Anda di halaman 1dari 27

1 RISIKO BANK SYARIAH

Capaian Pembelajaran (Learning Outcome)

1. Mampu mengidentifikasi jenis-jenis risiko perbankan dan perbankan syariah


2. Mampu mengidentifikasi berbagai risiko yang dihadapi perbankan syariah daripada
perbankan konvensional.
3. Mampu membandingkan risiko dari Natural Certainty Contract (NCC) dan Natural
Uncertainty Contract (NUC)
4. Mampu mengantisipasi dampak risiko perbankan syariah.

1.1 Pendahuluan

Risiko pada dunia perbankan sangat berbeda dengan risiko pada sector riil, karena dunia perbankan
adalah dunia yang penuh risiko. Pada sisi sumber dana, bank menghimpun sebagian besar dananya
dari pihak luar dengan permodalan yang sangat kecil. Ini berbeda dengan sector riil yang sebagian
besar dananya merupakan modal sendiri. Disisi aktiva, sebagian besar asset berbentuk
kredit/pembiayaan yang merupakan sumber risiko jika manajemen risiko tidak menerapkan pola
kehati-hatian dalam perbankan (prudencial banking). Maka penerapan manajemen risiko pada
dunia perbankan sangat penting, demikian juga di dunia perbankan syariah.

Penerapan manajemen risiko pada bank syariah sangat diperlukan. Tuntutan pengelolaan risiko
semakin besar dengan adanya penetapan standar-standar Internasional oleh Bank For
Internasional Settlements (BLS) dalam bentuk Basel I dan Basel II Accord. Dan Perbankan
Indonesia mau tidak mau harus mulai masuk kedalam era pengelolaan risiko secara terpadu
(integrated management) dan pengawasan berbasis risiko (risk based supervision).
Ada beberapa alasan mengapa manajemen risiko harus diterapkan di Perbankan Syariah, dan
mengapa begitu penting. Alasan tersebut menurut Zulfikar diantaranya meliputi (1) Bank adalah
perusahaan jasa yang pendapatannya diperoleh dari interaksi dengan nasabah sehingga risdiko
tidak muingkin tidak ada, (2) dengan mengetahui risiko maka kita dapat mengantisipasi dan
mengambil tindakan yang diperlukan dalam menghadapi nasabah bermasalah, (3) dapat lebih
menumbuhkan pemahaman pengawasan,yang merupakan fungsi sangat penting dalam aktivitas
operasional, dan (4) faktor sejarah krisis Perbankan Nasional.

Sebagai lembaga intermediasi keuangan berbasis kepercayan sudah seharusnya bank dan bank
syariah khususnya menerapkan system manajemen risiko. Hal tersebut sesuai dengan peraturan
Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum, yang
mengatur agar masing-masing bank menerapkan manajemen risiko sebagai upaya meningkatkan
efektivitas Prudential Banking.

Penerapan manajemen risiko pada perbankan mempunyai sasaran agar setiap potensi kerugian
yang akan datang dapat diidentifikasi oleh manajemen sebelum transaksi, atau pemberian
pembiayaan dilakukan. Dan konsep manajemen risiko yang terintegrasi, diharapkan mampu
memberikan suatu sort and quick report kepada board of director guna mengetahui risk exposure
yang dihadapi bank secara keseluruhan.

1.2 Pengertian dan Jenis Risiko

Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat
menimbulkan kerugian. Risiko yaitu suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak
diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola
semestinya. Risiko dalam bidang perbankan merupakan suatu kejadian potensial baik yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak
negatif pada pendapatan maupun permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari
namun dapat dikelola dan dikendalikan. 1

Risiko dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu risiko yang sistematis (systematic risk),
yaitu risiko yang diakibatkan oleh adanya kondisi atau situasi tertentu yang bersifat makro, seperti
perubahan situasi politik, perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahn situasi pasar, situasi
krisis atau resesi, dan sebagainya yang berdampak pada kondisi ekonomi secara umum; dan Risiko
yang tidak sistematis (unsystematic risk) yaitu risiko yang unik, yang melekat pada suatu
perusahaan atau bisnis tertentu saja. 2

Macam-macam Risiko yang dihadapi oleh Bank secara umum adalah sebagai berikut:

1
Selamet dan Hoscaro (2008), Manajemen Risiko Bank Syariah.
2
Ali Hasan dan Nugroho (2008), Manajemen Risiko
Gambar 1.1 Tipe Risiko
Credit

Compliance Market

Strategic
Risk Liquidity
Types

Reputation Operational

Legal

Sedangakn bank syariah memiliki risiko yang spesifik dibandingkan dengan bank umum seperti
terlihat pada gambar berikut:

Gambar 1.2 Risiko Bank Syariah

Risiko
Kredit,
Risiko
Risiko Pasar
Investasi

Risiko Imbal Risiko


Hasil Likuiditas

Risiko
Bank
Syariah

Risiko Risiko
Kepatuhan Operasional

Risiko Risiko
Stratejik Hukum
Risiko
Reputasi
Sesuai PBI No.13/23/PBI/2011 tanggal 2 November 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum Syariah, Bank Syariah memiliki resiko terekspos 10 (sepuluh) jenis risiko.
Risiko tersebut meliputi:
1. Risiko Kredit,
2. Risiko Pasar,
3. Risiko Likuiditas,
4. Risiko Operasional,
5. Risiko Hukum,
6. Risiko Reputasi,
7. Risiko Stratejik,
8. Risiko Kepatuhan,
9. Risiko Imbal Hasil Dan
10. Risiko Investasi.

a) Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas pasar dimana risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting
tertentu dengan harga karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan
dipasar. Risiko likuiditas pendanaan dimana risiko yang timbul karena bank tidak mampu
mencairkan assetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.

b) Risiko Pasar

Risiko yang timbul akibat adanya perubahan variabel pasar, seperti: suku bunga, nilai tukar, hargha
equity dan harga komoditas sehingga nilai portofolio/asset yang dimiliki bank menurun.

c) Risiko Kredit

Dimana risiko yang timbul akibat kegagalan (default) dari pihak lain (nasabah/debitur) dalam
memenuhi kewajibannya.

d) Risiko Operasional

Risiko akibat kurangnya sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan
menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan.

e) Risiko Kepatuhan

Risiko kepatuhan timbul sebagai akibat tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya peraturan-
peraturan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku atau yang telah ditetapkan baik ketentuan internal
maupun eksternal.

f) Risiko Hukum
Risiko hukum adalah terkait dengan risiko bank yang menangtgung kerugian sebagai akibat
adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini diakibatkan
antara lain oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan
perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat syahnya kontrak dan pengikatan agunan yang
tidak sempurna.

g) Risiko Reputasi

Risiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau
karena adanya persepsi negatif terhadap bank.

h) Risiko Strategik

Risiko yang timbul karena adanya penetapan dan pelaksanaan strategi usaha bank yang tidak tepat,
pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan-
perubahan eksternal.

