Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN TERKAIT PENYAKIT:

DEFINISI

Infeksi gastrointestinal merupakan salah satu penyebab terjadinya gastroenteritis atau


peradangan pada permukaan lambung dan usus akibat adanya infeksi mikroorganisme.
Gastroenteritis ditandai dengan adanya inflamasi pada membran mukosa saluran pencernaan
serta gejala seperti diare dan muntah. Infeksi tersebut bisa disebabkan oleh virus, bakteri,
protozoa maupun parasit (Chow et al., 2010). Contoh virus dan bakteri penyebab infeksi
gastrointestinal antara lain vibrio cholerae, escherichia coli essalmonella, shigella,
campylobacter jejuni, rotavirus, norovirus, astrovirus, dan adenovirus enterik (Dipiro et al,
2011).

Gastroenteritis sering berlangsung pada balita dibandingkan orang dewasa. Penyebab


utamanya gastroenteritis terhadap anak di negara berkembang adalah rotavirus, Escherichia
coli enterotoksigenik, Shigella, dan Cryptosporidium. Gastroenteritis merupakan penyebab
pertama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia. Menurut World Health
Organisation (WHO) gastroenteritis adalah penyakit terbesar kedua yang menyebabkan
kematian terhadap anak (Kriswantoro et al., 2021)

Salah satu bakteri yang sering menimbulkan gastroenteritis yaitu bakteri E. coli.
Bakteri ini umumnya melekat pada permukaan mukosa usus dan menyebabkan terjadinya
perubahan struktur sel epitel. Bakteri E. coli mampu menembus sel mukosa sehingga
menyebabkan terjadinya iritasi dan diare. Keadaan tersebut menimbulkan gangguan fungsi
usus dimana peristaltik dan sekresi usus meningkat, namun fungsi dan absorpsi usus
berkurang sehingga menimbulkan gejala klinis berupa diare (Chow et al., 2010).

PATOFISIOLOGI

Faktor infeksi seperti virus, bakteri atau parasit didalam saluran pencernaan yang
kemudian menetap pada usus dan lambung dapat merangsang produksi toksin/endotoksin di
saluran pencernaan yang mengakibatkan terjadinya peradangan pada usus dan lambung
sehingga terjadi penurunan absorbsi karbohidrat yang mengakibatkan hipoglikemi. Akibat
dari peradangan usus dan lambung dapat menimbulkan peningkatan asam lambung sehingga
menimbulkan gejala mual, muntah yang mengakibatkan kekurangan volume cairan dan
resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehingga terjadi hipoglikemi dan malnutrisi
energi protein (Chow et al., 2010).

Akibat dari peradangan usus dan lambung dapat menimbulkan peningkatan motilitas
usus sehingga sekresi cairan dan elektrolit meningkat yang dapat menimbulkan gangguan
cairan dan elektrolit seperti kalium dan natrium sehingga terjadi hipokalemi yang
mengakibatkan kejang dan kram abdomen sehingga menimbulkan rasa nyeri. Peradangan
usus dan lambung juga dapat mengakibatkan meningkatnya permeabilitas usus yang dapat
meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit serta meningkatnya tekanan intralumen, maka
usus tidak mempunyai kemampuan untuk menyerap sehingga terjadi pengeluaran feses encer
dan frekuensi buang air besar yang berlebihan, konsistensi cair dan bersifat asam sehingga
dapat menimbulkan gangguan integritas kulit. Selain itu peningkatan cairan dan elektrolit
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada intralumen yang akan menimbulkan
terjadinya dehidrasi dan terjadi syok hipovolemik (Chow et al., 2010).

TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala dari infeksi gastrointestinal antara lain :
1. Diare (ada yang mengandung darah atau lendir)
2. mual muntah
3. demam
4. Nyeri perut
5. Pada anak-anak nafsu makan berkurang atau hilang
(Dipiro et al, 2011).
Diare dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu watery (encer) dan inflammatory
(inflamasi). Diare inflamasi disebabkan oleh patogen invasif dan umumnya ditandai dengan
demam, tenesmus (keinginan untuk BAB walaupun baru saja BAB atau nyeri kram dubur)
serta tinja berdarah sedangkan pada watery diare
tinja yang keluar tidak berdarah. Adapun kriteria dari
masing-masing kategori dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
(Dipiro et al, 2011).

TATA LAKSANA

Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi pada gastrointestinal terutama pada orang
dewasa terdiri atas:

1. Terapi rehidrasi

Terapi ini merupakan prioritas utama pengobatan yaitu untuk mengembalikan


kehilangan cairan dalam tubuh. Penggunaan rehidrasi oral lebih disarankan karena
berdasarkan dipiro et al. 2011 menyatakan bahwa rehidrasi oral dapat mengembalikan
kebutuhan cairan hingga 97% pada pasien diare ringan hingga sedang (Dipiro et al.,
2011). Contoh obat rehidrasi oral seperti oralit untuk diare akut awal yang ringan.
Rehidrasi oral harus mengandung garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan
air. Pemberian per oral dengan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 29g
glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat dan 1,5g KCI setiap liternya (Sudoyo, 2009).

Setelah 20 tahun penelitian, cairan rehidrasi oral WHO mengalami perubahan.


Saat ini WHO dan UNICEF menganjurkan CRO yang rendah osmolaritasnya. Terapi
CRO dengan osmolaritas rendah mengurangi insidensi muntah sebesar 30% dan
volume feses sebesar 20%. Selain itu akan mengurangi kebutuhan penggunaan terapi
cairan infus sebesar 33%.1,20 Terapi CRO dengan osmolaritas rendah ini
mengandung 75 mEq/l sodium dan 75 mmol/l glukosa, dan total osmolaritas 245
mOsm/l. (Jap & Widodo, 2021).

2. Terapi simptomatik
Pemberian terapi simtomatik perlu dipertimbangkan secara hati-hati karena lebih
banyak kerugian daripada keuntungannya. Hal yang harus sangat diperhatikan pada
pemberian antiemetik, misalnya obat metoklopropamid dapat memberikan kejang
pada anak dan remaja akibat rangsangan ekstrapiramidal. Pada diare akut yang ringan
kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada kontraindikasi dapat dipertimbangkan
pemberian bismuth subsalisilat maupun loperamid dalam waktu singkat. Pada diare
yang berat obat-obat tersebut dipertimbangkan terkait waktu pemberian yang singkat
atau adanya kombinasi dengan pemberian obat antimikroba (Sudoyo, 2009).

3. Terapi definitif

Terapi definitif yang digunakan yaitu terapi antibiotik. Pemberian antibiotik secara
empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang
dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala
dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi
ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,
dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik dapat secara empiris tetapi antibiotik
spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Amin, 2015).

Adapun pemberian terapi antibitik berdasarkan patogen penyebab infeksi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
(Dipiro et al., 2011).

A. PUSTAKA

Amin, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 3.Mediaction Publishing, Jogakarta.
Chow, C. M., A. K. Leung & K. L. Hon 2010. Acute gastroenteritis : from guidelines to real
life. Jounal Clinical and experiment gastroenterology. 3. 97-112.
Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M., 2011.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th Edition. Mc Graw Hill, United States.
Jap, A. L. S., & Widodo, A. D. (2021). Diare Akut yang Disebabkan oleh Infeksi. Jurnal
Kedokteran Meditek, 27(3), 282-288.
Kriswantoro, A., Munawaroh, S., & Nasriati, R. (2021). Studi Literatur: Asuhan Keperawatan
Gastroenteritis Pada Anak Dengan Masalah Hipovolemia. Health Sciences Journal, 5(1), 30-
34.
Sudoyo, A.W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Interna Publishing,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai