakan science itu sendiri. Kesimpulan yang merupakan
pemahaman yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah adalah tujuan
dari science, yang dikhiri dengan pembenaran dari sikap, metode, dan
aktivitas.
f. Beberapa Pengaruh (Effects)
Sebagian dari apa yang dihasilkan melalui science pada gilirannya
member berbagai pengaruh. Pertimbangannya dibatasi oleh dua
penekanan, yaitu pertama, pengaruh ilmu terhadap ekologi, melalui apa
yang disebut dengan applied science, dan kedua, pengaruh ilmu terhadap
alam dalam masyarakat serta membudayakan nya menjadi berbagai
macam nilai.
2. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan
Ciri pengetahuan ilmiah antara lain adalah persoalan dalam ilmu itu penting
untuk segera dipecahkan dengan maksud untuk memperoleh jawaban. Dalam
hal ini ilmu muncul dari adanya problema dan harus dari suatu problema,
tetapi problema itu telah diketahuinya sebagai suatu persoalan yang tidak
terselesaikan dalam pengetahuan sehari-harinya.
Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie (1987)
mempunyai 5 ciri pokok :
Van Meslen (1985) mengemukakan ada delapan cirri yang menandai ilmu,
yaitu sebagai berikut.
a. Ilmu harus mempunyai ibjek, ini berarti bahwa kebenaran yang hendak
diuangkapkan dan dicapai adalah persesuaian anatara ilmu pengetahuan
da objeknya.
b. Ilmu harus mempunyai metode, ini berarti bahwa untuk mencapai
kebenaran yang objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
c. Ilmu harus sitematik, ini berarti bahwa dalam memberikan pengalaman,
objeknya dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur.
d. Ilmu bersifat universal, ini berarti bahwa kebenaran yang diuangkapkan
oleh ilmu tidak mengenai sesuatu yang bersifat khusus, melainkan
kebenaran itu berlaku umum. (Hartono Kasmadi, dkk., 1990:8-9)
Disamping itu yang perlu disadari, yakni ilmu bukanlah hal yang statis,
melainkan bergerak dinamis sesuai dengan pengembangan yang diusahakan
oleh manusia dalam mengungkapkan tabir alam semesta ini. Usaha
pengembangan tersebut mempunyai arti juga bahwa kebenaran yang telah
diuangkapkan oleh ilmu tertentu adalah kebenaran yang masih terbuka untuk
diuji.
Berpikir seperti yang telah dijelaskan adalah suatu kegiatan akal manusia
untuk menentukan pengetahuan yang benar. Pertanyaannya adalah apakah
yang dimaksud dengan benar? kata benar itu sendiri ternyata setiap orang
memiliki pengertian yang tidak sama. Oleh karena itu, kegiatan berpikir yang
dapat menghasilkan pengetahuan yang benar juga mempunyai cara atau
aturan yang berbeda-beda. jadi setiap jalan pikiran manusia mempunyai apa
yang disebut dengan criteria kebersamaan, dan criteria kebenaran ini juga
merupakan landasan bagi proses bahwa penalaran merupakan proses
penentuan kebenaran, dimana setiap kebenaran sesuai dengan criterianya
masing-masing.
Penalaran bagi suatu proses berpikir didasarkan dua hal utama, yaitu logis
dan analitis. Logis sebagai salah satu cirri penalaran mempunyai logika
masing-masing. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bawa penalaran adalah
suatu berpikir logis, dimana berpikir logis adalah suatu kegiatan berpikir
menurut suatu pola tertentu atau logika adalah suatu pola atau logika
tertentu. Perlu diketahui bahwa berpikir logis itu memiliki konotasi yang
bersifat jamak (pural) dan bukan tunggal (singular).Kegiatan berpikir
dikatakan logis bila ditinjau dari logika tertentu, dan tidak logis bila ditinjau
dari logika yang lain. Hal ini sering dikatakan sebagai kekacauan penalaran
yang disebabkan ketidak konsistenan dalam mempergunakan pola pikir
tertentu.
