Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ahmad Munawar

Kelas : XII IPS 3

Revolusi Beludru adalah sebuah revolusi yang terjadi di Cekoslowakia. Sebelum


terjadinya revolusi ini,  Cekoslowakia merupakan sebuah negara bagian Uni Soviet yang
menggunakan Ideologi Komunisme dengan politik pemerintahan Tangan Besi. Poiitik Tangan
Besi disini artinya Pemerintah berhak menghukum masyarakatnya jikalau melakukan kritik
kepada pemerintahan. Munculnya rasa nasionalisme dan demokrasi telah merubah masyarakatan
cekoslowakia. Masyarakat tersebut menjadi lebih dapat menilai kehidupannya dan mengkritik
kebijakan pemerintahan pada saat itu. Perubahan ini memantapkan masyarakat cekoslowakia
untuk memecahkan negara tersebut menjadi dua negara yakni Ceko dan Slowakia.

Revolusi Velvet (atau Revolusi Beludru) adalah transisi kekuasaan di Cekoslowakia,


terjadi dari 17 November hingga 29 Desember 1989. Dalam revolusi ini, pemerintahan satu
partai oleh Partai Komunis Cekoslovakia tumbang akibat demonstrasi massa siswa dan warga
Cekoslowakia. Revolusi ini menyebabkan berakhirnya 41 tahun pemerintahan komunis,
beralihnya ekonomi terencana dan perubahan sistem ke republik parlementer.

Revolusi dimulai pada 17 November 1989 (Hari Pelajar Internasional), ketika polisi mencoba
membubarkan demonstrasi mahasiswa di Praha, ibukota Cekoslowakia. Peristiw ini memicu
serangkaian demonstrasi dari massa hingga pada 20 November, jumlah pengunjuk rasa yang
berkumpul di Praha bertambah menjadi sekitar 500.000.

Akibat tekanan demonstrasi ini, seluruh pimpinan Partai Komunis, termasuk Sekretaris Jenderal
Miloš Jakeš, mengundurkan diri pada 24 November.

Tekanan pada pemerintahan Komunis Cekoslowakia makin kuat seiring dengan runtuhnya Pakta
Warsawa dan melemahnya pengaruh Uni Sovet di Eropa. Akibatna, Partai Komunis
Cekoslowakia mengumumkan pada 28 November 1989 bahwa mereka akan melepaskan
kekuasaan dan menghapuskan sistem negara komunis dan sistem satu partai.
Pada 10 Desember, Presiden Gustav Husak menunjuk pemerintah pertama yang sebagian besar
non-komunis, dan mengundurkan diri. Dari hasil pemilihan umum memenangkan kelompok anti-
komunis dan Václav Havel terpilih sebagai Presiden Czechoslovakia pada 29 Desember 1989.

Runtuhnya komunisme menyebabkan munculnya kembali pertentangan antara dua kelompok


suku bangsa di Cekoslowakia, suku Ceko dan suku Slowakia. Suku bangsa Slowakia, yang
jumlah lebih sedikit, menganggap Cekoslowakia didominasi suku bangsa Ceko. Sedangkan suku
bangsa Ceko menganggap bahwa subsidi negara ke daerah Slowakia yang lebih miskin
memberatkan mereka

Sementara itu paham nasionalisme juga muncul di kedua suku bangsa. Dalam segi pemerintahan,
politisi Ceko menginginkan negara yang tersentralisasi, dan berpusat di Praha (yang terletak di
wilayah Ceko), sementara para politisi Slowakia menginginkan konfederasi dnegan otonomi
yang luas.

Antara suku Ceko dan Slowakia juga banyak terjadi perbedaan budaya. Sebelum terbentuknya
Cekoslowakia, wilayah Ceko adalah wilayah Austria-Hungaria yang diperintah langsung kaisar
Austria dari Vienna, dan dipengaruhi budaya Jerman. Sementara wilayah Ceko adalah wilayah
dari kerajaan Hungaria yang diperintah dari Budapest.

Setelah melalui perundingan, akhirnya para politisi memutuskan untuk membubarkan


Cekoslowakia, menjadi negara-negara Republik Ceko dan Republik Slowakia, resmi berlaku
pada 31 Desember 1992.

Revolusi Epifanio de los Santos Avenue adalah sebuah revolusi yang terjadi di Filipina.
Revolusi ini terjadi pada 1986 dengan demonstrasi masyarakat filipina terhadap pemerintahan
Filipina. Pada saat itu pemerintahan Filipina dipimpin oleh Ferdinand Marcos, masyarakat
meniliai Ferdinand Marcos adalah Presiden yang Otoriter. Ferdinand Marcos sebagai Presiden
bisa berbuat apa saja di Filipina, Puncak kekecewaan rakyat Filipina adalah pembunuhan
senator Benigno Aquino, Jr di Manila International Airport. Pembunuhan yang terjadi pada 21
Agustus 1983 diduga masyarakat didalangi oleh Ferdinand Marcos.

People Power di Filipina adalah gerakan demonstrasi masal yang terjadi di Filipina pada
22-25 Februari 1986. Dampak aksi massal ini adalah pemerintahan Ferdinand Marcos, yang
memerintah sejak tahun 1985.
Ferdinand Marcos awalnya terpilih sebagai presiden Filipina pada tahun 1965, mengalahkan
Presiden Diosdado Macapagal dengan selisih 52 hingga 43 persen. Marcos terpilih lagi dalam
pemilihan tahun 1969, kali ini mengalahkan Sergio Osmeña Jr sebesar 61 hingga 39 persen.
Presiden Marcos dilarang mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga sebagai presiden pada
tahun 1973. Namun pada tanggal 23 September 1972, dalam Proklamasi Presiden No. 1081, ia
mendeklarasikan darurat militer, dan menyatakan diri sebagai diktator.

Pemerintahan Marcos ditandai dengan korupsi yang merajalela, yang melibatkan istrinya, Imelda
Marcos. Presiden Marcos menekan pihak yang berlawanan dan menghapuskan kebebasan
berbicara, kebebasan pers, dan lainnya. Presiden Marcos juga membubarkan Kongres Filipina
dan menutup media.

Pemerintahan Presiden Marcos juga memerintahkan penangkapan segera atas politiknya seperti
Presiden Senat Jovito Salonga, Senator Jose Diokno, dan Senator Benigno Aquino Jr, yang
kemudian diasingkan ke luar negeri.

Pada 21 Agustus 1983, setelah pengasingan selama tiga tahun di Amerika Serikat, Aquino
kembali ke Filipina. Namun dia dibunuh ketika turun dari pesawat di Bandara Internasional
Manila.

Akibat kekejaman Marcos ini 2 juta warga Filipina turun ke jalan beserta kelompok politik,
militer, dan kelompok agama. Aksi ini dipimpin oleh istri mendiang Benigno Aquino Jr, Corazon
Aquino serta oleh Uskup Agung Manila, Kardinal Jaime Sin, bersama dengan Uskup Agung
Cebu, Kardinal Ricardo Vidal.

Protes “People Power” yang terus menerus menyebabkan jatunya pemerintahan Marcos,
sehingga dia dan keluarganya harus melarikan diri dari Istana Malacañang ke pengasingan di
Hawaii, Amerika.

Aksi ini kemudian diikuti dengan pemilihan umum dari yang memenangkan Corazon Aquino
sebagai presiden Filipina berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai