Anda di halaman 1dari 10

Zafhira Araza

220106260

1E

RANGKUMAN ANATOMI

Dosen Pengampu:

Danang Tri Yudoyono.,S.Kep.,Ns.,M.Kep


A. Anatomi Sistem Gastrointestinal
Ada beberapa organ utama yang menyusun sistem pencernaan dan memiliki
fungsinya masing-masing. Mulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus,
usus besar, rektum dan anus. Berikut adalah penjelasan mengenai fungsi setiap organ
tersebut:

1. Mulut
Mulut adalah awal dari saluran pencernaan. Faktanya, pencernaan dimulai bahkan
sebelum seseorang menggigit makanan yang dikonsumsi. Sebab, kelenjar ludah akan
menjadi aktif saat seseorang melihat dan mencium hidangan tertentu. Ketika mulai
makan, seseorang akan mengunyah makanan dengan gigi menjadi potongan-potongan
yang lebih mudah dicerna.

Nah, air liur kemudian akan mulai bercampur dengan makanan untuk mulai
memecahnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penyerapan makanan dan
digunakan oleh tubuh. Ketika seseorang menelan, lidah juga memasukkan makanan
ke tenggorokan dan ke kerongkongan.

2. Kerongkongan
Kerongkongan menerima makanan dari mulut saat seseorang menelan. Serangkaian
kontraksi otot di dalam kerongkongan yang disebut peristaltik mengantarkan makanan
ke lambung.

3. Lambung
Lambung merupakan organ berongga yang berfungsi untuk menampung makanan
saat sedang dicampur dengan enzim lambung. Enzim-enzim tersebut nantinya akan
melanjutkan proses pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat digunakan.

4. Usus halus
Organ ini terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Perlu
diketahui bahwa usus kecil merupakan tabung otot sepanjang 22 kaki. Di mana organ
ini berfungsi untuk memecah makanan menggunakan enzim yang dilepaskan oleh
pankreas dan empedu dari hati. Selain itu, gerak peristaltik juga bekerja di organ ini,
memindahkan makanan dan mencampurnya dengan cairan pencernaan dari pankreas
dan hati.

5. Pankreas
Organ ini berfungsi untuk mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam duodenum yang
memecah protein, lemak dan karbohidrat. Pankreas juga membuat insulin,
meneruskannya langsung ke aliran darah.

6. Hati atau Liver


Hati memiliki banyak fungsi, tetapi tugas utamanya dalam sistem pencernaan adalah
memproses nutrisi yang diserap dari usus kecil. Empedu dari hati yang disekresikan
ke usus kecil juga memainkan peran penting dalam mencerna lemak dan beberapa
vitamin.

7. Kantong empedu
Kantong empedu menyimpan dan mengkonsentrasikan empedu dari hati. Kemudian,
melepaskannya ke duodenum di usus kecil untuk membantu menyerap dan mencerna
lemak.

8. Usus besar
Usus besar bertanggung jawab untuk memproses limbah sehingga mengosongkan
usus tubuh. Perlu diketahui bahwa usus besar adalah tabung otot sepanjang 6 kaki
yang menghubungkan usus kecil ke rektum.

9. Rektum
Rektum merupakan bagian tubuh yang memiliki berbagai fungsi. Mulai dari
menerima feses dari usus besar, memberitahukan bahwa ada feses yang harus
dikeluarkan dan menahan feses sampai terjadi evakuasi.

10. Anus
Anus adalah bagian terakhir dari saluran pencernaan. Ini adalah saluran sepanjang 2
inci yang terdiri dari otot-otot dasar panggul dan dua sfingter anal (internal dan
eksternal). Lapisan anus bagian atas mampu mendeteksi isi rektal. Ini memungkinkan
seseorang untuk mengetahui apakah isinya cair, gas atau padat.
A. Fisiologi Sistem Gastrointestinal
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien,
air, dan elektrolit dari makanan yang kita telan ke dalam lingkungan
internal tubuh. Sistem pencernaan melakukan empat proses
pencernaan dasar yaitu
a) Motilitas
b) Sekresi
c) Digesti
d) Absorpsi
Ketika tidak ada makanan, mukosa lambung berbentuk lipatan
yang besar, disebut rugae, dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada
saat terisi makanan, rugae menghilang dengan lancar seperti alat
musik akordion dimainkan. Mukosa lambung terdiri dari tiga sel
sekresi: sel chief, sel parietal, dan sel mukus. Sel chief menyekresi
enzim pepsinogen, sel parietal menyekresi asam klorida yang
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, dan sel mukus menyekresi
mukus untuk melindungi gaster