Anlitis adalah cirri dari penalaran, yaitu kegiatan berpikir yang mendasarkan
diri pada suatu analisis. Sedangkan kerangka berpikir yang dipergunakan
untuk analisis adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya,
penalaran ilmiah suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah,
sedangkan penalaran yang lain tentunya akan menggunakan logikanya
masing-masing. Sifat analitis dari penalaran ini, bila dikaji lebih jauh
merupakan konsekuensidari adanya pola berpikir tertentu. Artinya, tanpa
adanya pola berpikir tertentu tersebut maka tidak akan pernah ada kegiatan
analisis, sebab anailisis pada hakikatnya adalah suatu kegiatan berpikir
berdasarkan langkah-langkah tertentu pula. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa tidak semua kegiatan bepikir didasarkan pada proses
penalaran, dengan demikian dapat dikatakan bahwa cara berpikir yang tidk
masuk ke dalam penalaran bersifat tidak logis dan tidak analitis. Dengan
kata lain, dalam proses berpikir kita dapat membedakan mana berpikir yang
menggunakan penalaran dan yang bukan menggunakan penalaran.
a. Prinsip-prinsip Penalaran
Prinsip-prinsip penalaran ada empat yang terdiri atas tiga prinsipdari
Aristoteles dan satu prinsip dari Georgo Leibniz.
Prinsip penalaran dari Aritoteles adalah :
1) Prinsip identitas. Prinsip ini dalam istilah Latin ialah principium
identitatis. Prinsip identitas berbunyi : “sesuatu hal adalah sama
dengan halnya sendiri”. Dengan kata lain: “sesuatu yang disebut p
maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain”.
2) Prinsip kontradiksi (principium contradictionis).
Prinsip kontradiksi berbunyi : “sesuatu tidak dapat sekaligus
merupakan hal itu dan bukan hal itu pad awaktu yang bersamaan”,
atau “sesuatu pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai benar dan
tidak benar pad saat yang sama”. Dengan kata lain “sesuatu tidaklah
mungkin secara bersamaan merupakan p dan non-p”.
3) Prinsip eksklusi tertii (principium exdusi tertii), yakni prinsip
penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya kemungkinan
ketiga.
Prinsip eksklusi tertii berbunyi: “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal
tertentu atau bukan hal tertentu mak tidak ada kemungkinan ketiga
yang merupakan jalan tengah”. Dengan kata lain: “sesuatu x mestilah
p atau non-p tidak ada kemungkinan ketiga”. Arti dari prinsip ini
ialah dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin
kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya salah satu
yang dapat dimilikinya, sifat p atau non-p.
4) Di smaping ketiga prinsip yang dikemukakan oleh Aritoteles di atas,
seorang filsuf Jerman Leibniz menambah satu prinsip yang
merupakan pelengkap atau tambahan bagi prinsip identitas, yaitu
prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis), yaitu
berbunyi: ”suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hak tertentu hal
tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-
tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain:
“adanya sesuatu itu mestilah mempunyai alasan yang cukup,
demikian pula jika ada perubahan pada keadaan sesuatu”. (Noor Ms
Bakry, 1983)
b. Penalaran Proposisi Kategoris
Penalaran adalah suatu proses penarikan kesimpulan dari satu atau lebih
proposisi. Penalaran ada sua, yakni penalaran langsung dan tidak
langsung. Penalaran langsung adalah penalaran yang didasarkan pada
sebuah proposisi kemudian disusul proposisi lain sebagai kesimpulan
dengan menggunakan tertii yang sama. Ada dua penalaran langsung
yakni penalaran oposisi dan penalaran edukasi. Adapun penalaran tidak
langsung adalah penalaran yang didasarkan atas dua proposisi atau lebih
kemudian disimpulkan. Kedua penalaran yakni penalaran langsung dan
tidak langsung ini untuk mengolah proposisi kategoris. Oleh karena itu,
sebelum membahas mengenai penlarannya harus dibahas dahulu
pengertian proposisi kategoris.
Proposisi kategoris adalah suatu pernyataan yang terdiri atas hubungan
dua tertii sebagai subjek dan predikat serta dapat dinilai benar atau salah.
Di dalam proposisi ini, Predikat (P) menerangkan Subjek (S) tanpa
syarat. Proposisi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu kategoris kuantitas
dan kategoris kualitas. Kategoris kuantitas berisikan dua hal sebagai
berikut: universal (P menerangkan semua S, missal semua anak SD itu
rajin), dan particular (P menerangkan sebagian S, missal sebagiananak
SD itu miskin). Sementara kategoris kualitas terdiri dari dua macam:
positif (P dipersatukan dengan S melalui kata penghubung yang bersifat
mengakui (affirmative), contoh: Kambing adalah binatang, dan negative
(P dan S dihubungkan dengan kata penghubung yang bersifat
mengingkari (menegaskan) missal pacar Adi bukan Sinta)).
1) Term sebagai subjek: yaitu hal yang diterangkan dalam pernyataan, yang
sering disimbolkan dengan ‘S’.
2) Term sebagai predikat: yaitu hal yang menerangkan dalam pernyataan,
yang sering disimbolkan dengan ‘P’.
3) Kopula: hal yang mengunggkapkan adanya hubungan antara subjek dan
predikat, dapat mengiyakan atau mengingkari predikat, dapat mengiyakan
atau mengingkari, yang menunjukkan kualitas pernyataan.
Misalnya: semua mahasiswa ikut ujian. Dalam contoh ini kualitas
pernyataan adalah mengiyakan atau afirmatif, karena redikat (ikut ujian)
mengiyakan subjek (semua mahasiswa). Semua mahasiswa tidak ikut
ujian. Ini berarti kualitas pernyataan mengingkari (negative) karena
predikat (tidak ikut ujian) emngingkari subjek (semua mahasiswa).
4) Kuantor. pembilang yang menunjukkan lingkungan yang dimaksukdan
oleh subjek, dapat berbentuk universal atau particular, yang sekaligus juga
menunjukkan kuantitas pernyataan.
Misalnya: Semua karyawan masuk kerja. Contoh ini kuantitasnya adalah
universal. Sebagian karyawan tidak masuk kerja. Contoh ini kuantitasnya
adalah particular.
uah dari berpikir adalah pengetahuan. Berpikir adalah suatu proses, proses
berpikir ini biasa disebut bernalar. Dalam bernalar manusia melakukan
proses berpikir untuk berusaha tiba pada pernyataan batu yang merupakan
kelanjutan runtut dari pernyataan lain yeng telah diketahui (The, 1999: 21).
Pernyataan yang telah diketahui itu disebut pangkal pikir (premis), sedang
pernyataan baru yang diturunkan dinamakan simpulan (conclusion). Menjadi
pernyataan berikutnya adalah: apakah pernyataan atau pengetahuan yang
dihasilkan melalui penalaran itu mempunyai dasar kebenaran? Untuk
menjawab hal itu maka perlu dilacak, apakah proses berpikir atau penalaran
yang dilakukan itu telah dilakukan melalui suatu cara tertentu dan kemudian
sampai kepada cara penarikan simpulan yang sahih (valid) sesuai dengan
cara tertentu tersebut? Cara penarikan simpulan ini disebut sebagai logika.
Terdapat berbagai cara penarikan simpulan, namun dalam dunia keilmuan,
secara garis besar dapat dibedakan menajdi dua jenis cara penarikan
simpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif.
Logika iduktif adlah suatu cara penarikan simpulan pada suaty proses
berpikir dengan menyimpulkan sesuatu yang bersifat umum dari berbagai
kasus yang bersifat individual. Suatu penalaran dengan logika induktif
dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai
ruang ligkup yang khas dan terbatas sebagai argumentasi dan kemudian
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Dari fakta pengamatan
didapatkan kenyataan bahwa sebatang besi jika dipanaskan akan memuai,
demikian juga dengan sebatang tembaga, alumunium dan berbagai batang
logam yang lain. Berdasarkan kenyataan-kenyataan individual ini dapat
ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum yakni semua logam jika
dipanaskan akan memuai.
Logika deduktif adalahs uatu cara penarikan simpulan pada suatu proses
berpikir yang sebaliknya dari logika induktif. Dalam proses berpikir ini dari
pernyataan yang bersifat umum ditarik simpulan yang bersifat khusus.
Penarikan simpulan deduktif biasanya menggunakan pola pikir silogismus.
