Anda di halaman 1dari 8

DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI

KOMUNIKASI
(NEW MEDIA)

ELIA FEBRIANA WULANDARI (A15.2016.00526)


FRITTA ARDIANI (A15.2016.00534)
DINI NOVITA SARI (A15.2016.00538)
FINA TALITA RAHMA SYECHAN (A15.2016.00650)
DYAH MANGHAYUNINGRUM (A15.2017.01003)
CINTYA BASWARA RUKMA (A15.2017.01015)

FAKULTAS ILMU KOMPUTER


UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
2017
DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI
(NEW MEDIA)

A. New Media

New Media atau media baru adalah istilah yang ditujukan untuk cakupan kemunculan
digital, komputer, atau jaringan teknologi informasi dan komunikasi di akhir abad ke-20.
Internet, website, komputer multimedia, game online, CD-ROMS, dan DVD adalah beberapa
contoh dari new media.

New Media era kaitannya dengan teknologi. Salah satu karakteristiknya yaitu new
media memberikan akses ke konten di manapun dan kapanpun, bersifat digital dan
merupakan media interaktif. Disebut interaktif karena new media memberi akses ke siapapun
untuk bersuara.

B. Dampak New Media

Di setiap bidang apapun pasti memiliki dampak baik itu dampak positif maupun
dampak negatif. Tak terkecuali new media. Berikut adalah dampak positif dan dampak
negatif new media.

a. Dampak Positif
1. Memberi informasi yang cepat dan efisien
New media memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk saling berbagi
informasi secara cepat. Tak terbatas waktu ataupun tempat sehingga
penyampaian informasinya lebih efisien.
2. Menghemat pengeluaran
Salah satu contohnya adalah adanya e-book dalam dunia pendidikan misalnya.
Melalui e-book, para pelajar dapat menghemat pengeluaran untuk membeli
buku.
3. Komunikasi yang terbatas jarak dan waktu
Saat ini kita dapat merasakan kemudahan berkomunikasi dengan manusia di
belahan dunia manapun berkat adanya new media. Komunikasinya pun tidak
terbatas hanya melalui aplikasi chat maupun suara namun bisa dilakukan
komunikasi visual menggunakan fitur video call.
4. Kemudahan berbelanja
Belanja online menjadi trend saat ini berkat adanya new media. Orang tidak
perlu bersusah payah pergi ke mall untuk membeli baju karena saat ini mereka
dengan mudahnya bisa membeli baju secara online.
5. Lahan bisnis
Dengan adanya belanja online, tentu ada pelaku bisnis yang menjalankannya.
New media menjadi lahan bisnis bagi para pelaku usaha.

Selain dampak positif di atas, new media juga mengakibatkan beberapa dampak
negatif diantaranya sebagai berikut :

1. Orang-orang cenderung menjadi anti sosial


Ada istilah smartphone mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat. Istilah
ini bisa dibenarkan. Smartphone menjadi salah satu produk new media. Dengan
segala kecanggihannya smartphone telah menyihir manusia menjadi makhluk
yang anti sosial. Mereka kadang terlalu asyik dengan smartphonenya hingga tidak
sadar istilah tersebut memang benar nyatanya.
2. Penipuan
Orang-orang mudah melakukan penipuan di dunia maya salah satu contohnya
yaitu penipuan tas bermerek. Melalui aplikasi chat smartphone, penipu yang
menyamar sebagai penjual menawarkan tas bermerek dengan harga murah.
Adanya fenomena panjat sosial, calon pembeli tentu tergiur. Hal ini tentu
merugakan orang yang mengalaminya.
3. Ujaran kebencian atau berita hoax
Kebebasan dan kemudahan bersuara di sosial media membutakan orang-orang
saat ini. Dengan entengnya mereka para pelaku menyebarkan ujaran kebencian
dan berita hoax. Tindakan ini jelas merugikan orang-orang yang dituju.
4. Perilaku konsumtif
Selain dampak positif menghemat pengeluaran, new media juga berdampak pada
perilaku konsumtif. Kemudahan berbelanja mengakibatkan orang menjadi
serakah. Tergiur dengan diskon dan segala macam promosi yang ditawarkan para
online shop, membutakan konsumen untuk membeli barang yang sebetulnya tidak
benar-benar mereka butuhkan.
Demikian dampak positif dan dampak negatif dari new media. Dari beberapa contoh di
atas, semoga kita semua sebagai pengguna dapat lebih bijaksana dalam menggunakan media
baru ini.

C. CONTOH KASUS

Dari beberapa dampak positif dan negatif di atas, disini ada beberapa kasus nyata
yang relevan dengan dampak tersebut.