Gaster bekerja dengan memperkecil partikel makanan menjadi


larutan yang dikenal dengan nama kimus. Kimus tersebut
mengandung fragmen molekul protein dan polisakarida, butiran
lemak, garam, air, dan berbagai molekul kecil lain yang masuk
bersama makanan. Tidak ada ada molekul-molekul tersebut yang
dapat melewati epitel gaster kecuali air. Absorpsi paling banyak
terjadi di usus halus

Faktor di lambung yang memengaruhi laju pengosongan gaster


yaitu volume kimus dan derajat fluiditas. Faktor di duodenum yang
memengaruhi laju pengosongan lambung antara lain:
a. Respon saraf melalui pleksus saraf intrinsik dan saraf autonom.

b. Respon hormon dikenal dengan enterogastron yang dibawa darah


dari mukosa usus halus ke gaster tempat mereka menghambat
kontraksi antrum. Enterogastron tersebut yang penting adalah
sekretin (dihasilkan sel S) dan kolesistokinin (dihasilkan sel I).

c. Lemak paling efektif dalam memperlambat pengosongan lambung


karena lemak memiliki nilai kalori yang tinggi. Selain itu,
pencernaan dan penyerapan lemak hanya berlangsung di usus
halus. Trigliserida sangat merangsang duodenum untuk melepaskan
kolesistokinin (CCK). Hormon ini menghambat kontraksi antrum
dan menginduksi kontraksi sfingter pilorus, yang keduanya
memperlambat pengosongan lambung.

d. Asam dari kimus yang di dalamnya terdapat HCl dinetralkan oleh


natrium bikarbonat di dalam lumen duodenum. Asam yang belum
dinetralkan akan menginduksi pelepasan sekretin, yaitu suatu
hormon yang akan memperlambat pengosongan lebih lanjut isi
gaster yang asam hingga netralisasi selesai.

e. Hipertonisitas. Pengosongan gaster secara refleks jika osmolaritas


isi duodenum mulai meningkat.

f. Peregangan. Kimus yang terlalu banyak di duodenum akan


menghambat pengosongan isi lambung Emosi juga dapat memengaruhi motilitas
lambung. Meskipun
tidak berhubungan dengan pencernaan, emosi dapat mengubah
motilitas lambung dengan bekerja melalui saraf autonom untuk
memengaruhi derajat eksitasbilitas oto polos lambung. Efek emosi
pada motilitas lambung barvariasi dari orang ke orang lain dan tidak
selalu dapat diperkirakan, rasa sedih dan takut umumnya mengurangi
motilitas, sedangkan kemarahan dan agresi cenderung
meningkatkannya. Selain emosi, nyeri hebat dari bagian tubuh
manapun cenderung menghambat motilitas, tidak hanya di lambung
tetapi di seluruh saluran cerna. Respon ini ditimbulkan oleh
peningkatan aktivitas simpatis
B. Sistem Peredaran Darah Sistem Gastrointestinal
Sistem peredaran darah atau sistem kardiovaskular atau yang biasa disebut sistem
sirkulasi adalah suatu sistem organ yang berfungsi memindahkan zat dan nutrisi ke
dan dari sel. Sistem ini juga membantu stabilisasi suhu dan pH tubuh (bagian dari
homeostasis).

Ada dua jenis sistem peredaran darah: sistem peredaran darah terbuka, dan sistem
peredaran darah tertutup. sistem peredaran darah, yang merupakan juga bagian dari
kinerja jantung dan jaringan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler) dibentuk. Sistem
ini menjamin kelangsungan hidup organisme, didukung oleh metabolisme setiap sel
dalam tubuh dan mempertahankan sifat kimia dan fisiologis cairan tubuh.

Pertama, darah mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel dan karbon dioksida dalam
arah yang berlawanan (lihat respirasi).
Kedua, yang diangkut adalah nutrisi yang berasal dari pencernaan seperti lemak, gula
dan protein dari saluran pencernaan dalam jaringan masing-masing untuk
mengonsumsi, sesuai dengan kebutuhan mereka, diproses atau disimpan.
Metabolit yang dihasilkan atau produk limbah (seperti urea atau asam urat) yang
kemudian diangkut ke jaringan lain atau organ-organ ekskresi (ginjal dan usus besar).
Juga mendistribusikan darah seperti hormon, sel-sel kekebalan tubuh dan bagian-
bagian dari sistem pembekuan dalam tubuh.

