Anda di halaman 1dari 20

Tugas Kelompok

PERENCANAAN WILAYAH PEDESAAN


“KUNJUNGAN LAPANGAN DI BPP BANTIMURUNG DAN DESA MATTOANGIN
KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS”

DOSEN PEMBIMBING :
Drs. Ismail tandi, M.Pd
Kaharuddin, SP., M.P

PLP :
Achmadi Ramli, S. ST
Muhammad Hairul, S.ST
Wahyuni Mustaman, S.P., M.P

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
A. Ainul Mujahid
Andi Airsyan Putra Anugrah
Haikal Ashari
Muspida
Nurul Insani Darwis
Nurul Ainun
Nurmutasya Usman
Nurul Annisa Sanusi
Nilam Aiman Salsabila
Sri Aswiwin
2B/D-IV Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan

BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN


POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN GOWA
2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kami ke hadirat Allah SWT.

Sehingga penulis telah menyelesaikan laporan kunjungan ini dengan tepat

waktu.

Salah satu tujuan penulis dalam menulis laporan kunjungan lapangan

Perencanaan Wilayah Pedesaan ini adalah sebagai dokumentasi dan juga

bentuk evaluasi kegiatan praktek.

Penulis menyampaikan terima kasih pada beberapa pihak yang ikut

mendukung proses pembuatan laporan ini hingga selesai. Yaitu:

1. Bapak Drs. Ismail tandi, M.Pd, Kaharuddin, SP., M.P. Selaku Dosen

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah Pedesaan.

2. Bapak Achmadi Ramli, S.ST ; Muhammad Hairul, S.ST dan ibu Wahyuni

Mustaman, S.P., M.P. Selaku PLP Mata Kuiah Perencanaan Wilayah

Pedesaan.

Penulis menyadari atas ketidak sempurnaan penyusunan laporan ini.

Namun, penulis tetap berharap laporan ini akan memberikan manfaat bagi

para pembaca. Demi kemajuan penulis, penulis juga mengharapkan adanya

masukan berupa kritik atau saran yang berguna dari para pembaca.

Terima kasih.

Gowa, 22 Februari 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktik ............................................................................................ 3
1.3 Manfaat ....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
BAB III METODE PRAKTIK ................................................................................ 7
3.1 Tempat dan Waktu..................................................................................... 7
3.2 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 7
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................... 8
4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktik ................................................................. 8
4.3 Hidrologi ................................................................................................... 13
4.4 Pola Tanam .............................................................................................. 13
4.5 Perencanaan Wilayah Pedesaan............................................................ 13
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 15
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 15
5.2 Saran ........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16
LAMPIRAN ......................................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Nasional Negara Indonesia secara umum ditujukan

untuk mewujudkan kesejahteraan kehidupan masyarakat secara adil dan

merata diseluruh pelosok wilayah NKRI, baik yang tinggal di daerah

perdesaan (rural area) maupun daerah perkotaan (urban area). Dalam

pelaksanaan pembangunan Nasional tersebut sampai saat ini masih

banyak ditemukan masalah yang belum dapat dipecahkan, beberapa yang

terpenting diantaranya masalah kemiskinan, kesenjangan kemajuan antara

wilayah di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia

(KTI), kesenjangan kemajuan antara kotadesa, masalah ketenaga-kerjaan,

masalah lingkungan hidup, dsb. Salah satu wilayah yang

perkembangannya cukup tertinggal dibandingkan wilayah lain adalah

wilayah perbatasan. Selama ini wilayah perbatasan identik dengan daerah

perdesaan, daerah pinggiran, daerah tertinggal, atau daerah miskin yang

cenderung termarginalkan.

Berbagai upaya dilakukan Pemerintah NKRI untuk lebih memeratakan

pembangunan dan hasil-hasil pembangunan ke seluruh pelosok Negara.

Dalam rangka pengurangan ketimpangan antar wilayah, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMNasional) tahun 2004 –

1
2009 (Perpres No. 7/2005) telah mengamanatkan bahwa pengembangan

daerah tertinggal termasuk wilayah perbatasan terintegrasi dalam suatu

sistem wilayah pengembangan ekonomi, melalui keterkaitan mata rantai

proses produksi dan distribusi antara wilayah-wilayah tertinggal dengan

Wilayah Strategis Cepat Tumbuh. Fakta menunjukkan sampai dengan saat

ini sektor pertanian masih merupakan sektor paling dominan di Indonesia

dan menjadi mata pencaharian terbesar penduduk. Usaha-usaha di sektor

pertanian lebih banyak dilakukan di daerah perdesaan (termasuk di

dalamnya wilayah perbatasan), oleh karena itu pembahasan dalam rangka

pengembangan daerah perbatasan tidak dapat dipisahkan dengan

pembangunan sektor pertanian dan pembangunan perdesaan secara

umum.

