KELOMPOK 2
Salah satu bakteri yang sering menimbulkan gastroenteritis yaitu bakteri E. coli.
Bakteri ini umumnya melekat pada permukaan mukosa usus dan menyebabkan terjadinya
perubahan struktur sel epitel. Bakteri E. coli mampu menembus sel mukosa sehingga
menyebabkan terjadinya iritasi dan diare. Keadaan tersebut menimbulkan gangguan fungsi
usus dimana peristaltik dan sekresi usus meningkat, namun fungsi dan absorpsi usus
berkurang sehingga menimbulkan gejala klinis berupa diare (Chow et al., 2010).
PATOFISIOLOGI
Faktor infeksi seperti virus, bakteri atau parasit didalam saluran pencernaan yang
kemudian menetap pada usus dan lambung dapat merangsang produksi toksin/endotoksin di
saluran pencernaan yang mengakibatkan terjadinya peradangan pada usus dan lambung
sehingga terjadi penurunan absorbsi karbohidrat yang mengakibatkan hipoglikemi. Akibat
dari peradangan usus dan lambung dapat menimbulkan peningkatan asam lambung sehingga
menimbulkan gejala mual, muntah yang mengakibatkan kekurangan volume cairan dan
resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehingga terjadi hipoglikemi dan malnutrisi
energi protein (Chow et al., 2010).
Akibat dari peradangan usus dan lambung dapat menimbulkan peningkatan motilitas
usus sehingga sekresi cairan dan elektrolit meningkat yang dapat menimbulkan gangguan
cairan dan elektrolit seperti kalium dan natrium sehingga terjadi hipokalemi yang
mengakibatkan kejang dan kram abdomen sehingga menimbulkan rasa nyeri. Peradangan
usus dan lambung juga dapat mengakibatkan meningkatnya permeabilitas usus yang dapat
meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit serta meningkatnya tekanan intralumen, maka
usus tidak mempunyai kemampuan untuk menyerap sehingga terjadi pengeluaran feses encer
dan frekuensi buang air besar yang berlebihan, konsistensi cair dan bersifat asam sehingga
dapat menimbulkan gangguan integritas kulit. Selain itu peningkatan cairan dan elektrolit
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada intralumen yang akan menimbulkan
terjadinya dehidrasi dan terjadi syok hipovolemik (Chow et al., 2010).
Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi pada gastrointestinal terutama pada orang
dewasa terdiri atas:
1. Terapi rehidrasi
2. Terapi simptomatik
Terapi definitif yang digunakan yaitu terapi antibiotik. Pemberian antibiotik secara
empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang
dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala
dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi
ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,
dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik dapat secara empiris tetapi antibiotik
spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Amin, 2015).
Adapun pemberian terapi antibitik berdasarkan patogen penyebab infeksi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
B. SUBYEKTIF
BAB cair ± 11 kali sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Berbau busuk, berampas,
tidak berlendir, tidak berdarah, disertai muntah dan tidak demam. Dari hasil
wawancara diketahui bahwa satu rumah memiliki keluhan yang serupa yaitu BAB
dengan konsistensi cair, frekuensi BAB banyak, berbau busuk, berampas, dan
muntah.
C. OBYEKTIF
- Riwayat Penyakit
25/11/20 GEA dehidrasi sedang, DM Tipe II, dan hipoglikemia
26/11/20 Hipertensi urgensi
27/11/20 ISK
- Riwayat Pengobatan
1. IVFD 1 Kolf loading 500 ml
2. Loperamide 2 mg setiap kali BAB
3. Zink 1x20 mg
4. Oralit 100 ml 4-6 jam sekali
Pertanyaan Alasan
1. Riwayat konsumsi makanan dan Untuk mengetahui penyebab diare pasien
minuman? sehingga dapat diberikan pengobatan
yang tepat.
2. Paramater lab untuk ISK (kultur Karena ada diagnosa ISK namun
urin)? parameter labnya belum ada.
E. ASSESSMENT
Tanggal/ PROBLEM TERAPI DRP PLAN
Hari MEDIK
25-11-20 GEA Injeksi -Pasien -Terapi tetap
Dehidrasi Metoclopramide mengalami dilanjutkan
Sedang IVFD NaCl 0,9 % diare, muntah
Neodiaform (2 tab dan dehidrasi
extra selanjutnya 1
tab maksimal 10
tab/hari (kalau perlu)
Antidiabetes -Injeksi Novorapid -Pasien -Terapi tetap
(10-10-10) segera memiliki gula dilanjutkan
setelah makan darah yang
-Injeksi Levemir (0- tinggi
0-20) pada malam sehingga
hari dilanjutkan
Hipokalemia Infus KCL -Infus KCL - KSR Oral
KSR Oral dan KSR tidak usah
memiliki digunakan
indikasi yang karena sudah
sama ada infus KCL
sehingga
harus di pilih
salah satu saja
1. Infus KCL dan KSR oral merupakan obat yang memiliki indikasi yang sama
(Duplikasi indikasi) , yaitu untuk menambah kalium. Obat yang dipilih yaitu Infus
KCL.
2. PEMBAHASAN KASUS
Seorang pasien laki-laki berusia 50 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan
demam, nyeri perut bagian bawah, lemas dan sesak nafas. Pasien telah merasakan demam
(naik turun) sejak 1 minggu yang lalu. Berdasarkan hasil penggalian informasi diketahui
pasien memiliki riwayat penyakit BPH dan obat-obatan yang dikonsumsi pasien (dalam 5
hari terakhir) adalah tamsulosin HCl 400 mcg 1 kali sehari dan finasteride 1 kali sehari.