C. Sistem Persarafan sistem gastrointestinal

Saluran pencernaan menda-pat dua persarafan yang berhu-bungan dengan SSP


di otak dan medulla spinalis. Mulai dari oesophagus sampai ke
pertengahan colon transversum saluran pencer-naan diurus oleh saraf
parasimpatis yang berasal dari cabang n.vagus (dengan badan sel di
ganglion nodosum); sedangkan pada usus ba-gian distal persarafan parasimpatis itu
diurus oleh serabut-serabut saraf yang berpangkal pada medulla spinalis
segmen sacral 2-4. Persarafan simpatis diurus oleh serabut saraf cabang
n.splanchnicus majordan n.splanchnicus minor yang berasal dari segmen
thoracal. Secara embriologis, sel dan serabut saraf yang membentuk SSSP
berasal dari bakal n.vagus dan bakal saraf dari segmen medulla spinalis. Dari
antara kedua sumber itu, serabut yang berasal dari n.vagus yang lebih
dominan. Ber-kaitan dengan proses perkembang-annya ini, dapat dimengerti
jika hubungan SSSP dengan SSP diselenggarakan melalui serabut
saraf aferent dan eferent simpatis dan parasimpatis yang diurus kedua
saraf itu.

Serabut-serabut saraf SSSP membentuk hubungan antar bagi-an-bagian saluran


pencernaan dan selanjutnya mengatur pergerakan masing-masing organ serta
waktu dan kuantitas sekresi kelenjar-kelenjar pencernaan. Menurut pe-nelitian
jumlah sel saraf yang ter-gabung dalam SSSP diperkirakan sebanyak 100 juta
(Goyal & Hirano, 1996) sama atau bahkan lebih ba-nyak dari sel saraf yang
ditemukan di dalam medulla spinalis. Hal itu menunjukkan keterlibatan SSSP
dalam pengaturan suatu sistem yang bobot dan derajatnya setara dengan
medulla spinalis.

Dengan pertimbangan itu SSSP disetarakan dengan SSP se-hingga dinamakan


juga The Second Brain. SSSP ini terutama berfungsi untuk mengatur
(1) kontraksi sel otot polos di saluran pencernaan,
(2) sel kelenjar mucosa,
(3) sel kelenjar endokrin pada saluran pencernaan,
(4) aliran darah pada saluran pencernaan serta terlibat dalam reaksi imun
atau proses inflamasi.

Setelah mencapai saluran pencernaan, kedua sistem itu berhubungan


dengan jaringan atau rangkaian saraf dan ganglion yang tergabung membentuk
plexus sub-mucosus (Meissner) dan plexus myentericus (Auerbach).Plexus
sub-mucosus terletak diantara lapisan mucosa dan submucosa, sedangkan
plexus myentericus diantara lapisan serabut otot. Plexus myentericus ter-utama
mengandung serabut saraf motoris yang mengatur motilitas usus; sedangkan
plexus submucosusmengandung badan sel serabut saraf sensoris yang
mengatur plexus myentericus dan serabut motoris yang menstimulasi sekresi
kelenjar pencernaan (termasuk chief cell, sel parietal, sel mucuos, enterocytes dan
sel exokrin pancreas), dan otot polos serta kelenjar endokrin pada tractus
gastrointestinalis. Serabut saraf dari otak dan medulla spinalis berakhir pada ke-
dua plexus tersebut. Reaksi akibat rangsangan saraf-saraf itu terhadap sistem
pencernaan selanjutnya akan diatur oleh SSSP. Serabut preganglioner
parasimpatis bersifat cholinergis dan mengeksitasi sera-but saraf SSSP.
Pengaruhnya nyata pada ujung proximal dan distal saluran pencernaan,
tetapi pada usus halus hanya merangsang sejumlah kecil ganglia di
plexus myentericus. Fakta ini menunjukkan bahwa pengaturan oleh SSSP pada
bagian proximal (oesophagus) dan distal (colon distal dan anorectum) saluran
pencernaan masih dinter-vensi oleh impuls dari SSP (Goyal & Hirano, 1996;
Gershon, 1998).

Fakta ini berhubungan dengan pe-ran kesadaran pada proses makan dan
defekasi. Serabut simpatis, di pihak lain, adalah serabut post-gang-lioner
yang bersifat adrenergik. Serabut-serabut ini mempunyai pa-ling sedikit 4
buah target yaitu: neuron sekretomotor yang me-ngandung vasoactive
intestinal peptide, ujung saraf preganglioner yang cholinergik, pembuluh
darah submucosa, dan sphincter-sphinct-er yang ada di dalam saluran
pencernaan.

