Anda di halaman 1dari 12

PENGEMBANGAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

TERAPI INHALASI NEBULIZER TERHADAP PENURUNAN


SESAK NAPAS PADA PASIEN ASMA
(1) Esti Qomariah, (2) Isnayati
Program Diploma Tiga Keperawatan, Akademi Keperawatan Pelni Jakarta
Email: estiqomariah1718@gmail.com No HP: 085718553196

Abstrak

Latar Belakang: Asma merupakan gangguan saluran pernapasan pada bronkus yang ditandai
adanya bronkospasme periodik yang reversibel (kontraksi berkepanjangan saluran napas
bronkus), yang menyebabkan penyempitan jalan napas karena edema. Pasien akan mengalami
gejala pernapasan seperti adanya peningkatan produksi sputum, suara napas weezing, sesak
napas, dada terasa berat yang menyebabkan terjadinya keterbatasan aliran udara ekspirasi
sehingga terjadinya sianosis, wajah pucat dan lemas. Penanganan pasien asma yang dapat
dilakukan yaitu salah satunya, pemberian terapi inhalasi menggunakan nebulizer. Tujuan:
Tersusunya Pengembangan SPO terapi inhalasi nebulizer terhadap penurunan sesak napas
pada pasien asma. Metode: literature review dengan cara mengumpulkan jurnal-jurnal terkait
SPO, mengidentifikasi jurnal-jurnal SPO, menganalisis SPO, dan menentukan rencana
pengembangan SPO terapi inhalasi nebulizer terhadap penurunan sesak napas pada pasien
asma. Hasil: studi literature ini menunjukkan bahwa tersusunya pengembangan SPO terapi
inhalasi nebulizer terhadap penurunan sesak napas pada pasien asma. Kesimpulan:
berdasarkan literature review yang dilakukan dari lima jurnal tersebut, maka penulis dapat
mengembangkan SPO terapi inhalasi nebulizer dengan jumlah 28 langkah SPO.

Kata kunci: Asma, Literature Review, Sesak Napas, SPO, Terapi Inhalasi Nebulizer

Abstract

Background: Asthma is a respiratory tract disorder in the bronchi marked by reversible


periodic bronchospasm (prolonged contraction of the bronchi airways), which causes
narrowing of the airway due to edema, one day making breathing difficult. Patients will
experience respiratory symptoms such as an increased sputum production, wheezing ,
shortness of breath, chest feeling heavy which causes limited air flow expiratory so that
cyanosis, restless feelings, pale face and weakness. Handling asthma patients that can be done
is one of them, giving inhalation therapy using a nebulizer. Objective: Sustained
development of SPO nebulizer inhalation therapy to reduce shortness of breath in asthma
patients. Method: Literature review by collecting journals, related to SPO, Identifying SPO
journals, analyzing SPOs, and determining SPO development plans for nebulizer inhalation
therapy to reduce shortness of breath in asthma patients Results: this literature study shows
that performing nebulizer inhalation therapy can be inhaled by shortness of breath in asthma
patients. Conclusion: based on the literature review conducted from the five journals, the
authors were able to developing the SPO for nebulizer inhalation therapy with a total of 28
steps of SPO.

