Anda di halaman 1dari 2

Refleksi Martabat Manusia

Christoporus Olaf Setiawan/202107000141

Manusia adalah Imagio Dei. Dengan segala keluhuran dan kuasa yang dimiliki
manusia menerima karunia akal dan budinya dari Allah. Mengapa? Karena manusia adalah
ciptaan yang paling menyerupai Allah yang penuh kuasa dan sangat dicintai oleh Allah.
Maka dari itu manusia dikirim ke Firdaus. Namun, kita semua tahu bagaimana akhir kisah
tersebut. Adam dan Hawa diusir dari Firdaus dan tinggal di dunia. Apakah dengan demikian
Allah merendahkan martabat manusia karena telah berdosa? Tidak. Allah sangat mencintai
manusia sehingga walaupun manusia di kirim ke dunia Ia tetap menyertainya. Kisah dalam
Alkitab menjadi buktinya bagaimana anak-anak Allah dipimpin keluar dari penjajah mesir ke
tanah terjanji, bagaimana Allah menyertai anak-anaknya dengan perantara para hakim, nabi,
dan raja. Puncaknya Allah mengorbankan Yesus menjadi penebus dosa manusia.
Setelah semua kisah itu apakah artinya manusia menjadi lebih luhur lagi? Tidak.
Alkitab telah menunjukkan bagaimana Allah mencintai kita anak-anaknya. Namun, sejarah
menunjukkan bagaimana kita sebagai manusia menjawab cinta Allah. Dalam sejarahnya
manusia telah menduduki dunia selama kurang lebih 120 abad. Peradaban manusia yang
modern terhitung kurang lebih 21 abad. Dari 21 abad itu selalu diwarnai perang, kekerasan,
perbudakan, penjajahan, rasisme, kesenjangan, dan lainnya. Setidaknya sudah ada 2 perang
dunia dalam kurung waktu 1 abad. Perang itu belum terhitung juga perang-perang kecil
sebelumnya dan setelahnya. Seperti ini lah jawaban manusia atas cinta Allah.
Apakah dengan demikian manusia sudah tidak pantas menjadi anak-anak Allah
dengan segala keluhuran dan martabatnya? Tidak. Dengan segala kekurangan dan kesalahan
yang telah dilakukan kemanusia masih tetap memiliki harapan. Dari sekian banyak perang
abad 21 adalah abad pengharapan bagi manusia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perang yang
ada di dunia. Dibandingkan abad-abad sebelumnya manusia sekarang hidup pada masa paling
damai dalam sejarahnya. Setiap orang juga memiliki martabat yang diakui oleh setiap orang.
Kita tidak perlu lagi takut pemimpin kita menarik kerabat, teman, atau bahkan diri kita
sendiri untuk ikut perang karena memperbutkan sepetak tanah gersang. Manusia juga mulai
memiliki rentang hidup yang jauh lebih lama dibandingkan abad-abad sebelumnya, bahkan
mulai ada wacana untuk hidup selamanya (tentu dengan berbagai perdebatan yang diluar
konteks refleksi ini).
Manusia pada dasarnya seperti anak-anak yang sedang bertumbuh. Kita semua belajar
dari kesalahan dan berusaha untuk bertumbuh berkembang menjadi lebih baik lagi. Pada
akhirnya kita sebagai umat manusia dengan segala kesalah yang telah kita lakukan tetap
mampuh menerima kasih dan cinta Allah. Mengapa? Karena kemampuan kita untuk bertobat
dan belajar dari kesalahan kita. Walau, memang terkesan receh tetapi dengan kemampuan itu
lah manusia dapat berkembang dan tumbuh dalam cinta kasih Allah.
Pertanyaan utamanya adalah apa yang bisa kita lakukan secara konkret? Semudah
mengasihi sesama kita adalah awal yang baik. Belajar menjadi serupa dengan Allah yang
cepat mengampuni dan lambat membenci, lebih baik lagi jika kita bisa mengikuti petunjuk
dan arahan Kitab suci dengan rajin berdoa akan jauh lebih baik lagi. Walau memang secara
individu tidak ada yang bisa kita lakukan karena pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial
yang bergerak bersama. Tetapi semua hal baik bermula dari satu orang yang berani.

Anda mungkin juga menyukai