Anda di halaman 1dari 87

STRATEGI KOMUNIKASI WAYANG

KAMPUNG SEBELAH DALAM PENYAMPAIAN PESAN KRITIK SOSIAL


PADA WARGA SIWAL BAKI

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Dan Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh

Aryo Paramartha SunggingProbo


NPM : 18410089

PROGRAM STUDI

ILMU KOMUNIKASI FISIP

UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2022


STRATEGI KOMUNIKASI WAYANG
KAMPUNG SEBELAH DALAM PENYAMPAIAN PESAN KRITIK SOSIAL
PADA WARGA SIWAL BAKI

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Dan Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh

Aryo Paramartha SunggingProbo


NPM : 18410089

PROGRAM STUDI

ILMU KOMUNIKASI FISIP

UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2022


HALAMAN PERSETUJUAN

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan panitia ujian skripsi program studi Ilmu

Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Slamet Riyadi

Surakarta.

Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Pendamping

Drs. Buddy Riyanto, M.S Haryo Kusumo Aji, S.Ikom, M.Ikom


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji dan disarankan oleh Panitia Skripsi Jurusan Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Slamet Riyadi Surakarta

dan telah diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Ilmu

Komunikasi

Pada Hari :

Tanggal :

Panitia Penguji Skripsi

1. Ketua :

2. Sekretaris :

3. Penguji :

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik

Drs. Buddy Riyanto, M.Si

NIDN. 0613116201
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Aryo Paramartha Sunggingprobo

NPM : 18410089

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa skripsi berjudul “STRATEGI

KOMUNIKASI WAYANG KAMPUNG SEBELAH DALAM

MENYAMPAIKAN PESAN KRITIK SOSIAL” disusun tanpa mengambil bahan

hasil penelitian baik untuk satu gelar sarjana yang sudah ada di Universitas Slamet

Riyadi Surakarta maupun hasil penelitian lain. Sejauh yang peneliti ketahui,

skripsi ini tidak mengambil bahan dari publikasi atau tulisan karya peneliti lain

kecuali yang sudah disebutkan dalam rujukan. Peneliti bersedia menerima sanksi

yang telah ditentukan jika terbukti melakukan plagiasi.

Surakarta, 14 Agustus 2022

Aryo Paramartha Sunggingprobo

NPM. 18410089
MOTTO

"Sebaik-baiknya skripsi adalah skripsi yang dikerjakan dan diselesaikan”

(@yeahmahasiswa)

HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur, tugas akhir yang telah disusun ini, dipersembahkan

untuk :

1. Tuhan Yang Maha Esa

2. Kedua orangtua saya yang paling saya cintai dan seluruh keluarga yang

telah memberikan Doa juga dukungan dalam penyusunan skripsi ini

3. Bangsa Indonesia, sebagai bentuk kontribusi pengkayaan intelektual

4. Almamater kampus tercinta, Universitas Slanet Riyadi


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan

rahmat dan karunianya sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi dengan

judul “STRATEGI KOMUNIKASI WAYANG KAMPUNG SEBELAH DALAM

MENYAMPAIKAN PESAN KRITIK SOSIAL PADA WARGA SIWAL BAKI”

Peneliti skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memenuhi pencapain gelar

sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

Peneliti menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari peran serta

berbagai pihak yang telah berkontribusi, membimbing, memotivasi dan

mendoakan. Peneliti mengucapakan terima kasih kepada :

1. Orangtua saya

2. Prof. Dr. Ir Sutadi, MAPP,SC selaku rektor Universitas Slamet Riyadi

Surakarta

3. Drs. Buddy Riyanto, M.SI selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Slamet Riyadi dan selaku pembimbing utama saya

4. Dr. Herning Suryo, M.SI selaku wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Slamet Riyadi

5. Dra. Nurnawati Hindra, H.M.Si., selaku kepala prodi Ilmu Komunikasi

Universitas Slamet Riyadi

6. Haryo Kusumo Aji S.I.Kom, M.I.Kom., selaku pembimbing kedua


7. Dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu pengetahuan

sehingga berguna bagi penulisan skripsi ini.

8. Para informan dalam penelitan ini

9. Rekan-rekan mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi angkatan 2018

10. Seluruh pihak lain yang berkontribusi dalam penyelesaian tugas akhir ini

dan tidak dapat dituliskan satu persatu.

Namun tidak dapat dipungkiri, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi

ini masih terdapat kekurangan. Peneliti berharap adanya kritik dan saran yang

dapat membangun demi meningkatkan kualitas esensi skripsi ini. Semoga setiap

karya skripsi yang telah ditulis ini dapat membeerikan nilai manfaat bagi peneliti

maupun pihak-pihak terkait.

Surakarta, 14 Agustus 2022

Aryo Paramartha Sunggingprobo

NPM. 18410089
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
ABSTRAK
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Wayang adalah suatu kesenian warisan leluhur bangsa Indonesia yang

telah mampu bertahan berabad-abad lamanya dengan mengalami perubahan dan

perkembangan sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti sekarang ini. Dalam

perjalanannya dari zaman ke zaman wayang mengalami perubahan akibat adanya

perubahan dalam pemerintahan, politik, sosial-budaya, dan kepercayaan, sesuai

dengan perubahan yang terjadi dalam pikiran manusia. Daya tahan wayang yang

luar biasa ini membuktikan bahwa wayang mempunyai fungsi dan peranan dalam

kehidupan. Fungsi dan peranan wayang tidaklah tetap, tergantung pada

kebutuhan, tuntutan, dan penggarapan masyarakat pendukungnya (Haryanto,

1991: 1).

Sebagai salah satu produk kebudayaan wayang mengalami perubahan

terusmenerus sebagaimana sifat kebudayaan itu sendiri, perubahan tersebut

meliputi aspek yang terlihat (bentuk, fungsi) maupun yang tak telihat (filosofi).

Perubahan tersebut bukan tanpa tantangan karena kadangkala terbentur dengan

estetika tradisional dan kritik-kritik dari pengamat seni wayang (wawasan lokal),

seperti mengingkari pakem, konsep inovasi yang tidak jelas dan lain sebagainya

(Jazuli, 2001: 151).


Ditinjau dari sejarah yang ada, asal-usul wayang dianggap telah hadir

semenjak 1500 tahun sebelum Masehi. Wayang lahir dari para cendikia nenek

moyang suku Jawa di masa silam. Pada masa itu, wayang diperkirakan hanya

terbuat dari rerumputan yang diikat sehingga bentuknya masih sangat sederhana.

Wayang dimainkan dalam ritual pemujaan roh nenek moyang dan dalam upacara-

upacara adat Jawa.

Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan

wayang berasal dari Prasasti Balitung pada Abad ke 4 yang berbunyi si Galigi

mawayang. Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan

kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukan ini menjadi media efektif

menyebarkan agama Hindu. Perkembangan wayang terus terjadi dan cerita-cerita

yang dimainkan pun kian berkembang. Adapun masuknya agama Hindu di

Indonesia pun telah menambah khasanah kisah-kisah yang dimainkan dalam

pertunjukan wayang. Kisah Mahabrata dan Ramayana merupakan 2 contoh kisah

yang menjadi favorit pada zaman Hindu Budha di masa itu.

Para Wali Songo di Jawa, sudah membagi wayang menjadi tiga. Wayang

Kulit di timur, wayang wong di Jawa Tengah dan wayang golek di Jawa Barat.

Adalah Raden Patah dan Sunan Kali Jaga yang berjasa besar. Demikian juga saat

masuknya Islam, ketika pertunjukan yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa”

dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit

sapi, di mana saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja. Wayang
inilah yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Untuk menyebarkan Islam,

juga berkembangnya wayang Sadat yang memperkenalkan nilai-nilai Islam.

Istilah pewayangan, berasal dari kata Indonesia untuk "bayangan".

Wayang kulit dengan menggunakan figur yang terbuat dari kulit kerbau, dianggap

sebagai bentuk wayang tertua yang berdiri sendiri, referensi paling awal untuk

wayang jenis itu berasal dari tahun 800-an.

Pada tahun 2001, Ki Jlitheng Suparman melahirkan genre wayang

baru yang dinamakan Wayang Kampung Sebelah. Penciptaan pertunjukan

Wayang Kampung Sebelah ini berangkat dari keinginan membuat format

pertunjukan wayang yang dapat menjadi wahana untuk mengangkat kisah realitas

kehidupan masyarakat sekarang secara lebih lugas dan bebas tanpa harus terikat

oleh norma-norma estetik yang rumit seperti halnya wayang klasik. Dengan

menggunakan medium bahasa percakapan sehari-hari, baik bahasa Jawa maupun

bahasa Indonesia, maka pesan-pesan yang disampaikan lebih mudah ditangkap

oleh penonton. Isu-isu aktual yang berkembang di masyarakat masa kini, baik

yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan,

merupakan sumber inspirasi penyusunan cerita yang disajikan.

Pesan kritik sosial yang disampaikan oleh Wayang Kampung Sebelah

bersangkutan dengan peneguhan nilai-nilai Pancasila yang disampaikan melalui

pagelaran yang di selenggarakan. Wayang Kampung Sebelah menjabarkan nilai-

nilai yang ada di Pancasila dengan menggunakan bahasa praktik kehidupan

sehari-hari di dalam masyarakat.


Wayang Kampung Sebelah menyatakan bahwa pada dewasa ini nilai-nilai

Pancasila sering di bengkokkan oleh oknum dan juga mereka para pemangku

yang mempunyai kepentingan itu sendiri. Dari situ akhirnya Wayang Kampung

Sebelah menyelipkan pesan kritik sosial mengenai peneguhan nilai-nilai Pancasila

pada setiap pagelaran yang ia selenggarakan demi membuat Pancasila itu berjalan

sesuai kaidahnya. Kontruksi pemahaman Pancasila tidak dapat dilepaskan dari

situasi riil yang dihadapi masyarakat.

Ki Jli Theng Suparman selaku Dalang dari Wayang Kampung Sebelah

merasa bahwa ketahanan Ideologi Pancasila kembali diuji ketika dunia memasuki

pada era globalisasi di mana banyaknya ideologi alternatif mulai merasuki ke

dalam segenap sendi-sendi bangsa melalui berbagai macam sudut. Dengan adanya

globalisasi ini Ki Jlitheng Suparman mempunyai kekhawatiran bahwa nantinya

nilai-nilai Pancasila yang sudah diterapkan pada warga Siwal Baki ini menjadi

tergerus oleh globalisasi seperti fakta yang terjadi di luar sana bahwa Pancasila

sedikit demi sedikit sudah mulai dilupakan karena modernisasi yang meluas.

Wayang Kampung Sebelah ingin tetap mempertahankan nilai-nilai

Pancasila di era modern ini, dengan melakukan strategi - strategi demi

membangun kesadaran masyarakat terutama pada desa Siwal Baki untuk tetap

berpegang teguh pada nilai Pancasila dan lebih jauh lagi Wayang Kampung

Sebelah ingin mengajak masyarakat Siwal Baki untuk selalu memaknai Pancasila

dalam ranah tindakan, Wayang Kampung Sebelah menilai bahwa masalah saat ini

adalah budaya dan sikap yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila pada dewasa ini

sudah mulai memudar seiring dimakan zaman.


Maka dari itu praktek-praktek implementasi dan peneguhan nilai nilai sila

Pancasila ini sangat di gaungkan oleh Ki Jlitheng Suparman dalam setiap

pagelaran Wayang yang ia lakukan di Desa Siwal Baki. Wayang Kampung

Sebelah merasa penting dan perlu bersama untuk menerjemahkan sila-sila pada

Pancasila kedalam tindakan, dengan bahasa masyarakat Siwal. Sehingga dalam

pentas Wayang Kampung Sebelah di desa Siwal Baki dalam penyampaiannya

kaya dengan idiom lokal, diksi lokal dan mengangkat kearifan lokal setempat

serta bahasa keseharian yang populer di masyarakat Siwal Baki. 

Warga Siwal Baki menganggap bahwa Wayang Kampung Sebelah selain

menjadi wadah rekreasi hiburan dari pagelaran yang mereka jalankan, juga

menjadi media edukasi tentang pesan-pesan peneguhan nilai-nilai pancasila yang

juga dianggap oleh warga Siwal Baki sangat dibutuhkan pada era globalisasi ini

yang dimana ideologi bangsa mulai digerus oleh berbagai macam ideologi luar.