1. GO-JEK
GO-JEK adalah satu bentuk produk new media. GO-JEK sebagai dampak positif
new media yang nyata bergerak di bidang start-up business. Menurut Andrew
Wang, Chief Operating Officer Tech in Asia, start-up business kini identik dengan
perusahaan baru yang bergerak di bidang teknologi, khususnya teknologi
informasi. Jadi, tidak salah jika GO-JEK termasuk dalam dampak positif new
media. Berikut adalah artikel yang menerangkan bagaimana GO-JEK berdiri
dikutip dari republika.co.id.

Nadiem Makarim, Pendiri dan CEO Gojek Indonesia:


Membangkitkan Gairah Usaha Tukang Ojek

Thursday, 01 Jan 1970


Republika/Agung Supriyanto

Sebuah kantor tak terlalu besar di daerah Kemang, Jakarta Selatan, dipenuhi
anak-anak muda belia usia 20-30 tahun. Kantor dua lantai dengan lahan parkir yang
hanya cukup untuk empat mobil ukuran sedang ini terletak di pinggir jalan. Anak-
anak muda itu tampak serius menatap laptopnya masing-masing. Sebagian lalu-lalang
sambil membawa barang untuk difoto.
"Ini untuk contoh produk, Mas," begitu salah satu di antara mereka
menjelaskan aktivitasnya.
Di lantai dua, beberapa ruangan tersekat dengan kaca transparan diisi anak-
anak muda lainnya. Sama halnya di lantai satu, aktivitas mereka tampak jelas terlihat
tengah menatap serius laptopnya masing-masing. Tepat di atas tangga, ada sebuah
ruangan khusus yang diisi empat orang. Segala aktivitas mereka juga sangat jelas
terlihat dari luar. Ruangan kantor bak akuarium transparan inilah ruangan yang
digunakan Nadiem Makarim bersama-sama tim board of director PT Gojek Indonesia.
Nadiem adalah sosok di balik revolusi industri transportasi khas Indonesia,
ojek. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi mobile, Nadiem sukses
membangun Gojek, sebuah layanan jasa ojek berbasis aplikasi Android menjadi
sebuah perusahaan layanan transportasi alternatif yang digemari masyarakat. Dengan
beragam fitur yang ditawarkan Gojek, seperti antar bepergian, pengiriman barang,
pesan antar makanan, berbelanja, dan layanan lainnya, Gojek adalah jawaban atas
masalah kemacetan dan kebutuhan kecepatan penduduk kota-kota besar.
Di mata Nadiem, ada tiga masalah besar yang tersaji di kota-kota besar.
Kemacetan, kurangnya lahan pekerjaan di sektor informal, dan ketidakefisienan pasar
di sektor transportasi, khususnya ojek. Mengapa ojek? Alasannya sederhana. Bagi
pria kelahiran Singapura, 4 Juli 1984, ini, ojek adalah alat transportasi sehari-hari
yang dia gunakan untuk menopang mobilitasnya.
Kendati sudah berganti-ganti pekerjaan sejak 2006, ojek adalah alat
transportasi yang terus melekat ke mana pun kakinya melangkah. "Naik ojek itu enak,
bisa cepat sampai dan terhindar macet," katanya.
Pernah menyandang jabatan tinggi di perusahaan bergengsi, sebut saja
konsultan manajemen di perusahaan konsultan ternama di Jakarta, Mckinsey &
Company, managing director Zalora Indonesia (saat mengelola Rocket Internet
Indonesia), dan chief innovation officer Kartuku, tak membuat Nadiem memilih
tampil gaya bepergian dengan sedan mewah. Daripada nyaman berada di kabin sedan
mahal ber-AC, Nadiem memilih berojek ria saat mondar-mandir di Jakarta.
Kendati bisa diandalkan soal kecepatan, ojek bukan berarti tanpa masalah.
Masalah utama yang sering dijumpai Nadiem adalah ketersediaannya yang tidak
semudah moda transportasi umum lainnya. Padahal, setiap orang, termasuk Nadiem,
menginginkan layanan ojek bisa on demand alias ada saat dibutuhkan. "Ke mana-
mana saya naik ojek, tapi repotnya setiap kali butuh belum tentu ada. Sekalinya ada,
itu ditembak (tarifnya) tinggi banget," kenang pria yang janggutnya tampak baru saja
dipotong.
Berbekal banyak pengalamannya menggunakan ojek itulah Nadiem kemudian
memberanikan diri untuk berhenti dari pekerjaannya dan mendirikan perusahaan
Gojek pada 2011. Alasan tidak betah bekerja di perusahaan orang lain menjadi
peletup awalnya. Apalagi, Nadiem juga bertekad mengontrol takdirnya sendiri.
Ide bisnis transportasi Gojek bertambah kuat saat ia berbincang dengan para
tukang ojek. "Saya pernah mewawancarai beberapa tukang ojek secara random,
kebanyakan mengeluh susah cari pelanggan," kata Nadiem.