8 risiko di atas di bank syariah masih ditambah dengan risiko kepatuhan pada prinsip syariah
(sharia compliance) dan risiko bagi hasil yang disebabkan adanya persaingan disisi eksternal dan
pendapatan riil nasabah serta nisbah yang ditetapkan. Risiko ini spesifik melekat pada bank syariah
yang tidak terdapat pada bank konvensional karena adanya Natural Uncertainty Contract (NUC).

1.3 Risiko-Risiko Yang Dihadapi Bank Syariah


Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa diklasifikasikan menjadi dua bagian
besar. Yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi bank konvensional dan risiko yang memiliki
keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah. Risiko kredit, risiko pasar,
risiko benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi bank
syariah. Tetapi, karena harus mematuhi aturan syariah, risiko-risiko yang dihadapi bank syariah
pun menjadi berbeda.

Karena dalam operasionalnya Bank Syariah punya karakteristik yang berbeda dengan Bank
Konvensional, maka Bank syariah menghadapi risiko-risiko yang unik (khas). Risiko unik ini
muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional. Dalam hal ini
pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank syari’ah menambah kemungkinan
munculnya risiko-risiko lain. Seperti withdrawal risk, fiduciary risk, dan displaced commercial
risk. Dimana:

a) Withdrawal risk merupakan bagian dari spektrum risiko bisnis. Risiko ini sebagian besar
dihasilkan dari tekanan kompetitif yang dihadapi bank syariah dari nak konvesional sebagai
counterpart-nya. Bank syariah dapat terkena withdrawal risk (risiko penarikan dana)
disebabkan oleh deposan bila keuntungan yang mereka terima lebih rendah dari tingkat return
yang diberikan oleh rival kompetitornya.
b) Fiduciary risk sebagai risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran kontrak
investasi baik ketidaksesuaiannya dengan ketentuan syariah atau salah kelola
(mismanagement) terhadap dana investor.
c) Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada
pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di bawah tekanan untuk
mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan
akibat rendahnya tingkat return3.

Risiko-risiko tersebut merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank syariah. Adapun
risiko yang dihadapi bank syariah dalam operasional yang terkait dengan produk pembiayaan yang
dijalankan oleh bank syariah yaitu meliputi :

a) Risiko Terkait Produk

1) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Countracts (NCC)

Yang dimaksud dengan analisis risiko pembiayaan berbasis natural certainty countracts (NCC)
adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan
pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan natural
certainty countracts, seperti murabahah, ijarah, ijarah mutahia bit tamlik, salam dan istisna’.
Penilaian risiko ini mencakup 2 (dua) aspek, yaitu sebagai brikut :

a) Default risk (risiko kebangkrutan).

Yakni risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Industry risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh hal-hal sebagai
berikut:

 karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan


 riwayat eksposur pembiayaan yang bersangkutan di bank konvensional dan pembiayaan
yang bersangkutan dengan bank syariah, terutama perkembangan non performing
financing jenis usaha yang bersangkutan.
 Kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan (industry financial standard).

2. Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis


produksi dan keuangan.
3. Faktior negatif lainnya yang mempengaruhi perusahan nasabah, seperti kondisi group usaha,
keadaan force manjeur, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/C

3
Khan (2009) Manajemen Risiko Bank Syariah
impor, bank garansi) market risk (forex risk, interest risk, scurity risk), riwayat pembayaran
(tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.

b) Recovery risk (risiko jaminan).

Yakni risiko yang terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Kesempurnaan pengiktana jaminan.


2. Nilai jual kemblai jaminan (marketability jaminan).
3. Faktor negatif lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak lain atas jaminan, lamanya
transaksi ulang jaminan.
4. Kredibilitas penjamin (jika ada).

2) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Countracts (NUC)

Yang dimaksud dengan analisi Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty
Countracts (NUC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah
sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memeprhitungkan risiko yang ada dari
pembiayaan berbasis NUC, seperti mudharabah dan musyarakah. Penilaian risiko ini mencakup 3
(tiga) aspek, yaitu sebagai berikut:

a) Business risk (risiko bisnis yang dibiayai)

Adalah risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh :

1) Industri risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh:

a) Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan


b) Kinerja keuangan jenis uasaha yang bersangkutan (industry financial standard)

1) Faktor negative lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti kondisi group usaha,
keadaan force majeure, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/C
impor, bank garansi), market risk (forex risk, interest risk, scurity risk), riwayat pembayaran
(tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.

b) Shirinking risk (resiko berkurangnya nilai pembiayaan). Adalah risiko yang terjadi pada
second way out yang dipengaruhi oleh:

1) Unusual bisiness risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh :

 Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang dibiayai


 Penurunan drastis harga jula barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
 Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
2) Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing atau revenue sharing

 Untuk jenis profit and loss sharing, shirnking risk muncul bila terjadi loss sharing yang
harus ditanggung oleh bank
 Untuk jenis revenue sharing, shirnking risk terjadi bila nasabah tidak mampu
menanggung biaya (nafaqah) yang seharusnya ditanggung nasabah, sehingga nasabah
tidak mampu melanjutkan usahanya.

3) Disaster risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya sangat besar terhadap bisnis
nasabah yang dibiayai bank.

c) Character risk (risiko karakter buruk mudharib) yaitu risiko yang terjadi pada third way out
yang dipengaruhi oleh hal berikut:

1) Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank


2) Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam menjalankan bisnis
yang dibiayai bank tidak lagi sesuai dengan kesepakatan
3) Pengelolaan intenal perusahaan, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis
produksi, dan keuangan, yang tidak dilakukan secara profesional sesuai dengan standar
pengelolaan yang disepakati antara bank dan nasabah.

Untuk mengatasi character risk, bank menetapkan kovenan khusus pembiayaan musyarakah dan
mudharabah. Bila terjadi kerugian yang disebabkan oleh character risk, kerugian akan di bebankan
kepada nasabah. Untuk menjamin agar nasabah mampu menanggung kerugian akibat risiko
tersebut, maka bank menetapkan adanya jaminan (colleteral).

b) Risiko Terkait Koorporasi

Kompleksitas dan volume pembiayaan koorporasi menimbulkan risiko tambahan selain risiko
yang terkait dengan produk. Analisis risiko yang terkait dengan pembiayan korporasi meliputi:

1) Risiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan pembiayaan.

Terdapat setidaknya tiga risiko yang dapat timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah
pencairan pembiayaan, yaitu sebagai berikut:

- Over trading

Over trading terjadi ketika nasabah mengembangkan volume bisnis yang besar dengan dukungan
modal yang kecil (too much business volume with too little capital). Keadaan ini akan
menimbulkan krisis cash flow.

- Adverse trading
Adverse trading terjadi ketika nasabah mengembangkan bisnisnya dengan megambil kebijakan
melakukan pengeluaran tetap (fixed costs) yang besar setiap tahunnya, serta bermain dipasar yang
tingkat volume penjualannya tidak setabil. Perusahaan yang mempunyai karakterstik seperti ini
merupakan perusahaan yang secara potensial berada dalam posisi yang lemah serta beresiko tinggi.

- Liquidity run

Liquidity run terjadi ketika nasabah mengalami kesulitan likuiditas karena kehilangan sumber
pendapatan dan peningkatan pengeluaran yang disebabkan oleh alasan yang tidak terduga. Kondisi
ini tentu saja akan mempengaruhi kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya
kepada pihak bank. Sekalipun tidak dapat memprediksi arus likuiditas sebuah perusahaan, bank
dapat menaksir apakah perusahaan tersebut memiliki likuiditas yang cukup atau dapat memperoleh
dana tambahan untuk mempertahankan caish flow seperti sedia kala.

2) Risiko yang timbul dari komitmen kapital yang berlebihan

Sebuah perusahaan mungkin saja mengambil komitmen kapital yang berlebihan dan
menandatangani kontark untuk pengeluaran bersekala besar. Apabila tidak mampu untuk
meghargai komitmennya, bank dapat dipaksa untuk dilikuidasi. Bank maupun suplier pembayaran
perdagangan sering kali tidak mampu untuk mengontrol suatu pengeluaran yang berlebihan dari
sebuah perusahaan. Namun demikian, bank dapat mencoba untuk memonitornya dengan
melakukan analisis, misalnya, neraca perusahaan tersebut yang terakhir dipublikasikan, dimana
komitmen pengeluaran kapital harus diungkap.

3) Risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank

Terdapat tiga macam risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank, yakni sebagai berikut:

- Analisis pembiayan yang keliru

Dalam konteks ini, terjadi bukan karena perubahan kondisi nasabah yang tak terduga, tetapi
dikernakan memang sudah sejak awal nasabah yang bersangkutan beresiko tinggi. Keputusan
pembiayaan bisa jadi adalah keputusan yang tidak valid. Kesalahan dalam pengambilan keputusan
ini biasanya bersumber dari informasi yang tersedia kurang akurat. Untuk mengatasi hal ini, bank
memerlukan staf yang terlatih dan berpengalaman dalam menyusun suatu pendekatan pembiayaan.

- Creative accounting

Creative accounting merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebijakan


akuntansi perusahaan yang memberikan keterangan yang menyesatkan tentang suatu laporan
posisi keuangan perusahaan. Dalam kasus ini, keuntugan dapat dibuat agar terlihat lebih besar,
aset terlihat lebuh bernilai, dan kewajiban dapat disembunyikan dari neraca keuangan.
- Karakter nasabah

Terkadang nasabah dapat memperdaya bank dengan sengaja menciptakan pembiayaan macet.
Bank perlu waspada terhadap kemungkinan ini dengan mencoba untuk membuat suatu keputusan
berdasarkan informasi objektif tentang karakter nasabah.

1.4 Dampak Dari Risiko Yang Dihadapi Bank Syariah

Sebagai dampak terjadinya risiko kerugian keuangan langsung, kerugian akibat risiko (risk loss)
pada suatu bank dapat berdampak pada pemangku kepentingan (stakeholders) bank, yaitu
pemegang saham, karyawan, dan nasabah, serta berdampak juga kepada perekonomian secara
umum.

Pengaruh risk loss pada pemegang sahaman karyawan adalah langsung, sementara pengaruh
terhadap nasabah dan perekonomian tidak langsung. Berikut akan diuraikan dampak potensial
terhadap stakeholders dan ekonomi.

1. Dampak terhadap Pemegang Saham

Pengaruh risk loss terhadap pemegang saham antara lain:

a) Penurunan nilai investasi, yang akn memberikan pengaruh terhadap penurunan harga dan/atau
penurunan keuntungan,turunnya harga saham menurunkan nilai perusahaan yang berarti
turunnya kesejahteraan pemegang saham;
b) Hilangnya peluang memperoleh dividen yang seharusnya diterima sebagai akibat dari turunnya
keuntungan perusahaan;
c) Kegagalan investasi yang telah dilakukan, hingga yang paling parah adlah kebangkrutan
perusahaan yang melenyapkan nilai semua moal disetor.

2. Dampak terhadap Karyawan

Karyawan suatu bank dapat terpengaruh oleh peristiwa risiko (risk event) yang menimbulkan risk
loss terkait dengan keterlibatan mereka. Pengaruh tersebut dapat berupa:

a) Dikenakan sanksi indisipliner karena kelalaian yang menimbulkan kerugian;


b) Pengurangan pendapatan seperti pengurangan bonus atau pemotongan gaji;
c) Pemutusan hubungan kerja.

3. Dampak terhadap Nasabah

Kegagalan dalam pengelolaan risiko dapat berpengaruh terhadap nasabah. Dampak yang terjadi
dapat secara langsung maupun tiak langsung dan tidak seketika dapat diidentifikasikan. Pengaruh
risk event yang berlangsung secara berkelanjutan, pada gilirannya akan menimbulkan risk loss
terhadap kelangsungan usaha bank itu sendiri. Konsekuensi risk loss yang berdampak terhadap
nasabah bank, adalah:

1. Merosotnya tingkat pelayanan;


2. Berkurangnya jenios dan kualitas produk yang ditawarkan;
3. Krisis likuiditas sehingga menyulitkan dalam pencairan dana;
4. Perubahan peraturan.

4. Dampak terhadap Perekonomian

Sebagai institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya, bank memiliki risiko yang
melekat (inherent) secara sistematis. Risk loss yang terjadi pada suatu bank akan menimbulkan
dampak tidak hanya terhadap bank yang bersangkutan, tetapi juga akan berdampak terhadap
nasabah dan perekonomian secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan tersebut dinamakan
risiko sistemik (systemic risk).

Risiko sistemik secsara spesifik adalah risiko kegagalan bank yang dapat merusak perekonomian
secara keseluruhan dan secara langsung berampak kepada karyawn, nasabah, dan pemegang
saham.

Secara umum, masyarakat awam tidak mengenal apa yang disebut sebagai risimko sistemik.
Namun mereka tidak asing dengan istilah run on a bank (baik riil maupun hanya persepsi dari
nasabah). Artinya sebuah bank di “rush” oleh nasabah bank yang ingin menarik kembali dananya
secara bersamaandan besar-besaran.

Hal ini terjadi pada saaat bank tidak dapat memenuhi kewajibanya. Bank tidak dapat menyediakan
dana yang cukup pada saat nasabah malakukan penarikan dananya.

Bank sangat rentan terhadap risikmo sistemik yang melekat pada industri perbankan. Risiko
sistemik yang mempengaruhi bank-bank lain tidak dapat dihindari jika sebuah bank mengalami
risk loss. Berbagai regulasi diharapkan akan menjadi paying pelindung bagi industri perbankan.
Perlindungan tidak hanya diberikan kepada bank terkait, yaitu pemegang saham, karyawan, dan
nasabah, tetapi juga kepada perekonomian secara keseluruhan. 4

1.5 Manajemen Risiko Bank Syariah

Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal
perbankan yang mengalami perkembangan yang pesat, perbankan pada umumnya dan perbakan

4
N. Idroes (2008), Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait
Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008)
syariah pada khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat
kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya.

Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena
itu perbankan, dan bank syariah khusunya memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang
timbul dari kegiatan usahanya (Karim, 2006). Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendali risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Pemetaan Risiko Bisnis

Bank mengembangkan pemetaan risiko usaha(business risk mapping) untuk mengidentifikasi


risiko utama yang mengancam perusahaan. Alat ini membantu bank untuk mengetahui dan
menentukan tempat dimana risiko berada. Manajemen harus mengkuantifikasi magnitude dari
risiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada nbeberapa cara yang umum dilakukan, yaitu:

- Membuat daftar berbagai risiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam sebuah
kuadran tergantung tinggi-rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan dapat berdampak
kepada rugi yang besar atau kecil.
- Membuat peta yang menyajikan kajian perbandingan antara Risiko Kredit, Risiko Pasar,
Risiko Likuiditas, dan Risiko Operasional yang dihadapi Bank. Dengan membandingkan risiko
pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya, manajemen akan dapat melihat
gambaran menyeluruh dari semua risiko berikut keterkaitannya satu sama lain. Beberapa
sumber informasi awal dapat diperoleh dari:
- Environmental scan yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi, sosial,
budaya, hokum, dan lain sebagainya.
- Dokumen keuangan seperti proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan dokumen-
dokumen keuangan lain sebagai sumber informasi awal untuk melakukan analisis.
- Dokumen legal seperti kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada
hubungannya dengan kegiatan usaha sebagai sumber yang penting untuk dikaji.
- Hasil inspeksi di lapangan (on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang dilakukan SKAI,
merupakan sumber informasi yang sangat baik, dan bahkan sebagaim fitur berkala dari proses
Manajemen Risiko yang berkelanjutan.
- Hasil Wawancara, seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung dengan
para pegawai.
- Analisis statistic seperti perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren komposisi
simpanan dana pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren kegagalan system, kerugian yang terjadi,
dan sumber Risiko Operasional lainnya. Data seperti ini biasanya tersedia secara internal.
- Benchmarking/best practices, alat Manajemen Risiko yang juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengukur tindak pengendalian risiko.
- Jasa konsultasi yang memahami Risiko dan merupakan sumber informasi mengenai klasifikasi
Risiko.

2. Alat Modeling
Alat modeling ini akan memudahkan para manajer untuk mengelola ketidakpastian. Analisis
scenario dan model proyeksi merupakan model yang paling sering digunakan. Beberapa contoh
diantaranya adalah:

- Pemakaian analisis scenario untuk melihat rentang kemungkinan dan mempertimbangkan


perubahan yang mungkin terabaikan. Skenario ini dapat diterapkan dalam menyiapkan
contingency plan (untuk likuiditas maupun EDP).
- Menggunakan analisis statistic dan teknik Value at Risk (VaR) untuk mengestimasi variasi
kerugian yang mungkin terjadi di masa datang. Potensi rugi ini diproyeksikan kedalam arus
kas yang akan datang atau laba, termasuk dalam analisis sensivitas, stress testing (sebagai
pelengkap pengukuran risiko suku bungs untuk melihat dampak terburuk), dan berbagai
simulasi lain.
- Model keuangan untuk mensimulasi berbagai Risiko keuangan dn dampak dari berbagai
scenario pada portofolio kredit dan modal.
- Mengantisipasi bencana yang akan mengganggu kelangsungan usaha, misalnya karena
kelalaian atau bencana alam, system pengolahan data tidak berfungsi. Back-up data dan latihan
(drill) menghadapi keadan darurat secara berkala akan dapat mengantisipasi apabila hal
tersebut terjadi.
- Menilai Risiko teknis selama pembangunan produk baru dengan cara mengidentifikasi sedini
mungkin potensi adanya kesalahan dalam proses pembangunmannya.

3. Teknik mengidentifikasi dan menilai risiko

Kelompok teknik ini akan membantu Manajemen dalam hal menetapkan focus/memberikan
perhatian dan mengakomodasi seluruh kegiatan pengelolaan Risiko.

Beberapa diantaranya yang lazim digunakan adalah:

- Brainstorming groups. Pejabat atau pegawai dari berbagai Satuan Kerja berkumpul untuk
mendiskusikan atau menyatakan pendapat (brainstorm) atas sebuah atau beberapa isu.
- Workshop. Bank sebaiknya mulai memfasilitasi workshop yang focus pada Risiko yang akn
menolonh pegawai untuk menetapkan dan memprioritaskan tujuan, mengidentifikasikan, dan
menilkai Risiko.
- Questionnaires. Satuan Kerja Operasional diperlengkapi dengan kuesioner yang berisi tujuan
dan risiko yang mungkin timbul.
- Self–assessment. Para manajer melakukan self-assessmant, dengan bantuan dari SKAI, Divisi
Keuangan dan control, atau dari akuntan luar.
- Filters. Risiko dikaji terhadap beberapa filter seperti dampak yang tidak besar, Risiko yang
terkaendali, rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan lain-lain.
- Assessment matrix. Matrik ini mencangkup seperangkat pertanyaan yang meliputi elemem-
elemen dari Manajemen Risiko dan pengendalian intern. Termasuk didalamnya, best practices.
- Risk identification templates. Satuan Kerja mendapatkan template yang akan membimbing
mereka untuk mengidentifikasi dan mengkaji Risiko mulai saat mereka merencanakan dan
menjalankan proses.
- “Bottom up” risk assessments. Satuan Kerja mengidentifikasi dan menilai Risiko. Hasilnya
diakumulasi di tingkat pusat.
- Value at Risk (VaR) model and worst case model. Model ini digunakan untuk menilai Risiko
dengan cara mengestimasi potensi rugi terhadap nilai sebuah posisi atau portofolio dalam satu
jangka waktu tertentu berdasarkan factor-faktor yang ada di pasar.
- Prioritizing risks. Risiko akan ditempatkan atau diatasi berdasarkan jenjang (rank) masing-
masing.

4. Peran Internet/Intranet

Pemakaian Internet/Intranet semakin meningkat dalam mengelola Risiko. Alat ini digunakan
untuk mempromosikan kewaspadaan dan pengelolaan Risiko, untuk mendapatkan informasi
mengenai Risiko untuk area tertentu, berkomunikasi dengan pegawai, berbagai informasi
mengenai Manajemen Risiko dengan Bank lain, dan mengkomunikasikan tujuan Manajemen
Risiko Bank kepada public.

1.6 Contoh Penerapan Manajemen Risiko Bank Syariah 5

Berikut ini adalah salah satu contoh penerapan manajemen risiko di Bank Syariah Mandiri (BSM)
berdasarkan Laporan Tahunan (annual report) bank tersebut tahun 2011.

Selama tahun 2011 kondisi ekonomi global masih belum kondusif akibat krisis utang di Eropa dan
pelemahan ekonomi AS, namun kinerja perbankan Indonesia termasuk Bank tetap positif. Salah
satu indikator kinerja Bank yang tumbuh signifikan adalah pembiayaan yaitu sebesar 53% selama
tahun 2011. Disamping itu tuntutan nasabah terhadap ragam transaksi dan produk keuangan
syariah terus meningkat. Kondisi tersebut mengharuskan Bank untuk melakukan inovasi dan
penyempurnaan produk/aktivitas operasionalnya. Kondisi ekonomi global yang belum pulih serta
pertumbuhan ragam produk dan volume transaksi akan mengakibatkan peningkatan eksposur
risiko bank. Peningkatan eksposur risiko tersebut perlu dikelola agar sesuai dengan tingkat
keuntungan dan permodalan yang dimiliki Bank. Untuk itu Bank perlu melakukan penerapan
manajemen risiko yang akurat dan komprehensif agar dapat tumbuh dan berkembang secara sehat
dan menguntungkan serta memberikan nilai tambah bagi Stakeholders.

A. Manfaat Penerapan ManajemenRisiko

Bank mengharapkan penerapan manajemen risiko yang komprehensif dan integratif dapat
memberikan manfaat dalam:
1) Penyediaan informasi yang cepat dan tepat bagi manajemen dalam pengambilan keputusan
bisnis yang mengandung risiko signifikan bagi bank.
2) Penyeimbangan tingkat risiko yang dihadapi dengan tingkat pengembalian hasil yang diterima
dari berbagai kegiatan bisnis bank.

5
Sumber: www.syariahmandiri.co.id
3) Pengukuran kinerja bisnis yang berbasis risiko, baik secara transaksional, portofolio maupun
bank-wide.
4) Pengalokasian modal bank secara efisien pada berbagai risiko yang dihadapi Bank.
5) Peningkatan nilai perusahaan bagi seluruh stakeholder.

B. Organisasi Manajemen Risiko

Bank menerapkan prinsip pemisahan fungsi antara satuan kerja pengambil risiko (risk taking unit),
satuan kerja pendukung (supporting unit) dan satuan kerja manajemen risiko (risk management
unit). Sedangkan risk owner atas pengelolaan risiko berada pada masing-masing unit kerja terkait.
Penerapan prinsip tersebut dimaksudkan untuk memastikan keputusan yang diambil tidak
memiliki unsure benturan kepentingan.

Bank memiliki organisasi (beberapa komite dan unit kerja) yang bertanggung jawab atas
penerapan manajemen risiko. Organisasi tersebut menetapkan batas wewenang dan tanggung
jawab seluruh jenjang organisasi di dalam perusahaan. Organisasi tersebut meliputi:
1) Komite Pemantau Risiko.
2) Komite Manajemen Risiko.
3) Direktur Manajemen Risiko.
4) Satuan Kerja Manajemen Risiko.
5) Satuan Kerja Operasional.

Bank membentuk Komite Pemantau Risiko (KPR) yang bertugas untuk membantu Dewan
Komisaris dalam memantau dan mengawasi efektivitas penerapan
manajemen risiko Bank.

Komite Manajemen Risiko (KMR) beranggotakan Direksi dan pejabat eksekutif. KMR
berfungsi merekomendasikan arah kebijakan dan strategi manajemen risiko, serta membahas
seluruh aspek risiko yang dihadapi Bank kepada Direktur Utama. Tugas KMR meliputi perumusan
dan penyusunan kebijakan, pedoman, dan strategi penerapan manajemen risiko, sehingga kegiatan
usaha bank sejalan dengan visi, misi, dan rencana bisnis yang ditetapkan. KMR dibantu oleh
Working Group (WG) yang terdiri atas WG Asset Liabilities Management (ALMA) &
Pembiayaan dan WG Operasional. WG bertugas melakukan kajian risiko dan memberikan
rekomendasi terkait permasalahan dan kondisi usaha yang dihadapi Bank.

Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) adalah unit kerja yang bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Manajemen Risiko terkait penerapan manajamen risiko. Bank terus melakukan
penyesuaian struktur organisasi dan pengembangan proses bisnis agar penerapan manajemen
risiko dapat mendukung perkembangan bisnis Bank. Pada tahun 2011 Bank telah melakukan
pengembangan organisasi yaitu pembentukan Financing Operation Center (FOC).
FOC adalah unit kerja yang dibentuk untuk memproses administrasi pembiayaan secara terpusat
(centralized banking operation). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengendalian internal
Bank pada aktivitas pembiayaan.

C. Kerangka Kerja Manajemen Risiko

Sejalan dengan perkembangan kompleksitas usaha, produk, dan jaringan bank, eksposur risiko
usaha Bank juga semakin meningkat. Dalam rangka mendukung pertumbuhan bisnis yang sehat
dan berkesinambungan, Bank melakukan pengembangan manajemen risiko dengan
mengimplementasikan konsep Enterprise Risk Management (ERM). ERM merupakan inisiatif
strategis yang terus dikembangkan oleh Bank dan diharapkan mampu meningkatkan kinerja Bank
sehingga menghasilkan value added bagi stakeholder. Dengan ERM, Bank akan memiliki
kerangka kerja pengelolaan risiko yang sistematis dan menyeluruh. Untuk menunjang
implementasi ERM, Bank melakukan konsolidasi dengan perusahaan induk, penetapan limit, dan
peningkatan kompetensi sumber daya manusia.