Keywords: Asthma, Literature Review, Nebulizer Inhalation Therapy Shortness of


Breath, SPO.
Pendahuluan

Asma merupakan gangguan saluran pernapasan pada bronkus yang ditandai adanya
bronkospasme periodik yang reversibel (kontraksi berkepanjangan saluran napas bronkus),
yang menyebabkan penyempitan jalan napas karena edema, sehingga membuat pernapasan
menjadi sulit. Penderita akan mengalami gejala pernapasan seperti adanya infeksi yang
menyebabkan peningkatan produksi sputum. Penderita asma akan mengalami gejala
pernapasan lainya seperti mengi atau weezing, sesak napas, dada terasa berat yang
menyebabkan terjadinya keterbatasan aliran udara ekspirasi sehingga terjadinya sianosis,
perasaan gelisah, wajah pucat dan lemas (The Global Asthma Report, 2018 (1); Kuswardani,
dkk, 2017) (2).
Penyakit pernapasan kronis, termasuk asma menyebabkan 15% kematian didunia,
angka kejadian asma sebanyak 339 juta orang di seluruh dunia yang mengalami asma dari
berbagai negara yaitu berkisar 1-18%. Prevelensi asma terus meningkat di negara Afrika,
Amerika latin, Eropa Timur dan Asia (The Global Asthma Report, 2018) (1).
Secara nasional prevalensi asma pada penduduk di Indonesia dengan umur
berdasarkan diagnosis dokter yaitu terbesar dengan presentase tertinggi pada usia 75 tahun
(Kemenkes RI, 2018) (3). Prevelensi asma di provinsi pada penduduk semua umur
berdasarkan diagnosis dokter, kasus tertinggi terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
presentase (4,5%), di daerah DKI Jakarta prevalensi Asma berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk semua umur menurut provinsi tercatat sebesar 40.210 orang atau (2,6%). Namun
proporsi kekambuhan asma dalam 12 bulan terakhir pada penduduk semua umur di provinsi
DKI Jakarta tercatat sebesar 1.001 orang atau (52,7%) penduduk yang mengalami
kekambuhan (Kemenkes RI, 2018) (3). Kekambuhan terjadi karena perubahan suhu dingin,
alergen paparan debu, hewan peliharaan, makanan, dan asap rokok (Widiastutik., Ningsih., &
Najib 2017) (4).
Gejala yang sering terjadi pada pasien asma adalah adanya keluhan batuk di siang hari
dan malam hari, terdengarnya suara mengi (Wheezing) seperti siulan saat bernapas dan
biasanya lebih banyak terdengar saat menghembuskan napas, dan mengalami masalah
pernapasan seperti kehabisan napas, terengah-engah, dan terjadinya sesak napas (John’s
Creek, 2020) (5).
Sesak napas adalah kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas (Ambarwati, 2017)
(6). Sesak napas merupakan keadaan seseorang kekurangan udara sehingga frekuensi
napasnya menjadi cepat, sehingga muncul rasa sesak di dada (Dwicahyo, 2017) (7). Namun
jika terjadi dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan apnea (henti napas) dan
kematian. Pada penderita asma penanganan yang dapat dilakukan jika terjadi sesak napas
yaitu pemberian terapi inhalasi menggunakan nebulizer (Ridwan, 2017) (8).
Inhalasi adalah tindakan pemberian obat berbentuk uap yang dihirup pasien dengan
tujuan tertentu. (Tim Dosen Departemen KMB, 2019) pada pasien asma, inhalasi adalah
terapi yang tepat untuk mengatasi gejala sesak napas. Untuk mengurangi gejala sesak napas,
terapi inhalasi diberikan menggunakan nebulizer.
Inhalasi yang paling tepat digunakan pada penderita asma adalah menggunakan
nebulizer, nebulizer merupakan pilihan terbaik pada kasus-kasus yang berhubungan dengan
inflamasi tertutama pada penderita asma (Lestari, 2018) (9). Pemberian inhalasi menggunakan
nebulizer adalah terapi pemberian obat dengan cara menghirup larutan obat yang sudah
diubah menjadi gas yang berbentuk seperti kabut dengan bantuan alat yang disebut nebulizer.
Pada saat terapi ini diberikan, klien dapat bernafas seperti biasa. Umumnya prosedur ini tidak
lama, hanya berkisar sekitar 5-10 menit (Anggraini dkk, 2019) (10).
Berdasarkan pengalaman yang penulis peroleh selama praktik di Rumah Sakit, penulis
menemukan kasus pasien dengan penyakit asma dimana pasien mengalami sesak napas.
Penulis memberikan terapi inhalasi menggunakan nebulizer kemudian hasil yang didapatkan
setelah dilakukan perhitungan pernapasan terjadi penurunan sesak napas. Setelah
mengumpulkan dan membaca jurnal, melakukan Standar Prosedur operasional (SPO)
nebulizer di rumah sakit di temukan bahwa Standar Prosedur Operasional (SPO) yang
dilakukan berbeda-beda namun hasil yang didapatkan tetap sama yaitu menurunkan sesak
napas. Dari berbagai macam langkah-langkah yang berbeda di setiap jurnal, maka penulis
tertarik mengembangkan Standar Prosedur Operasional (SPO).

Metode

Penulisan Karya tulis ilmiah ini merupakan tinjauan literature (literature review) yang
mengkaji berbagai informasi/jurnal penelitian terkait penanganan sesak napas pada pasien
asma dengan tindakan pemberian terapi inhalasi nebulizer. Literature review dalam penulisan
ini dapat melalui pencarian sistem database terkomputerisasi google scholar, Perpusnas.go.id,
dan schib dengan memasukkan kata kunci “Asma”, “sesak napas”, “terapi inhalasi nebulizer”
hingga dipilih beberapa jurnal yang penulis anggap relevan sejumlah 5 jurnal. Metode
literature review yang penulis gunakan yaitu dengan PDSA (Plan, Do, Study, Act).
Tahap Plan (1) Mengumpulkan jurnal-jurnal terkait pengembangan SPO terapi
inhalasi nebulizer terhadap penurunan sesak napas pada pasien asma. (2) Mengidentifikasi
jurnal-jurnal terkait SPO Terapi Inhalasi Nebulizer Terhadap Penurunan Sesak Napas pada
Pasien Asma. (3) Menganalisis SPO Pemberian Terapi Inhalasi Nebulizer Terhadap
Penurunan Sesak Napas pada Pasien Asma. (4) Menentukan rencana pengembangan SPO
pada pasien asma yaitu dengan menggunakan intervensi terapi inhalasi nebulizer. Tahap Do
penulis mengembangkan SPO terapi inhalasi nebulizer terhadap penurunan sesak napas pada
pasien asma. Tahap Study (1) penulis melakukan study literatur sebanyak lima jurnal terkait
terapi inhalasi nebulizer pada pasien asma. (2) Penulis mencari jurnal atau teori pendukung
sebagai bentuk rasionalisasi asuhan keperawatan dalam setiap proses atau langkah pada SPO
yang penulis kembangkan. (3) Penulis menganalisis hasil pencarian literature review terkait
terapi inhalasi nebulizer pada Pasien asma. (4) Penulis menetapkan langkah-langkah yang
tepat saat melakukan terapi inhalasi nebulizer sehingga menjadi SPO. Tahap Act
Pengembangan SPO ini akan menghasilkan SPO inhalasi nebulizer yang baru untuk dipakai,
dievaluasi kembali terhadap penurunan sesak napas agar hasil yang didapatkan menjadi lebih
tepat.