Sebagai seorang pelopor dalam logika deduktif, Aristoteles mengajarakan
silogismus kategoris yang tersusun dari tiga buah proposisi kategoris
(Poespoprodjo, 1999: 206). Berdasarkan alur logika deduktif di atas dapat
dibuat contoh silogismus kategoris sebagai berikut:
C. Sumber Pengetahuan
Eksistensi manusia sangat dibatasi oleh ruang, waktu dan syarat-syarat lain
yang dibawa oleh kodratnya. Pada suatu waktu seorang manusia tidak dapat
secara fisik hadir dalam dua tempat yang agak berjauhan. Persitiwa-peristiwa
penting yang terjadi di tempat lain kerapkah tidak dapat kita selesaikan
karena kondisi-kondisi tertentu menghalang-halangi kita. Bahkan peristiwa-
peristiwa penting yang terjadi secara serempak di tempat tinggal kita sendiri
tidak dapat dua-duanya kiat kunjungi secara bersama-sama.
Akan tetapi dengan cara-cara tertentu manusia dapat melampaui batas ruang,
waktu dan syarat-syarat yang lain. Manusia mulai mendegarkan berita-berita,
mengumpulkan informasi-informasi, dan memeriksa data-data yang telah
terkumpulkan dari peristiwa-peristiwa yang tidak ia alami sendiri. Demikian
juga segala sesuatu yang dapat ia alami sendiri ia himpun dan ia renungkan,
ia olah dan ia simpulkan sehingga menjadi pengetahuan yang makin tepat dan
lebih mantap. Persoalan yang muncul tentang bagaimana proses
terbentuknya pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dapat diperoleh
melalui cara pendekatan apriori maupun aposteriori. Pengetahuan yang
diperoleh memalui pendekatan apriori adalah pengetahuan yang diperoleh
tanpa melalui proses pengalaman, baik pengalaman yang bersumber dari
pancaindra maupun pengalaman batin atau jiwa. Sebaliknya, pengetahuan
yang diperoleh melalui pendekatan aposteriori adalah pengetahuan yang
diperolehnya melalui informasi dari orang lain atau pengalaman yang telah
ada sebelumnya.
Untuk mendpatkan penegatahuan yang benar ada dasarnya ada dua sumber
utama yang perlu diketahui oleh setiap manusia, yaitu berdasarkan rasio dan
pengalaman manusia. Pengetahuan yang diperoleh melalui sumber rasio,
kebenarannya hanya didasarkan pada kebenaran akan pikiran semata,
pendapat ini dikembangkan oleh para rasionalis, sedangkan orang yang
menganut paham ini disebut dengan istilah kaum rasionalisme. Sebaliknya,
orang yang berpendapat bahwa sumber pengatahuan diperoleh melalui
pengalaman, kebenaran pengetahuan hanya didasarkan pada fakta-fakta yang
ada di lapangan, sedangkan orang yang menganut paham ini disebut kaum
empirisitze.
Masalah utama yang muncul dari cara berpikir yang demikian ini adalah
mengenai criteria untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang
menurut seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya. Misalnya, suatu ide
mungkin si A menyatakan bahwa hal itu sudah jelas dan dapat dipercaya,
namun menurut si B hal itu belum tentu jelas dan dapat dipercaya.
Pertanyaannya adalah mengapa ide yang sama ditanggapi secara berbeda
oleh orang yang berbeda? Untuk dapat menjawab permasalahan ini perlu
dijelaskan berdasarkan latar belakang dari kedua orang tersebut.
Contohnya, si B dalam menyusun sistem pengetahuan sama sekali berbeda
dengan pengetahuan si B menggunakan ide lain yang menurut si B hal itu
merupakan prinsip yang jelas dapat dipercaya, sedangkan si A tidak sama
ide yang dikembangkan, hal ini yang memunculkan perbedaan satu dengan
yang lain. Bagi kaum rasionalis permasalahan utama yang dihadapi adalah
penilaian terhadap kebenaran premis-premis yang digunakan untuk
penalaran deduktif. Karena premis yang digunakan bersumber pada
penalaran rasional yang bersifat abstrak dan terbatas dari pengalaman,
maka penilaian semacam ini tidak bisa dilakukan. Oleh karena itu, melalui
penalaran rasional akan mendapatkan bermacam-macam pengetahuan
mengenai suatu objek tertentu tanpa adanya suatu adanya consensus yang
dapat diterima oleh semua pihak. Pengetahuan yang bersumber dari
pemikiran rasional semacam ini cenderung bersifat solipsistic (hanya
benar dalam kerangka pemikiran tertentu yang berbeda dalam benak orang
yang berpikir tersebut) dan bersifat subjektif.