Dalam rangka pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah, telah

diupayakan pelaksanaan Otonomi Daerah (Otoda) dengan

mempertimbangkan kemampuan pembangunan daerah yang

bersangkutan. Dalam pelaksanaan pembangunan masih diperlukan

perhatian yang lebih besar khususnya kepada daerah yang terbelakang,

daerah yang padat dan daerah yang sangat kurang penduduknya, daerah

transmigrasi, daerah terpencil dan daerah perbatasan, serta daerah yang

memiliki ciri khas seperti daerah tertentu di KTI. Hal tersebut sudah

tercantum sejak masih diberlakukannya Garis-Garis Besar Haluan Negara

(GBHN) tahun 1993. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

2
pembangunan Nasional, dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan

berkelanjutan, berhasil guna dan berdaya guna, pada tiap tingkat

pemerintahan. Pelaksanaan pembangunan daerah diupayakan sesuai

dengan potensi dan prioritas daerah yang bersangkutan.

1.2 Tujuan Praktik

Mahasiswa mampu menganalisis dan mengidentifikasi potensi,

permasalahan dan merumuskan rekomendasi potensi dan pemecahan

masalah wilayah.

1.3 Manfaat

Kita dapat menganalisis dan mengidentifikasi potensi, permasalahan

dan merumuskan rekomendasi potensi dan pemecahan masalah wilayah.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bidang kajian perencanaan pengembangan wilayah mempunyai ruang

lingkup dari berbagai disiplin keilmuan, yaitu ilmu-ilmu fisik (geografi, geofisik),

ilmu sosial ekonomi (sosiologi, ekonomi), ilmu manajemen, hingga

seni/estetika. Menurut Rustiadi at al. (2009), perencanaan pengembangan

wilayah merupakan bidang kajian yang mengintegrasikan berbagai cabang

ilmu untuk memecahkan masalah-masalah pembangunan serta aspek-aspek

politik, manajemen, dan administrasi perencanaan pembangunan yang

berdimensi ruang atau wilayah. Proses kajian perencanaan dan pembangunan

wilayah memerlukan pendekatan-pendekatan yang mencakup: (1) aspek

pemahaman, yaitu aspek yang menekankan pada upaya memahami

fenomena fisik alamiah hingga sosial ekonomi di dalam dan antar wilayah.

Oleh karena itu diperlukan pemahaman pengetahuan mengenai teknik-teknik

analisis dan model-model sistem sebagai alat (tools) untuk mengenal potensi

dan memahami permasalahan pembangunan wilayah. Selanjutnya (2) aspek

perencanaan, mencakup proses formulasi masalah, teknik-teknik desain dan

pemetaan hingga teknis perencanaan, dan (3) aspek kebijakan, mencakup

pendekatan evaluasi, perumusan tujuan pembangunan dan proses

pelaksanaan pembangunan seperti proses politik, administrasi, dan manajerial

pembangunan. Dengan demikian bidang kajian ini ingin menjawab tidak saja

pertanyaan “mengapa keadaan wilayah demikian adanya”, tetapi juga

4
menjawab “bagaimana wilayah dibangun”. Oleh karenanya akan mencakup

aspek-aspek perencanaan yang bersifat spasial (spatial planning), tataguna

lahan (land use planning), hingga perencanaan kelembagaan (structural

planning) dan proses perencanaan itu sendiri (Rustiadi at al. 2009).

Adanya kesadaran kritis tentang semakin terbatasnya sumber daya

alam yang tersedia dan kebutuhan manusia yang terus meningkat

mengharuskan pendekatan pemanfaatan sumber daya alam yang efisien.

Lebih dari itu, pemanfaatan sumber daya tidak boleh mengorbankan hak

pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang. Dalam konteks

perencanaan dan pengembangan wilayah, konsep ini dikenal sebagai

pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yakni suatu konsep

pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa

mengorbankan generasi yang akan datang (Rustiadi at al. 2009).

Perencanaan wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan

yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan

yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan

lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau

mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki

orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas

prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003)

(Mahi, 2016: 186) menjelaskan bahwa dalam pengembangan wilayah

perdesaan, diupayakan pendekatan yang terpadu, antara lain melalui

5
pengelompokan wilayah perdesaan berdasarkan tingkat perkembangannya,

yaitu menurut desa cepat berkembang, desa potensial berkembang, dan desa

tertinggal. Dengan cepat berkembang pada umumnya adalah desa yang

mempunyai akses yang relatif tinggi ke wilayah perkotaan, masyarakatnya

mulai heterogen, dan kegiatan ekonominya tidak tergantung kepada sektor

pertanian saja tetapi mulai menunjukkan adanya diversifikasi kegiatan

ekonomi ke arah non- pertanian.