Hasil

Dikembangkan SPO pemberian terapi inhalasi nebulizer terhadap penurunan sesak


napas pada pasien Asma.

No SPO Rasionalisasi
Perilaku caring perawat dapat meningkatkan
perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis,
spiritual, dan sosial. Meningkatkan interaksi
Memberi salam dan sosial dengan cara meningkatkan sikap
1
memperkenalkan diri. penerimaan satu sama lain untuk mengatasi
kecemasan dan pemecahan masalah kesehatan.
Komunikasi yang baik dapat meningkatkan
kepatuhan pasien dalam hal pengobatan dan
No SPO Rasionalisasi
perawatan penyakitnya, serta mempunyai peranan
yang cukup besar bagi kepuasan pasien yang
berobat dan dirawat (Kusomo, 2017 (11);
Purnamasari, 2020 (12); Lasmiah, 2020) (13).

Memastikan benar klien, yang mendapatkan


terapi. Identifikasi identitas pada pasien dapat
Mengidentifikasi identitas membedakan antara pasien satu dengan yang
2 pasien sebelum melakukan lainnya guna ketepatan pemberian pelayanan,
tindakan pengobatan dan tindakan atau prosedur kepada
pasien. (Noviestari & Supartini, 2015 (14); Arini,
Yuliastuti, & ito, 2019) (15).

Membantu meminimalisir kecemasan selama


Menjelaskan prosedur dan prosedur tindakan dilakukan serta meningkatkan
3 tujuan kegiatan kepada kepercayaan atau pemahaman dengan klien
pasien (Noviestari & Supartini, 2015 (14); Khairani,
2019) (16).

Memastikan persetujuan antara perawat dan


pasien mengenai waktu selama tindakan
4 Melakukan kontrak waktu dilakukan (Kusumawardhani, 2019 (17);
Khairani, 2019) (16).

Memastikan pasien mendapatkan informasi yang


diperlukan dan benar-benar paham dengan
informasi yang diberikan, serta menyaksikan
pasien menandatangani formulir persetujuan
tindakan guna mencegah terjadinya kecelakaan
dan melindungi pasien dari kemungkinan efek
Menanyakan persetujuan yang tidak diinginkan dari suatu tindakan
5 dan kesiapan pasien (In- diagnostik maupun pengobatan. Informed
formed Consent) Consent memberikan keterangan penjelasan
tentang diagnosis, indikasi prosedur dan
persetujuan/izin dari pasien yang diberikan
dengan bebas, rasional, tanpa voluntary tentang
tindakan kedokteran yang akan dilakukan
(Sulistiyowati, 2016 (18); Mathar, 2018 (19);
Murdiman, 2019) (20).

Istirahat fisik dan psikologis dengan ruangan


yang tenang, nyaman, bersih akan membantu
Menyiapkan ruangan yang mengurangi stress saat akan dilakukan tindakan
6
tenang dan nyaman (Noviestari & Supartini, 2015(14); Doenges,
2019) (21).

Memberikan akses yang mudah terhadap


peralatan untuk mencegah prosedur menjadi
7 Menyiapkan Alat-alat
lambat. Alat memiliki peranan penting dalam
membantu meningkatkan asuhan keperawatan
No SPO Rasionalisasi
(Noviestari & Supartini, 2015 (14); Syajaah,
2018) (22).

Posisi semi fowler membantu memaksimalkan


ekspansi paru dan mengurangi upaya pernapasan.
Ventilasi maksimal dapat membuka area
atelectasis dan meningkatkan pergerakan sekresi
Memberikan posisi semi ke jalan napas yang lebih besar untuk
8
fowler dikeluarkan. Posisi semi fowler membuat klien
lebih rileks dan melancarkan jalan napas
(Doenges, 2019 (21); Rohmah & walid, 2019
(23); Zahroh & Istiroh, 2019) (24).