Wayang Kampung Sebelah adalah media penyampai pesan kritik sosial

peneguhan nilai-nilai Pancasila dalam dunia pewayangan yang mampu dan berani

mereposisi diri dan beradaptasi dengan kondisi perubahan Kultural yang

berkembang didalam masyarakat penonton, sehingga Wayang Kampung Sebelah

memiliki daya untuk menyampaikan pesan-pesan kritik sosial kepada publik diera

kekinian. WKS tidak mengikuti norma-norma estetika yang dipakai dalam

wayang kulit purwa pada umumnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai tanda

visual yang dipakai dalam WKS, mulai dari pakaian dalang, boneka wayang,

instrumen musik, hingga pakaian para penyanyi (bukan sinden). Bahasa yang

digunakan pun merupakan bahasa sehari-hari campuran Indonesia-Jawa,


bukannya bahasa Jawa tingkat “tinggi. Dari segi bahasa WKS ingin melawan

hegemoni (Counter Hegemony) bahasa Jawa pada seni pewayangan. Sedangkan

pada segi cerita WKS ingin melepaskan diri dari dominasi cerita-cerita keratonan

yang dianggap terlalu “jauh” dari realitas yang terjadi di masyarakat. 

Pesan-pesan moral maupun pesan-pesan yang bermakna edukatif bagi

masyarakat bisa tersampaikan dengan baik karena Wayang Kampung Sebelah

menghadirkan tokoh-tokoh Wayang yang berbeda dengan tokoh-tokoh pada

Wayang Tradisional, tokoh-tokoh yang terdapat dalam Wayang Kampung

Sebelah juga tidak mengacu pada tokoh dalam

cerita Mahabarata atau Ramayana namun menghadirkan sosok-sosok

masyarakat plural yang terdiri dari penarik becak, bakul jamu, preman, pelacur,

Pak Rukun Tetangga (RT), Pak lurah, hingga pejabat besar kota. Wayang

Kampung Sebelah mampu membangun tema-tema cerita yang lekat dengan

problematika masyarakat, disamping kemampuan mengkonstruksi gagasan-

gagasan yang solutif atas problem keseharian yang hidup didalam masyarakat

pada umumnya. Dari hal tersebut terasa ada sesuatu hal yang diperjuangkan oleh

Wayang Kampung Sebelah pada ranah membangun kesadaran bermasyarakat dan

berkebangsaan.

Bahkan juga warga Siwal Baki merasa bahwa pada dekade ini banyak

praktek-praktek berlandaskan nilai Pancasila yang dibawa oleh para leluhur

terdahulu dan diturunkan pada mereka sudah cenderung mulai terkikis oleh

westernisasi. Dari situ warga Siwal Baki menganggap bahwa WKS sebagai agen
dalam penyampaian nilai-nilai Pancasila, juga dianggap penting dalam

penyampaian pesan dan kritik peneguhan Pancasila.

Menurut warga Siwal Baki beberapa contoh dari dampak adanya

eksistensi komunitas Wayang Kampung Sebelah adalah di Kampung Siwal Baki

seperti mengingatkan, menguatkan dan juga turut melestarikan kembali buadaya

gotong-royong yang sejak dahulu sudah dilakukan oleh warga Siwal Baki,

kemudian menguatkan kesadaran akan rasa toleransi antara satu dengan yang lain

juga mengembangkan dan menumbukan wawsasan kebangsaan akan pondasi

bertata negara dengan baik dan menjiwai semangat Nasionalisme.

Atas keberhasilan Wayang Kampung Sebelah dalam menyampaikan tiap-

tiap pesan mengenai peneguhan Nilai Pancasila melalui pagelaran yang mereka

lakukan kepada warga Siwal Baki, penulis merasa bahwa bagaimana strategi

komunikasi yang dilakukan oleh Wayang Kampung Sebelah dalam

menyampaikan pesannya sangat menarik untuk dijadikan menjadi sebuah

penelitian, melihat bagaimana Wayang Kampung Sebelah menjadi media

penyampai pesan kritik sosial peneguhan Nilai-Nilai Pancasila dalam dunia

pewayangan yang mampu dan berani mereposisi diri dan beradaptasi dengan

kondisi perubahan Kultural yang berkembang didalam masyarakat penonton,

sehingga Wayang Kampung Sebelah memiliki daya untuk menyampaikan pesan-

pesan kritik sosial kepada warga Siwal Baki.


B. Rumusan Masalah.

Dari pemaparan tersebut, rumusan masalahnya adalah bagaimana Strategi


Komunikasi Wayang Kampung Sebelah dalam penyampaian pesan kritik sosial
pada warga Siwal Baki

C. Tujuan Penelitian.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis


bagaimana Strategi Komunikasi Wayang Kampung Sebelah dalam penyampaian
pesan kritik sosial pada warga Siwal Baki

D. Manfaat Penelitian

1). Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang

bersifat teoritis mengenai pentingnya komunikasi bagi sebuah komunitas untuk

mencapai sebuah visi dan misi dari komunitas tersebut, dan hasil penelitian ini

dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya yang serupa.

2). Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini dapat memberikan informasi seperti komunitas

Wayang Kampung Sebelah mengenai strategi komunikasi yang harus mereka

lakukan dalam upayanya menyampaikan pesan kritik sosial peneguhan nila-nilai

Pancasila.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori

1. Komunikasi

a. Pengertian

Secara etimologis komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu cum, kata

depan yang artinya dengan atau bersama dengan, dan kata units, kata bilangan

yang berarti satu. Dua kata tersebut membentuk kata benda communio, yang

dalam bahasa inggris disebut dengan communion, yang berarti kebersamaan,

persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, atau hubungan. Karena untuk

melakukan communion, diperlukan usaha dan kerja. Kata communio dibuat kata

kerja communicate, yang berarti membagi sesuatu dengan seseorang, tukar

menukar, membicarakan sesuatu dengan orang, membicarakan sesuatu dengan

orang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar

pikiran, berhubungan, berteman. (Umam, 2012:35).

Menurut Harold Lasswell komunikasi adalah satu arah yang berguna

untuk menjawab suatu pertanyaan, Who Says What In Which Channel To Whom

With What Effect (Siapa mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa dan

berefek apa). Sehingga dengan definisi tersebut dapat diturunkan menjadi lima

unsur komunikasi yang akan saling bergantung satu dengan lainnya yaitu source

(komunikator), massage (pesan), channel (media), reciever (komunikan) dan

effect (efek) (Mulyana, 2014:67-71). Teori ini bertujuan untuk mempengaruhi

khalayak sasarannya dalam melancarkan proses komunikasi dari pesan yang


disampaikan, sehingga diharapkan memiliki beberapa efek tertentu yang

kontribusinya dalam komunikasi massa (Ruslan, 2016:101).

Menurut Wood (2012:3), bahwa: “Komunikasi asalah sebuah proses

sistemais dimana orang berinteraksi dengan dan melalui simbol untuk

menciptakan dan menafsirkan makna”.

b. Unsur-unsur Komunikasi

Mulyana (2014:69) menjelaskan unsur-unsur dalam komunikasi, yaitu:

1) Sumber

Sumber dalam sebuah komunikasi bertindak sebagai pembuat serta

pengirim informasi. Sumber harus jelas dan valid, karena memiliki peran yang

penting sebagai acuan dalam menyampaikan informasi.

2) Komunikator

Komunikator didalam proses komunikasi adalah orang yang sedang

berbicara, mencatat, tokoh organisasi, dll. Komunikator dapat menjadi

komunikan begitu juga sebaliknya, saat akan menyampaikan pesan.

3) Komunikasi

Komunikan adalah sasaran yang menerima informasi dari komunikator

atau sumber. Setelah komunikan menerima informasi, diharapkan dapat

melakukan sesuai dengan apa yang telah disampaikan sumber sehingga tujuan

komunikator tercapai. Komunikan di kelompokkan dalam 3 jenis yaitu, personal,

massa, dan kelompok.


4) Pesan

Pesan adalah semua hal yang disampaikan oleh komuniktor, isi pesan

harus sesuai tengan tema atau inti pesan agar tujuan dari komunikator dapat

dicapai yaitu, mengubah sikap atau tingkah laku penerima pesan.

5) Media

‘Media dalam komunikasi berguna sebagai saluran atau sarana yang

dipakai komunikator untuk menyampaikan pesan. Media yang dipakai dalam

komunikasi dapat lebih menarik perhatian khalayak, sehingga pesan bisa

tersampaikan dengan baik.

a). Tujuan Komunikasi.

Menurut Harold Lasswell komunikasi adalah satu arah yang berguna

untuk menjawab suatu pertanyaan, Who Says What In Which Channel To Whom

With What Effect (Siapa mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa dan

berefek apa). Sehingga dengan definisi tersebut dapat diturunkan menjadi lima

unsur komunikasi yang akan saling bergantung satu dengan lainnya yaitu source

(komunikator), massage (pesan), channel (media), reciever (komunikan) dan

effect (efek) (Mulyana, 2014:67-71Teori ini bertujuan untuk mempengaruhi

khalayak sasarannya dalam melancarkan proses komunikasi dari pesan yang

disampaikan, sehingga diharapkan memiliki beberapa efek tertentu yang

kontribusinya dalam komunikasi massa (Ruslan, 2016:101).


b).Fungsi Komunikasi.

Menurut Deddy Mulyana, 2013 dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu

Pengantar yang dikutip oleh Ngalimun (2017:30) dalam buku Ilmu Komunikasi

Sebuah Pengantar Praktis, ada beberapa fungsi dalam komunikasi yaitu :

1. Fungsi komunikasi sosial Komunikasi itu penting membangun konsep

diri kita, aktualisasi diri, kelangsungan hidup untuk memeperoleh kebahagiaan,

terhindar dari tekanan. Pembentukan konsep diri, konsep diri adalah pandangan

kita mengenai siapa diri kita dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang

diberikan orang lain kepada kita. Konsep diri yang paling dini umumnya

dipengaruhi oleh keluarga, dan orang-orang dekat lainnya disekitar kita, termasuk

kerabat merekalah yang disebut significant other.

2. Fungsi komunikasi ekspresif Komunikasi ekspresif tidak otomatis

bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi

tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita.

Perasaan-perasaan tersebut dikomunikasikan terutama melalui pesanpesan

nonverbal. Perasaan yang peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin,

marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun terutama lewat

perilaku nonverbal.

3. Fungsi komunikasi instrumental Komunikasi instrumental mempunyai

beberapa tujuan umum : menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah

sikap dan keyakinan, mengubah perilaku atau menggerakan tindakan dan juga

sesungguhnya seringkali mempunyai fungsi-fungsi tumpang tindih, meskipun

salah satu fungsinya sangat menonjol dan mendominasi.


Dari beberapa pengertian komunikasi, tujuan komunikasi dan fungsi

komunikasi maka kegiatan komunikasi menjadi penting untuk menjalin interaksi

antar manusia maupun menyampaikan maksud-maksud tertentu, hal ini

mengandung pemikiran bahwa komunikasi haruslah dirancang dengan baik agar

tujuan komunikasi dapat tercapai.

Ditingkat tertentu komunikasi bahkan harus dipersiapkan dengan

perancangan yang sangat strategis misalnya komunikasi untuk pembangunan,

komunikasi inovasi, komunikasi kesehatan juga komunikasi untuk menyampaikan

gagasan-gagasan untuk mengkritisi suatu kondisi yang tidak baik. Oleh karena itu

menjadi wajib apabila metode komunikasi harus dipikirkan, apa yang kemudian

disebut dengan strategi komunikasi.

B. Strategi Komunikasi

Menurut (Effendy, 2015: 32) segala perkembangan suautu bidang saat ini

membutuhkan suatu strategi komunikasi, komunikasi bisa dianggap berhasil atau

tidak, banyak ditentukan oleh sebuah strategi komunikasinya. Strategi

komunikasi merupakan penggabungan antara perencanaan komunikasi

(communication planning) dan manajemen (management communication) dalam

mencapai tujuannya. Dalam mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus

menampilkan operasionalnya secara taktis, dalam arti pendekatan bisa berubah

sewaktu waktu bergantung pada situasi dan kondisi. Dalam strategi komunikasi

ketika kita sudah memahami sifat komunikan, dan memahami efek yang

ditimbulkan dari mereka, maka sangatlah penting dalam memilih cara apa yang
baik untuk berkomunikasi, karena ini berkaitan dengan media apa yang akan kita

gunakan.

Frianda, dkk (2018) menjelaskan bahwa strategi adalah suatu langkah-

langkah atau upaya yang terancang dengan menggabungkan semua sumber daya

dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Strategi dapat dijadikan panduan atau

pegangan untuk bekerja, berusaha dan bertindak untuk mencapai suatu tujuan.

Strategi komunikasi menurut Rogers (1982) dalam Cangara (2013:61)

adalah sebuah rancangan yang disusun dengan tujuan mengubah perilaku

khalayak dengan membagikan gagasan-gagasan baru.