A. DATABASE PASIEN
Nomor registrasi/tanggal masuk RS : 28 Maret 2022
Nama :-
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pasien tersebut didiagnosis pada tanggal
28/03/2022 (IGD)
Ketoasidosis doabetik (KAD)
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
29/03/2022 (IPD)
Diabetes mellitus tipe 2 + Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Infeksi Saluran Kemih (ISK)+sepsis
Acute Kidney Injury (AKI)
Old Miokard Inferior (OMI)
Dengue Fever
Hiponatremia
B. SUBYEKTIF
Nyeri perut bagian bawah, lemas dan sesak nafas. Demam (naik turun) sejak 1
minggu yang lalu. Memiliki riwayat penyakit BPH dan obat-obat yang dikonsumsi
pasien dalam 5 hari terakhir adalah tamsulosin HCL 400 mcg 1 kali sehari dan
finasteride 1 kali sehari
C. OBYEKTIF
Pemeriksaan fisik pasien
TD :
28/2/22 100/78
29/2/22 120/80
Nadi :
28/2/22 123
29/2/22 90
Pernafasan :
28/2/22 20
29/2/22 20
Temperatur :
28/2/22 39
29/2/22 38.7
Pertanyaan Alasan
1. Apakah ada hasil kultur resistensi Meropenem itu antibiotik lini ke 3,
antibiotiknya? harusnya ada hasil kultur resistensi
antibiotik baru bisa digunakan.
2.
E. ASSESSMENT
Tanggal/ PROBLEM TERAPI DRP PLAN
Hari MEDIK
28-03-22 DM Tipe 2 + -Novorapid: 50unit Terapi Terapi di
Ketoasidosis dalam 50mL NaCl Novorapid lanjutkan.
Diabetik 0,9% (i.v) . Kecepatan bersifat rapid Namun apabila
4unit/jam (GDS>250 acting, sehingga gula darah
mg/dL), 3unit/jam dapat masih tidak
(GDS 200 - 250mg/dL), mengurangi turun harus di
1unit/jam gula didalam tambahkan
(GDS<200/dL) darah serta insulin long
pasien acting.
membutuhkan
penanganan
secepatnya
karena
mengalami
ketoasidosis
diabetik.
ISK -Inj. Seftriakson 1 Inj. Seftriakson -Injeksi
gram/12 jam apabila seftriakson
digunakan diganti dengan
bersamaan obat
dengan infus siprofloksasin
ringer laktat atau seftazidim
(ca.gluconas)
dapat
menyebabkan
endapan di paru
dan diginjal
DBD -Inj. Paracetamol Inj. Paracetamol -Terapi tetap
1gr/8jam (i.v infus) dapat dilanjutkan
menurunkan
demam dari
pasien
Acute Kidney -Prorenal 3 x 2 tab (p.o) Pasien -Terapi tetap
Injury mengalami dilanjutkan
gangguan ginjal
29-03- Antidiabetes+ -Injeksi Novorapid: -Pasien -Terapi tetap
2022 KAD (10-10-10) memiliki gula dilanjutkan
-Levemir (0-0-20) pada darah yang
malam hari (s.c) tinggi sehingga
dilanjutkan
ISK+Sepsis -Meropenem : 1gr/8jam -Sebelumnya -Tetap
(i.v) masih tetap digunakan
digunakan Siprofloksasin
siprofloksasin atau seftazidim
untuk sespsis
dan ISK nya,
sedangkan
meropenem
merupakan obat
untuk regimen
bakteri yang
sudah resisten
2. Dosis Asam folat dapat ditingkatkan hingga 5 mg perhari atau 15 mg sehari jika
terdapat malabsorbsi (BNF, 2017).
3. Obat meropenem digunakan apabila terjadi infeksi bakteri MDR (Rukmono &
Zuraida, 2016)
PUSTAKA
Amin, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-
Noc Edisi Revisi Jilid 3.Mediaction Publishing, Jogakarta.
BNF. 2017. British National Formulary Edition 74th Pharmaceutical Press, London.
Chow, C. M., A. K. Leung & K. L. Hon 2010. Acute gastroenteritis : from guidelines to real
life. Jounal Clinical and experiment gastroenterology. 3. 97-112.
Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M., 2011.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th Edition. Mc Graw Hill, United
States.
Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M., 2015.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 9th Edition. Mc Graw Hill, United
States.
Dipiro, J. T., B. G. Wells, T. L. Schwinghammer, C. V. Dipiro. 2020. Pharmacoteraphy
Handbook Eleven Edition. Mc Graw Hill Education.
Fauzi, M. I., I. Alifiar & F. Gustaman. 2020. Profil Pencampuran Intravena di Ruang Melati
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2020. Medical
Sains. 5: 21-30.
Jap, A. L. S., & Widodo, A. D. (2021). Diare Akut yang Disebabkan oleh Infeksi. Jurnal
Kedokteran Meditek, 27(3), 282-288.
Kriswantoro, A., Munawaroh, S., & Nasriati, R. (2021). Studi Literatur: Asuhan Keperawatan
Gastroenteritis Pada Anak Dengan Masalah Hipovolemia. Health Sciences
Journal, 5(1), 30-34.
PMK. 2021. Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2021, Republik Indonesia.
Sudoyo, A.W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Interna Publishing,
Jakarta.
Rukmono, P., & Zuraida, R. 2016. Uji Kepekaan Antibiotik Terhadap Pseudomonas
aeroginosa Penyebab Sepsis Neonatorum. Sari Pediatri, 14: 332-6.