Mengangkat bakteri dari permukaan kulit dan


mengurangi penyebaran infeksi. Tangan
merupakan media yang sangat ampuh untuk
9 Mencuci tangan 6 langkah berpindahnya penyakit pelaksanaan 5 momen dan
6 langkah cuci tangan dapat mencegah terjadinya
infeksi nosokomial. (Noviestari & Supartini, 2015
(14); Dewi & Ratna, 2017) (25).

Mencegah terjadinya kontaminasi virus dan


bakteri antara perawat dan pasien, penggunaan
handscoon bertujuan untuk melindungi tangan,
10 Memakai Handscoon mencegah penularan flora kulit, mencegah kontak
dengan semua jenis cairan tubuh dan bahan kimia
yang berbahaya (Suprapto, 2020 (26); Budiana,
2019) (27)

Takipnea biasanya terjadi hingga beberapa derajat


dan mungkin terdengar jelas. Pernapasan dangkal
dan cepat dengan ekspirasi memanjang jika
Mengukur frekuensi nafas dibandingkan inspirasi serta bermanfaat dalam
11 sebelum tindakan mengevaluasi derajat gawat napas dan kronisitas
menggunakan flowmeter proses penyakit. Pengukuran ini untuk
mendapatkan nilai yang akurat frekuensi napas
dan memantau pola pernapasan (Doenges, 2019;
Khairani 2019).
Mencatat hasil pre test Mengetahui perkembangan status frekuensi
12 frekuensi nafas di lembar pernapasan sebelum dilakukan tindakan
observasi (Sholichah, 2018) (28).

Memberikan akses yang mudah terhadap


Mendekatkan alat-alat peralatan untuk mencegah prosedur menjadi
13
kepasien lambat (Noviestari & Supartini, 2015) (14).

Untuk menyalakan mesin nebulizer (Budi, 2017)


Sambungkan nebulizer (29).
14
pada listrik.
No SPO Rasionalisasi
Menyambungkan nebulizer Memudahkan obat mengalir dengan lancar saat
pada selangnya, lalu selang dilakukan terapi inhalasi nebulizer (Wintarti,
15
nebulizer pada masker 2019)
sungkup.
Memastikan pemberian obat sesuai dengan
program terapi dan memastikan obat bekerja
dengan baik. Pemberian ini bertujuan untuk
Memasukkan obat ke menurunkan kekentalan secret, relaksasi pada
16 dalam sungkup sesuai spasme otot pernapasan, membuat sputum atau
dosis. secret menjadi encer, membebaskan jalan napas
dan membuat jalan napas menjadi lembab
(Wardani, 2018 (30) ; Azizah, 2020) (31)

Mengencerkan obat bronkodilator dengan


diperolehnya kelembapan saluran pernapasan
Mengisi sungkup nebulizer yang lebih baik sehingga berdampak terhadap
17 dengan aquades sebanyak 2 pengenceran, peningkatan fungsi (VEP1) dan
cc menggunakan spuit 3cc pengeluaran secret (Rihiantoro, 2017 (32);
Khairani, 2019) (16).

Memastikan alat nebulizer hidup dan


Menghidupkan nebulizer mengeluarkan uap/kabut sebelum diberikan
dan menunggu sampai kepada pasien dan memastikan masker sungkup
18 kabut sedikit keluar dan menutupi hidung dan mulut, agar pemberian
berikan masker sungkup ke nebulisasi berjalan dengan baik (Gustiawan, 2017
pasien (33); Wintarti, 2019)

Terjadinya pelebaran pada saluran pernapasan


yang menyempit akibat adanya secret dan
berkurangnya sesak napas yang dirasakan pasien,
Menganjurkan pasien sehingga dapat memaksimalkan bernapas,
19 menghirup obat dalam menurunkan kerja napas, memberikan
nebulizer. kelembapan pada membrane mukosa, dan
membantu pengenceran secret (Yosmar, 2016;
Wardani, 2018) (34).

Mengobservasi keadaan Memastikan kepatenan aliran uap yang dihirup


20 pasien selama terapi lancar selama terapi inhalasi nebulizer dilakukan
dilakukan 5-10 menit. (Noviestari & Supartini, 2015) (14)

Informasi tindakan kepada pasien untuk


Memberitahukan kepada mengetahui pengobatan sudah selesai dilakukan
21 pasien bahwa tindakan dan mengevaluasi terapi yang dilakukan
sudah selesai. memberikan/mengurangi keluhan (Djaharuddin,
dkk, 2017) (35).
No SPO Rasionalisasi
Memberikan kumur-kumur minum air putih
hangat dapat mengurangi rasa pahit dimulut
setelah dilakukan nebulizer. Pemberian minum
air putih hangat memberikan efek hidrostatik dan
Memberikan kumur-kumur hidrodinamik, hangatnya membuat sirkulasi
22 dan minum air putih hangat peredaran darah khususnya pada daerah paru-paru
setelah tindakan nebulizer. menjadi lancar, pemberian air minum putih
hangat dapat memperlancar pernapasan,
meningkatkan kelancaran jalan napas untuk
memperbaiki pola napas (Adiputra, 2017 (36);
Gurusinga, 2021) (37).

Takipnea biasanya terjadi hingga beberapa derajat


Mengukur frekuensi nafas dan mungkin terdengar jelas. Pernapasan dangkal
menggunakan flowmeter dan cepat dengan ekspirasi memanjang jika
23 dibandingkan inspirasi serta bermanfaat dalam
15 menit setelah dilakukan
tindakan mengevaluasi derajat gawat napas dan kronisitas
proses penyakit (Doenges, 2019) (21).

Untuk mencegah infeksi silang dan memelihara


24 Merapikan alat-alat. peralatan dalam kondisi baik (Khairani, 2019)
(16).

Tidak membawa virus dan bakteri ke pasien lain


dan mencegah terjadinya perpindahan kuman,dan
25 Melepaskan sarung tangan. mengurangi transmisi mikroorganisme (Perry &
Potter, 2015 (38); Kemenkes RI, 2017) (39).

Mengangkat bakteri dari permukaan kulit dan


mengurangi penyebaran infeksi. Tangan
merupakan media yang sangat ampuh untuk
berpindahnya penyakit oleh karena itu perawat
26 Mencuci tangan kembali. wajib melakukan pelaksanaan 5 momen dan 6
langkah cuci tangan untuk mencegah terjadinya
infeksi nosokomial (Noviestari & Supartini, 2015
(14); Dewi & Ratna, 2017) (25).

Kontrak ini penting dibuat agar kesepakatan


antara perawat dan pasien untuk pertemuan
berikutnya. Kontrak yang dibuat meliputi tempat,
waktu, dan tujuan interaksi. Komunikasi
terapeutik yang diaplikasikan secara baik akan
Melakukan kontrak untuk memberikan kenyamanan tersendiri kepada
27 pasien sehingga membuat pasien merasa puas
kunjungan selanjutnya
atas pelayanan yang diberikan terutama dalam hal
komunikasi terapeutik (Anjaswarni, 2016 (40);
Pieter, 2017 (41); Kusumo 2017) (11).
No SPO Rasionalisasi
Berguna dalam mendefinisikan tingkat masalah
dan pilihan intervensi yang akan dilakukan
selanjutnya dengan tepat. Bukti pencatatan dan
pelaporan yang dimiliki perawat dalam
Dokumentasi hasil melakukan catatan keperawatan yang berguna
28 untuk kepentingan klien, perawat, dan tim
evaluasi.
kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan serta mendukung kualitas pelayanan
yang diberikan (Pancaningrum, 2015 (42);
Doenges, 2019) (21).

Pembahasan

Hasil Penelusuran literature Review SPO Terapi Inhalasi Nebulizer Terhadap


Penurunan Sesak Napas pada Pasien Asma yang telah didukung oleh beberapa jurnal terkait
didapatkan hasil bahwa SPO setiap jurnal yang dilakukan berbeda-beda namun hasil yang
didapatkan tetap sama yaitu menurunkan sesak napas, maka dilakukanlah pengembangan
SPO oleh penulis, SPO yang akan dikembangkan oleh penulis yaitu pada tahap memberikan
salam dan memperkenalkan diri karena pada setiap tindakan SPO tidak semua peneliti
melakukan komunikasi, komunikasi yang baik dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
hal pengobatan dan perawatan penyakitnya, (Lasmiah, 2020) (13). Selanjutnya mengukur
frekuensi napas pasien sebelum dan sesudah melakukan tindakan karena menurut penulis
tahap ini penting untuk mendapatkan nilai yang akurat frekuensi napas dan memantau pola
pernapasan sebelum diberikan tindakan (Doenges, 2019 (21); Khairani 2019) (16). Selain itu,
mencuci tangan 6 langkah setiap pelaksanaan 5 moment dimana ini adalah hal yang sangat
penting dilakukan sebelum tindakan karena dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial
(Dewi & Ratna, 2017) (25) serta yang paling terpenting adalah memakai handscoon/ sarung
tangan saat melakukan tindakan. Selanjutnya tahap yang akan dikembangkan yaitu pemberian
campuran aquades/saline sebanyak 2 cc menggunakan spuit 3 cc dimana tidak semua peneliti
melakukan campuran ini, dan menurut saya dengan adanya campuran maka tindakan akan
lebih efektif karena berfungsi untuk kelembapan saluran pernapasan yang lebih baik sehingga
berdampak terhadap pengenceran, peningkatan fungsi (VEP1) dan pengeluaran secret
(Rihiantoro, 2017) (32). Selain itu tahap yang paling terpenting penulis kembangkan yaitu
memberikan kumur-kumur air putih hangat dan memberikan minum setelah tindakan karena
dengan memberikan kumur-kumur minum air putih hangat dapat mengurangi rasa pahit
dimulut setelah dilakukan nebulizer (Adiputra, 2017) (36).
Setelah melakukan analisa terhadap 5 jurnal SPO tersebut di dapatkan hasil bahwa
tindakan SPO yang dilakukan berbeda-beda. Namun hal yang menarik setelah penulis
menganalisa SPO ini, pemberian obat dalam setiap jurnal tersebut berbeda-beda ada yang
memberikan Combivent yang berfungsi untuk melonggarkan saluran napas, bisolvon untuk
mengencerkan dahak, Nacl untuk mengencerkan dahak, atrovent dan ventolin untuk
melonggarkan saluran napas, Ipratropium dan fenetrol berfungsi untuk meredakan gejala
sesak napas (Purnomo, D., Abidin, Z & Ardianto, R, 2019) (43). Dapat disimpulkan bahwa
pemberian obat yang berbeda-beda tetap efektif karena memiliki fungsi yang sama untuk
melonggarkan jalan napas dan mengencerkan dahak selain itu pemberian obat berbeda juga di
dukung oleh beberapa penelitian.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lumbantobing, V, (2017) (44) dengan judul
“Efektivitas Terapi Nebulizer Dengan Ipratropium Dan Fenetrol Terhadap Sesak Napas dan
Saturasi Oksigen pada pasien Asma Bronkial di Ruang Rawat Inap RSUD X Jawa Timur”
menyebutkan bahwa Setelah diberikan terapi nebulizer pada pasien penderita asma,
pemberian ipratropium dan fenetrol efektif dengan hasil adanya penurunan frekuensi
pernapasan, peningkatan SPO2 dan sesak napas berkurang.
Penelitian yang dilakukan oleh Shokry, Saeed, & Rabea, (2020) (45) dengan judul
“Efektivitas Nebulizer Dan Kemanjuran Pemberian Bronkodilator Terhadap Penurunan Sesak
Napas Dan Peningkatan Volume Ekspansi Paru Pada Pasien Asma” menyebutkan bahwa hasil
dari penelitian ini bahwa terapi inhalasi yang diberikan efektif untuk mengurangi sesak napas,
dan peningkatan volume paru pada pasien asma. Nebulisasi sangat efektif dan berpengaruh
dalam pengobatan asma, karena nebulizer memiliki manfaat memberikan relaksasi pada
spasme otot pernapasan, membuat sputum atau secret menjadi encer, membebaskan jalan
napas dan membuat jalan napas menjadi lembab (Azizah, Sasono, & Fikriana, 2020). (31)
Berdasarkan hasil penelusuran SPO yang dilakukan mengenai Terapi Inhalasi
Nebulizer Terhadap Penurunan Sesak Napas pada Pasien Asma, didukung oleh jurnal-jurnal
terkait dan hasil yang didapatkan, maka penulis menyimpulkan bahwa penulis telah berhasil
mengembangkan SPO terapi inhalasi nebulizer dengan jumlah 28 tindakan SPO yang
bertujuan untuk menurunan sesak napas pada pasien asma.

Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil pengembangan Standar Prosedur Operasional (SPO) terapi


inhalasi nebulizer terhadap penurunan sesak napas pada pasien asma antara lain:
1. Teridentifikasinya jurnal-jurnal terkait Pengembangan Standar Prosedur Operasional
(SPO) Terapi Inhalasi Nebulizer Terhadap Penurunan Sesak Napas pada Pasien Asma.
2. Teranalisisnya Standar Prosedur Operasional (SPO) Pemberian Terapi Inhalasi
Nebulizer Terhadap Penurunan Sesak Napas pada Pasien Asma.
3. Tergambarnya Standar Prosedur Operasional (SPO) terapi nebulizer secara benar dan
tepat yang dapat diterapkan pada pasien asma dengan sesak napas.