Dari para tukang ojek itulah Nadiem menyadari, ternyata waktu pengemudi
ojek lebih banyak dihabiskan untuk sekadar mangkal. Padahal, sebenarnya pengemudi
ojek mampu mendapat penghasilan lebih asalkan mampu memperoleh penumpang.
Namun, ketika penumpang butuh ojek, angkutan motor itu tak selalu hadir di lokasi.
Usaha menjembatani antara kebutuhan penumpang dan pengemudi ojek inilah yang
menjadi awal konsep berdirinya Gojek.
Awal berdiri, Gojek hanyalah sebuah call center. Gojek hanya dikerjakan oleh
tim manajemen dengan jumlah orang terbatas. "Sampai 2014, Gojek cuma
manajemen kecil semacam call center, belum aplikasi, belum online," ucapnya.
Gojek pun mulai melayani konsumen via telepon. Konsumen memesan
layanan ojek melalui call center, kemudian operator akan mencari driver yang
terdekat. Selanjutnya, call center akan memastikan kedatangan driver dengan sistem
navigasi dan koordinasi pelanggan.
Dengan sistem ini, ada beberapa tukang ojek yang mendapat penghasilan
tambahan melalui call center Gojek. Namun, selama tiga tahun menjalankan usaha
dengan model layanan call center, Gojek justru banyak dimanfaatkan perusahaan-
perusahaan untuk melakukan jasa kurir alias antar-mengantar surat, dokumen, atau
barang. "Padahal, awalnya saya ingin (Gojek) untuk transportasi bepergian orang-
orang," ujarnya.
Barulah pada 2014 Nadiem mengelola bisnis Gojek secara penuh. Layanan
Gojek yang awalnya offline beralih masuk di kancah online (daring) dengan aplikasi
khusus. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi mobile inilah Gojek berhasil
merevolusi industri transportasi ojek.
Saat ini, aplikasi Gojek sudah diunduh lebih dari 13 juta orang di berbagai
daerah. Fitur yang ditawarkan Gojek pun berbagai macam, mulai dari pengiriman
barang, pesan antar makanan, berbelanja, hingga berpergian. Gojek pun telah
membawa perubahan di kancah transportasi. Kini, tak kurang dari 210 ribu orang
pengemudi atau biasa dipanggil driver Gojek telah meroda di jalanan. Tercatat, Gojek
telah beroperasi di Jabodetabek, Bali, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Medan, Makassar, Palembang, dan Balikpapan. Nadiem pun tak lagi hanya ditemani
tim manajemen kecil. Sebab, secara total pegawainya telah mencapai sekitar seribu
orang.
Semakin hari, layanan Gojek pun semakin berkembang mengikuti demand
konsumen yang terus meningkat. Saat masih mengedepankan layanan jasa antar pada
jam sibuk dan hari kerja, rata-rata order Gojek per pengemudinya hanya mendapat
tiga sampai empat kali pesanan. Setelah Gojek mengembangkan layanannya dan
beroperasi setiap hari 24 jam, termasuk hari libur, rata-rata pesanan Gojek meningkat
mencapai empat sampai delapan pesanan per pengemudi per hari.
"Ini kan menarik. Ojek bisa makin banyak dapat pesanan, tapi harganya pun
murah. Semua senang," ujar Nadiem.
Nadiem tak bisa memperkirakan jumlah penghasilan yang diterima setiap
pengemudi Gojek yang terdaftar di perusahaannya. Hal yang jelas, semakin driver
Gojek rajin menerima pesanan, maka semakin bertambah pundi-pundi yang
dihasilkan setiap bulannya. Kalau sebelumnya ojek pangkalan rata-rata hanya
mendapat penghasilan di angka ratusan ribu, Nadime yakin rata-rata penghasilan
Gojek tak kurang dari Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per bulan.
"Tapi, ya, itu tadi, semua tergantung driver-nya. Kalau mereka rajin ambil
pesanan, pendapatannya bisa jauh di atas itu," katanya.
Selain menciptakan cara layanan ojek model baru, aplikasi Gojek juga banyak
diikuti para perintis usaha baru (startup). Setidaknya, ada enam aplikasi serupa yang
membuat layanan jasa ojek serupa Gojek. Perbedaannya hanya tarif awal dan per
kilometer berikutnya. Bagi Nadiem, para pengusaha muda kreatif pembuat aplikasi
serupa Gojek bukanlah kompetitor yang harus dikalahkan atau ditaklukkan.
"Hal ini justru bikin hati saya senang. Semakin kita dikopi/, apalagi itu dengan
karya anak bangsa, dampaknya membuat masalah kompetisi kita yang semua dari luar
negeri, bisa ditekan. Justru yang saya ingin lihat sebenarnya lebih banyak pemain
lokal, maju. Ya, enggak apa-apa menggunakan, mencontek Gojek. Itu enggak apa-
apa," katanya.  Oleh Rizky Suryarandika, ed: Eh Ismail