Sedangkan definisi perencanaan menurut N. Rode and De Smit dalam

Syafrudin (1993:3): “Perencanaan adalah suatu proses integral dalam

mempersiapkan dan merumuskan pengambilan keputusan-keputusan di

kemudian hari. Perencanaan mencakup perumusan tujuan-tujuan tertentu

serta mencakup langkah-langkah yang harus diambil berdasarkan

musyawarah dengan pihak pimpinan yang bersangkutan. Perencanaan adalah

memberi bentuk kepada situasi (yang akan dating), untuk mencapai hal

tersebut harus dirincikan secara jelas keinginan-keinginan yang ada serta

harus ditetapkan sasaran-sasaran yang dikehendaki, jadi dengan demikian

harus dirumuskan problem-problem yang bersangkutan dengan hal itu.

6
BAB III

METODE PRAKTIK

3.1 Tempat dan Waktu

Kegiatan kunjungan di laksanakan di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)

Kecamatan Bantimurung dan di Sekretariat Gapoktan Angin Mammiri

Desa Mattoanging Kecamatan Bantimurung. Kunjungan dilaksanakan

pada hari Rabu, 22 Februari 2023, Pukul 10:00-14:00 WITA yang

bertempat di Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi

Selatan, Indonesia.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan di Kecamatan bantimurung

Kabupaten Maros adalah dengan menggunakan teknik yaitu sebagai

berikut :

1. Wawancara

2. Tanya Jawab

3. Survey Lapangan

7
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktik

A. Letak Geografis dan Administratif

Kecamatan bantimurung adalah wilayah yang sangat luas dan

berbatasan langsung dengan kecamatan camba dan kecamatan maros

baru. Di BPP kecamatan Bantimurung memiliki 117 kelompok tani yang

tersebar di 6 Desa dan 2 Keluarahan. Selain melakukan kunjungan di BPP

kecamatan bantimurung, kami juga melakukan kunjungan di salah satu

desa yang ada di Kecamatan bantimurung yaitu di sekretariat gapoktan

angin mammiri di Desa mattoangin Kecamatan Bantimurung, Kabupaten

Maros. Desa mattoangin pada umumnya berada dalam distrik Kecamatan

Simbang (sebelum menjadi kecamatan), yang kemudian distrik simbang

berubah menjadi Kecamatan Bantimurung dan di mekar menjadi dua yakni

wilayah kecamatan tersebut memposisikan Desa Mattoangin berada dalam

wilayah Kecamatan Bantimurung sampai saat ini.

Secara geografis, Desa Mattoangin merupakan salah satu dari enam

Desa di Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros dan memiliki luas

wilayah ± 10 km2 atau ± 1000,00 Ha. Desa Mattoangin terletak ± 12 Km

dari Ibukota kabaupaten Maros, sedangkan ± 5 Km dari Ibukota Kecamatan

dengan batas-batas sebagai berikut :

8
1. Sebelah Utara dari Desa Tukamasea Kecamatan Bantimurung

2. Sebelah Timur dari Desa Mangeloreng Kecamatan Bantimurung

3. Sebelah Selatan dari Desa Alatengae Kecamatan Bantimurung

4. Sebelah Barat dari Kelurahan Boribellayya Kecamatan Turikale

Adapun secara demografis, Desa Mattoangin memiliki jumlah penduduk

sebanyak 3.311 orang dengan rincian 1.610 orang laki-laki dan 1.701 orang

perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak 925 KK dengan kepadatan

penduduk seluas 347,66 per KM. Desa Mattoangin memiliki sembilan belas

RT dan lima dusun yang terdiri dari dusun Bonti-bonti, dusun malewang,

dusun Moncongbori, dusun Katubung dan dusun Paranggi. Mata

pencaharian di Desa Mattoangi sebagaian besar adalah petani yang

berdasarkan informasi akurat bahwa jumlah dari keluarga petani sebanyak

2000 orang. Laki-laki 1.500 orang dan perempuan 500 orang. Para petani

juga menjual hasil pangan dan buah-buahan itu melalui KUD dan

sebagiannya lagi tidak di jual. Selain petani, sebagian aktivitas masyarakat

menggeluti bidang peternakan dengan luas tanaman pakan peternak 3,00

Ha, pemasaran ternaknya ke beberapa titik, seperti di jual di pasar, melalui

KUD, melalui tengkulak, melalui pengecer, di jual kelumbang desa atau

kelurahan ataupun sama sekali tidak di jual. Selebihnya yang tercantum

resmi sesuai dengan data mata pencaharian penduduk adalag pegawai,

karyawan pabrik the gelas, pedagang dan tukang galian baru marmer, dll.