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak/Ibu/Saudara yang penulis hormati yaitu:
Ahmad Samdani, SKM., M.PH., Ketua Yayasan Samudra APTA, Buntar Handayani,
S.Kp.,M.Kep.,MM., Direktur Akademi Keperawatan PELNI Jakarta, Sri Atun Wahyuningsih,
Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.J., Ketua Program Studi Diploma Tiga Akademi Keperawatan PELNI
Jakarta, Suhatridjas, Dra., S.Kep.,MKM Sebagai Wadir III dan Ketua Dewan Penguji Karya
Tulis Ilmiah, Tini Wartini, S.Pd., S.Kep., MKM Sebagai Dosen dan Pembimbing Pendamping
Karya Tulis Ilmiah, Isnayati, Ns., M.Kep sebagai Dosen Pembimbing Karya Tulis Ilmiah..
Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan,
masukan dan saran diharapkan dari semua pihak. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanfaat untuk kemajuan ilmu keperawatan.
Referensi
1. The Global Asthma Report 2018. Auckland, New Zealand: Global Asthma Network,
2018
2. Kuswardani, Didik, P., & Amanati, S. (2017). Pengaruh nebulizer, infra red dan chest
therapy terhadap asma bronkhiale. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR), 1 (1),
49-56.
3. Kementrian Kesehatan RI. (2018). Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta,
Indonesia: Kementrian Kesehatan RI
4. Widiastutik, DU., Ningsih, TW., & Najib, M. (2017). Eksaserbasi asma pada pasien
asma di wilayah kerja puskesmas pacar keeling Surabaya.Jurnal Keperawatan, Vol. x,
No. 3, pp.140-146.
5. John’s, C. (2020). Signs Of An Asthma Attack. Publication info: Smart Engage. United
States, John’s Creek.
6. Ambarwati, R. (2017). Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: DUA
SATRIA OFFSET.
7. Dwicahyo, HB. (2017). Analisis kadar NH3 karakteristik individu dan keluhan
pernapasan pemulung di TPA sampah benowo dan bukan pemulung di sekitar TPA
sampah benowo Surabaya. Jurnal kesehatan lingkungan, 9(2): 135-144.
8. Ridwan M. (2017). Mengenal dan Menjaga kesehatan Pernapasan. Jakarta: Lontar
Mediatama.
9. Siti L., Handayani, S., & Bakri,H. (2018). Keefektifan pemberian nebulizer terapi
combivent dan terapi bisolvon terhadap petensi jalan napas pada pasien asma bronkial
di ruang IGD BBKPM Makassar. Jurnal Keperawatan Global, 3 (2), 86-97.
10. Anggraini, Y., Mertajaya, IM., Batu, AM., & Leniwita, H. (2019). Petunjuk Praktikum
Keperawatan Dasar. Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.
11. Kusumo, MP. (2017). Pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan
pasien di rawat jalan RSUD Jogja. Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah
Sakit, 6(1), 72-81.
12. Purnamasari, N., Istichomah., & Utami, DP. (2020). Hubungan komunikasi terapeutik
perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap kelas II dan III RSUD Wonosari
Yogyakarta. Jurnal ilmiah keperawatan 1(2), 1-17.
13. Lasmiah., Azis., & Mira, (2020). Hubungan karakteristik perawat dengan praktik
komunikasi terapeutik perawat-klien di puskesmas malili Kab. Luwu Timur. Jurnal
Lontara Kesehatan, 1(1), 67-76.
14. Noviestari, E., & Supartini, Y. (2015). Keperawatan dasar: Manual Keterampilan
Klinis 1. Singapore: Elsevier Australia.
15. Arini, D., Yuliastuti, C., & Ito, JLR. (2019). Hubungan tingkat pengetahuan perawat
tentang identifikasi dalam pasien safety dengan pelaksanaanya di ruang rawat inap
RSUD SK. Lerik Kupang. Jurnal Ilmiah Keperawatan Stikes Hangtuah Surabaya,
14(2), 87-99.
16. Khairani, AI & Suharto. (2018). Keperawatan professional. Yogyakarta: samudra biru
(Anggota IKAPI)
17. Kusumawardhani, OB. (2019). Analisis pengaruh komunikasi terapeutik perawat
terhadap kepuasan pasien di rawat jalan RSUD Karanganyar. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 1(2), 199-213.
18. Sulistiyowati, MAE. (2016). Pelaksanaan advokasi perawat dalam informed consent di
rumah sakit islam sultan agung semarang. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 3(2) 188-194.
19. Mathar, I. (2018). Manajemen Informasi Kesehatan (Pengelolaan Dokumen Rekam
Medis). Yogyakarta: Deepublish
20. Murdiman, N., Harun, AA., Djuhira., & Solo TP. (2019). Hubungan pemberian
informed consent dengan kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di ruang
bedah BLUD rumah sakit Konawe. Jurnal Keperawatan, 2(3), 1-8.
21. Doenges, ME., Moorhouse, MF., & Murr, AC. (2019). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Asuhan Klien Anak-Dewasa. Jakarta: EGC
22. Syajaah, J. (2018). Penggunaan alat peraga sederhana untuk meningkatkan
pemahaman siswa tentan konsep energy panas pada pembelajaran IPA. Jurnal
Elementaria Edukasia, 1(1), 30-37.
23. Rohmah, N., & Walid, S. (2019). Proses Keperawatan Berbasis Kkni. Semarang: AR-
Ruzz Media
24. Zahroh, R., & Istiroha. (2019). Asuhan Keperawatan pada Kasus Hematologi.
Surabaya: CV. Jakad Publishing
25. Dewi, R., & Purwaningsih, E. (2017). Pelaksanaan cuci tangan oleh perawat sebelum
dan sesudah melakukan tindakan keperawatan. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik
9(1), 103-108
26. Suprapto. (2020). Kepatuhan perawat dalam menggunakan alat pelindung diri dasar
APD (handscoon dan masker) di ruangan UGD RSUD Pangkep. Jurnal Keperawatan
Sandi karsa Makassar, 6(3), 1-8.
27. Budiana, I., Nggarang, KF. (2019). Penerapan teknik aseptic pada asuhan keperawatan
di ruang bedah RSUD Kabupaten Ende. Jurnal Keperawatan Terpadu, 1(2), 56-64.
28. Sholichah, ADU. (2018). Perbedaan frekuensi nadi terhadap waktu intubasi setelah
pemberian fentanyl pada pasien general anestesi. Jurnal kesehatan politeknik, 3(1),
80-89.
29. Budi, Y. (2017). Analisa tindakan pemberian nebulizer. Jakarta: Media pustaka
30. Wardani, WI., Setyorini, Y., & Rifai, A. (2018). Gangguan pola napas tidak efektif
pada pasien congestive heart failure (CHF). Jurnal Poltekkes Kemenkes Surakarta,
2(3), 99-113.
31. Azizah, S., Sasono, TR., & Fikriana, R. (2020). Studi Literature pengaruh terapi
nebulizer pada pasien asma. Jurnal Kesehatan, Kebidanan, dan Keperawatan Viva
Medika, 3(1), 18-25.
32. Rihiantoro. (2017). Pengaruh pemberian bronkodilator inhalasi dengan pengenceran
dan tanpa pengenceran NaCL 0,9% terhadap fungsi paru pada pasien asma. Junal
Keperawatan, X (1).
33. Gustiawan, SP., Satriani, NLA., & Agustini, IB. (2017). Hubungan masker sungkup
selama nebulizer terhadap saturasi perifer oksigen pada pasien ppok. JRKN, 1(1), 51-
57.
34. Wardani, WI., Setyorini, Y., & Rifai, A. (2018). Gangguan pola napas tidak efektif
pada pasien congestive heart failure (CHF). Jurnal Poltekkes Kemenkes Surakarta,
2(3), 99-113.
35. Djaharuddin, I., Tabri, NA; Iskandar, H., & Santoso, A.(2017). Keterampilan Klinis
Terapi Inhalasi Nebulisasi. Universitas Hasanudin.
36. Adiputra, IM., Rahayu, K. (2017). Mengkonsumsi air hangat sebelum tindakan
nebulizer meningkatkan kelancaran jalan napas pada pasien asma. Jurnal Ilmu
Kesehatan, 3(2), 38-49.
37. Gurusinga, R., Tarigan, FK., Sitanggang, RM. (2021). Pengaruh mengkonsumsi air
hangat sebelum pemberian nebulizer terhadap peningkatan kelancaran jalan jalan
napas pada pasien asma bronkial. Jurnal Kebidanan Kestra, 3(2), 110-115.
38. Perry, Potter. (2015). Fundamental Keperawatan Buku 2 Edisi 7. Jakarta: Salemba
Medika
39. Kementrian Kesehatan RI. (2017). Permenkes RI nomor 27 tahun 2017 tentang
pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Jakarta, Indonesia: Kementrian Kesehatan RI
40. Anjaswarni, T. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Komunikasi dalam
Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.
41. Pieter, H. Z. (2017). Dasar-Dasar Komunikasi Bagi Perawat. Jakarta: Kencana
42. Pancaningrum, D. (2015). Sistem pendokumentasian asuhan keperawatan di Rumah
Sakit. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
43. Purnomo, D., Abidin, Z., & Ardianto, R. (2019). Pengaruh nebulizer, infrared dan
terapi latihan pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) Et causa asma bronkial.
Jurnal Fisioterapi Widya Husada Semarang, 1(2), 60-69.
44. Lumbantobing, VBM. (2017). Efektivitas terapi nebulizer dengan ipratropium dan
fenetrol terhadap saturasi oksigen. Jurnal Keperawatan BSI, 5(1), 59-64.
45. Astuti, WT., Marhamah, E., & Diniyah, N. (2019). Penerapan terapi inhalasi nebulizer
untuk mengatasi bersihan jalan napas pada pasien bronkopneumonia. Jurnal
Keperawatan, 5(2), 7-13.
46. Shokry, Aa., Saeed,H., Rabea, H. (2020). Efektivitas Nebulizer Dan Kemanjuran
Pemberian Bronkodilator Terhadap Penurunan Sesak Napas Dan Peningkatan Volume
Ekspansi Paru Pada Pasien Asma. Journal Of Drug Delivery Science And Technology,
2(6), 1-4.

Anda mungkin juga menyukai