1) Konsolidasi Dengan Perusahaan Induk

Dalam rangka mensinergikan penerapan manajemen risiko antara perusahaan anak dan perusahaan
induk (Bank Mandiri), Bank melakukan konsolidasi penerapan manajemen risiko. Konsolidasi
penerapan manajemen risiko dengan Bank Mandiri mencakup arsitektur kebijakan & prosedur
operasional bank, tools manajemen risiko, penilaian profil risiko bank, Risk Based Audit (RBA),
dan risk awareness.

Pada tahun 2011 Bank melakukan pembaruan kebijakan, prosedur dan tools terkait penerapan
manajemen risiko antara lain:
a) arsitektur kebijakan dan prosedur;
b) kebijakan sistem pengendalian intern;
c) kebijakan kepatuhan;
d) contingency plan Core Banking System (CBS);
e) kerahasiaan data nasabah terkait permintaan data dari pihak ketiga;
f) pengelolaan priority banking;
g) self assessment pelaksanaan Good Corporate Governance;
h) penetapan limit komite pembiayaan cabang secara personal;
i) rating sektor ekonomi untuk pembiayaan; dan
j) scoring pembiayaan konsumer dan mikro.

2) Penetapan Limit

Dalam upaya mengelola risiko agar sesuai dengan permodalan yang dimiliki, Bank menetapkan
limit yang mencakup:
a) limit wewenang memutus pembiayaan;
b) limit eksposur 25 debitur terbesar;
c) limit in house BMPK;
d) limit portofolio pembiayaan untuk sektor ekonomi & sub sektor tertentu;
e) limit portofolio pembiayaan valuta asing;
f) limit coverage asuransi pembiayaan;
g) limit transaksi treasury;
h) limit saldo kas;
i) limit transaksi operasional;
j) limit Giro Wajib Minimum;
k) limit Posisi Devisa Neto (PDN);
l) limit secondary reserve; dan
m) limit pembiayaan gadai emas per individu.

D. Sertifikasi Manajemen Risiko

Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengelola risiko adalah penting sehingga Bank
senantiasa meningkatkan kemampuan pegawainya. Salah satu upaya Bank dalam memenuhi hal
tersebut dan untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia, Bank mengikutsertakan pegawai untuk
mengikuti ujian sertifikasi manajemen risiko. Jumlah pegawai bank yang memperoleh sertifikasi
manajemen risiko pada tahun 2011 adalah:

Level Jumlah Pegawai

I 534

II 361

III 58

IV 25

Total 978

E. Penerapan Manajemen Risiko


Penerapan manajemen risiko adalah tanggung jawab seluruh unit kerja. Bank menerapkan
manajemen risiko pada seluruh aktivitas operasional agar eksposur risiko terkendali secara baik
dan memadai sesuai dengan tingkat pengembalian yang diharapkan dan tingkat permodalan Bank.

Sesuai PBI No.13/23/PBI/2011 tanggal 2 November 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum Syariah, Bank terekspos 10 (sepuluh) jenis risiko. Risiko tersebut meliputi risiko
kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, reputasi, stratejik, kepatuhan, imbal hasil dan
investasi.

Berikut penerapan manajemen risiko pada risiko-risiko utama yang dihadapi Bank.

1. Risiko Kredit

Untuk mendorong ekspansi pembiayaan yang sehat, berkualitas baik, dan memberikan keuntungan
yang berkesinambungan, Bank harus mengelola risiko kredit secara baik. Bank selalu menjaga
kualitas pembiayaan tidak menurun dan Non Performing Finance (NPF) tidak melampaui limit
yang ditetapkan Bank Indonesia.

a. Kebijakan, Prosedur, dan Tools

Dari tahun ke tahun Bank terus membuat, mengkaji ulang dan memperbarui kebijakan, prosedur,
dan credit risktools untuk menyesuaikan dan mengantisipasi kondisi lingkungan eksternal dan
internal. Kaji ulang dan pembaruan tersebut meliputi:
1) Kebijakan bisnis Bank yang mencakup kebijakan investasi dan kebijakan pembiayaan;
2) Standar prosedur operasional pembiayaan untuk masing-masing segmen usaha;
3) Limit pemutusan pembiayaan;
4) Pedoman penilaian rekanan;
5) Scoring pembiayaan konsumer;
6) Scoring pembiayaan mikro;
7) Update rating sektor industri;
8) Watch Listtools.

b. Risk Acceptance Criteria (RAC)

Selain menetapkan limit, Bank juga menggunakan tools berupa Risk Acceptance Criteria (RAC)
untuk berbagai sektor industri. RAC merupakan tools pada front-end dalam proses analisa
pembiayaan. Tujuan penggunaan RAC adalah membantu Bank dalam pemilihan dan penetapan
target nasabah pembiayaan pada sektor industri tertentu. Pada awal setiap proses pembiayaan,
Bank harus melihat kesesuaian antara kondisi calon nasabah dengan RAC sektor industri yang
bersangkutan. RAC untuk beberapa sektor industri adalah:
1) Perkebunan kelapa sawit;
2) Pertambangan batu bara;
3) Gas;
4) Jasa kesehatan;
5) Telekomunikasi;
6) Angkutan kapal laut;
7) Industri makanan dan minuman;
8) Perdagangan eceran; dan
9) Multifinance.
c. Limit Portofolio Pembiayaan

Bank memiliki portfolio guideline atas pembiayaan yang disalurkan guna mengoptimalkan tingkat
pengembalian sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi (risk adjusted return). Selain portfolio
guideline, bank juga menetapkan limit untuk portofolio pembiayaan tertentu, yaitu:
1) Pembiayaan 25 debitur terbesar;
2) Pembiayaan koperasi-konsumer;
3) Pembiayaan valuta asing;
4) Pembiayaan dengan agunan investasi terikat (mudharabah muqayyadah);
5) Pembiayaan perumahan;
6) Pembiayaan telekomunikasi;
7) Pembiayaan gas;
8) Pembiayaan multifinance;
9) Pembiayaan perkebunan kelapa sawit;
10) Pembiayaan tambang batu bara;
11) Pembiayaan distribusi bbm;
12) Pembiayaan jasa kesehatan;
13) Pembiayaan angkutan umum laut;
14) Pembiayaan perdagangan ritel; dan
15) Pembiayaan pertanian tanaman pangan.

d. Monitoring Kualitas Pembiayaan

Bank memantau kualitas pembiayaan dengan melakukan:


1) pemantauan kondisi usaha dan kinerja pembiayaan nasabah melalui Watch List tools;
2) pemantauan atas perkembangan kualitas portofolio pembiayaan berdasarkan segmen bisnis,
sektor industri, dan skema pembiayaan; dan
3) stress test terhadap portofolio pembiayaan meliputi:
a) stress test terhadap situasi/kondisi ekonomi makro dan industri yaitu dengan melakukan
simulasi terhadap krisis keuangan global tahun 2011. Untuk mengetahui dampak pada
kualitas pembiayaan, Bank menggunakan scenario stress test berupa penurunan ekspor dan
impor. Hasil stress test tersebut menunjukkan skenario tidak berdampak signifikan
terhadap potensi penurunan kualitas pembiayaan Bank.
b) stress test penurunan harga emas terhadap potensi penurunan kualitas pembiayaan gadai.

Bank mengukur volatilitas harga emas tertinggi menggunakan model Exponential Weighted
Moving Average (EWMA).

2. Risiko Pasar

Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan harga
pasar,antara lain risiko perubahan nilai dari asset yang dapat diperdagangkan atau disewakan.
Bank menghadapi risiko pasar atas portofolio valuta asing. Pengelolaan risiko pasar yang dihadapi
Bank mengacu pada Kebijakan Manajemen Risiko Pasar, Kebijakan Investasi Surat Berharga,
Standar Prosedur Operasional Investasi Surat Berharga dan ketentuan terkait lainnya. Dalam
mengukur risiko pasar, Bank menggunakan pendekatan best practice dan bersifat risk sensitive a.l.
penggunaan Value at Risk.

Bank mengelola risiko pasar dengan:


a. Memantau kepatuhan Bank terhadap limit yang ditetapkan a.l. Limit Posisi Devisa Neto (PDN).
Per 31 Desember 2011, posisi PDN Bank adalah sebesar 3,19% atau tidak melampaui limit
yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu sebesar 5%. Bank mengkaji ulang limit-limit tersebut
secara berkala atau apabila terjadi perubahan kondisi yang signifikan.
b. Mengukur potensi kerugian maksimal (Value at Risk) akibat pergerakan nilai tukar
menggunakan model Variance Covariance secara harian. Perkiraan volatilitas nilai tukar
maksimal menggunakan modelexponential Weighted Moving Average (EWMA) dengan
confidence level 99%.
c. Melaksanakan stress test risiko pasar atas portofolio valuta asing secara berkala. Stress test
menggunakan skenario perubahan nilai tukar.

3. Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas terjadi akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh
tempo dari sumber pendanaan arus kas atau aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan.
Likuiditas bank dipengaruhi oleh struktur dana, likuiditas aset, dan komitmen pembiayaan kepada
debitur. Pengelolaan risiko likuiditas pada Bank mengacu pada Kebijakan Manajemen Risiko
Likuiditas, Pedoman Pengelolaan Dana dan ketentuan terkait lainnya.

Bank mengelola risiko likuiditas dengan:


a. Memantau kepatuhan bank terhadap limit risiko likuiditas a.l. Limit secondary reserve,
deposan terbesar dan saldo kas maksimal. Bank menetapkan limit secondary reserve sebesar
5% dari rata-rata dpk dengan realisasi per 31 desember 2011 sebesar 12,17%;
b. Menempatkan dana pada instrumen keuangan bank indonesia dan instrumen keuangan jangka
pendek lain sebagai cadangan likuiditas bank;
c. Mengukur kecukupan likuiditas melalui monitoring proyeksi cashflow dan liquidity gap secara
rutin. Dengan demikian bank dapat memanfaatkan likuiditas secara tepat dan efisien sesuai
kebutuhan;
d. Memelihara akses bank ke pasar uang antar bank syariah melalui perolehan dan pemberian
credit line dari dan untuk bank lain;
e. Memantau rasio likuiditas antara lain melalui monitoring rasio pembiayaan terhadap dana
pihak ketiga, rasio kewajiban antar bank, dan rasio kas terhadap dana pihak ketiga; dan
f. Melaksanakan stress test risiko likuiditas secara berkala. Stress test dilakukan untuk
memperkirakan ketahanan likuiditas dan biaya likuiditas yang harus dikeluarkan saat kondisi
krisis terjadi.

4. Risiko Operasional
Proses internal, sistem, manusia, dan kejadian eksternal adalah faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kejadian (event) risiko operasional. Kejadian tersebut berpontensi memberikan dampak
berupa kerugian secara finansial maupun non finansial. Oleh karena itu, Bank harus mengelola
risiko operasional sehingga kegiatan operasional terpantau dan terkendali dengan baik.

a. Pemanfaatan peranti lunak

Bank melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko operasional


dengan memanfaatkan peranti lunak berbasis web yaitu ORMIS (Operational Risk Management
Information System). ORMIS digunakan sebagai:
1) Alat identifikasi dan monitoring kejadian risiko operasional;
2) Early warning system potensi risiko operasional; dan
3) Database kerugian risiko operasional.

Risk Reporter pada ORMIS terdiri atas 3 layer terdiri atas pejabat cabang, petugas kepatuhan dan
auditor intern Bank. Saat ini Bank juga memanfaatkan tools yang sedang dikembangkan untuk
mengelola risiko operasional yaitu RCSA (Risk and Control Self Assessment), dan KRI (Key Risk
Indicator). Sepanjang tahun 2011 Bank terus melakukan pengembangan dan perbaikan terhadap
kualitas operational risktools.

b. Penerapan Manajemen Risiko Teknologi Informasi (TI)

Bank menerapkan manajemen risiko terhadap teknologi informasi (TI) untuk menjaga dan
mengamankan operasional sistem TI. Penerapan manajemen risiko TI bank antara lain melalui
suatu desain pengembangan sistem dan User Acceptance Test (UAT). Dengan demikian Bank
dapat mengidentifikasi dan melakukan perbaikan terhadap kelemahan aplikasi yang ditemukan.
Bank juga telah mengembangkan kebijakan dan prosedur mengenai pemanfaatan dan penggunaan
teknologi informasi baru yaitu: Contingency Plan Core Banking System (CBS), dan Standar
Manual Operasional-Core Banking System.

c. Perhitungan kecukupan modal risiko operasional

Bank Indonesia belum mewajibkan kepada perbankan syariah untuk mengalokasikan modal bagi
risiko operasional. Namun demikian dalam mengelola risiko operasional, Bank telah menghitung
beban modal untuk meng-cover risiko operasional. Dalam melakukan perhitungan kecukupan
modal risiko operasional, Bank menggunakan metode Basic Indicator Approach (BIA).

d. Business Continuity Management (BCM)

Bank menghadapi risiko operasional berupa gangguan/bencana (disaster) yang dapat mengganggu
bahkan melumpuhkan sebagian bahkan seluruh operasional bank. Disaster dapat terjadi akibat
faktor internal (kegagalan/kerusakan sistem TI) maupun faktor eksternal (seperti bencana alam,
kebakaran). Untuk menjaga kesinambungan operasional Bank walaupun dalam keadaan darurat,
Bank telah menerapkan BCM yang didalamnya terdapat pedoman Business Continuity Plan (BCP)
dan pedoman Disaster Recovery Plan (DRP).

Dalam praktiknya Bank telah melakukan uji coba DRP secara berkala guna memastikan kesiapan
sistem TI cadangan (back up). Selama tahun 2011 Bank telah melakukan uji coba DRP sebanyak
dua kali, yaitu pada bulan April dan Desember. Disamping empat risiko di atas, Bank senantiasa
mengelola risiko lainnya yang meliputi risiko hukum, reputasi, stratejik, dan kepatuhan.
Pengelolaan risiko tersebut dilakukan oleh unit kerja terkait dengan risiko hukum, reputasi,
strategik dan kepatuhan. Saat ini pengelolaan risiko imbal hasil dan investasi merupakan bagian
dari pengelolaan risiko pasar dan kredit pada Bank. Bank akan menyusun kebijakan pengelolaan
risiko untuk kedua risiko tersebut pada tahun 2012.

F. Profil Risiko

Penilaian profil risiko bertujuan untuk memberikan informasi kepada seluruh stakeholder
mengenai kondisi risiko usaha yang dihadapi bank. Profil risiko meliputi penilaian terhadap risiko
inheren dan efektifitas kualitas penerapan manajemen risiko. Penilaian risiko inheren merupakan
penilaian atas risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, melalui analisa kuantitatif dan
kualitatif atas parameter tertentu. Penilaian profil risiko bank disusun oleh Satuan Kerja
Manajemen Risiko dan disampaikan ke Direksi dan Komisaris secara bulanan serta disampaikan
ke Bank Indonesia secara triwulanan.

Satuan Kerja Manajemen Risiko juga menyusun profil risiko cabang. Profil risiko tersebut
bertujuan untuk melihat efektivitas dan efisiensi kegiatan operasional pada cabang, serta
efektivitas budaya risiko pada cabang. Bank melakukan penilaian kualitas penerapan manajemen
risiko yang mencerminkan penilaian terhadap kecukupan sistem pengendalian risiko. Penilaian
tersebut dilakukan secara self assesment melalui analisa kualitatif terhadap empat aspek penilaian
yang meliputi pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, kecukupan kebijakan, prosedur
dan penetapan limit, kecukupan proses identifikasi pengukuran, pemantauan dan pengendalian
risiko serta sistem informasi manajemen risiko, serta sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Hasil penilaian masing-masing jenis risiko pada akhir tahun 2011 adalah:
Berdasarkan profil risiko per Desember 2011, predikat risiko komposit secara keseluruhan adalah
low to moderate dengan kualitas penerapan manajemen risiko berpredikat satisfactory.
Daftar Pustaka

A. Karim (2004,2010) “ Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”. PT. Raja Grafindo Persada
Jakarta.

Arifin, Z.(2000). “Memahami Bank Syariah – Lingkup Peluang, Tantangan, dan Prospek”,
AlvaBet, Jakarta.

Ali Hasan, Asep dan Wahyu Ari Nugroho (2008), Manajemen Risiko.
https://deoue.wordpress.com

Idris, M.B (2006), “Analisis Pendapatan Dan Risiko Kredit Antar Segmen pada PT. Bank Rakyat
Indonesia”. Tesis S.2. Program Magister Manajemen UGM.

Bessis, J. (1998) “Risk Management in Banking”. West Sussex; John Wiley @ Sons Ltd. dikutip
dari; www.bankirnews.com

Efendi, S. dkk, (2012), “Metode Penelitian Survey” LP3ES.

Fisher, S. “Risk Management in Top Priority in Bank Restructuring”. Dikutip dari naskah
presentasi tentang “Building World Class Risk Management. Capabilities in Indonesia:
Overview Risk Management (2001).” Jakarta: The Boston Consulting Group. dikutip dari;
www.bankirnews.com

Hamidi, M. (2003), “Jejak-Jejak Ekonomi Syariah”, Senayan Abadi Publishing, Jakarta Selatan

Hamdan, dan Wijaya (UNSRI, 2006) “Analisis Komparatif Resiko Keuangan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) Konvensional Dan BPR Syariah”.Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol.
4, No 7 Juni 2006.

http://www.bi.go.id/web/id/ Peraturan/Perbankan/

http://shariaeconomy.blogspot.com /2008/11/manajemen_risiko_bank_syariah.html

https://deoue.wordpress.com /2010/01/25/manajemen-risiko-perbankan-syariah/#_ftn1

Khan, dan Ahmed, (2008) “Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah” , penerjemah dan
pengantar Ikhwan Abidin Basri, (Bumi Aksara, Jakarta).

Mauraga, (2011). “Penilaian Profil Risiko Kredit (Credit Risk)” BankirNews / Tuesday, 31
May 2011 10:44
Muhamad, (2006).“Bank Syariah, Analisis kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman”. ,
Ekonosia, Yogyakarta

N. Idroes (2008),“Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan


Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia”, PT Raja Grafindo
Persada Jakarta.

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/PBI/2009 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011tanggal 24 Januari 2011 tentang Batas Maksimum
Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Selamet dan Hoscaro (2008), “Manajemen Risiko Bank Syariah”,


http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11/manajemen_risiko_bank_syariah.html.

Sudarsono (2008), “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi”, Ekonisia,
Yogyakarta.

Sudjendro (2011), “Mencegah Terulangnya Kasus Kredit Bermasalah”,


http://bankkita.blogspot.com /2011/02/mecegah-terulangnya-kasus-kredit.html.

SK Direksi Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, “Pedoman Pemberian Kredit
Pada Bank Umum”.

Sumitro, W. (2004), “Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkai”, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

Tampubolon (2006) “Risk Management, Manajemen Risiko:Pendekatan Kualitatif untuk Bank


Komersial”, PT Elex Media Komputindo Jakarta.

Timorita Yulianti (2009), “Manajemen Risiko Perbankan Syariah”, Studium General, MSI UII
14 Maret 2009

Undang-undang Nomer 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, www.bi.co.id

Undang-Undang Nomor 25 Tahun1992 Tentang Perkoperasian.


Zulfikar, Manajemen Bank Syariah, http://belajarbank_syariah.blogspot.com /2007/07/
manajemen risiko bank syariah.html di kutip pada 20/05/2011.

Anda mungkin juga menyukai