Intuisi merupakan kegiatan berpikir yang bersifat personal dan tidak bisa
diramalkan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur,
maka intuisi ini tidak dapat diandalkan. Pengetahuan intuisif dapat
dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam
menemukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Dengan
deemikian, kegiatan intuitif dan analitik dapat bekerja saling membantu
dalam menemukan kebanaran. bagi Maslow dalam Jujun (1988) intuisi ini
merupakan pengalaman puncak (peak experience).Intuisi menurut
Neitzsche merupakan inteligensi yang paling tinggi.
Ketiga, teori kebenaran yang didasarkan pada teori pragmatism. Teori ini
dicetuskan oleh Peirce (1939-1914) dalam sebuah makalah yang terbit
pada tahun 1878 yang brejudul “how to make our dear”. Bagi orang yang
menganut pragmatism ini menyatakan kebenaran suatu pernyataan diukur
dengan criteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis. Artinya suatu pernyataan dikatakan benar, jika
pernyataan tersebut atau konsekuensi dari pernyataan tersebut mempunyai
kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Sekiranya ada orang yang
menyatakan sebuah teori X tersebut kemudian dikembangkan pendidikan,
dam dengan teori X tersebut kemudian dikembangkan teknik Y dalam
meningkatkan kemampuan belajar siswa. maka teori X dianggap benar,
sebab teori X ini adalah fungsional dan mempunyai kegunaan.
Dalam penggunaan kata “pengetahuan” dan “ilmu” dari apa yang kita
tangkap dalam jiwa kita harus berhati-hati. Pengetahuan(knowledge)
sudah puas dengan “menangkap tanpa ragu” kenyataan sesuatu, sedang
ilmu (science) menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekedar apa yang
dituntut oleh pengetahuan. Misal, si Buyung mengetahui bahwa
pelampung kailnya selalu terapung di air, ia akan membantah jika
dikatakan gabus pelampung itu tenggelam. Kejadian inilah yang disebut
dengan “pengetahuan” baginya. Manakala ia mengetahui bahwa BJ (berat
jenis) pelampung lebih kecil dengan BJ air dan ini mengakibatkan
pelampung itu selalu terapung, maka hal itu menjadi “ilmu” baginya.
Seseorang tahu betul saat-saat laut pasang dan surut, sehingga ia dapat
mengambil manfaat bagi kehidupannya. Tetapi selama ia ketahui tidak
pernah menebus keterangan tentang sebab terjadinya peristiwa itu, yakni
daya tarik bulan yang mangakibatkan air laut di sebagian belahan bumi ini
pasang, selama itu pula ia hanya merupakan pengetahuan baginya.
1) Skpetik
Ciri berpikir ilmiah pertama ini ditandai oleh cara orang, di dalam
menerima kebenaran informasi atau pengetahuan tidak langsung
diterima begitu saja, namun dia berusaha untuk menanyakan fakta-
fakta atau bukti-bukti terhadap setiap pernyataan yang diterimanya.
2) Analitik
Ciri berpikir ilmiah kedua, ditandai oleh cara orang dalam melakukan
setiap kegiatan, ia selalu berusaha menimbang-nimbang setiap
permasalahan yang dihadapinya, mana yang relevan, dan mana yang
menjadi masalah utama da sebagainya. Dengan cara ini maka jawaban
terhadap permasalahan yang dihadapi akan dapat diperoleh sesuai
dengan apa yang kita harapkan.
3) Kritis
Ciri berpikir ilmiah ketiga ditandai dengan orang yang selalu berupaya
mengembangkan kemampuan menimbang setiap permasalahan yang
dihadapi secara objektif. Hal ini dilakukan agar semua data dan pola
pikir yang diterapkan data selalu logis.