Strategi Komunikasi adalah salah satu cara untuk mengatur pelaksanaan

sebuah proses komunikasi, mulai dari perencanaan (planning), pelaksanaan

(implementation) hingga evaluasi (evaluation) untuk mencapai suatu tujuan.

Strategi komunikasi adalah salah satu aspek penting yang memungkinkan

adanya proses akselerasi dan keberlanjutan suatu program pembangunan

khususnya pada pemasaran (Heris, 2016: 1)

Misnawati (2013) menjelaskan bahwa, komponen komunikasi dan faktor

pendukung serta penghambat komponenen tersebut perlu diperhatikan dalam

penyusunan strategi komunikasi, misalnya:

1) Khalayak

Khalayak adalah penerima pesan yang dikirim oleh komunikator atau

sumber menggunakan suatu media, penerima pesan dapat berupa individu,

kelompok, dan masyarakat (Cangara, 2010 dalam Wahid, 2016:95)

2) Pesan komunikasi
Pesan merupakan keseluruhan hal yang disampaikan oleh seorang

pemberi pesan dalam bentuk simbol, serta dipahami dan diterima oleh penerima

pesan dalam serangkaian makna (Cangara, 2014).

1) Media komunikasi

Media merupakan sarana yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari

komunikator kepada komuikan. Media komunikasi berupa radio, surat kabar,

internet, televisi, film, poster, buku,spanduk, kelompok organisasi, ruah ibadah,

dll (Cangara 2013:34)

2) Komunikator komunikasi

Komunikator ialah pihak yang mengirim atau menyampaikan pesan

kepada penerima (Cangara, 2013:34)

3) Efek komunikasi

Efek adalah perubahan yang dirasakan penerima tentang suat hal yang

dirasakan, dipikirkan, dan dilakukan sebelum atau sesudah menerima pesan, efek

bisa terjadi pada sikap, pengetahuan, serta tingkah laku (Cangara 2013:34).

Unsur-unsur komunikasi dikelola dengan mengkaitkan pada fungsi

manajemen planning, organizing, actuating, dan controlling, yakni:

1) Mengorganisasikan komunikator, pesan, media, khalayak, dan pengaruh

yang diinginkan

2) Mengatur komunikator, penyajian pesan, pemilihan, dan penggunaan

media, pemilihan penetapan khalayak, serta pengaruh yang diharapkan.

3) Memacu komunikator, pesan, media, dan pengaruh yang diinginkan.


4) Menyusun perencanaan untuk komunikator, pesan, media, khalayak, dan

rencana pengaruhnya (Misnawati, 2013)

a.) Tujuan strategi komunikasi

1) Memastikan antara komunikan dan komunikator saling mengerti dalam

berkomunikasi dan mempengaruhi komunikan dengan pesan yang

disampaikan agar tujuan organisasi dapat tercapai.

2) Membuat proses penerimaan informasi dan saling mengerti antara

komunikan dan komunikator terus terjalin dengan baik.

3) Memotivasi komunikan agar perilakunya sesuai dengan keinginan

komunikator.

4) Memberikan gambaran bagaimana cara mencapai tujuan komuikasi.

b.) Fungsi

Strategi komunikasi mempunyai fungsi ganda yaitu:

1) Memberitahukan pesan yang bersifat persuasif, informatif, dan instruktif

secara terancang kepada sasaran

2) Menjadi perantara cultural gap sebagai akibat dari kemajuan serta

kemudahan media massa yang berpengaruh merusak nilai- nilai budaya.

Strategi komunikasi menjadi penting karena melihat dari faktor-faktor seperti

dengan menggunakan metode ini dapat memastikan bahwa komunikan dan

komunikator bisa saling memahami satu sama lain dengan maksud agar tujuan

menjadi lebih cepat dicapai, kemudian ada pesan pesan yang persuasif,

informatif yang tersusun dengan baik kepada sasaran, juga dengan strategi

komunikasi mampu untuk memotivasi komunikator.


C) Tahap - Tahap Strategi Komunikasi

Tahap-tahap strategi komunikasi dapat dilakukan dengan model SMCR,

model ini diperkenalkan oleh David K Berlo pada yahun 1960. Model SM-C-R

merupakan kepanjangan dari Source (sumber), Message (pesan), Channel

(saluran), dan Receiver (penerima). Sebagaimana dikemukakan Berlo, sumber

adalah pihak yang menciptakan pesan baik seseorang maupun kelompok. Pesan

adalah terjemahan gagasan ke dalam kode simbolik, seperti bahasa atau isyarat,

saluran adalah medium yang membawa pesan dan penerima adalah orang orang

yang menjadi sasaran komunikasi (Mulyana, 2012, p. 162).

Menurut Berlo sumber dan penerima pesan dipengaruhi oleh faktor-

faktor keterampilan komunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial, dan budaya.

Pesan di kembangkan berdasarkan elemen, struktur, isi, perlakuan dan kode.

Saluran dalam komunikasi massa dapat berupa televisi, radio, surat kabar, buku

dan majalah. Model Berlo juga bersifat heuristik (merangsang penelitian), karena

merinci unsurunsur yang penting dalam proses komunikasi. (Mulyana, 2012, p.

163). Tahap SMCR memiliki dimensi-dimensi yaitu :

1). Source (pengirim) dengan dimensi :

a. Keterampilan komunikasi (communication skills)

b. Sikap (attitudes)

c. Pengetahuan (knowledge)

d. Sistem sosial (social systems)

e. Budaya (culture)
2). Message (pesan) dengan dimensi :

a. Isi ( Content)

b. Elemen ( Elements )

c. Perlakuan (treatment)

d. Struktur ( Structure )

e. Kode (code)

3). Channel (saluran-media) melalui Wayang Kampung Sebelah (WKS) dengan

dimensi :

a. Hearing ( Mendengar )

b. Seeing ( Melihat )

4). Receiver (penerima) dengan dimensi :

a. Keterampilan komunikasi (communication skills)

b. Sikap (attitudes)

c. Pengetahuan (knowlwdge)

d. Sistem sosial (social systems)

e. Budaya (culture)
D. Kritik Sosial

Kritik Sosial adalah sebuah inovasi yang berarti kritik sosial menjadi

sebuah

sarana komunikasi gagasan baru di samping menilai gagasan lama untuk suatu

perubahan sosial. Kritik sosial sebagai salah satu bentuk komunikasi di dalam

masyarakat yang berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial

atau proses bermasyarakat (Oksinata, 2010: 33). Menurut pengertian tersebut

dapat disimpulkan bahwa kritik sosial merupakan bentuk perlawanan atau tidak

sependapat seseorang ataupun kelompok tertentu terhadap kenyataan yang telah

terjadi dalam sebuah kelompok masyarakat.

Menurut bentuk-bentuk kritik sosial yang sudah dijelaskan diatas, kritik

sosial dapat dibedakan menjadi dua kelompok sosial antara lain kritik sosial yang

dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Kritik sosial secara

langsung setiap kegiatan penilaian, kajian atau analisis terhadap suatu keadaan

masyarakat tertentu di

lakukan secara langsung. Sedangkan kritik sosial secara tidak langsung dapat

berupa suatu tindakan simbolis yang menyajikan penilaian maupun kecaman

terhadap keadaan sosial masyarakat tertentu (Ataupah, 2012: 9). Kritik sosial

memiliki beberapa bentuk secara langsung atau tidak langsung. Beberapa bentuk

kritikan langsung yaitu dapat berupa aksi sosial, aksi unjuk rasa, dan

demonstrasi. Selain itu bentuk kritikan secara tidak langsung antara lain kritik

melalui lagu, kritik melalui puisi, kritik melalui film, aksi teatrikal dan lain

sebagainya.
Berbagai bentuk kritik sosial memiliki pengaruh dan dampak sosial yang penting

didalam kehidupan masyarakat. Kritik sosial merupakan sebuah bentuk dari

komunikasi yang dapat dipahami baik dalam bentuk lisan maupun tulisan,

bertujuan untuk mengontrol jalannya sistem sosial yang berkenaan dengan

masalah interpersonal.

E. Wayang

1). Pengertian

Menurut sejarahnya, pada awal mula di pergelarkan, wayang digunakan

untuk memuja para ruh leluhur. Setelah zaman Kerajaan Kadari di Singasari,

terutama pada zaman Airlangga dan Jayabaya, ketika kebudayaan Hindu dari

India tersebar dalam kehidupan manusia Jawa, muncullah cerita Mahabharata dan

Ramayana. Kemudian, dengan zaman Islam dengan ditandai runtuhnya kerajaan

besar Majapahit, wayang berubah fungsi menjadi media dakwah oleh para wali

penyebar ajaran Islam. Cerita dalam lakon pewayangan tersebut dianggap sebagai

cerminan kehidupan manusia di dunia dan mengandung nilai-nilai pendidikan

moral yang tinggi. ( Kresna, 2012: 30)

Sedangkan asal-usul wayang menurut Kresna (2012: 17) dimulai sekitar

tahun 1500 SM di mana masyarakat pada saat itu meyakini bahwa setiap benda

yang hidup pasti mempunyai ruh baik dan ruh jahat.Kemudian wayang dibuat

sebagai bentuk ilusi atau bayangan serta perwujudan dari upaya penggambaran

kehidupan manusia pada umumnya.


Wayang sebagai seni pertunjukan kebudayaan Jawa sering diartikan

sebagai “bayangan” atau samar-samar yang dapat bergerak sesuai lakon yang

dihidupkan oleh seorang dalang.Bayangan itu juga dipahami sebagai gambaran

perwatakan dan karakter manusia sebagai gambaran kehidupan berdasarkan isi

cerita. Model wayang di Jawa yang terkenal adalah wayang kulit purwa, suatu

tokoh wayang dalam lakon tertentu sering dipakai untuk memberikan pemahaman

terhadap perjalanan hidup sehari-hari, dalam masa dahulu, sekarang, dan masa

yang akan datang. (Kresna, 2012: 21)

2). Fungsi

Wayang sebagai penggambaran alam pikiran Orang yang dualistik. Ada

dua hal, pihak atau kelompok yang saling bertentangan, baik dan buruk, lahir dan

batin, serta halus dan kasar. Keduanya bersatu dalam diri manusia untuk mendapat

keseimbangan. Wayang juga menjadi sarana pengendalian sosial, misalnya

dengan kritik sosial yang disampaikan lewat humor. Fungsi lain adalah sebagai

sarana pengukuhan status sosial, karena yang bisa menanggap wayang adalah

orang terpandang, dan mampu menyediakan biaya besar. Wayang juga

menanamkan solidaritas sosial, sarana hiburan, dan pendidikan.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian serupa tentang strategi komunikasi pernah dilakukan

sebelumnya, untuk menunjukan adanya penelitian terdahulu berikut ini adalah

penelitian-penelitian terdahulu:

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain: penelitian


skripsi yang dilakukan oleh Putri Wahyuni Megawati (2018) dengan judul

“Strategi Komunikasi Persuasif Komunitas Rumah Belajar Ceria dalam Program

Pemberdayaan Masyarakat di Kampung Sungai Pedado Palembang”. Dalam

penelitian ini menggunakan teori komunikasi persuasif dari Melvin L. DeFleur

dan Sandara J.Ball-Roceach. Jenis penelitan yang digunakan adalah deskriptif

kualitatif. Strategi komunikasi yang digunakan untuk memberdayakan

masyarakat yaitu pengenalan wilayah, sosialisasi pemberdayaan masyarakat,

proses pemberdayaan masyarakat, dan pemandirian masyarakat.

Setyabudhi Rahardjo Situmorang dalam penelitiannya yang berjdul “Strategi

Komunikasi Pemasaran Wayang Kampung Sebelah” Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui mengapa WKS disukai khalayak, metode pemasaran

yang digunakan dan tantangan yang dihadapi dalam membuat inovasi dalam

pertunjukan wayang oleh WKS. Teori yang mendasari penelitian ini mengacu

pada konsep segmentasi yang meliputi segmentasi, targeting dan positioning

(STP). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Analisis data

dilakukan berdasarkan teori strategi pemasaran dengan pendekatan studi kasus

menggunakan tipe instrumen tunggal dengan tiga narasumber. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kemampuan dalang WKS dalam mendongeng dan

berkomunikasi dengan penonton merupakan keterampilan yang sulit untuk ditiru

karena merupakan bakat yang dimiliki oleh seseorang secara individu sehingga

untuk menarik penonton larut dalam cerita yang dituturkan. Strategi pemasaran

WKS pada tahap segmentasi dilakukan dengan menggunakan segmentasi

geografis dengan mengedepankan pertunjukan pada masyarakat desa, yang dalam


perkembangannya segala usia dan pendidikan akhirnya menjadi penonton

pertunjukan kelompok tersebut.