Dari kasus nyata sebagai dampak positif new media di atas, kita dapat
menghubungkannya dengan Teori Social Construction of Technology (SCOT). Teori ini
adalah satu teori mengenai studi ilmu teknologi. Bahwa teknologi tidak menentukan tindakan
manusia melainkan manusia yang membentuk teknologi. Menurut teori ini, media baru
merupakan wujud dari perubahan perilaku manusia yang menginginkan segalanya berjalan
dengan cepat dan responsif terhadap banyak hal. Pandangan teori ini dapat dibenarkan karena
pada kenyataannya GO-JEK tercipta karena adanya ketidakpuasan manusia dalam bertindak.
Sehingga ia menciptakan suatu perubahan yang dapat memenuhi kebutuhannya.

2. SARACEN
Berpindah dari GO-JEK, ada Saracen sebagai dampak negatif new media yaitu
sebuah sindikat yang bertindak sebagai penyebar ujaran kebencian. Tindakannya
dianggap sebuah bentuk kejahatan luar biasa karena sebagian masyarakat yang
menerima atau membaca informasi mengenai ujaran kebencian masih mudah
terbawa dengan isu-isu SARA maupun berita bohong yang disebarkan sehingga
mudah memecah belah bangsa. Berikut adalah artikel yang berkaitan dengan
saracen dikutip dari liputan6.com.

Begini Awal Terbentuk Sindikat Saracen

Andry Haryanto
26 Agu 2017, 10:03 WIB

Tersangka kasus penyebaran ujaran bernada kebencian lewat internet digiring


polisi usai rilis di Jakarta, Rabu (23/8). Tiga tersangka masuk dalam satu kelompok.
(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi masih mengungkap sindikat Saracen yang


diduga menyebarkan hate speech atau ujaran kebencian di media sosial.

Ujaran kebencian dijadikan ladang bisnis dengan tarif hingga puluhan juta
rupiah. Lantas, bagaimana awal mula terbentuknya sindikat ini?

Jasriadi, yang merupakan ketua sindikat ini, mengklaim kelompok ini


terbentuk untuk menghancurkan kelompok grup media sosial lain, yang menurutnya
melakukan ujaran kebencian.

"Saracen awalnya terbentuk begitu saja, setelah kita hack grup yang
namanya--ada kata binatang," ujar Jasriadi dalam wawancara khusus bersama
Liputan6.com, Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Agustus 2017.

"Nah, di situ isi dalam grup itu ujaran kebencian banyak, dan kami sebagai tim
yang punya keahlian ingin menghancurkan grup tersebut," dia melanjutkan.

Dari situlah, kata Jasriadi, pihaknya mulai menghimpun jaringan melalui


media sosial untuk menghancurkan grup tersebut.

"Ternyata grup itu admin-adminnya banyak yang menyamar. Nah, saya


merasa terpanggil untuk menghancurkan (grup) itu. Saya coba mengambil-alih grup
itu," ujar dia.

Nama Sarecen sendiri, kata Jasriadi, berarti perjuangan di media sosial.


Namun, dia tidak menjelaskan tujuan perjuangan yang dimaksud.

"Waktu itu kita menggunakan Saracen, Saracen ini yang membuat nama si
Ropi--Ropi Yatman tak lain mantan pacar tersangka Sri Rahayu Ningsih. Dia ambil
dari (internet). Kalau enggak salah artinya perjuangan di media sosial," ujar dia.

Dari kasus diatas, kita dapat menghubungkannya dengan Teori Media Komunikasi.
Teori ini menjelaskan bagaimana media berpengaruh dalam menyebarkan informasi tertentu
baik secara fisik maupun psikologis. Di dalam teori ini kita dapat melihat bagaimana suatu
media berpengaruh terhadap pendengar. Tindakan saracen dalam menyebarkan ujaran
kebencian dapat memecah belah masyarakat terutama bagi masyarakat awam yang menelan
mentah-mentah informasi yang mereka dapat.

Anda mungkin juga menyukai