9
Combine Harvester ini bekerja sama dengan UPD agribisnis, 2 unit yang

beroperasi pada saat tanam di BPP Bantimurung. Terdapat 397 petani

milenial yang ada di BPP Kecamatan bantimurung ini dan sudah ada sekitar

269 petani milenial yang sudah terdata dan sekitar 57 bergerak di alat dan

mesin pertanian dan juga menyediakan benih dan transplanter.

Pertanaman padi dengan menggunakan transplanter dan panen

menggunakan combine harvester di BPP Kecamatan bantimurung ini

sudah 95% yang menggunakan alat dan mesin pertanian ini.

Kelompok tani di Kecamatan Bantimurung terdiri dari 102 yang tersebar

di 6 Desa dan 2 Kelurahan, yaitu sebagai berikut :

1. Desa Minasa Baji 13 kelompok tani

2. Desa Alatengae 15 keleompok tani

3. Desa Mattoangin 12 kelompok tani

4. Desa Mangaloreng 16 kelompok tani

5. Desa Kalabbiang 8 kelompok tani

6. Desa Laeng-laeng 16 kelompok tani

7. Kelurahan Tukamasea 11 kelompok tani

8. Kelurahan Barugaya 11 kelompok tani

B. Lereng

Lereng adalah derajat kemiringan permukaan tanah yang di hitung

dengan melihat perbandingan antara jarak vertikal dengan jarak

horizontal dari dua buah titk permukaan tanah dikali dengan 100%.

10
Lereng yang ada di Desa Mattoangin Kecamatan Bantimurung,

kabupaten Maros dengan kemiringan lereng 0-2%.

C. Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan

Adapun di tinjau dari segi topografi dan kontur lainnya, teridentifikasi

beberapa jenis lahan yang terdapat di Desa Mattoangin, yaitu sebagai

berikut :

1. Desa/Kelurahan dataran rendah seluas 150,00 Ha

2. Desa/kelurahan berbukit-bukit seluas 40,000 Ha

3. Desa/kelurahan dataran tinggi atau pegunungan seluas 190,00 Ha

4. Desa/kelurahan lereng gunung seluas 20,00 Ha

5. Desa/keluarahan bantaran sungai seluas 10,00 Ha

Luas lahan sawah 498,00 Ha. Adapun komoditas pangan yang

dihasilkan pada tahun 2018 sebanyak 70,00 ton/Ha. Selain

membudidayakan komoditas pangan, sebagian petani juga

membudidayakan lahan perkebunan seperti buah-buahan dan jenis

buah-buahan yang di budidayakan adalah semangka dengan luas lahan

250,00 Ha.

Luas potensi lahan di BPP Kecamatan bantimurung yaitu 3.825 Ha.

Jenis komoditi yang unggul di tanamn di BPP Kecamatan Bantimurung

ini adalah padi, peningkatan produksi paadi ini karena adanya sarana dan

prasarana alsintan yang memudahkan pekerjaan SDM. Selain menanam

jenis komoditi padi, di BPP ini juga memiliki ternak andalan unggas dan

11
ternak besar seperti ayam petelur dan ternak unggas yaitu sapi. Terdapat

alat dan mesin pertanian yang ada di BPP Kecamatan Bantimurung ini,

seperti: Traktor roda 4, Combine Harvester dan Transplanter.

4.2 Karakteristik Iklim Lokasi Praktik

A. Curah Hujan

Keadaan iklim di Desa Mattoangin terdiri dari dua musim yaitu musim

hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi sekitar bulan November

sampai Maret yang di mana curah hujan berkisar 347,00 mm. pada

musim kemarau terjadi pada bulan Juni hingga bulan Oktober.

Awal tahun 2000 semua sektor hampir dalam kehancuran dan yang

bertahan hanya sektor pertanian. Sektor pertanian di Desa Mattoangin ini

setiap harinya mampu memanen padi dengan menggunakan combine

seluas 2-3 Ha. Pengolahan combine harvester dan transplanter masih

terbatas pengolahannya. Musim tanam yang ada di Desa Mattoangin ini

musim tanam awal bulan 12 panen, bulan 3 tanam dan bulan 5 panen,

bulan 7/8 tanam dan panen di bulan 12. Curah hujan di Desa Mattoangin

kurang memadai jadi petani bisa beralih tanam dengan membudidayakan

tanaman hortikultura.