Penelitian skripsi selanjutnya dengan judul “Wayang Kampung Sebelah :

Kajian Tentang Boneka Wayang Kulit Kreasi Baru ( Sebuah Pendekatan Kritik

Holistik )” oleh Figur Rahman Fuad pada tahun , Strategi yang digunakan adalah

studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan memanfaatkan

informan, tempat dan peristiwa, dan dokumen. Teknik sampling yang digunakan

adalah purposive sampling (sampel bertujuan). Validitas data dicapai dengan

menggunakan triangulasi sumber dan review informant. Teknik analisis data yang

digunakan adalah analisis kritik holistik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat

disimpulkan: Latar belakang kemunculan boneka Wayang Kampung Sebelah

berawal dari keprihatinan seniman terhadap kondisi pertunjukan wayang kulit

Purwa yang semakin kehilangan fungsi tuturnya. Proses kreatif penciptaan

boneka Wayang Kampung Sebelah meliputi: penggalian ide, penuangan ide ke

dalam bentuk sketsa, pembuatan boneka dari kulit kerbau dengan teknik tatah,

penyatuan bagian-bagian wayang dan mewarnai. Bentuk rupa Wayang Kampung

Sebelah berupa sosok-sosok masyarakat kampung dengan berbagai profesi,

berwujud manusia dengan bentuk tubuh yang dideformasi terutama pada bagian

tangannya yang panjang seperti pada boneka wayang kulit Purwa. Tanggapan

penghayat terhadap wayang kampung sebelah cukup positif. Boneka Wayang

Kampung Sebelah dinilai dengan tema yang diangkat oleh senimannya.

Yang membedakan dari ketiga penelitian diatas adalah pada penelitian

kali ini fokus dari penelitiannya adalah tentang bagaimana Wayang Kampung
Sebelah melakukan dan menyusun proses pesan kritik sosial peneguhan nilai-nilai

Pancasila untuk merubah warga Siwal Baki menjadi masyarakat yang Pancasilais

G. Kerangka Pikir

Kerangka berpikir digunakan sebagai dasar dalam menentukan arah

penalaran untuk menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Wayang Kampung Sebelah

ingin tetap mempertahankan nilai-nilai Pancasila di era modern ini, dengan

melakukan strategi komunikasi demi membangun kesadaran masyarakat terutama

pada desa Siwal Baki untuk tetap berpegang teguh pada nilai Pancasila dan lebih

jauh lagi Wayang Kampung Sebelah ingin mengajak masyarakat Siwal Baki

untuk selalu memaknai Pancasila dalam ranah tindakan, Wayang Kampung

Sebelah menilai bahwa masalah saat ini adalah budaya dan sikap yang

mencerminkan nilai-nilai Pancasila pada dewasa ini sudah mulai memudar seiring

dimakan zaman.

Strategi komunikasi merupakan gabungan dari beberapa rencana atau

langkah yang jika secara sistematis dilakukan dapat menciptakan perubahan.

Wayang Kampung Sebelah memiliki strategi untuk mencapai tujuan mereka,

salah satu strategi yang mereka lakukan adalah dengan cara melakukan edukasi

di setiap pagelaran wayang yang mereka lakukan.

Adanya strategi komunikasi diharapkan mampu merubahan tingkah laku

atau muncul perilaku baru dari orang lain, dan timbul pemahaman yang sama

mengenai suatu informasi. Strategi komunikasi merupakan gabungan dari

beberapa rencana atau langkah yang jika secara sistematis dilakukan dapat
menciptakan perubahan. Wayang Kampung Sebelah memiliki strategi untuk

mencapai tujuan mereka, salah satu strategi yang mereka lakukan adalah dengan

cara melakukan edukasi di setiap pagelaran wayang yang mereka lakukan.

Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat menyampaikan

informasi- informasi tentang peneguhan nilai

Pancasila kepad masyarakat seperti yang diharapkan oleh Wayang

Kampung Sebelah, yang awalnya kurang pancasilais menjadi lebih pancasilais.

Strategi berbicara atau bagaimana cara Wayang Kampung Sebelah

berkomunikasi dan bersosialisasi dengan masyarakat sangatlah penting. Melalui

komunikasi dan sosialisasi yang tepat, masyarakat memperoleh pemahaman

serta pengetahuan baru tentang nilai-nilai peneguhan Pancasila.

Secara konseptual strategi komunikasi merupakan suatu rencana yang

disusun, dan dilakukan untuk memberikan pemahaman baru atau menyampaikan

gagasan kepada orang lain. Pada penelitian ini strategi komunikasi dilakukan

melalui pendekatan komunikasi David K. Berlo yang dikenal dengan SMCR (

Source, Massage, Chanel & Reciever )

Oleh karena itu konsep strategi komunikasi dengan pendekatan David

K.Berlo tersebut dapat dioperasionalkan dengan sebuah formula unsur

komunikasi yang sederhana dikenal dengan SMCR yakni :

1). Source (pengirim) dengan dimensi :

a. Keterampilan komunikasi (communication skills)

b. Sikap (attitudes)

c. Pengetahuan (knowledge)
d. Sistem sosial (social systems)

e. Budaya (culture)

2). Message (pesan) dengan dimensi :

a. Isi ( Content)

b. Elemen ( Elements )

c. Perlakuan (treatment)

d. Struktur ( Structure )

e. Kode (code)

3). Channel (saluran-media) melalui

Wayang Kampung Sebelah (WKS) dengan dimensi :

a. Hearing ( Mendengar )

b. Seeing ( Melihat )

4). Receiver (penerima) dengan dimensi :

a. Keterampilan komunikasi (communication skills)

b. Sikap (attitudes)

c. Pengetahuan (knowlwdge)
d. Sistem sosial (social systems)

e. Budaya (culture)

Berikut bagan kerangka pemikiran

Bagan 1.1 kerangka berpikir

STRATEGI
WAYANG KOMUNIKASI
KAMPUNG PENDEKATAN PESAN-PESAN
SEBELAH KRITIK SOSIAL
DAVID K.
BERLOW

PENEGUHAN
NILAI-NILAI
PANCASILA
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Menurut Sugiyono (2017:29) metode penelitian deskriptif adalah Metode

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan variabel mandiri, baik

hanya pada sat variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri atau variabel

bebas) tanpa membuat perbandingan variabel itu sendiri dan mencari hubungan

dengan variabel lain.

Metode kualitatif adalah pendekatan investigasi karena biasanya peneliti

mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan

orang-orang di tempat penelitian (Mc Millan & Schumacher dalam Soejono,

2012, 32). Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok

manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu

kelas peristiwa pada masa sekarang (. Nazir, 2012, 54)

Metode panelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut

Sugiyono (2017:59), metode deskriptif adalah penelitian yang melukiskan,


mengambarkan, atau memaparkan keadaan objek yang diteliti sebagai apa adanya,

sesuai dengan situasi dan kondisi ketika penelitan tersebut dilakukan. Penelitian

ini juga menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono (2017:53),

pendekatan kualitatif adalah mekanisme kerja penelitian yang berpedoman

penilaian subjektif nonstatistik atau nonmatematis, dimana ukuran nilai yang

digunakan dalam penelitian ini bukanlah angka-angka skor, melainkan

kategorisasi nilai atau kualitasnya.

Alasan menggunakan metode tersebut karena metode kualitatif bertujuan

untuk menggambarkan keadaan atau kondisi sebenarnya yang ada di lapangan

terutama dalam kaitannya dengan tema penelitian yang diambil. Peneliti nantinya

akan terjun langsung ke lapangan, mengamati, dan mendeskripsikan keadaan

sebenarnya, serta melakukan pendekatan terhadap informan. Penggunaan metode

diatas dengan harapan peneliti dengan objek yang diteliti menjadi lebih dekat,

karena peneliti mengamati objek secara langsung atau dengan kata lain peneliti

bertindak sebagai alat utama riset.

B. Obyek Penelitian.

Obyek penelitian ini adalah komunitas Wayang Kampung Sebelah


(WKS) yang berlokasi di Siwal Baki. Alasan mengapa memilih Wayang

Kampung Sebelah sebagai obyek penelitian karena merupakan salah satu basis

budaya juga komunitas wayang yang sampai saat ini selalu menyampaikan pesan

–pesan kritik sosial peneguhan nilai Pancasila dengan relevan pada era kekinian.

C. Jenis dan Sumber Data

1). Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data kualitatif, data diperoleh dari hasil

observasi, wawancara, dan pengambilan data non numerik. Data yang diperoleh

menggambarkan kondisi obyek penelitian, fakta, serta fonomena yang diteliti.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh saat observasi dan wawancara di

lokasi penelitian. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan informan,

observasi, dan perekaman data dari orang yang terlibat langsung dalam kegiatan

komunitas Wayang Kampung Sebelah. Hasil pengambilan data dapat

mendeskripsikan kondisi, dan informasi yang ada pada obyek penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder berguna untuk mendukung data primer, diperoleh dari

artikel, jurnal, buku, kamus, pendapat para ahli, internet, serta dokumen yang
dimiliki komunitas Wayang Kampung Sebelah. Dokumen yang diperlukan

dalam observasi adalah data, dan dokumentasi kegiatan komunitas.

2). Sumber Data

a.Wawancara

Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2015:72) wawancara adalah

pertemuan yang dilakukan oleh dua orang untuk bertukar informasi mupun suatu

ide dengan cara tanya jawab, sehingga dapat dikerucutkan menjadi sebuah

kesimpulan atau makna dalam topik tertentu.

Dalam wawancara terdapat tahapan-tahapan yang akan dilakukan oleh

peneliti untuk melakukan pengumpulan data yaitu:

1. Membuat pedoman pertanyaan wawancara, sehingga pertanyaan yang

diberikan sesuai dengan tujuan wawancara tersebut.

2. Menentukan narasumber wawancara.

3. Menentukan lokasi dan waktu wawancara.

4. Melakukan proses wawancara

5. Dokumentasi

6. Memastikan hasil wawancara telah sesuai dengan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti.

7. Merekap hasil wawancara.


b. Informan

Menurut Djam’an Satori dan Aan Komariah (2017:94) informan adalah

orang-dalam pada latar penelitian. Fungsinya untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

Menurut Afrizal (2016:139) informan penelitian adalah orang yang

memberikan informasi tentang dirinya ataupun orang lain atau suatu kejadian

atau suatu hal kepada peneliti atau pewawancara mendalam. Dapat disimpulkan

bahwa informan merupakan seseorang yang, karena memiliki informasi (data)

banyak mengenai objek yang sedang diteliti, dimintai informasi mengenai objek

penelitian

b. Dokumen

Dokumen adalah catatan kejadian yang sudah terjadi sebelumnya.

Dokumen biasanya dalam bentuk tulisan, gambar, dan karya monumental dari

seseorang. Dokumen berbentuk tulisan misalnya catatan harian, biografi, sejarah

kehidupan, kebijakan, peraturan. Dokumen berbentuk gambar contohnya foto,

gambar hidup, sketsa, dll. Dokumen berbentuk karya karya seni berbentuk

gambar, patung, film, dll (Sugiyono, 2015:326).

D. Teknik Penentuan Informan.

Menurut Sugiyono (2015:156) sampling purposive atau purposive


sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Misalnya akan 38 melakukan penelitian tentang kualitas makanan, maka

sampelnya sumber datanya adalah orang yang ahli makanan atau orang yang

terlibat didalamnya.

Menurut Ibrahim, (2015:72) purposive sampling digunakan dalam situasi

dimana seorang ahli menggunakan penilaiannya dalam memilih responden

dengan tujuan tertentu didalam benaknya. Dalam hal ini menggunakan tiga

situasi. Pertama, peneliti menggunakan teknik purposive sampling guna memilih

responden unik yang akan memberi informasi penting. Kedua, peneliti

menggunakan purposive sampling untuk memilih responden yang sulit dicapai,

untuk itu peneliti cenderung subyektif. Ketiga, peneliti mengindentifikasi jenis

responden tertentu untuk diadakan wawancara mendalan.

Adapun sampel yang digunakan untuk menentukan kriteria atau ciri-ciri

yang dapat dijadikan informan atau responden dalam penelitian ini diantaranya:

1. Dalang Wayang Kampung Sebelah

2. Anggota Wayang Kampung Sebelah

3. Warga Siwal Baki yang merupakan warga setempat dari basis Wayang

Kampung Sebelah
E. Teknik Pengumpulan Data

1). Observasi

Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2015:64), observasi adalah

dasar semua ilmu pengetahuan. Observasi dilakukan untuk melihat dan

mendengarkan aktivitas dan kontribusi apa yang dilakukan oleh Wayang

Kampung Sebelah kemudian merekam hasil pengamatan dengan mencatat atau

mengunakan alat bantu lain untuk mempermudah observasi

2). Wawancara

Bungin (2015:186) menjelaskan bahwa wawancara adalah cara

memperoleh informasi yang diperlukan dalam sebuah penelitian, dilakukan

dengan tanya jawab antara pewawancara dan orang yang diwawancarai.

Wawancara merupakan metode penghimpunan data dalam metode kualitatif.

Proses wawancara bervariasi tergantung jumlah orang yang terlibat dalam

wawancara, hubungan antara pewawancara dengan partisipan, jumlah

wawancara yang dilakukan selama penelitian, dan tingkatan struktur (Pamela S.

Schinder, 2006 dalam Beri, 2020:9). Dalam wawancara tersebut peneliti

mewawancarai narasumber atau informan yang mempunyai hubungan dan saling


keterkaitan

3). Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2018:476) dokumentasi adalah suatu cara yang

digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip,

dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang

dapat mendukung penelitian. Studi dokumen merupakan pelengkap dari

penggunaan metode observasi atau wawancara akan lebih dapat dipercaya atau

mempunyai kredibilitas yang tinggi jika didukung oleh foto-foto atau karya.

F. Teknik Validitas Data

Teknik validitas data perlu dilakukan dalam sebuah penelitian untuk

menentukan apakah data yang diperoleh peneliti valid dan sesuai dengan

keadaan yang terjadi sebenarnya.

Ada beberapa cara untuk menguji kepercayaaan terhadap hasil

penelitandiantaranya adalah dengan meningkatkan ketekunan dalam penelitian,

dan triangulasi data.

1). Peningkatan ketekunan penelitian

Meningkatkan ketekunan dengan cara melakukan observasi lebih

mendalam, dan cermat. Cara ini dilakukan untuk memperoleh data dan urutan

kejadian yang valid sehingga dapat direkam secara pasti dan runtut.
2). Triangulasi data

Triangulasi data adalah teknik pengujian validitas data dari beragam

sumber dengan berbagai cara dan waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan

mencocokkan data yang didapatkan dengan berbagai sumber. Triangulasi teknik

dilaksanakan dengan mencocokkan data kepada sumber yang sama namun

dengan teknik yang berbeda. Misalnya membandingkan data yang diperoleh

melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, apakah data-data tersebut

sesuai atau tidak. Triangulasi waktu adalah melakukan pengujian data

wawancara, observasi, serta dokumentasi dalam waktu, atau kondisi yang

berbeda.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Sugiyono (2018:482) adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke

dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Sedangkan menurut Moleong (2017:280-281) analisis data adalah proses


mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan

uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis

kerja seperti yang disarankan oleh data.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan

metode analisis kualitatif. Miles dan Huberman (2014) menjelaskan tahap- tahap

analisis data kualitatif, yaitu:

1).Reduksi data

Mengkategorisasi dan mereduksi data dengan mengumpulkan

informasi penting yang berkaitan dengan topik penelitian, kemudian dilakukan

pengelompokan data sesuai topik masalah.

2).Penyajian data

Menginterpretasikan data yang sudah diberikan oleh informan

berdasarkan masalah yang sedang diteliti.

3). Penarikan kesimpulan atau verifikasi

Menarik kesimpulan berdasarkan sajian data yang telah disusun sebelumnya,

sehingga dapat menjawab masalah yang sedang di teliti.


Berikut diagram Miles dan Huberman

Bagan 1.2

PENGUMPULAN PENYAJIAN
DATA DATA

REDUKSI KESIMPULAN
DATA
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Desa Siwal

Wilayah Desa Siwal, Kecamatan Baki, Jawa Tengah merupakan lahan

pertanian produktif yang memberikan kontribusi terhadap produksi padi

di Sukoharjo. Wilayah Desa Siwal, Kecamatan Baki, tidak hanya menyimpan

kekayaan potensi pertanian melainkan budaya, pemberdayaan masyarakat serta

teknologi informasi.

(https://www.liputan6.com/regional/read/3639081/jejak-kerajaan-mataram-hindu-

di-desa-modern-siwal-sukoharjo )

Desa Siwal adalah sebuah desa yang ada di wilayah Kecamatan Baki

Kabupaten Sukoharjo. Perkembangan penduduk desa Siwal saat ini masih bisa

dikategorikan sedang, hal ini karena didukung oleh kesadaran masyarakat akan

pentingnya pendidikan dan menata kehidupan melalui program Keluarga

Berencana. Pada sektor pendidikan, data penyandang buta huruf di desa Siwal

semakin berkurang hal ini didukung dengan adanya program pemerintah tentang

usia wajib belajar Sembilan tahun.

Jika dilihat secara cermat, ada beberapa sektor yang mampu mendorong

peningkatan pertumbuhan ekonomi di desa Siwal yang paling signifikan adalah

sektor pertanian dan Batu bata, ini dilihat dari luasnya lahan pertanian yang

mendominasi sekitar 65% dari wilayah desa Siwal sekaligus mata pencaharian
masyarakat adalah sebagai petani dan buruh tani disamping itu pula sektor

industry batu bata dan usaha kecil menengah juga tumbuh sangat baik, hal ini

sangat membantu upaya pemerintah desa dalam rangka menurunkan angka

pengangguran.

Menurut data statistik terakhir perkembangan penduduk di desa Siwal dari

tahun ke tahun mengalami penurunan yang signifikan meskipun sebenarnya hal

ini sangat riskan dengan labilnya kondisi ekonomi global sehingga harus ada

penguatan terutama dibidang peningkatan sumber daya alam maupun sumber daya

manusia.
1.1 ) Keadaan Geografis

Luas Wilayah Desa Menurut Anggotanya

Tabel...

1. Pemukiman : 50.7 ha

2. Pertanian Sawah : 116 ha

3. Perkantoran : 0,105 ha

4. Sekolah : 0,25 ha

5. Jalan : 15 ha

6. Lapangan sepak bola : 1 ha

Sumber http://siwal-sukoharjo.desa.id

Batas Wilayah.
Tabel...

Letak Desa Kecamatan

Sebelah Utara Gentan Baki

Sebelah Selatan Duwet Baki

Sebelah Barat Waru Baki

Sebelah Timur Manang Grogol

Sumber http://siwal-sukoharjo.desa.id

Batas wilayah tersebut dapat di gambarkan seperti pada peta dibawah ini :

Gambar Peta Wilayah Desa Siwal

Sumber http://siwal-sukoharjo.desa.id

1.2. Permasalahan desa Siwal

Permasalahan di desa Siwal terkait dengan perubahan budaya yang

berkaitan dengan memudarnya nilai-nilai Pancasila dapat dideskripsikan sebagai

berikut;
Dibawah ini beberapa permasalahan yang pokok :

Masalah Pendidikan

• Gedung untuk pendidikan perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya;

• Belum adanya beasiswa bagi siswa yang berprestasi;

• Honor guru swasta perlu ada peningkatan;

• Kesadaran masyarakat dalam dunia pendidikan masih kurang;

• Fasilitas pendidikan terutama buku dan peralatan penunjang lainnya masih

kurang terpenuhi;

• Pendidikan non formal berupa pelatihan kerja perlu diadakan.

Masalah Kesehatan

• Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan masih sangat kurang;

• Sarana dan Prasarana Posyandu yang masih kurang;

• Keberadaan Posyandu kurang dimanfaatkan secara maksimal terutama oleh

ibu hamil dan menyusui serta Lansia;

• Masih ada sebagian masyarakat Desa Siwal yang membuang sampah ke

sungai sehingga air sungai menjadi kotor.

• Perilaku hidup Bersih dan Sehat masyarakat masih sangat kurang • Sarana

dan Prasarana Pos Kesehatan Desa yang masih kurang.


Masalah Pertanian

• Penataan dan pembangunan saluran irigasi masih perlu ditingkatkan;

• Kurangnya penyuluhan terutama pada musim tanam;

• Perlu diadakan pelatihan dalam budi daya tanama alternatif;

• Masih banyak kendala dalam pemasaran hasil panen;

• Belum ada koperasi penampungan hasil pertanian sehingga harga jual tidak

stabil;

• Belum ada pelatihan pengolahan produk pertanian.

Masalah Perumahan:

• Letak posisi rumah penduduk tidak tertata dengan rapi;

• Tenaga teknik bangunan jumlahnya masih kurang mencukupi;

• Tidak semua rumah memiliki pembuangan akhir rumah tangga.

• Penataan Perumahan yang kurang tertata

Masalah Perekonomian.

• Masih adanya pengangguran;

• Kurangnya Modal Usaha;

• Kurangnya pendidikan Ketrampilan, kewirausahaan dll

(https://jdih.sukoharjokab.go.id/upload/dokumen/rencana-kerja-pemerintah-desa-
siwal-tahun-2020-2019-guxql.pdf, diakses pada hari Minggu, 7 Agustus 2022,

Jam 10: 15 )

Selain beberapa masalaha tersebut diatas desa Siwal juga memiliki

persoalan pada aspek kenakalan remaja seperti salah satu warga Siwal Baki yang

tertangkap akibat penyalahgunaan obat-obatan terlarang pada 12 Agustus 2019

dengan barang bukti tiga buah plastik sisa sabu, tiga buah pipet dan peralatannya.

(https://www.rmoljawatengah.id/nyabu-satnarkoba-sukoharjo-amankan-disc-

jockey-dan-sembilan-tersangka-narkob).

Perilaku memudarnya nilai Pancasila juga dapat dilihat pada kasus pesta

miras yang dilakukan salah satu pemuda desa Siwal

(https://www.merdeka.com/peristiwa/polisi-gelar-rekonstruksi-pembunuhan-abg tolak-

diajak-berhubungan-intim.html, diakses pada hari Minggu, 7 Agustus 2022, Jam 11:

55 )

Hasil wawancara peneliti terhadap dalang Wayang Kampung Sebelah

memberikan informasi bahwa nilai-nilai individual, sopan dan santun, kegotong-

royongan pada Desa Siwal telah mulai ditinggalkan oleh warga siwal baki akibat

masyarakat sudah tidak peduli lagi kebaikan hal tersebut ( Wawancara dengan

Dalang pada 1 Maret 2022, Jam 4:00 )

2. Wayang Kampung Sebelah

Pada tahun 2001 lalu, Ki Jlitheng Suparman melahirkan genre wayang

baru yang dinamakan Wayang Kampung Sebelah. Penciptaan pertunjukan


Wayang Kampung Sebelah ini berangkat dari keinginan membuat format

pertunjukan wayang yang dapat menjadi wahana untuk mengangkat kisah realitas

kehidupan masyarakat sekarang secara lebih lugas dan bebas tanpa harus terikat

oleh norma-norma estetik yang rumit seperti halnya wayang klasik. Dengan

menggunakan medium bahasa percakapan sehari-hari, baik bahasa Jawa maupun

bahasa Indonesia, maka pesan-pesan yang disampaikan lebih mudah ditangkap

oleh penonton. Isu-isu aktual yang berkembang di masyarakat masa kini, baik

yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan,

merupakan sumber inspirasi penyusunan cerita yang disajikan. Boneka wayang

yang terbuat dari kulit tidak lagi berbentuk seperti wayang kulit klasik pada

umumnya melainkan berbentuk manusia yang distilasi. Tokoh-tokoh yang

terdapat dalam Wayang Kampung Sebelah juga tidak mengacu pada tokoh dalam

cerita Mahabarata atau Ramayana namun menghadirkan sosok-sosok

masyarakat plural yang terdiri dari penarik becak, bakul jamu, preman, pelacur,

Pak Rukun Tetangga (RT), Pak lurah, hingga pejabat besar kota. Wayang

Kampung Sebelah diciptakan oleh Ki Jlitheng Suparman bersama komunitas

kelompok seniman yang bersumber dari Solo.

Meskipun dalang yaitu sebagai sutradara dalam pertunjukan Wayang

Kampung Sebelah, tetapi sebagai pemain musik maupun penonton berhak

melontarkan komentar atau menimpali diskusi maupun ungkapan-ungkapan

dalang dalam setiap adegan, menjadikan pertunjukan wayang dialogis dan segar

bagi penonton.
Selain penampilan pementasan Wayang Kampung Sebelah yang unik,

dengan sifat dan kekhasan musiknya, Wayang Kapung Sebelah melakukan

pertunjukan dengan gaya yang humoris tetapi tetap mendidik bagi masyarakat

penonton. Sehingga pertunjukan wayang kampung sebelah ini tidak terpaku

sebagai tontonan bagi orang tua saja, melainkan bagi semua umur dan berbagai

lapisan sosial masyarakat.

Contohnya pada saat Wayang Kampung sebelah diundang untuk kontrak

siaran oleh Televisi Swasta dalam jumlah puluhan episode, di undang tampil oleh

beberapa Universitas dan pada acara Ulang Tahun KOPASSUS juga

LEMHANNAS ( Lembaga Ketahanan Nasional ) serta acapkali diundang oleh

masyarakat pada umumnya dalam kegiatan-kegiatan mereka. Disamping itu

Wayang Kampung Sebelah memiliki program yang spesifik dimana Wayang

Kampung Sebelah memberikan tajuk pada kegiatan tersebut sebagai “serangan

pentas”. ( Wawancara dengan Dalang Wayang Kampung Sebelah, pada Kamis, 3

Maret 2022 jam 04 : 00 WIB )

Kegiatan tersebut adalah sepenuhnya diinisiasi dan dirancang oleh Ki

Jlitheng Suparman untuk pentas dikampung-kampung tanpa memungut bayaran.

Serangan pentas tersebut berlangsung dalam jumlah yang hampir tidak terhitng

untuk ukuran pentas wayang. Dari model serangan pentas yang gratisan tersebut

nampak sekali bahwa sang dalang dan komunitasnya memang sengaja

menempatkan Wayang Kampung Sebelah sebagai media pembelajaran yang

dirancang secara kuat, tertata dan terencana.


Pesan-pesan moral maupun pesan-pesan yang bermakna edukatif bagi

masyarakat bisa tersampaikan dengan baik karena Wayang Kampung Sebelah

menghadirkan tokoh-tokoh Wayang yang berbeda dengan tokoh-tokoh pada

Wayang Tradisional. ( Wawancara dengan R. Setyawan sebagai Pengamat

Budaya, Pada Rabu 2 Maret 2022 jam 18:00 WIB). Wayang Kampung Sebelah

mampu membangun tema-tema cerita yang lekat dengan problematika

masyarakat, disamping kemampuan mengkonstruksi gagasan-gagasan yang solutif

atas problem keseharian yang hidup didalam masyarakat pada umumnya. Dari hal

tersebut terasa ada sesuatu hal yang diperjuangkan oleh Wayang Kampung

Sebelah pada ranah membangun kesadaran bermasyarakat dan berkebangsaan.

3. Profil Informan

Pada penelitin ini yang digunakan sebagai informan dengan judul

penelitian Strategi Komunikasi Wayang Kampung Sebelah Dalam Menyampaikan

Pesan Kritik Sosial Pada Warga Siwal Baki adalah sebagai berikut :

3.1 Dalang Ki Jlitheng Suparman

Dalang kelahiran tahun 1966 ini belajar mendalang wayang kulit purwa

kepada kakek dan pamannya di Ngadirojo, Wonogiri, sejak kelas 4 SD.

Prestasinya mulai tampak saat menyabet juara II lomba dalang remaja se-

Kabupaten Wonogiri di tahun 1979. Dalam mengembangkan bakatnya ia

menempuh jalur pendidikan formal di Jurusan Seni Pedalangan SA Negeri

Surakarta, lulus tahun 1986. Kemudian meneruskan jenjang pendidikannya di

Jurusan Sastra Jawa Fakultas Sastra UNS Surakarta dan berhasil menyandang
gelar Sarjana Sastra di tahun 1995. Di tahun yang sama saat dia diwisuda sarjana,

dalang beristrikan teman sebangku kuliah bernama Sukamti itu berhasil meraih

prestasi masuk Sepuluh Besar Dalang Unggulan pada Festival Greget Dalang

yang diikuti oleh 50 dalang se-Indonesia. Kiprah dalang yang lahir di kota Solo

ini tidak hanya berhenti di panggung pertunjukan. Menulis adalah salah satu

kegemarannya. Tidak sedikit buah pena berbentuk cerpen, cerita wayang,

geguritan dan artikel seni-budaya yang dimuat di berbagai mass media cetak.

Selain itu, tidak sedikit pula komunitas masyarakat maupun kampus-kampus yang

mengundangnya sebagai pembicara diskusi seni dan budaya.

Menurutnya, dalang bukan sebatas penghibur, lebih dari itu ia menempati

posisi strategis sebagai agen pencerahan bagi masyarakat gayut dengan

kompleksitas problematika kekinian. Melengkapi wawasan sosial-politiknya

sekaligus terdorong oleh keinginan ambil bagian dalam menggelisahkan

problematika bangsa-negara, sejak medio tahun 2009 ia bergabung dengan

komunitas Pergerakan Kebangsaan. Kegelisahan terhadap kelambanan

transformasi seni pertunjukan Wayang Kulit Purwa yang memperlebar

kesenjangan komunikasi dengan publik, terutama generasi muda, maka di tahun

2001 bersama sekelompok seniman kota Solo membidani lahirnya genre seni

pertunjukan wayang kulit baru berlabel Wayang Kampung Sebelah.

3.2 Anggota Wayang Kampung Sebelah

a. Yayat Yuheryatna
Pria kelahiran Banyumas 30 Juli 1960 ini memang teraliri darah seni dari

kakeknya yang sekaligus guru belajar karawitan baginya sejak kecil. Sejak awal

memang wawasan estetiknya tak hanya terpagari di ranah seni tradisional. Naluri

kreatifnya mulai meliar ketika di tahun 1976 bersama-sama dengan rekan

seusianya di kampung sudah mengolaborasikan gamelan dan musik kombo band.

Bakat kreatifnya dikembangkan dengan menempuh jalur pendidikan formal di

Jurusan Seni Karawitan ASKI Surakarta yang diselesaikannya di tahun 1985

dengan meraih gelar Sarjana Karawitan.

Musisi dan pencipta lagu ini lintasan kiprah kreatifnya menjangkau

wilayah dalam dan luar negeri. Sederetan pengalaman dia yang benar-benar

menunjukkan kapasitasnya, antara lain: menjadi pemusik Teater Gapit Surakarta

1980-1990-an; medirikan grup musik Golden Water 1991; memperkenalkan

gamelan Jawa kepada masyarakat Norwegia bersama KBRI Oslo 1994; mengajar

gamelan Jawa di Rikkskonsertene Norwegia1995; mengikuti Rendez Vouz or Art,

Chiang Mai, Thailand 1997; mengikuti Pacific Music Festival, Sapporo, Jepang

1999; bekerjasama dengan komunitas Eurythmie Mobile Stuttgart Jerman 1999;

menjadi salah satu pendiri Wayang Kampung Sebelah 2000, workshop Musik

Dayak Barong tongkok Kab. Kutai Barat Kaltim 2002; menjadi pemusik tari

"Aceh Bersimbah Darah" karya Deddy Luthan 2004; menjadi pemusik Sobrat,

Bengkel Teater Rendra, Jakarta 2005; menjadi pemusik Teatrikalisasi Puisi

"Suluk Hijau" karya W.S. Rendra, Jakarta 2008.

Kini di Wayang Kampung Sebelah selain sebagai pemegang alat musik

Djimbe, ia memegang posisi pilar sebagai pencipta lagu dan penata iringan.
Repertoar lagu (origin) iringan Wayang Kampung Sebelah yang nakal dan kritis

adalah dominan karya pria yang akrab disapa Yayat ini.

b. Gendot Dekanipa

Pemegang alat musik Saxophone di Wayang Kampung Sebelah ini lahir di

Sukoharjo 29 Oktober 1980. Ia teraliri darah seni dari sang ayah yang entertainer

kondang di kawasan Surakarta. Dari kiprah sang ayah itulah ia sejak kecil

sedemikian akrab dengan beragam jenis musik, seperti: pop, keroncong, dangdut,

dan sebagainya. Minatnya terhadap musik kembangkan dengan menempuh

pendidikan di SMM Yogyakarta lulus tahung 2000, kemudian dilanjutkan di

Program Studi Ethnomusikologi ISI Surakarta yang diselesaikannya pada tahun

2008 dengan memperoleh gelar Sarjana Seni.

Bakat dan minatnya terhadap musik tak ingin dinikmatinya sendiri, ia

berhasrat menjadi guru agar dapat mentransfer ilmu pengetahuan musikalnya ke

masyarakat, khususnya generasi muda peminat musik. Untuk itu ia lantas

menempuh pendidikan Akta IV di UTP Surakarta (2009) yang kemudian menjadi

bekal penting baginya sehingga berhasil tercatat sebagai guru seni musik di SMK

Negeri 8 Surakarta sampai saat ini. Eksistensinya di bidang musik diperlihatkan

melalui berbagai aktivitas, antar lain: sebagai pendiri grup band Baby Doll

Yogyakarta, 1998-2001; bergabung dengan Orkes PML (Pusat Musik Liturgy)

Yogyakarta, 1999-2000; bergabung dengan band Samalona Surakarta, 2001; dan

memperkuat kelompok musik perkusi Etno Ansamble Surakarta, 2001-2011.

3.3 Masyarakat Desa Siwal


a. Dipo Samudro

b. Emmanuel Desmas

B. Deskripsi Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Pada dasarnya penelitian tentang Strategi Komunikasi Wayang Kampung

Sebelah dalam Menyampaikan Pesan Kritik Sosial Pada Warga Siwal Baki dapat

dideskripsikan melalui 4 tahap yaitu Source – Massage – Channel – Receiver,

sebagai berikut:

1. Source ( sumber )

Komunikator pada Wayang Kampung Sebelah adalah Suparman atau biasa

disebut Ki Jlitheng, sebagai komunikator Ki Jlitheng adalah dalang yang sejak

kecil mengikuti kakek dan pamannya yang juga seorang dalang sehingga

membuat Ki Jlitheng tertarik menjadi dalang. Karena kebiaasaanya mengikuti

mendalang kakek dan pamannya membuat ki Jlitheng mencintai dunia

pewayangan, ketrampilan mendalang secara formal baru didapatkan saat sedang

belajar di SMKI Solo. Pak Parman menjadi dalang sejak di SMKI kemudian

secara resmi mendalang di WKS pada tahun 2001. Sejak dahulu Ki Jlitheng

menjadi dalang dan tidak memiliki profesi lain.

Menurut informan untuk menjadi dalang harus memiliki Ketrampilan

seperti menguasasai bahasa, idion-idiom lokal, kemampuan

mendalang ,memahami gamelan, membangun kemampuan narasi yang baik .


Dalang harus mampu memotret kehidupan, dimana kehidupan itu dimensi

persoalannya kompleks , sehingga pada saat mendalang memiliki kemampuan

menyajikan cerita, mengkritisi keadaan, memahami situasi, dan mampu

mempertanggungjawabkan pengetahuan atau ucapan yang disampaikan

Selain harus memiliki ketrampilan maka wawasan yang luas yang luas

mengenai ekonomi,sosial,politik dan bidaya adalah faktor yang harus dikuasai

seorang dalang modern , sebagai seniman informan memiliki sikap yang

komunikatif dengan masyarakat dan penonton , adaptif dengan berbagai golongan

artinya informan pandai dalam menyesuaikan diri, informan juga memiliki sikap

sopan santun terhadap lingkungannya . Oleh penontonnya Ki Jlitheng dianggap

mempunyai pembawaan cukup mudah dan simple sehingga pesan cepat

ditangkap pada saat pagelarannya.

Ki Jlitheng mengatakan proses menjadi dalang itu pertama, adalah rasa

kecintaan,. minat dan kecintaan terhadap lingkungan yang membentuk kemudian

menumbuhkan minat, kemudian menempuh dengan Pendidikan formal waktu di

SMKI.

Informan adalah dalang yang dapat dikatakan idealis artinya memegang

prinsip berkesenian, etik dan estetika hl tersebut yang membedakan dengan dalang

wayang lain. Selain hal tersebut informan memiliki karya komtemporer juga

terdapat counter culture atas hal yang tidak baik secara politik, sosial maupun

secara ideologi berkesenian.


Pada saat pagelaran, informan sebagai dalang tetap bertahan dan

berpegang pada asas asas etik dan estetik . Pada sisi politik pun tidak terjebak

pada kepentingan kepentingan politik praktis jangka pendek apa lagi menghamba

kepada kekuasaan atau penguasa, oleh karena itu informan sering disebut dalang

nyentrik .Kemampuan atau ketrampilan mendalang pak Parman diusahakan sebaik

mngkin.

Informan menganggap bahwa semua bentuk dan jenis produk kebudayaan

merupakan aparat ( alat) yang dimana secara hakikatnya harus melayani

kepentingan masyarakat, oleh karenanya pada saat mendalang informan selalu

menyampaikan pesan kritik sosial berbasis Pancasila.

Sebagai dalang informan melibatkan seluruh anggota untuk bersama-

sama mempersiapakan pagelaran dengan cara semua anggota harus sudah

mengetahui materi lakon, materi lakon didalamnya terdapat musik, ada

iringannya sehinggaseluruh anggota yang mendapat tugas sebagai pemusik harus

paham betul musik apa yang akan dikeluarkan. Misalkan adegan A ketika adegan

B pasti ada transisinya sehingga nanti ada perbedaan, hal itu yang harus

dipersiapkan. Setelah selesai acara pagelaran biasanya para anggota dan dalang

akan mendiskusikan untuk membahas entah keberhasilan entah itu sebuah

kesalahan, sebuah kesalahan itu justru adalah sebuah proses. Ketrampilan yang

dimiliki sebagai dalang adalah skill, wawasan yang luas, seniman harus memotret

kehidupan, dimana kehidupan itu dimensi persoalannya kompleks , selain

memahami masalah maka pada saat mendalang mampu menyajikan cerita,

mengkritisi keadaan, benar-benar memahami situasi, benar benar tahu masalah


dan mampu mempertanggungjawabkan pengetahuan atau ucapan yang

disampaikan. Kemampuan atau ketrampilan mendalang pak Parman selalu

mengusahakan sebaik mungkin agar penampilannya dapat diterima oleh

masyarakat.

Sumber Dokumentasi WKS

Teori strategi komunikasi oleh David Berlo dapat dilakukan melalui

tahap-tahap pada model SMCR, model ini diperkenalkan oleh David K Berlo

yaitu dengan Model SM-C-R yang merupakan kepanjangan dari Source (sumber),

Message (pesan), Channel (saluran), dan Receiver (penerima). Sebagaimana

dikemukakan Berlo (Mulyana, 2012, p. 162), sumber adalah pihak yang

menciptakan pesan baik seseorang maupun kelompok. Source atau sumber

dipengaruhi oleh keterampilan komunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial, dan

budaya. Keseluruhan empat dimensi pada Berlo dilakukan oleh sumber yang

dalam penelitian ini adalah dalang WKS yaitu Ki Jlitheng, ketrampilan

komunikasi yang dimiliki Ki jlitheng berupa kemampuan seperti menguasai


bahasa, idion-idiom lokal, kemampuan mendalang , memahami gamelan,

membangun kemampuan narasi yang baik . Dalang harus mampu memotret

kehidupan, dimana kehidupan itu dimensi persoalannya kompleks , sehingga pada

saat mendalang memiliki kemampuan menyajikan cerita, mengkritisi keadaan,

memahami situasi, dan mampu mempertanggungjawabkan pengetahuan atau

ucapan yang disampaikan. Pada aspek sikap dalang Ki Jlitheng memiliki sikap

yang komunikatif dengan masyarakat dan penonton, pembawaan ki Jlitheng

mudah ditangkap , adaptif dengan berbagai golongan artinya informan pandai

dalam menyesuaikan diri, informan juga memiliki sikap sopan santun terhadap

lingkungannya. Aspek pengetahuan pada ki Jlitheng dapat dikatakan memiliki

wawasan yang luas seperti mengenai ekonomi,sosial,politik dan budaya .Dalang

Ki Jlitheng juga memiliki kemampuan untuk menerapkan etika dan estetika serta

penyesuaian budaya agar diterima oleh masyarakat Desa Siwa.

2. Massage

Strategi komunikasi selanjutnya yang dilakukan oleh Wayang Kampung

Sebelah (WKS) adalah menentukan pesan atau topik-topik apa yang akan di

sampaikan saat pagelaran. Proses komunikasi harus terdapat pesan yang berfungsi

untuk menyampaikan ide dan gagasan sehingga komunikan akan mengerti apa

maksud dari komunikasi tersebut. Setiap rancangan pesan harus benar-benar dapat

mudah dimengerti oleh penontonnya . Langkah pertama untuk menentukan pesan

atau topik adalah mengajak seluruh anggota untuk mediskusikan topik-topik atau

pesan supaya anggota memberikan masukan dan kritikan mengenai narasi yang

akan dibawakan sebelum pagelaran , Tanggapan anggota terhadap topik topik


yang didiskusikan adalah topik tersebut komunikatif, aktual yaitu topik terkini

sesuai dengan keadaan, tepat sasaran yaitu pesan menjangkau seluruh sasaran

yaitu masyarakat yang di rencanakan.

Topik yang ditentukan harus relevan dengan kondisi realitas sekitar seperti

ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan sila sila Pancasila. Informan merasa

bahwa masalah Indonesia saat ini adalah sistim negara sudah tidak lagi konsisten

dengan tatanan negara yang berlandaskan pada pancasila. Ki Jlitheng

mengataakan bahwa seringnya mengusung topik Pancasila karena menurut

pandanganya kekacauan negara ini karena sudah tidak lagi konsisten di dalam

menjalani sistem bernegaranya ibaratnya sudah terjadi penyimpangan sistem

ketatanegaraan yang tidak sesuai dengan dasar negara dan undang-undang dasar

negara, bahkan amandemen yang terjadi itu sebenarnya sudah mengubah dan

mengkudeta struktur negara NKRI, namun kondisi tersebut banyak yang tidak

tahu, ada yang tahu tapi tidak bisa bicara atau tidak punya ruang untuk bicara

dengan leluasa dan seterusnya. itulah mengapa pada saat saya mendalang banyak

bicara Pancasila karena memang sebenarnya dasar negara cita-cita bangsa ini

bernegara yaitu Pancasila itu. ketika Pancasila sudah tidak lagi dipakai oleh

negara sebagai dasar dan tujuan yang sama juga penyelenggaraan negara ini sudah

mengkhianati cita-cita berbangsa dan bernegara. Pada saat penentuan topik Semua

anggota wajib untuk memahami topik-topik dari narasi yang akan dibawakan

sehingga pagelaran dapat berjalan dengan baik.

WKS sengaja tidak menggunakan bahasa yang sulit dipahami dan tidak

relevan dengan era sekarang sehingga menggunakan bahasa Indonesia dengan


logat khas Jawa serta idiom-idiom lokal sehingga sesuai dengan budaya setempat.

Informan mengganggap bahwa bahasa pada pewayangan sudah seharusnya

mampu untuk bertransformasi seiring berjalannya jaman. Penyampaian pesan

kepada penonton dikemas dengan menyenangkan dan humoris sehingga mampu

menimbulkan ketertarikan penonton. WKS memang produk kekinian, produk

paradigma masa kini maka kemudian bahasanya pun bahasa masa kini, bahasa

Jawa nyapun jawa sekarang bukan masa Mataram. Bahasa dalam WKS luwes,

misalkan pada saat dikota lain yang tidak berbahasa jawa menggunakan bahasa

indonesia dengan aksen-aksen jawa maka dari itu tidak akan bingung dari segi

bahasa, menggunakan bahasa yang dicampur antara Indonesia dan logat Jawa jadi

cukup mudah dan simple sehingga dapat menangkap pesan tersebut.

Informan berpendapat masyarakat mengidam-idamkan wayang dengan

format baru seperti WKS. Karena WKS adalah sebuah wayang yang mampu

melayani kepentingan publik dari informasi yang tidak dipahami menjadi

informasi yang dipahami

Secara eksplisit tidak terdapat Visi misi yang dirumuskan secara resmi,

tetapi hal-hal yang terkait dengan tujuan berdirinya WKS disepakati oleh semua

anggota. Tujuan WKS adalah untuk menterjemahkan dan menyampaikan pesan

kritik sosial atas terjadinya penyelewengan kekuasaan.

Pesan atau topik saat pagelaran WKS adalah adaptif dalam merespon

sesuatu yang terjadi pada saat pagelaran itu terjadi artinya pada saat pagelaran

WKS membuat saling berinteraksi satu sama lain dengan interaktif sehingga
membuat pagelaran menjadi hidup dan meriah. Informan menganggap bahwa

semua bentuk dan jenis produk kebudayaan merupakan aparat ( alat) yang dimana

secara hakikatnya harus melayani kepentingan masyarakat. Tugas dari kesenian

adalah melakukan kritik-kritik sebuah kejadian atau permasalahan yang ada di

masyarakat, maka dari itu Informan berani mengkritisi lewat media wayang,

sehingga topik-topik berupa kritik sosial selalu menjadi pesan pasa saat pagelaran

WKS.

Pesan yang disampaikan melawan hegemoni (dominasi) kekuasaan

wayang Purwa dimana selalu mengikuti pakem secita-cerita Mahabarata, Rama

dan Sinta dimana pesan-pesanya berupa romantisme, kesetiaan, hormat pada

orang tua. Oleh WKS pagelaran tidak diwarnai dengan aspek kerajaan tetapi

cenderung menyampaikan pesan yang memiliki permasalahan realistis, persoalan

demokrasi, tatanan negara, konstruksi sosial dan peneguhan Pancasila. Pada saat

pagelaran ,WKS memadukan antara bahasa, musik dan boneka yang menjadi

karakteristik tersendiri atau menjadi ciri khasnya Dibawah ini adalah dokumen

pagelaran WKS yang mengangkat tema tentang kritik sosial di aspek politik.
Dokuemntasi : solopos.co.id

Menurut Berlo (Mulyana, 2012, p. 162), Pesan adalah terjemahan gagasan

ke dalam kode simbolik, seperti bahasa atau isyarat. Pesan di kembangkan

berdasarkan elemen, struktur, isi, perlakuan dan kode.Dimensi-dimensi tersebut

dapat dijelaskan dimulai dari struktur pesan atau topik yang dipilih untuk

pagelaran WKS yaitu berkaitan dengan kritik sosial seperti permasalah sosial,

ekonomi, politik dan budaya juga terkait peneguhan nilai Pancasila. Pada elemen

WKS tidak menggunakan bahasa yang sulit dipahami, bahasa yang digunakn

adalah idiom-idom lokal, bahasa Indonesia logat khas jawa. Untuk dimensi

treatment atau perlakuan penyampaian pesan kepada penonton dikemas dengan

menyenangkan dan humoris sehingga mampu menimbulkan ketertarikan


penonton.Pada aspek struktur pesan, WKS menyusun pesan dengan informasi yg

tidak dipahami menjadi dipahami artinya pesan mudah dipahami. Secara

keseluruhan pada saat pagelaran ,WKS memadukan antara bahasa, musik dan

boneka yang menjadi karakteristik tersendiri atau menjadi ciri khasnya yang

membedakan dengan wayang klasik yang lain namun topik yang dibawakan

kurang variatif karena ketika pagelaran dibeberapa tempat masih menggunakan

topik yang sama.

.3 Channel

Proses strategi komunikasi WKS selanjutnya adalah menentukan media

apa yang digunakan menyampaikan pesan kritik sosial kepada masyarakat.

Penentuan media WKS sebagai alat penyampai pesan kritik sosial disepakati oleh

seluruh anggota WKS. Informan berpendapat bahwa karena wayang merupakan

media seni publik memang sudah sewajarnya mampu digunakan untuk

menyampaikan problem yang aktual dan sedang berkembang.

Informan menganggap bahwa wayang klasik sudah tidak mampu berbicara

secara lantang mengenai dimensi dimensi sosial. WKS pada setiap pagelarannya

menggunakan boneka yang dianggap lebih relevan dan realistis dibandingkan

dengan wayang klasik, penggunaan media WKS karena dapat melakukan interaksi

dengan penonton seperti saat wayang-wayang jaman dahulu.

WKS menganggap bahwa pada dasarnya wayang adalah seni publik juga

media publik, sehingga harus melayani kepentingan publik juga berguna untuk

menyampaikan pesan kritik sosial kepada masyarakat.


WKS tidak terikat dengan pakem seperti pada wayang umumnya.

Sehingga WKS memasukkan elemen-elemen baru seperti boneka, musik hingga

pesan pesan yang tidak terikat oleh pakem budaya wayang. Kemudian menejemen

WKS berbeda dengan seni wayang yang lain.

Penggunaan boneka pada WKS dianggap lebih relevan dan realistis

dibandingkan dengan wayang pada umumnya. Tokoh-tokohnya meniru tokoh

penting pada dunia nyata, sedangkan musiknya beraneka ragam alat musik yang

digunakan pada saat pagelaran WKS. Penggunaan media wayang memungkin

terjadinya interaksi antara dalang, pemusiknya dan juga penonton pada saat

pagelaran. Misalnya pada saat dalang memberikan gurauan mengenai topik

pagelaran, maka penonton merespon dengan gelak tawa, kemudian ada salah satu

penonton yang ikut menyanyi dengan vocalis dari WKS. Terkadang dalang juga

melempar topik dan penonton langsung menanggapi, misalnya terkait money

politic dan korupsi yang akhirnya penonton juga merasa sepaham.

Berikut ini gambar boneka yang digunakan WKS


Dokumentasi WKS

WKS sebagai media penyampai kritik sosial lahir sebagai respon terhadap

persoalan-persoalan sosial, politik, ekonomi, budaya. Sebagai media, WKS

diyakini merakyat atau populer dikalangan masyarakat, mudah dijangkau atau

masyarakat mempunyai kemudahan mengakses untuk menonton dan tidak perlu

membayar, pemilihan media WKS dilandasi semangat perjuangan yang dilakukan

oleh Ki Jlitheng.

Selama ini masyarakat dapat menonton pagelaran WKS di pendapa rumah

Ki Jlitheng di desa Siwal,selain itu juga melakukan pagelaran di luar desa Siwal

yang disebut dengan serangan pentas yaitu gerakan untuk mengedukasi secara

gratis kepada masyarakat. Meskipun demikian WKS juga dapat disewa untuk

kepentingan acara tertentu yang berbasis pada kegiatan-kegiatan budaya dan

untuk kepentingan masyarakat. Akibat perkembangan jaman akhirnya WKS

merambah ke platform media yang bisa diakses melalui akun resmi youtube WKS

juga akun resmi Instagram WKS.

Dokumentasi Pribadi
Pada aspek channel , Berlo mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi

adalah, hearing dan seeing, maka pada penelitian ini cannel yang digunakan

adalah WKS . Untuk aspek yang didengar dan dilihat adalah penampilan WKS

dan segala keseluruhan narasi dan musik sebagai aspek hearing

4. Receiver

Tahap terakhir pada strategi komunikasi yang dilakukan oleh WKS adalah

menentukan siapa yang menjadi sasaran bagi penontonya. WKS menentukan

semua kalangan masyarakat sebagai penontonnya, hal tersebut sudah menjadi

kesepakatan seluruh anggota WKS, karena WKS ingin menyampaikan kritik

sosial kepada semua kalangan. Hal ini didasari bahwa permasalahan sosial dan

memudarnya nilai-nilai Pancasila tidak hanya terjadi di desa Siwal saja tetapi

sudah dikalangan luas .

Hasil wawancara kepada informan yang mewakili masyarakat, setelah

mereka menonton WKS merasa mendapatkan hal-hal baik misalnya, pada salah

satu pagelaran WKS dengan lakon kampret yang menyampaikan nilai-nilai

budaya kepemimpinan yang jujur, bertanggung jawab dan dapat dipercaya juga,

budaya pentingnya berkumpul untuk menjaga nilai-nilai kebersamaan, menjaga

toleransi dan silaturahmi. masyarakat penonton merasa bahwa isu isu yang

dibawakan WKS cukup komunikatif, unsur unsur yang bisa mencerahkan pikiran

masyarakat. Jadi dengan adanya WKS ini dapat dikatakan cukup relevan dengan

pola kehidupan masyarakat sekarang itu . Masyarakat penonton sangat berharap

jika bisa banyak muncul seni pertunjukan wayang semacam WKS.


WKS memiliki durasi pagelaran rata-rata selama 2 jam baik pada secara

langsung maupun pada Youtube. Durasi yang lebih pendek dibandingkan

pagelaran wayang klasik membuat pesan yang disampaikan lebih padat dan

mudah ditangkap maksudnya, karena penampilannya yang menarik , keseluruhan

pagelaran WKS membuat penonton mengikuti hingga selesai .

Informan dari masnyarakat merasakan bahwa topik yang dibawakan WKS

ada yang hingga menyentuh perasaan dan mampu menyadarkan terkait persoalan

individualisme dan memudarnya kegotongroyongan, pesan atau topik yang

sampaikan oleh WKS dirancang sesuai dengan nilai-nilai budaya serta estetika

yang berlaku pada masyarakat desa Siwal. Dengan demikian masyarakat tersebut

dapat menerima pesan yang disampaikan WKS karena tidak menyinggung atau

berbenturan dengan nilai kepercayaan dan norma serta budaya setempat,

masyarakat memberikan tanggapan postif dan antusiasme terhadap pagelaran

WKS. Efek yang diharapkan adalah setidaknya ada perubahan pada ranah

pemahaman tentang pancasila menjadi ranah tindakan. Kemudian masyarakat

menjadi lebih baik.

Hasil analisis pada aspek receiver atau komunikan yang pada penelitian

ini adalah masyarakat penonton WKS oleh Berlo berupa empat dimensi yaitu

ketrampilan komunikasi, sikap, pengetahuan,sistim sosial dan budaya. Pada

penelitian ini yang dimaksud receiver adalah masyarakat penonton di desa Siwal

memiliki ketrampilan mendengarkan pagelaran WKS, setelah mereka menonton

WKS, merasa mendapatkan hal-hal baik misalnya, pada salah satu pagelaran

WKS dengan lakon kampret yang menyampaikan nilai-nilai budaya


kepemimpinan yang jujur, bertanggungjawab, dan dapat dipercaya juga, budaya

pentingnya berkumpul untuk menjaga nilai-nilai kebersamaan, menjaga toleransi

dan silaturahmi. Secara sikap penonton sadar bahwa topik-topik yang

disampaikan WKS telah menyadarkan mereka. Untuk sistim sosial , pesan sudah

dirancang supaya dapat diterima baik dari sisi kepercayaan penonton juga norma

yang berlaku di masyarakat setempat. Pesan juga sudah disesuaikan secara budaya

setempat sehingga tidak mendapatkan penolakan dari masyarakat di desa Siwal .


BAB V

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Pada bab akhir ini merupakan kesimpulan seluruh pembahasan dan

analisis tentang obyek penelitian ini, yaitu strategi komunikasi wayang kampung

sebelah dalam menyampaikan pesan kritik sosial pada warga Siwal Baki. Strategi

komunikasi WKS dapat dilihat dengan empat dimensi yaitu Source ( Sumber) –

Massage (Pesan) – Channel ( Media ) – Receiver ( Komunikator ).

Pada aspek Source, ketrampilan komunikasi yang dimiliki dalang berupa

kemampuan menguasasai bahasa, idiom-idiom lokal, kemampuan mendalang,

bermain gamelan dan membangun kemampuan narasi dengan baik.

Pada aspek massage atau pesan, topik berupa kritik sosial yaitu masalah

sosial, ekonomi,politik dan budaya, topik disampaikan dengan bahasa yang

mudah dipahami dan menarik atau tidak menggunakan bahasa Jawa tingkat

tinggi. Secara keseluruhan pada saat pagelaran WKS memadukan antara bahasa,

musik dan boneka yang menjadi karakteristik tersendiri atau menjadi ciri khasnya

yang membedakan dengan wayang yang lain.

Pada aspek Channel media yang digunakan untuk menyampaikan pesan

kritik sosial adalah seubuah media seni publik yaitu Wayang Kampung Sebelah

atau WKS
Pada Receiver atau masyarakat desa Siwal setelah mereka menonton

WKS, merasa mendapatkan hal-hal baik. Secara sikap, penonton sadar bahwa

topik-topik yang disampaikan WKS telah menyadarkan mereka.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas mengenai Strategi Komunikasi Wayang

Kampung Sebelah Dalam Menyampaikan Pesan Kritik Sosial Pada Warga Siwal

Baki. Maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :

 Pesan atau topik yang disampaikan oleh WKS melaui pagelarannya agar

lebih bervariatif dari satu tempat ke tempat yang lain. Tidak terbatas

pesan yang itu –itu saja karena permasalahan dari desa satu ke desa

lainnya dapat berbeda-beda.


DAFTAR PUSTAKA

Aan Komariah dan Djam’an Satori. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Afrizal, M.A. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Sebuah Upaya Mendukung

Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta:

Rajagrafindo Persada

Andi, Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra Wacana

Media

Ardian Kresna, 2012. Mengenal Wayang Jogjakarta: Laksana

Bungin, Burhan. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajawali

Pers.

Cangara, Hafied. (2013). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta, PT Raja

Grafindo Persada

Cangara, H. (2014). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Frianda, V., Hairunnisa., & Ghufron. (2018). Strategi komunikasi lembaga

swadaya masyarakat gerakan memungut sehelai sampah (LSM GMSS)

dalam mengkampanyekan larangan membuang sampah di sungai karang

mumus samarinda. eJournal Ilmu Komunikasi, 6(2), 43-57.

Haryanto. S. 1991. Seni Kriya Wayang Kulit. Penerbit : Grafiti. Jakarta

Ibrahim. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta


Jazuli, M. 2001. Paradigma Seni Pertunjukkan. Yogyakarta : Yayasan Lentera

Budaya

Miles,M.B, Huberman,A.M, dan Saldana,J. 2014. Qualitative Data Analysis, A

Methods Sourcebook, Edition 3. USA: Sage Publications. Terjemahan

Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press.

Misnawati, I.T. (2013). Strategi komunikasi pada kampanye perlindungan

orangutan oleh lsm centre for orangutan protection (cop) di samarinda,

kalimatan timur. eJournal Ilmu Komunikasi, 1(4), 135-149.

Moleong, Lexy J. (2017). Metode Penelitian Kualitatif, cetakan ke-36, Bandung :

PT. Remaja Rosdakarya Offset

Mulyana, Deddy. 2012. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Nazir, Moh. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ngalimun. (2017). Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Praktis. Yogyakarta: PT

Pustaka Baru Pers

Oksinata, Hantisa. 2010. “Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi

Peluru Karya Wiji Thukul: Kajian Resepsi Sastra”. Surakarta: Universitas

Sebelas Maret.

Pamela S. Schindler, 2006. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT Media Global

Edukasi.

Ruslan, Rosady. 2016. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada


Soekanto, Soejono. 2012 Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada

Supriana Yolandi Ataupah. 2012. Analisis Panggilan Yahezkiel Sebagai Penjaga

Israel berdasarkan Teori Kritik Sosial. Salatiga : Program Studi Teologi

FTEO UKSW.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:

CV Alfabeta.

Umam, Khaerul. 2021. Komunikasi & Public Relation. Jakarta : Pustaka Setia

Wood, J.T. (2012). Komunikasi Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba Humanika.
DAFTAR PUSTAKA

Aan Komariah dan Djam’an Satori. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Afrizal, M.A. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Sebuah Upaya Mendukung
Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta:
Rajagrafindo Persada
Andi, Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra Wacana Media
Ardian Kresna, 2012. Mengenal Wayang Jogjakarta: Laksana
Bungin, Burhan. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajawali Pers.
Cangara, Hafied. (2013). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada
Cangara, H. (2014). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Frianda, V., Hairunnisa., & Ghufron. (2018). Strategi komunikasi lembaga swadaya
masyarakat gerakan memungut sehelai sampah (LSM GMSS) dalam
mengkampanyekan larangan membuang sampah di sungai karang mumus
samarinda. eJournal Ilmu Komunikasi, 6(2), 43-57.
Haryanto. S. 1991. Seni Kriya Wayang Kulit. Penerbit : Grafiti. Jakarta
Ibrahim. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Jazuli, M. 2001. Paradigma Seni Pertunjukkan. Yogyakarta : Yayasan Lentera Budaya
Miles,M.B, Huberman,A.M, dan Saldana,J. 2014. Qualitative Data Analysis, A Methods
Sourcebook, Edition 3. USA: Sage Publications. Terjemahan Tjetjep Rohindi
Rohidi, UI-Press.
Misnawati, I.T. (2013). Strategi komunikasi pada kampanye perlindungan orangutan
oleh lsm centre for orangutan protection (cop) di samarinda, kalimatan timur.
eJournal Ilmu Komunikasi, 1(4), 135-149.
Moleong, Lexy J. (2017). Metode Penelitian Kualitatif, cetakan ke-36, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya Offset
Mulyana, Deddy. 2012. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Nazir, Moh. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ngalimun. (2017). Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Praktis. Yogyakarta: PT Pustaka
Baru Pers
Oksinata, Hantisa. 2010. “Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru
Karya Wiji Thukul: Kajian Resepsi Sastra”. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Pamela S. Schindler, 2006. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT Media Global Edukasi.
Ruslan, Rosady. 2016. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Soekanto, Soejono. 2012 Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Supriana Yolandi Ataupah. 2012. Analisis Panggilan Yahezkiel Sebagai Penjaga Israel
berdasarkan Teori Kritik Sosial. Salatiga : Program Studi Teologi FTEO UKSW.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV


Alfabeta.
Umam, Khaerul. 2021. Komunikasi & Public Relation. Jakarta : Pustaka Setia
Wood, J.T. (2012). Komunikasi Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba Humanika.

Anda mungkin juga menyukai