E. Ilmu, Teknologi, dan Seni
Norma ilmu bersifat universalisme yang tidak tergantung ras, warna kulit, dan
internasonal. Komunalisme, artinya bahwa sesuatu ilmu adalah berupa hasil
uji suatu pengetahuan tersebut menjadi milik umum. Disenterestedness yang
berlawanan dengan propaganda kepentingan golongan, dan skreptisisme yang
tidak begitu saja menerima kebenaran apapun datang darimanapun. Ilmu
dapat dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigm ethika
pada kenyataanya amat rumit untuk diurai, dan pada dasarnya bersifat
misterius dengan taraf pemahaman terhadap kebenaran ilmu itu sendiri yang
provisional. Artinya, ilmu mempunyai kemampuan untuk meprediksi sesuatu
dasar penemuan berlandaskan pengembangan lohika, sehingga formulasi
dengan klasifikasi yang sahih. Kemampuan meramal dari suatu ilmu yang
berperan sebagai sarana pencapaian ideology denga segala konsekuensinya
yang berwujud teknologi.
Ilmu, teknologi dan seni sebagai produk menjadi milik manusia. Artinya
ilmu, teknologi dan seni didapat melalui pola pemikiran analogi ilmiah
dengan menggunakan meuode keilmuan yang runtut membawa kearah titik
temu pada suatu konklusi yang bersifat nisbi, namun terhindar dari dekadensi
silang pendapat fundamental dikalangan bagi para ilmuwan dalam kurun
waktu sehingga terbuka untuk memungkinkan adanya pembuktian dan
pengujian akan kebenarannya. Konklusi yang dimaksud sebagai tarhet
orientasi pengetahuan, berupa formulasi rumusan yang berisi pernyataan
berdasar cara pandang masyarakat keilmuan terhadap suatu objek, ditinjau
dari sisi kemanfaatannya.
Aplikasi dan implikasi ilmu terapan ke dalam kancah teknologi dan seni
berupa prasana maupun sarana kegiatan sosial; membawa dampak
menjunjung nilai budaya normative bagi kehidupan manusia dengan
kemanusiaannya. Ilmu, teknologi dan sebi sebagai paradigm etika yang
mempunyai nilai-nilai bagi kemaslahatan umat berkubang pada kepentingan
ilmu, tekonolgi dan seni itu sendiri. Antara ilmu, teknologi dan seni terhadap
adaptasi kebudayaan merupakan buah budi manusia dengan dinamika
hidupnya, terhadap korelasi yang bersifat timbale balik, sehingga
pengembangan dan penerapan perlu pengarahan dan penilaian dengan standar
norma. Dapatlah dikatakan bahwa, menurut pandangan critical interactionist
memberikan pengarahan dan penilaian yang dimaksud dengan norma itu
melalui pengembangan dialogis berdasarkan factual dan nilai-nilai dari
manusia sebagai objek maupun subjek.
Ilmu, teknologi dan seni yang tergolong sains, merupakan natural sciences
berorientasi terhadap pengetahuan tentang kealaman, adalah cara pandang
mengenai pemnafaatan alam dengan segala isinya yang berifat materialis.
Menurut Mundzirin Yusuf (1998), bahwa ilmu pengetahuan kealaman dapat
dibagi menjadi: (1) ilmu kehidupan, yaitu ilmu pengetahuan mengenai
makhluk hidup di alam, (2) ilmu kebendaan (physical science), yang
membahas benda mati di alam, dan (3) teknologi dan seni, yaitu ilmu tentang
penerapan ilmu pengetahuan untuk memenuhi suatu tujuan yang sesuai
dengan kehendaknya. Ilmu pengetahuan atau ilmu itu sendiri, dalam hal ini
dirumuskan sebagai himpunan sebab-akibat yang disusun secara sistematis
berdasarkan pengamatan, percobaan, dan penalaran, dengan terlebih dahulu
diawali rasa ingin tahu tentang sesuatu sebagai langkah pemahaman gejala
alam semesta. Pengamatan dilakukan dengan cara mencermati atau
mengadakan pengukuran yang hasilnya berupa sekumpulan data dan fakta.
Percobaan bertujuan untuk menimbulkan gejala pada kondisi yang
dikendalikan. Sesuatu yang terkumpul berupa data hasil pengamatan dan
percobaan dianalisis menggunakan metode ilmiah agar diperoleh simpulan
yang masuk akal, dan disebut penalaran.