B. Temperatur

Temperatur udara rata-rata 29 derajat celcius yang ada di Desa

Mattoangin yaitu dengan tipe iklim C2 yaitu bulan basah (200 mm) selama

2-3 bulan berturut-turut.

12
C. Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah ukuran uap air yang berada dalam bentuk

gas di udara. Kelembaban udara di Kecamatan bantimurung ini antara

60-82%.

4.3 Hidrologi

Hidrologi adalah cabang ilmu geografi yang mempelajari seputar

pergerakan, distribusi dan kualitas air yang ada di bumi. Di Desa Mattoangin

menggunakan pengairan dengan sistem irigasi dengan menggunakan

pompa air. Sistem irigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengairi lahan

pertanian.

4.4 Pola Tanam

Pola tanam yang di terapkan di Desa Mattoangin adalah pola tanam jajar

legowo dan sebagai untuk penanaman padi menggunakan alat dan mesin

pertanian yaitu Transplanter. Pola tanam jajar legowo adalah meningkatkan

populasi tanaman dengan cara mengatur jarak tanam. Sistem tanam ini juga

memanipulasi tata letak tanaman, sehingga rumpun tanaman sebagian

besar menjadi tanaman pinggir.

4.5 Perencanaan Wilayah Pedesaan

Berdasarkan data yang diperoleh dapat di ketahui bahwa BPP

Kecamatan Bantimurung memiliki luas lahan 3.825 Ha. Sedangkan luas

wilayah yang ada di Desa Mattoangin adalah 20,14 Km2 dan jumlah

13
penduduk sebanyak 3.326 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk

sebanyak 165,14 jiwa/Km2 pada tahun 2017. Dapat di ketahui bahwa Desa

mattoangin ini adalah memiliki lahan yang dijadikan sebagai lahan

pertanian dan pendidikan. Di Desa Mattoangin ini kekurangan pengajar

untuk setiap jenjang sekolah dan untuk pemerintah di Desa Mattoangin

mampu memperhatikan pendidikan di desa tersebut.

Selain pada sarana pendidikan, kita juga dapat mengetahui bahwa

Desa Mattoangin ini hanya memiliki satu unit puskesmas pembantu. Oleh

karena itu, sebaiknya pemerintah membangun puskesmas tambahan dan

untuk tenaga keperawatannya juga di tambah karena di Desa ini

kekurangan tenaga kesehatan, sehingga mampu memperikan pertolongan

bagi para warga serta dapat memudahkan dalam proses berobat.

14
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kecamatan bantimurung adalah wilayah yang sangat luas dan

berbatasan langsung dengan kecamatan camba dan kecamatan maros

baru. Di BPP kecamatan Bantimurung memiliki 117 kelompok tani yang

tersebar di 6 Desa dan 2 Keluarahan. Secara geografis, Desa Mattoangin

merupakan salah satu dari enam Desa di Kecamatan Bantimurung

Kabupaten Maros dan memiliki luas wilayah ± 10 km2 atau ± 1000,00 Ha.

Desa Mattoangin terletak ± 12 Km dari Ibukota kabaupaten Maros,

sedangkan ± 5 Km dari Ibukota Kecamatan.

Luas potensi lahan di BPP Kecamatan bantimurung yaitu 3.825 Ha.

Jenis komoditi yang unggul di tanamn di BPP Kecamatan Bantimurung ini

adalah padi, peningkatan produksi paadi ini karena adanya sarana dan

prasarana alsintan yang memudahkan pekerjaan SDM.

5.2 Saran

Adapun saran yang di harapkan yaitu untuk kunjungan di BPP yaitu

mungkin waktu yang diberikan untuk bertanya dan menjelaskan itu di

tambah karena kita mahasiswa tidak bisa bertanya karena waktu yang

tidak memadai.

15
DAFTAR PUSTAKA

Budianta, Aziz. 2010. Pengembangan Wilayah Perbatasan Sebagai Upaya

Pemerataan Pembangunan Wilayah Di Indonesia. Jurnal Smartek. Vol. 8

(1) : 72 – 82

Puti, Ujiani Sri. 2020. Implementasi Pendidikan Masyarakat Berbasis Mesjid

Untuk Muslimah Di Desa Mattoangin Kabupaten Maros. Jurnal

Pengabdian Masyarakat. Vol 1 (2) : 129-141

16
LAMPIRAN

17

Anda mungkin juga menyukai