Plexus pada saluran pencernaan tidak mempunyai badan sel saraf simpatis
yang bersifat adrenergik. Badan sel dan serabut saraf yang membentuk SSSP
tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Serabutnya sangat halus
sehingga hanya dapat dipelajari dengan menggunakan mikroskop elektron
(Gershon, 1998). Struktur serabut SSSP berbeda dengan sera-but saraf di luar
sistem ini. Pada SSSP serabut saraf tidak ditopang oleh jaringan kolagen, tetapi
oleh sel glia yang menyerupai astrosit. Sel glia ini berbeda dengan sel
Schwann karena tidak mempunyai lamina basalis dan membungkus
kumpulan serabut saraf, bukan membungkus setiap serabut
(Gershon & Rothman, 1991).SSSP bekerja terhadap tar-get organ secara
langsung atau melalui sel antara. Sel antara itu bisa berupa sel endokrin,
sel interstitial dari Cajal, dan sel sistem imun seperti misalnya mast-celldengan
plexus submucosus. Badan sel saraf dari SSSP tersusun dalam kelompok
ganglia kecil yang mempunyai hubungan dengan serabut saraf yang mem-
bentuk plexus myentericus dan plexus submucosus. Serabut yang
berhubungan dengan plexus myentericus mempunyai serabut yang
menghubungkannya dengan plexus submucosus dan ganglia SSSP yang serupa
dengan plexus sub-mucosus yang terdapat pada vesica felea, ductus
cysticus, ductus choledochus dan pancreas.Hubungan sensoris dengan SSP
Informasi sensoris dari saluran pencernaan diteruskan ke SSP melalui
n.vagus dan n.splanchnicus. Sebagian serabut n.vagus meneruskan informasi
tentang tegangan mekanis yang di-alami dinding usus, sebagian peka terhadap
kadar glukosa, asam amino dan asam lemak yang terdapat dalam lumen usus.
Sebagian lagi meneruskan informasi tentang rangsang mekanis, osmotis
dan kimiawi yang lain. Gerak peristalstik dan reflex sekresi kelenjar pencernaan
di-mungkinkan oleh adanya impuls sensoris yang berasal dari mucosa saluran
pencernaan dengan seroto-nin sebagai neurotransmiter. Meka-nisme kerja dan
sekresi serotoninpada saluran pencernaan ini cukup rumit. Pada sistem saraf
pusat, serotonin membutuhkan serotonin transporter (SERT) yang dihasilkan
oleh serabut saraf yang seroto-ninergis, tetapi di dalam usus SERT diperoleh
melalui enterocyte(Gershon, 2003; Gershon, 2005). Transmiter kimiawi yang
dihasilkan sel endokrin mucosa saluran pencernaan turut berperan dalam
meneruskan rangsang ke n.vagus. Sebagai contoh, muntah yang terjadi
pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi, dise-babkan oleh
dilepaskannya sero-tonin dalam jumlah besar oleh sel enterochromaffin yang
mengalami kerusakan. Muntah ini dapat dihentikan dengan pemberian
anta-gonis serotonin seperti misalnya ‘ondansteron’. Serabut saraf aferent
dari n.splanchnicus meneruskan sensasi sakit (dari nociceptor), dengan
neurotransmiter antara lain berupa peptida yang berkaitan dengan calcitonin
dan substansi P

D. Sistem Hormon Dari Sistem Gastrointestinal


Hormon gastrointestinal adalah polipeptida yang
dihasilkan oleh sel-sel mukosa endokrin lambung dan usus
halus. Hormon ini terutama berperan dalam pengaturan
fungsi pergerakan dan sekresi sistem pencernaan yang
meliputi lambung, usus halus, hati, saluran empedu dan
pankreas (Harper at al, 1979:579). Hormon-hormon
gastrointestinal terdiri atas gastrin, sekretin, gastric
inhibitory polypeptide (GIP), cholecystokinin (CCP),
motilin, pancreatic peptide (PP), enteroglukagon dan
peptid-peptida lain. Hormon tersebut bekerja melalui
mekanisme parakrin dan neurokrin. Ada beberapa
polipeptida lain yang bekerja hanya melalui mekanisme
neurokrin antara lain vasoactive intestinal peptide (VIP),
somatostatin, substance-P, encephalin, dan neurotensin.
Mekanisme kerja hormon gastrointestinal pada
umumnya melalui pengaktifan cAMP yang bertujuan dalam
meningkatkan sintesis DNA dan RNA di nukleus, serta
produk akhirnya adalah protein yang terlibat dalam aktivitas
gastrointestinal termasuk enzim-enzim pencernaan (amilase,
pepsin dan lipase). Selain fungsi tersebut hormone
gastrointestinal dapat juga berfungsi dalam memobilisasi
Ca2+ dan pembentukan fosfotidil inositol yang berperan
dalam kontraksi lumen pada sistem gastrointestinal.

Anda mungkin juga menyukai